Namanya Ashif ibnu Barkhoya. Dialah figur penting dalam kisah pertemuan
Nabi Sulaiman AS dengan Ratu Balqis. Dia bisa memindahkan singgasana
sang ratu dalam sekedipan mata.siapakah sebenarnya Ashif ibnu
Barkhoya…?
Jati diri Ashif ibnu Barkhoya banyak diceritakan dalam kitab-kitab
klasik, salah satunya dalam Ihya Ulum al-Din karya sufi besar Imam
Al-Ghazali. Ada yang mengatakan bahwa Ashif adalah sepupu Nabi Sulaiman
AS, ada juga yang bilang bahwa dia adalah juru tulis Nabi Sulaiman.
Ashif, tulis Al-Ghazali, dahulunya adalah seorang pemboros. Dia sering
melakukan maksiat namun kemudian bertoba. Diceritakan bahwa Allah
berfirman kepada nabi Sulaima, “Hai pemimpin ahli ibadah, sampai kapan
sepupumu akan berbuat maksiat kepada-Ku sedangkan Aku sangat
mengasihinya? Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, jika ia sampai terkena
tiupan badai-Ku maka akan aku tinggalkan dirinya agar menjadi contoh
bagi orang-orang yang semasanya dan yang bagi umat sesudahnya.”
Ketika Ashif dan Sulaiman bertemu, Sulaiman menyampaikan apa yang
diwahyukan Allah tentang dirinya. Mendengar penjelasan tersebut Ashif
keluar dan menaiki bukit pasir, disana ia menengadahkan kepala ke langit
dan berseru, “Tuhanku junjunganku, Engkau ya Engkau, aku ya aku,
bagaimana aku akan bertobat sedangkan Engkau tidak menerima tobatku?
Bagaimana aku akan meminta perlindungan dari dosa sedangkan Engkau tidak
menjagaku? Aku pasti kembali.”
Kemudian Allah berfirman. “Engkau benar hai Ashif, engkau ya engkau, Aku
ya Aku, Aku menerima tobatmu dan aku telah mengampunimu karena
sesungguhnya Aku Maha Penerima Tobat dan Maha Penyayang.”
Al-Ghazali berkata, sebetulnya perkataan Ashif tersebut adalah bentuk
ungkapan rayuan kepada Allah. Kadang seorang hamba seolah memberitahukan
kepada Allah padahal sebenarnya dia menginginkan sesuatu untuk dirinya,
kadang seolah dia menjauh dari Allah padahal sebenarnya dia ingin
menuju Allah. Hal semacam ini sering terjadi pada hamba-hamba-Nya sejak
dahulu hingga masa yang akan datang, sesuai dengan apa yang
ditentukan-Nya sejak masa azali.
Demikianlah akhirnya Ashif mau menerima pertolongan dari Allah sehingga
dirinya berubah drastic, dari seorang yang selalu melakukan maksiat
menjadi orang yang taat, hidupnya yang selama ini jauh dari jalan Allah,
kini selalu patuh kepada perintah-Nya. Allah pun selalu membantunya
dalam melakukan ibadah, ketaatan, pengakuan terhadap dosanya, serta
tobatnya.
Dan ditengah kesungguhannya kembali kepada-Nya itulah Allah mengajarkan
Al-Ismullah Al-A`zhom (kalimat keagungan) yang jika digunakan untuk
berdoa maka akan dikabulkan.
Sebagian penafsir Al-Quran dalam sejumlah kitab klasik disebutkan bahwa
Ashif lah yang menghadirkan singgasana Ratu Balqis di Yaman untuk Nabi
Sulaiman di Baitul Maqdis, Palestina. Dalam tafsir al-Thabari dijelaskan
sebagai berikut:
Ibnu Humaid telah bercerita kepada kami, beliau berkata, Salamah telah
bercerita kepada kami dari Ibnu Ishaq dari sebagian ahli ilmu dari Wahab
ibn Munabah, beliau berkata, mereka mengatakan bahwa Ashif Ibnu
Barkhiya berwudhu kemudian dia melakukan shalat sunah dua rakaat,
setelah itu dia berkata kepada Nabi Sulaiman, “Wahai Nabi Allah, arahkan
pandanganmu kearah yang jauh!” Nabi Sulaiman pun mengarahkan
pandangannya ke arah Yaman. Setelah itu Ashif berdoa memohon bantuan
Allah, maka tiba-tiba singgasana Ratu Balqis yang berada di Yaman muncul
di hadapan Nabi Sulaiman dan ketika melihat kejadian tersebut beliau
berkata (firman Allah),”Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku”
(QS Al-Naml:40)
قَالَ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَيُّكُمْ يَأْتِينِي بِعَرْشِهَا قَبْلَ أَن
يَأْتُونِي مُسْلِمِينَ (38) قَالَ عِفْرِيتٌ مِّنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ
بِهِ قَبْلَ أَن تَقُومَ مِن مَّقَامِكَ ۖ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ
أَمِينٌ (39) قَالَ الَّذِي عِندَهُ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ
بِهِ قَبْلَ أَن يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ ۚ فَلَمَّا رَآهُ
مُسْتَقِرًّا عِندَهُ قَالَ هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي
أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ
وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ (40)
“38. berkata Sulaiman:
“Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup
membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai
orang-orang yang berserah diri”.
39. berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin:
“Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum
kamu berdiri dari tempat dudukmu; Sesungguhnya aku benar-benar kuat
untuk membawanya lagi dapat dipercaya”.
40. berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab:
“Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”.
Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata:
“Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku Apakah aku bersyukur atau
mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang bersyukur Maka
Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia”.
قَالَ الَّذِي عِنْده عِلْم مِنْ الْكِتَاب " قَالَ اِبْن عَبَّاس وَهُوَ
آصَف كَاتِب سُلَيْمَان وَكَذَا رَوَى مُحَمَّد بْن إِسْحَاق عَنْ يَزِيد
بْن رُومَان أَنَّهُ آصَف بْن بَرْخِيَاء وَكَانَ صِدِّيقًا يَعْلَم
الِاسْم الْأَعْظَم وَقَالَ قَتَادَة كَانَ مُؤْمِنًا مِنْ الْإِنْس
وَاسْمه آصَف وَكَذَا قَالَ أَبُو صَالِح وَالضَّحَّاك وَقَتَادَة إِنَّهُ
كَانَ مِنْ الْإِنْس زَادَ قَتَادَة مِنْ بَنِي إِسْرَائِيل وَقَالَ
مُجَاهِد كَانَ اِسْمه أَسْطُوم قَالَ قَتَادَة فِي رِوَايَة عَنْهُ كَانَ
اِسْمه بليخا وَقَالَ زُهَيْر بْن مُحَمَّد هُوَ رَجُل مِنْ الْإِنْس
يُقَال لَهُ ذُو النُّور وَزَعَمَ عَبْد اللَّه بْن لَهِيعَة أَنَّهُ
الْخَضِر وَهُوَ غَرِيب جِدًّا وَقَوْله " أَنَا آتِيك بِهِ قَبْل أَنْ
يَرْتَدّ إِلَيْك طَرْفك " أَيْ اِرْفَعْ بَصَرك وَانْظُرْ مَدّ بَصَرك
مِمَّا تَقْدِر عَلَيْهِ فَإِنَّك لَا يَكِلّ بَصَرك إِلَّا وَهُوَ حَاضِر
عِنْدك وَقَالَ وَهْب اِبْن مُنَبِّه اُمْدُدْ بَصَرك فَلَا يَبْلُغ
مَدَاهُ حَتَّى آتِيك بِهِ فَذَكَرُوا أَنَّهُ أَمَرَهُ أَنْ يَنْظُر نَحْو
الْيَمَن الَّتِي فِيهَا هَذَا الْعَرْش الْمَطْلُوب ثُمَّ قَامَ
فَتَوَضَّأَ وَدَعَا اللَّه تَعَالَى قَالَ مُجَاهِد قَالَ يَا ذَا
الْجَلَال وَالْإِكْرَام وَقَالَ الزُّهْرِيّ قَالَ : يَا إِلَهنَا وَإِلَه
كُلّ شَيْء إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَه إِلَّا أَنْتَ اِئْتِنِي
بِعَرْشِهَا قَالَ فَمَثَلَ بَيْن يَدَيْهِ قَالَ مُجَاهِد وَسَعِيد بْن
جُبَيْر وَمُحَمَّد بْن إِسْحَاق وَزُهَيْر بْن مُحَمَّد وَغَيْرهمْ لَمَّا
دَعَا اللَّه تَعَالَى وَسَأَلَهُ أَنْ يَأْتِيه بِعَرْشِ بِلْقِيس
وَكَانَ فِي الْيَمَن وَسُلَيْمَان عَلَيْهِ السَّلَام بِبَيْتِ الْمَقْدِس
غَابَ السَّرِير وَغَاصَ فِي الْأَرْض ثُمَّ نَبَعَ مِنْ بَيْن يَدَيْ
سُلَيْمَان وَقَالَ عَبْد الرَّحْمَن بْن زَيْد بْن أَسْلَم لَمْ يَشْعُر
سُلَيْمَان إِلَّا وَعَرْشهَا يُحْمَل بَيْن يَدَيْهِ قَالَ وَكَانَ هَذَا
الَّذِي جَاءَ بِهِ مِنْ عُبَّاد الْبَحْر فَلَمَّا عَايَنَ سُلَيْمَان
وَمَلَأَهُ ذَلِكَ وَرَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْده " قَالَ هَذَا مِنْ فَضْل
رَبِّي " أَيْ هَذَا مِنْ نِعَم اللَّه عَلَيَّ " لِيَبْلُوَنِي " أَيْ
لِيَخْتَبِرَنِي " أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُر وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا
يَشْكُر لِنَفْسِهِ " كَقَوْلِهِ " مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ
وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا " وَكَقَوْلِهِ " وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا
فَلِأَنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ " وَقَوْله " وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي
غَنِيّ كَرِيم " أَيْ هُوَ غَنِيّ عَنْ الْعِبَاد وَعِبَادَتهمْ كَرِيم
أَيْ كَرِيم فِي نَفْسه فَإِنْ لَمْ يَعْبُدهُ أَحَد فَإِنَّ عَظَمَته
لَيْسَتْ مُفْتَقِرَة إِلَى أَحَد وَهَذَا كَمَا قَالَ مُوسَى " إِنْ
تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الْأَرْض جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّه لَغَنِيّ
حَمِيد " وَفِي صَحِيح مُسْلِم " يَقُول اللَّه تَعَالَى : يَا عِبَادِي
لَوْ أَنَّ أَوَّلكُمْ وَآخِركُمْ وَإِنْسكُمْ وَجِنّكُمْ كَانُوا عَلَى
أَتْقَى قَلْب رَجُل مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا يَا
عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلكُمْ وَآخِركُمْ وَإِنْسكُمْ وَجِنّكُمْ كَانُوا
عَلَى أَفْجَر قَلْب رَجُل مِنْكُمْ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي
شَيْئًا يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ
أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدْ اللَّه وَمَنْ
وَجَدَ غَيْر ذَلِكَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسه
Berkenaan dengan firman Allah, “Berkatalah seseorang yang mempunyai ilmu dari Alkitab” Ibnu Katsir mengatakan sebagai berikut:
Orang itu adalah Ashif seorang juru tulis Nabi Sulaiman. Demikian pula
dengan yang diriwayatkan oleh Muhammad ibn Ishaq dari Yazid ibn Ruman
bahwa orang itu adalah Ashif ibn Barkhiya. Dia adalah seorang yang jujur
dan mengetahui Al-ismullah Al- A`zhom.
Qatadah berkata, dia adalah seorang mukmin dari golongan manusia, dia
bernama Ashif. Demikian pula dengan apa yang dikatakan oleh Abu Shalih,
Dlahak dan Qatadah, dia (Ashif) itu dari golongan manusia. Qatadah
menambahkan, (tepatnya) dari kaum Bani Israil.
Sedangkan Imam Al- Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya sebagai berikut:
Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa orang yang diberikan Al-ism
`Al-A`zhom itu adalah Ashif ibn Barkhoya dari kaum Bani Israil, dia
adalah seorang yang jujur dan selalu menjaga Ismullah Al-A`zhom yang
jika digunakan untuk meminta maka akan diberikan dan jika digunakan
untuk berdoa maka akan dikabulkan.
“Sungguh demi Allah, aku tahu dia bukanlah seorang raja dan kita tidak
memiliki kemampuan serta tidak kuasa untuk menentangnya sedikitpun. Aku
akan mengutus kepadanya untuk mengabarkan bahwa aku akan datang membawa
raja-raja kaumku, untuk aku lihat apa perintahnya dan agama apa yang ia
serukan kepada kami.”
Kemudian dia memerintahkan penjagaan singgasana kerjaan tempat duduknya,
lalu dibuatlah 7 buah pertahanan yang saling menyambung dan dikuncinya
pintu-pintu tersebut. Lalu ia berkata kepada para pengawal yang yang
ditinggal di kerajaannya:
“Jagalah apa yang sudah ada sebelummu dan singgasana kerajaanku. Jangan
ada seorang hamba Allah yang mampu lolos menembusnya dan jangan pula ada
seorang pun yang melihatnya sampai aku datang.”
Lalu sang ratu menuju kerajaan Sulaiman dengan didampingi 12.000 orang.
Satu pendapat mengatakan bahwa para raja Yaman berada di bawah
kekuasaannya. Pendapat lain mengatakan, lebih dari 12.000 orang, hingga
Sulaiman mengutus jin untuk mengawasi mereka, baik di perjalanan maupun
di tempat sampainya, sepanjang siang dan malam. Sehingga ketika
rombongan itu sudah dekat, Sulaiman mengumpulkan bala tentaranya di
kalangan jin dan manusia yang berada di bawah kekuasaannya.
Lalu ia berkata:
"yaa ayyuHal mala-u ayyukum ya’tinii bi’arsyiHaa qabla ay ya’tuunii
muslimiiin (“Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kalian yang
sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku
sebagai orang-orang yang berserah diri?”)"
Qaala ‘ifritum minal jinni (“Berkata ‘ifrit [yang cerdik] dari golongan
jin”) Mujahid berkata, “Yaitu jin pembangkang.” Syu’aib al-Jubba-i
berkata: “Namanya adalah Kuzan.” Demikian yang dikatakan oleh Muhammad
bin Ishaq, dari Yazid bin Ruman dan dikatakan pula oleh Wahb bin
Munabbih.
Sedangkan Abu Shalih berkata, “Dia seakan-akan seperti gunung.”Ana
aatiika biHii qabla an taquuma mim maqaamik (“Aku akan datang kepadamu
dengan membawa singgasana itu sebelum kamu berdiri dari maqammu.”)
Ibnu ‘Abbas berkata, “Yaitu sebelum engkau berdiri dari majelismu.”
Mujahid berkata, “Yaitu dari tempat dimana ia duduk untuk memberikan
keputusan dan hukuman kepada manusia serta untuk makan dari pagi hingga
tergelincir matahari.”
Wa innii ‘alaiHi laqawiyyun amiin (“Sesungguhnya aku benar-benar kuat membawanya dan dapat dipercaya.”)
Ibnu ‘Abbas berkata, “Yaitu kuat untuk membawanya dan dapat dipercaya
untuk menjaga perhiasan yang ada di dalamnya.” Lalu Sulaiman as.
berkata, “Aku ingin yang lebih cepat dari itu.”
Dari sini tampak jelas bahwa Sulaiman ingin mendatangkan singgasana
tersebut untuk menujukkan kebesaran kerajaan yang diberikan Allah
kepadanya serta bala tentara yang dikuasainya, dimana hal tersebut belum
pernah diberikan kepada seorang pun sebelumnya serta tidak ada
sesudahnya.Begitu pula hal tersebut menjadi hujjah kenabiannya di
hadapan ratu Balqis dan rakyatnya. Karena hal ini merupakan peristiwa
yang sangat besar dan luar biasa, dimana ia dapat membawa singgasana
sang ratu sebelum mereka datang, padahal semuanya ditutup secara rapat
dan terjaga.
Ketika Sulaiman berkata, “Aku ingin yang lebih cepat daripada itu.”
Qaalal ladzii ‘indaHuu ‘ilmum minal kitaabi (“Berkatalah seorang yang
mempunyai ilmu dari al-Kitab.”) Ibnu ‘Abbas berkata, “Yaitu Ashif,
sekretaris Sulaiman.” Demikian yang diriwayatkan oleh Muhammad bin
Ishaq, dari Yazid bin Ruman bahwa laki-laki itu adalah Ashif bin
Barkhiya. Dia adalah orang shiddiq [patuh beragama] yang mengetahui
ismun A’zham.
Ana aatiika biHii qabla ay yartadda ilaika tharfuka (“Aku akan membawa
singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.”) yaitu angkat
pandanganmu dan lihatlah sepanjang kemampuan pandanganmu, karena engkau
tidak akan melelahkan pandanganmu itu kecuali singgasana itu sudah hadir
di hadapanmu. Wahb bin Munabbih berkata, “Tutuplah matamu, maka tidak
mencapai sekejap pasti aku sudah membawanya kepadamu. Mereka
menceritakan bahwa dia diperintahkan untuk memandang Yaman, tempat
singgasana yang dicari itu berada, kemudian ia berdiri dan berwudlu’
serta berdoa kepada Allah Ta’ala.”
Muhahid berkata, “Dia berdoa: yaa dzal jalaali wal ikraam [wahai Rabb
yang memiliki keagungan dan kemuliaan.].” az-Zuhri berkata: “Ia berdoa:
yaa IlaHanaa wa ilaaHa kullu syai-in ilaaHaw waahidal laa ilaaHa illaa
anta i’tunii bi’arsyiHaa (ya Ilah kami dan Ilah segala sesuatu, Ilah
yang Esa, tidak ada Ilah kecuali Engkau, datangkanlah kepadaku
singgasananya). Dia mencontohkannya di hadapannya.”
Mujahid, Sa’id bin Jubair, Muhammad bin Ishaq, Zubair bin Muhammad dan selain mereka berkata:
“Tatkala ia berdoa dan meminta kepada Allah untuk didatangkan singgasana
Balqis yang berada di Yaman, sedangkan Sulaiman berada di Baitul
Maqdis, tiba-tiba singgasana itu hilang menembus bumi, kemudian muncul
di hadapan Sulaiman.”‘
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata,
“Sulaiman tidak merasakan sesuatu kecuali singgasana itu telah berada di
hadapannya.” Dia berkata: “Ini dibawa oleh para hamba [Allah yang ada
di] laut.” Ketika Sulaiman dan para pembesarnya menyaksikan hal itu
serta melihatnya berada di sisinya, qaala Haadzaa min fadl-li rabbii
(“Ia pun berkata, ‘ Ini termasuk karunia Rabb-ku.’”) yaitu ini adalah di
antara nikmat-nikmat Allah kepadaku, liyabluwanii; yaitu untuk
mengujiku, a asykuru am akfuru wa man syakara fa innamaa yasykuru
linafsiHi (“apakah aku bersyukur atau mengingkari. Dan barangsiapa yang
bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk [kebaikan] dirinya
sendiri.”
Perkataannya: wa man kafara fa inna rabbii ghaniyyun kariim (“dan
barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Mahakaya dan
Mahamulia.”) yaitu Dia Mahakaya terhadap hamba-hamba-Nya dan tidak
membutuhkan peribadahan mereka. dia Mahakarim, yaitu Maha-mulia pada
diri-Nya sendiri meskipun tidak ada satu pun yang beribadah kepada-Nya.
Karena kebesaran-Nya tidak membutuhkan kepada seseorang pun.
Dalam shahih Muslim dijelaskan: “Allah Ta’ala berfirman:
‘Hai hamba-hamba-Ku, seandainya orang yang pertama hingga yang terakhir
di antara kamu, manusia maupun jin semuanya bertakwa kepada-Ku seperti
orang yang paling bertakwa di antara kamu, maka hal tersebut tidak akan
menambah kerajaan-Ku sedikitpun. Hai hamba-hamba-Ku, seandainya orang
yang pertama hingga yang terakhir di antara kamu, manusia maupun jin
berhati jahat seperti orang paling jahat di antara kamu, maka hal
tersebut tidak akan mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun. Hai
hamba-hamba-Ku, sesungguhnya semua itu adalah perbuatanmu, kemudian Aku
akan membalasnya. Barangsiapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah ia
memuji Allah. Dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, maka
janganlah menyesali kecuali dirinya sendiri.”
Semoga Bermanfaat