Zuhud adalah salah satu akhlak utama seorang muslim. Terutama saat di
hadapannya terbentang lebar kesempatan untuk meraih dunia dengan segala
macam perbendaharaannnya. Apakah itu kekuasaan, harta, kedudukan, dan
segala fasilitas lainnya. Karenanya, zuhud adalah karakteristik dasar
yang membedakan antara seorang mukmin sejati dengan mukmin awam. Jika
tidak memiliki keistimewaan dengan karakteristik ini, seorang mukmin
tidak dapat dibedakan lagi dari manusia kebanyakan yang terkena fitnah
dunia.
Sebagian orang salah paham dengan istilah zuhud. Dikira zuhud adalah
hidup tanpa harta. Dikira zuhud adalah hidup miskin. Lalu apa yang
dimaksud dengan zuhud yang sebenarnya? Semoga tulisan berikut bisa
memberikan jawaban berarti.
Mengenai zuhud disebutkan dalam sebuah hadits,
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِىِّ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله
عليه وسلم- رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِى عَلَى عَمَلٍ
إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِىَ اللَّهُ وَأَحَبَّنِىَ النَّاسُ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ازْهَدْ فِى الدُّنْيَا
يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِى أَيْدِى النَّاسِ يُحِبُّوكَ ».
Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata ada seseorang yang mendatangi
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah,
tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka
Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda, “Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu.
Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan
mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah dan selainnya. An Nawawi mengatakan bahwa
dikeluarkan dengan sanad yang hasan)
Dalam hadits di atas terdapat dua nasehat, yaitu untuk zuhud pada dunia,
ini akan membuahkan kecintaan Allah, dan zuhud pada apa yang ada di
sisi manusia, ini akan mendatangkan kecintaan manusia.
Al-Qur’an dipenuhi dengan anjuran zuhud terhadap dunia, berita akan
kehinaan dunia dengan segala kekurangannya, keberakhirannya dan
kesegeraan kebinasaannya, dan berisi tentang anjuran berhasarat kepada
akhirat, berita akan kemuliaannya dan kekekalannya.
Penyebutan Zuhud Terhadap Dunia dalam Al Qur’an dan Hadits
Masalah zuhud telah disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits. Di antara
ayat yang menyebutkan masalah zuhud adalah firman Allah Ta’ala tentang
orang mukmin di kalangan keluarga Fir’aun yang mengatakan,
وَقَالَ الَّذِي آَمَنَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ
الرَّشَادِ (38) يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ
وَإِنَّ الْآَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ (39)
“Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya
akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS. Ghafir: 38-39)
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ
وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌفِي الأمْوَالِ وَالأوْلادِ كَمَثَلِ
غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُمُصْفَرًّا
ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ
اللَّهِوَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan
dan melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu”. (Al-Hadid 57 : 20)
زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطيرالمقنطرة من الذهب والفضة
والخيل المسومةوالأنعام والحرث ذلك متاع الحياة الدنيا والله عندهحسن
المآب
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali
yang baik (surga)”. (Ali 'Imran 3 : 14)
من كان يريد حرث الآخرة نزد له في حرثه ومن كان يريدحرث الدنيا نؤته منها وما له في الآخرة من نصيب
“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah
keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di
dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak
ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (Asy-Syuuraa 42 : 20)
قل متاع الدنيا قليل والآخرة خير لمن اتقى ولا تظلمونفتيلا
“Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu
lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya
sedikitpun”. (An Nisaa’ 4 : 77)
بل تؤثرون الحياة الدنيا والآخرة خير وأبقى
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Al A'laa 87 :
16-17)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
“Dunia penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim no. 5256)
Dari Mutharrif dari ayahnya radhiallahu anhu dia berkata: Aku mendatangi
Nabi shallallahu alaihi wasallam dan beliau tengah membaca,
“Bermegah-megahan telah melalaikanmu.” (QS. At Takaatsur: 1). Lalu
beliau bersabda:
يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِي مَالِي قَالَ وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ
مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ
أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ
“Anak cucu Adam berkata: ‘Hartaku, hartaku’.” Beliau meneruskan:
“Hartamu wahai anak cucu Adam tidak lain adalah yang kau makan lalu kau
habiskan, yang kau kenakan lalu kau usangkan atau yang kau sedekahkan
lalu kau habiskan.” (HR. Muslim no. 5258)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:
يَقُولُ الْعَبْدُ مَالِي مَالِي إِنَّمَا لَهُ مِنْ مَالِهِ ثَلَاثٌ مَا
أَكَلَ فَأَفْنَى أَوْ لَبِسَ فَأَبْلَى أَوْ أَعْطَى فَاقْتَنَى وَمَا
سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ ذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ لِلنَّاسِ
“Manusia berkata, ‘Hartaku, hartaku, ‘ sesungguhnya hartanya ada tiga:
yang ia makan lalu ia habiskan, yang ia kenakan lalu ia usangkan atau
yang ia berikan (sedekahkan) lalu ia miliki, selain itu akan lenyap dan
akan ia tinggalkan untuk manusia.” (HR. Muslim no. 5259)
Anas bin Malik radhiallahu anhu menuturkan: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ
وَاحِدٌ يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ
وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ
“Mayit diantarar (ke kuburan) oleh tiga hal, yang dua akan kembali
sedang yang satu terus menyertainya. Dia diiringi oleh keluarganya,
hartanya dan amalnya. Harta dan keluarganya akan kembali, sedang amalnya
akan terus tetap bersamanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6033 dan Muslim no.
5260)
Dari Amr bin Auf radhiallahu anhu dia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ أَبَا
عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ إِلَى الْبَحْرَيْنِ يَأْتِي بِجِزْيَتِهَا
وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ صَالَحَ
أَهْلَ الْبَحْرَيْنِ وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ الْعَلَاءَ بْنَ الْحَضْرَمِيِّ
فَقَدِمَ أَبُو عُبَيْدَةَ بِمَالٍ مِنْ الْبَحْرَيْنِ فَسَمِعَتْ
الْأَنْصَارُ بِقُدُومِ أَبِي عُبَيْدَةَ فَوَافَوْا صَلَاةَ الْفَجْرِ
مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا صَلَّى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصَرَفَ
فَتَعَرَّضُوا لَهُ فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حِينَ رَآهُمْ ثُمَّ قَالَ أَظُنُّكُمْ سَمِعْتُمْ أَنَّ أَبَا
عُبَيْدَةَ قَدِمَ بِشَيْءٍ مِنْ الْبَحْرَيْنِ فَقَالُوا أَجَلْ يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَأَبْشِرُوا وَأَمِّلُوا مَا يَسُرُّكُمْ
فَوَاللَّهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى
عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ
كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ
كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengutus Abu Ubaidah bin Al
Jarrah ke Bahrain membawa jizyahnya dan Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam membuat perjanjian damai dengan penduduk Bahrain, beliau
mengangkat Al Ala` bin Al Hadاrami sebagai pemimpin mereka. lalu Abu
Ubaidah datang membawa harta dari Bahrain dan kaum Anshar mendengar
kedatangan Abu ‘Ubaidah lalu mereka shalat fajar bersama Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam , seusai shalat Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bergegas lalu mereka menghadang beliau, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallamtersenyum saat melihat mereka, setelah itu
beliau bersabda: “Aku kira kalian mendengar bahwa Abu ‘Ubaidah datang
membawa sesuatu.” Mereka berkata: Benar, wahai Rasulullah. Beliau
bersabda: “Bergembiralah dan berharaplah apa yang menggembirakan kalian,
demi Allah bukan kemiskinan yang aku takutkan pada kalian, tapi aku
takut dunia dibentangkan untuk kalian seperti halnya dibentangkan pada
orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba mengejarnya sebagaimana
mereka berlomba mengejarnya, lalu dunia membinasakan kalian seperti dia
telah membinasakan mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 2924 dan Muslim no.
5261)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ
فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
“Pandanglah orang yang berada di bawah kalian, jangan memandang yang ada
di atas kalian, itu lebih akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat
Allah.” (HR. Muslim no. 5264)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhu dia berkata:
أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي
فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ
الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ
صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memegang pundakku dan
bersabda: ‘Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau
seorang pengembara.” Ibnu Umar juga berkata; ‘Bila kamu berada di sore
hari, maka janganlah kamu menunggu datangnya waktu pagi, dan bila kamu
berada di pagi hari, maka janganlah menunggu waktu sore, pergunakanlah
waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR.
Al-Bukhari no. 5937)
Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا يَزَالُ قَلْبُ الْكَبِيرِ شَابًّا فِي اثْنَتَيْنِ فِي حُبِّ الدُّنْيَا وَطُولِ الْأَمَلِ
“Hati orang tua masih akan tetap muda dalam dua perkara, yaitu:
Mencintai dunia dan panjang angan-angan.” (HR. Al-Bukhari no. 5941)
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى ثَالِثًا وَلَا
يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى
مَنْ تَابَ
“Sekiranya anak Adam memiliki harta sebanyak dua bukit, niscaya ia akan
mengharapkan untuk mendapatkan bukit yang ketiga, dan tidaklah perut
anak Adam itu dipenuhi melainkan dengan tanah, dan Allah menerima taubat
siapa saja yang bertaubat.” (HR. Al-Bukhari no. 5956 dan Muslim no.
1737)
Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa dapat menjamin bagiku sesuatu yang berada di antara
jenggotnya (mulut) dan di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan
menjamin baginya surga.” (HR. Al-Bukhari no. 5993)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
حُجِبَتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
“Neraka dikelilingi dengan syahwat (hal-hal yang menyenangkan nafsu),
sedang surga dikelilingi hal-hal yang tidak disenangi (nafsu).”(HR.
Al-Bukhari no. 6006)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu menuturkan: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْجَنَّةُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ وَالنَّارُ مِثْلُ ذَلِكَ
“Surga lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali sandalnya, neraka juga seperti itu.” (HR. Al-Bukhari no. 6007)
Dari Ubadah bin Ash-Shamit radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ
لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ قَالَتْ عَائِشَةُ أَوْ بَعْضُ
أَزْوَاجِهِ إِنَّا لَنَكْرَهُ الْمَوْتَ قَالَ لَيْسَ ذَاكِ وَلَكِنَّ
الْمُؤْمِنَ إِذَا حَضَرَهُ الْمَوْتُ بُشِّرَ بِرِضْوَانِ اللَّهِ
وَكَرَامَتِهِ فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا أَمَامَهُ
فَأَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ وَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَإِنَّ الْكَافِرَ
إِذَا حُضِرَ بُشِّرَ بِعَذَابِ اللَّهِ وَعُقُوبَتِهِ فَلَيْسَ شَيْءٌ
أَكْرَهَ إِلَيْهِ مِمَّا أَمَامَهُ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ وَكَرِهَ
اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Barangsiapa mencintai perjumpaan dengan Allah, Allah juga mencintai
perjumpaan dengannya, sebaliknya barangsiapa membenci perjumpaan dengan
Allah, Allah juga membenci perjumpaan dengannya.” Kontan ‘Aisyah atau
sebagian isteri beliau berkomentar ‘kami juga cemas terhadap kematian! ‘
Nabi lantas bersabda: “Bukan begitu maksudnya, namun maksud yang benar,
seorang mukmin jika kematian menjemputnya, ia diberi kabar gembira
dengan keridhaan Allah dan karamah-Nya, sehingga tak ada sesuatu apapun
yang lebih ia cintai daripada apa yang dihadapannya, sehingga ia
mencintai berjumpa Allah, dan Allah pun mencintai berjumpa kepadanya.
Sebaliknya orang kafir jika kematian menjemputnya, ia diberi kabar buruk
dengan siksa Allah dan hukuman-Nya, sehingga tidak ada yang lebih ia
cemaskan daripada apa yang di hadapannya, ia membenci berjumpa Allah,
sehingga Allah pun membenci berjumpa dengannya.”(HR. Al-Bukhari no. 6026
dan Muslim no. 4844)
Mustaurid berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِى الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ
أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ – وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ – فِى
الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ
“Demi Allah, tidaklah dunia dibanding akhirat melainkan seperti jari
salah seorang dari kalian yang dicelup -Yahya berisyarat dengan jari
telunjuk- di lautan, maka perhatikanlah apa yang dibawa.” (HR. Muslim
no. 2858)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, “Dunia seperti air yang
tersisa di jari ketika jari tersebut dicelup di lautan sedangkan akhirat
adalah air yang masih tersisa di lautan.” Bayangkanlah, perbandingan
yang amat jauh antara kenikmatan dunia dan akhirat!
Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Seandainya harga dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk
tentu Allah tidak mau memberi orang orang kafir walaupun hanya seteguk
air.” (HR. Tirmidzi no. 2320)
Tiga Makna Zuhud Terhadap Dunia
Yang dimaksud dengan zuhud pada sesuatu –sebagaimana dijelaskan oleh
Ibnu Rajab Al Hambali- adalah berpaling darinya dengan sedikit dalam
memilikinya, menghinakan diri darinya serta membebaskan diri
darinya.[3]Adapun mengenai zuhud terhadap dunia para ulama menyampaikan
beberapa pengertian, di antaranya disampaikan oleh sahabat Abu Dzar.
Abu Dzar mengatakan,
الزَّهَادَةُ فِى الدُّنْيَا لَيْسَتْ بِتَحْرِيمِ الْحَلاَلِ وَلاَ
إِضَاعَةِ الْمَالِ وَلَكِنَّ الزَّهَادَةَ فِى الدُّنْيَا أَنْ لاَ
تَكُونَ بِمَا فِى يَدَيْكَ أَوْثَقَ مِمَّا فِى يَدَىِ اللَّهِ وَأَنْ
تَكُونَ فِى ثَوَابِ الْمُصِيبَةِ إِذَا أَنْتَ أُصِبْتَ بِهَا أَرْغَبَ
فِيهَا لَوْ أَنَّهَا أُبْقِيَتْ لَكَ
“Zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan bukan
juga menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah
engkau begitu yakin terhadapp apa yang ada di tangan Allah daripada apa
yang ada di tanganmu. Zuhud juga berarti ketika engkau tertimpa musibah,
engkau lebih mengharap pahala dari musibah tersebut daripada kembalinya
dunia itu lagi padamu.”
Yunus bin Maysaroh menambahkan pengertian zuhud yang disampaikan oleh
Abu Dzar. Beliau menambahkan bahwa yang termasuk zuhud adalah, “Samanya
pujian dan celaan ketika berada di atas kebenaran.”
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullahmengatakan, “Zuhud terhadap dunia
dalam riwayat di atas ditafsirkan dengan tiga hal, yang kesemuanya
adalahamalan batin (amalan hati), bukan amalan lahiriyah
(jawarih/anggota badan). Abu Sulaiman menyatakan, “Janganlah engkau
mempersaksikan seorang pun dengan zuhud, karenazuhud sebenarnya adalah
amalan hati.“
Cobalah kita perhatikan penjelasan dari Ibnu Rajab Al Hambali
rahimahullahterhadap tiga unsur dari pengertian zuhud yang telah
disebutkan di atas.
Pertama: Zuhud adalah yakin bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih
diharap-harap dari apa yang ada di sisinya. Ini tentu saja dibangun di
atas rasa yakin yang kokoh pada Allah. Oleh karena itu, Al Hasan Al
Bashri menyatakan, “Yang menunjukkan lemahnya keyakinanmu, apa yang ada
di sisimu (berupa harta dan lainnya –pen) lebih engkau harap dari apa
yang ada di sisi Allah.”
Abu Hazim –seorang yang dikenal begitu zuhud- ditanya, “Apa saja
hartamu?” Ia pun berkata, “Aku memiliki dua harta berharga yang
membuatku tidak khawatir miskin: [1] rasa yakin pada Allah dan [2] tidak
mengharap-harap apa yang ada di sisi manusia.”
Lanjut lagi, ada yang bertanya pada Abu Hazim, “Tidakkah engkau takut
miskin?” Ia memberikan jawaban yang begitu mempesona, “Bagaimana aku
takut miskin sedangkan Allah sebagai penolongku adalah pemilik segala
apa yang ada di langit dan di bumi, bahkan apa yang ada di bawah
gundukan tanah?!”
Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Hakikat zuhud adalah ridho pada
Allah ‘azza wa jalla.” Ia pun berkata, “Sifat qona’ah, itulah zuhud.
Itulah jiwa yang “ghoni”, yaitu selalu merasa cukup.”
Intinya, pengertian zuhud yang pertama adalah begitu yakin kepada Allah.
Kedua: Di antara bentuk zuhud adalah jika seorang hamba ditimpa musibah
dalam hal dunia berupa hilangnya harta, anak atau selainnya, maka ia
lebih mengharap pahala dari musibah tersebut daripada dunia tadi tetap
ada. Ini tentu saja dibangun di atas rasa yakin yang sempurna.
Siapakah yang rela hartanya hilang, lalu ia lebih harap pahala?! Yang
diharap ketika harta itu hilang adalah bagaimana bisa harta tersebut itu
kembali, itulah yang dialami sebagian manusia. Namun Abu Dzar
mengistilahkan zuhud dengan rasa yakin yang kokoh. Orang yang zuhud
lebih berharap pahala dari musibah dunianya daripada mengharap dunia
tadi tetap ada. Sungguh ini tentu saja dibangun atas dasar iman yang
mantap.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini telah mengajarkan do’a
yang sangat bagus kandungannya, yaitu berisi permintaan rasa yakin agar
begitu ringan menghadapi musibah. Do’a tersebut adalah,
اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ
مَعَاصِيكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ
الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا
“Allaahummaqsim lanaa min khosy-yatika maa yahuulu bihii bainanaa wa
baina ma’aashiika, wa min thoo’atika maa tuballighunaa bihi jannatak, wa
minal yaqiini maa tuhawwinu bihi ‘alainaa mushiibaatid dunyaa” (Ya
Allah, curahkanlah kepada kepada kami rasa takut kepadaMu yang
menghalangi kami dari bermaksiat kepadaMu, dan ketaatan kepadaMu yang
mengantarkan kami kepada SurgaMu, dan curahkanlah rasa yakin yang dapat
meringankan berbagai musibah di dunia) (HR. Tirmidzi no. 3502) Inilah
di antara tanda zuhud, ia tidak begitu berharap dunia tetap ada ketika
ia tertimpa musibah. Namun yang ia harap adalah pahala di sisi Allah.
‘Ali bin Abi Tholib pernah mengatakan, “Siapa yang zuhud terhadap dunia,
maka ia akan semakin ringan menghadapi musibah.” Tentu saja yang
dimaksud zuhud di sini adalah tidak mengharap dunia itu tetap ada ketika
musibah dunia itu datang. Sekali lagi, sikap semacam ini tentu saja
dimiliki oleh orang yang begitu yakin akan janji Allah di balik musibah.
Ketiga: Zuhud adalah keadaan seseorang ketika dipuji atau pun dicela
dalam kebenaran itu sama saja. Inilah tanda seseorang begitu zuhud pada
dunia, menganggap dunia hanya suatu yang rendahan saja, ia pun sedikit
berharap dengan keistimewaan dunia. Sedangkan seseorang yang menganggap
dunia begitu luar biasa, ia begitu mencari pujian dan benci pada celaan.
Orang yang kondisinya sama ketika dipuji dan dicela dalam kebenaran,
ini menunjukkan bahwa hatinya tidak mengistimewakan satu pun makhluk.
Yang ia cinta adalah kebenaran dan yang ia cari adalah ridho Ar Rahman.
Orang yang zuhud selalu mengharap ridho Ar Rahman bukan mengharap-harap
pujian manusia. Sebagaimana kata Ibnu Mas’ud, “Rasa yakin adalah
seseorang tidak mencari ridho manusia, lalu mendatangkan murka Allah.
Allah sungguh memuji orang yang berjuang di jalan Allah. Mereka sama
sekali tidaklah takut pada celaan manusia.”
Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang zuhud adalah yang melihat
orang lain, lantas ia katakan, “Orang tersebut lebih baik dariku”. Ini
menunjukkan bahwa hakekat zuhud adalah ia tidak menganggap dirinya lebih
dari yang lain. Hal ini termasuk dalam pengertian zuhud yang ketiga.
Pengertian zuhud yang biasa dipaparkan oleh ulama salaf kembali kepada
tiga pengertian di atas. Di antaranya, Wahib bin Al Warod mengatakan,
“Zuhud terhadap dunia adalah seseorang tidak berputus asa terhadap
sesuatu yang luput darinya dan tidak begitu berbangga dengan nikmat yang
ia peroleh.” Pengertian ini kembali pada pengertian zuhud yang kedua.
Pengertian Zuhud yang Amat Baik
Jika kita lihat pengertian zuhud yang lebih bagus dan mencakup setiap
pengertian zuhud yang disampaikan oleh para ulama, maka pengertian yang
sangat bagus adalah yang disampaikan oleh Abu Sulaiman Ad Daroni. Beliau
mengatakan, “Para ulama berselisih paham tentang makna zuhud di Irak.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah enggan bergaul
dengan manusia. Ada pula yang mengatakan, “Zuhud adalah meninggalkan
berbagai macam syahwat.” Ada pula yang memberikan pengertian, “Zuhud
adalah meninggalkan rasa kenyang” Namun definisi-definisi ini saling
mendekati. Aku sendiri berpendapat,
أَنَّ الزُهْدَ فِي تَرْكِ مَا يُشْغِلُكَ عَنِ اللهِ
“Zuhud adalah meninggalkan berbagai hal yang dapat melalaikan dari mengingat Allah.”
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Definisi zuhud dari Abu Sulaiman ini
amatlah bagus. Definisi telah mencakup seluruh definisi, pembagian dan
macam-macam zuhud.”
Jika bisnis yang dijalani malah lebih menyibukkan pada dunia sehingga
lalai dari kewajiban shalat, maka sikap zuhud adalah meninggalkannya.
Begitu pula jika permainan yang menghibur diri begitu berlebihan dan
malah melalaikan dari Allah, maka sikap zuhud adalah meninggalkannya.
Demikian pengertian zuhud yang amat luas cakupan maknanya.
Dunia Tidak Tercela Secara Mutlak
Ada sebuah perkataan dari ‘Ali bin Abi Tholib namun dengan sanad yang
dikritisi. ‘Ali pernah mendengar seseorang mencela-cela dunia, lantas
beliau mengatakan, “Dunia adalah negeri yang baik bagi orang-orang yang
memanfaatkannya dengan baik. Dunia pun negeri keselamatan bagi orang
yang memahaminya. Dunia juga adalah negerighoni (yang berkecukupan) bagi
orang yang menjadikan dunia sebagai bekal akhirat. …”
Oleh karena itu, Ibnu Rajab mengatakan, “Dunia itu tidak tercela secara
mutlak, inilah yang dimaksudkan oleh Amirul Mukminin –‘Ali bin Abi
Tholib-. Dunia bisa jadi terpuji bagi siapa saja yang menjadikan dunia
sebagai bekal untuk beramal sholih.”
Ingatlah baik-baik maksud dunia itu tercela agar kita tidak salah
memahami! Dunia itu jadi tercela jika dunia tersebut tidak ditujukan
untuk mencari ridho Allah dan beramal sholih.
Zuhud Bukan Berarti Hidup Tanpa Harta
Sebagaimana sudah ditegaskan bahwa dunia itu tidak tercela secara
mutlak. Namun sebagian orang masih salah paham dengan pengertian zuhud.
Jika kita perhatikan pengertian zuhud yang disampaikan di atas, tidaklah
kita temukan bahwa zuhud dimaksudkan dengan hidup miskin, enggan
mencari nafkah dan hidup penuh menderita. Zuhud adalah perbuatan hati.
Oleh karenanya, tidak hanya sekedar memperhatikan keadaan lahiriyah,
lalu seseorang bisa dinilai sebagai orang yang zuhud. Jika ada ciri-ciri
zuhud sebagaimana yang telah diutarakan di atas, itulah zuhud yang
sebenarnya.
Berikut satu kisah yang bisa jadi pelajaran bagi kita dalam memahami arti zuhud.
Abul ‘Abbas As Siroj, ia berkata bahwa ia mendengar Ibrahim bin Basyar,
ia berkata bahwa ‘Ali bin Fudhail berkata, ia berkata bahwa ayahnya
(Fudhail bin ‘Iyadh) berkata pada Ibnul Mubarok,
أنت تأمرنا بالزهد والتقلل، والبلغة، ونراك تأتي بالبضائع، كيف ذا ؟
“Engkau memerintahkan kami untuk zuhud, sederhana dalam harta, hidup
yang sepadan (tidak kurang tidak lebih). Namun kami melihat engkau
memiliki banyak harta. Mengapa bisa begitu?”
Ibnul Mubarok mengatakan,
يا أبا علي، إنما أفعل ذا لاصون وجهي، وأكرم عرضي، وأستعين به على طاعة ربي.
“Wahai Abu ‘Ali (yaitu Fudhail bin ‘Iyadh). Sesungguhnya hidupku seperti
ini hanya untuk menjaga wajahku dari ‘aib (meminta-minta). Juga aku
bekerja untuk memuliakan kehormatanku. Aku pun bekerja agar bisa
membantuku untuk taat pada Rabbku”.
Semoga pembahasan kami kali ini dapat memahamkan arti zuhud yang
sebenarnya. Raihlah kecintaan Allah lewat sifat zuhud. Semoga Allah
menganugerahkan pada kita sekalian sifat yang mulia ini. Amiin