Hukum akad (transaksi) jual beli melalui alat elektronik sah, apabila
sebelum transaksi kedua belah pihak sudah melihat mabi’ (barang yang
diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya,serta
memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya dengan dasar
pengambilan hukum;
1. Syarh al-Yaqut an-Nafis karya Muhammad bin Ahmad al-Syatiri:
وَالْعِبْرَةُ فِي الْعُقُودِ لِمَعَانِيهَا لَا لِصُوَرِ الْأَلْفَاظِ
وَعَنِ الْبَيْعِ وَ الشِّرَاءِ بِوَاسِطَةِ التِّلِيفُونِ وَالتَّلَكْسِ
وَالْبَرْقِيَاتِ كُلُّ هذِهِ الْوَسَائِلِ وَأَمْثَالِهَا مُعْتَمَدَةُ
الْيَوْمِ وَعَلَيْهَا الْعَمَلُ
Yang diperhitungkan dalam akad-akad adalah subtansinya, bukan bentuk
lafalnya. Dan jual beli via telpon, teleks dan telegram dan semisalnya
telah menjadi alternatif utama dan dipraktikkan.
2. Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj karya Syihabuddin Ar-Ramli:
(وَالْأَظْهَرُ أَنَّهُ لَا يَصِحُّ) فِي غَيْرِ نَحْوِ الْفُقَّاعِ كَمَا
مَرَّ (بَيْعُ الْغَائِبِ) وَهُوَ مَا لَمْ يَرَهُ الْمُتَعَاقِدَانِ أَوْ
أَحَدُهُمَا ثَمَنًا أَوْ مُثَمَّنًا وَلَوْ كَانَ حَاضِرًا فِي مَجْلِسِ
الْبَيْعِ وَبَالِغًا فِي وَصْفِهِ أَوْ سَمْعِهِ بِطَرِيقِ التَّوَاتُرِ
كَمَا يَأْتِي أَوْ رَآهُ فِي ضَوْءٍ إنْ سَتَرَ الضَّوْءُ لَوْنَهُ
كَوَرَقٍ أَبْيَضَ فِيمَا يَظْهَرُ
(Dan menurut qaul al-Azhhar, sungguh tidak sah) selain dalam masalah
fuqa’-sari anggur yang dijual dalam kemasan rapat/tidak terlihat- (jual
beli barang ghaib), yakni barang yang tidak terlihat oleh dua orang yang
bertransaksi, atau salah satunya. Baik barang tersebut berstatus
sebagai alat pembayar maupun sebagai barang yang dibayari. Meskipun
barang tersebut ada dalam majlis akad dan telah disebutkan kriterianya
secara detail atau sudah terkenal secara luas -mutawatir-, seperti
keterangan yang akan datang. Atau terlihat di bawah cahaya, jika cahaya
tersebut menutupi warna aslinya, seperti kertas putih. Demikian menurut
kajian yang kuat.
Dalam pandangan madzhab Syafi’i (sebagaimana referensi kedua), barang
yang diperjual belikan disyaratkan dapat dilihat secara langsung oleh
kedua belah pihak. Hal ini merupakan bentuk kehati-hatian agar tidak
terjadi penipuan (ghoror) dalam jual beli karena Rasulullah melarang
praktek yang demikian, sebagaimana dalam sebuah hadis dinyatakan:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Artinya: Rasulullah saw melarang jual beli yang didalamnya terdapat penipuan. (HR.Muslim).
Jumhur ulama membolehkan jual beli barang dengan sifat (menyebutkan
sifat-sifatnya atau menampilkan gambarnya), dengan syarat sifat-sifat
barang yang mempengaruhi nilai barang harus jelas (ukuran,jenis, kapan
penyerahan barang dll) dan juga terbebas dari unsur penipuan. Mereka
mengatakan bahwa penyebutan sifat-sifat barang yang akan dijual sama
kedudukannya dengan melihat. Diantara dalil mereka: من أسلف في شيء
فليسلف في كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم “Barangsiapa yang jual beli
salaf (salam) maka hendaklah berjual beli salaf (salam) dengan ukuran
tertentu, dan berat tertentu, sampai waktu tertentu.” (HR. Al-Bukhary
dan Muslim) Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: في كيل معلوم ووزن
معلوم إلى أجل معلوم “Ukuran tertentu, berat tertentu, sampai waktu
tertentu.” Menunjukkan bolehnya menjual barang dengan sifat. Hendaknya
antum membeli barang pesanan setelah uang dikirim kepada antum, supaya
tidak terjatuh dalam pembelian hutang dangan hutang. Dengan demikian
diperbolehkan juga antum membeli dengan cara seperti itu. Apabila ketika
waktu penerimaan barangnya berbeda dari yang sudah disepakati maka
pembeli berhak untuk membatalkan akad. Disana ada 2 solusi yang bisa
dijadikan alternatif: Pertama: Barang dikirim dahulu baru dikirim uang,
dan ini jarang dilakukan. Kedua: Uang dan Barang dikirim bersamaan, dan
tidak masalah mana saja yang datang terlebih dahulu.
Jual-beli adalah akad mu’awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua
belah pihak, yaitu pihak penjual dan pihak pembeli, yang objeknya bukan
manfaat, tetapi lebih kepada benda, dan bukan untuk kenikmatan seksual.
Rukun jual beli menurut jumhur ulama :
1. Asda penjual.
2. Ada pembeli.
3. Ijab Kabul.
4. Barang yang diakadkan. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz V hal 3309)
Syarat sah jual beli itu adalah :
1. Syarat-syarat pelaku akad : bagi pelaku akad disyaratkan, berakal dan
memiliki kemampuan memilih. Jadi orang gila, orang mabuk, dan anak
kecil (yang belum bisa membedakan) tidak bisa dinyatakan sah.
2. Syarat-syarat barang yang diakadkan :
Suci (halal dan baik)
Bermafaat
Milik orang yang melakukan akad
Mampu diserahkan oleh pelaku akad
Mengetahui status barang (kualitas, kuantitas, jenis dan lain-lain)
Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad. (Fiqih Sunnah juz III hal 123)
Jual beli barang yang tidak ditempat transaksi diperbolehkan dengan
syarat harus diterangkan sifat-sifatnya dan ciri-cirinya. Kemudian jika
barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya.
Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya
boleh meneruskan atau membatalkan jualbelinya. Hal ini sesuai dengan
hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah yang artinya: ”barang
siapa membeli sesuatuyang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar
jika ia telah melihatnya”.
Jual beli hasil tanaman yang masih terpendam , seperti ketela, kentang,
bawang dan sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, karena
akan mengalami kesulitan atau kerugian jika harus mengeluarkan semua
hasil tanaman yang terpendam untuk dijual. Dan dalam objek ditransaksi
yang tidak diketahui kualitas dan kuantitasnya seperti menggunakan
tempat mandi umum menurut tarif yang ditentukan, tanpa diketahui jumlah
air yang terpakai atau waktu penggunaan tempat mandi. Jadi, di sini
bukan persyaratan yang sangat menentukan, tetapi yang menentukan jika
kedua belah pihak rela dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.
Demikian juga jual beli barang yang telah terbungkus/tertutup. Seperti
makanan kaleng, LPG, dan sebagainya, asalkan diberi label yang
menerangkan isinya. Pada transaksi jualbeli secara online, sama halnya
dengan transaksi jual beli biasa yang dilakukan didunia nyata,
dilakukanoleh para pihak terkait, walaupun dalam jualbeli secara
elektronik tidak bertemu secara langsung satu sama lain,tetapi
berhubungan melalui internet. Ijab qobul bisa dilakukan melalui via sms
atau e-mail, dan mencapai kesepakatan antara penjual dan pembeli.
Berikut ini hal-hal yang terkait dengan jualbeli via internet:
a.) Penjual atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui internet sebagai pelaku usaha
b.) Pembeli dan konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh
undang-undang yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan
keinginan untuk melakukan transaksi jual beliproduk yang ditawarkan
oleh penjual/pelaku usaha.
c.) Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada
penjual atau pelaku usaha, karena pada transaksi jualbeli secara
elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka
berada pada lokasi yang berbeda.
d.) Pelaku usaha/ penjual sebagai penyedia jasa layanan akses internet.
Pelaksaan transaksi jual beli secara online ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut:
a.) Penawaran yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui
website pada ineternet. Penjual atau pelaku usaha menediakan katalog
produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki
website pelaku usaha tersebut dapat melihat barang-barang yang
ditawarkan oleh penjual. Salah satu keuntungan transaksi jual beli
melalui di toko online ini adalah pembeli dapat berbelanja kapan saj dan
dimana saja tanpa dibatasi ruaang dan waktu. Penawaran melaui internet
terjadi apabila pihak lain yang menggunakan media internet memasuki
situs penjaual ,oleh karena itu,apabila seorang tidak menggunakan media
internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang menawarkan sebuah
produk maka tidak bisa dinamakan penawaran. Dengan demikan penawaran
melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang membuak
situs internet.
b.) Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi.
Apabila penawaran dilakukan melalui e-mail addrees, maka penerimaan
dilakuakn melalui e-mail, karena penawaran hanya ditunjukkan pada sebuah
e-mail yang dituju sehingga hanya pemegang e-mail tersebut yang dituju.
Penawaran melalui website ditujukan untuk seluruh masyarakat yang
membukla website tersebut. Setiap orang yang berminat untuk membeli
barang yang ditawarkan itu itu dapat membuat kesepakatan deangan
penjual. Apabila cocok maka langkah selanjutnay registrasi atau
pembayaran.
c.) Pembayaran, dapat dilkuakan baik nsecara langsung maupun tidak
langsung, misalnya melalui fasilitas internet, namun tetap bertumpun
pada sistem keuangan nasional, yang mengacu system local.
d.) Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran
atas barang yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini
pembeli berhak atas penerimaan barang yang dimaksud. Pada kenyataannya,
barang yang dijadikan objek perjanjian dikrimkan oleh penjual kepada
pembeli dengan biaya pengiriman sebagaiman telah diperjanjikan antara
penjual dan pembeli.
Jual beli melalui online (internet) yang sebenarnya juga termasuk jual
beli via telepon, sms dan alat telekomukikasi lainya, maka mareka yang
terpenting adalah ada barang yang diperjual belikan, halal dan jelas
oleh miliknya, sebagaimana hadis Nabi (yang maknanya): "tidak sah jual
beli kecuali sesuatu yang dimiliki seseorang" (HR. at-Turmudziy dan Abu
Dawud).
Ada harga wajar yang disepakati kedua belah pihak, tidak ada unsur
manipulasi atau penipuan dalam transaksi (HR. al-Bukhariy dan Muslim).
Prosedur transaksinya benar, diketahui dan saling rela antar kedua belah
pihak, sebagaimana makna firman Allah SWT: "...kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku secara saling rela di antara kamu..." (an-Nisaa'
ayat 29).
Pada dasarnya segala sesuatu itu hukumnya boleh sepanjang tidak ada
dalil yang mengharamkannya. Berpijak dari landasan kaidah fiqhiyyah
tersebut maka jual-beli lewat online (internet) itu diperbolehkan, dan
sah. kecuali jika terjadi penyimpangan, manipulasi, penipuandan
sejenisnya, maka secara hukumnya ditetapkan, yaitu haram. Oleh karena
itu jika ada masalah terkait ketidaksesuaian barang antara yang
ditawarkan dan dibayar dengan yang diterima, maka berlaku hukum
transaksi pada umumnya, bagaimana kesepakatan yang telah dijalin. Inilah
salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab batalnya transaksi jual
beli dan dapat menjadi salah satu penyebab haramnya jual beli, baik
online atau bukan karena adanya manipulasi atau penipuan.
Adapun keharaman jual beli via internet karena beberapa sebab :
1. Sistemnya haram, seperti money gambling. Judi itu haram baik di darat maupun di udara (online/ internet).
2. Barang/jasa yang menjadi objek transaksi adalah barang yang
diharamkan, seperti narkoba, video porno, online sex, pelanggaran hak
cipta, situs-situs yang bisa membawa pengunjung ke dalam perzinaan.
3. Karena melanggar perjanjian (TOS) atau mengandung unsur penipuan.
4. Dan lainnya yang tidak membawa kemanfaatan tapi justru mengakibatkan kemudharatan.
Transaksi via tulisan (baca: faks atau internet) bisa dianalogkan dengan
transaksi dengan tulisan yang ditujukan kepada orang yang tidak berada
di majelis transaksi. Kasus semacam ini dibolehkan oleh mayoritas ulama
karena adanya saling rela, meski kerelaan pihak kedua tidak langsung
terwujud. Hal ini tidaklah masalah asalkan ada qobul (penyataan menerima
dari pihak kedua) pada saat surat sampai kepada pihak kedua. Inilah
pendapat mayoritas ulama. Tapi ada sebagian ulama Syafi’iyyah yang tidak
membolehkannya.
Ijab dan qobul disyaratkan harus berturut-turut dan tolak ukur
berturut-turut adalah kembali pada urf(kebiasaan masyarakat setempat).
Menurut mayoritas ulama (selain Syafi’iyyah), qobul tidak diharus
sesegera mungkin demi mencegah adanya pihak yang dirugikan dan supaya
ada kesempatan untuk berpikir. Jika ijab itu via surat maka disyaratkan
adanya qobul dari pihak kedua pada saat surat sampai ke tangannya.
Demikian pula disyaratkan adanya kesesuaian antara ijab dan qobul serta
tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa salah satu pihak yang
bertransaksi membatalkan transaksi.Menurut mayoritas ulama pihak yang
mengeluarkan ijab (pihak pertama) boleh meralat ijabnya.
Banyak ulama kontemporer yang berpendapat bahwa transaksi dengan
piranti-piranti modern adalah sah dengan syarat ada kejelasan dalam
transaksi tersebut. Di antara mereka adalah Syeikh Muhammad Bakhit al
Muthi’i, Mushthofa az Zarqa’, Wahbah Zuhaili danAbdullah bin Mani’.
Alasan beliau-beliau adalah sebagai berikut:
1. Berdasar pendapat banyak ulama di masa silam yang menyatakan sahnya
transaksi via surat menyurat dan jika ijab (penyataan pihak pertama)
adalah sah setelah sampainya surat ke tangan pihak kedua. Demikian pula
mengingat sahnya transaksi dengan cara berteriak.
2. Yang dimaksud dengan disyaratkannya ‘kesatuan majelis transaksi’
adalah adanya suatu waktu yang pada saat itu dua orang yang mengadakan
transaksi sibuk dengan masalah transaksi. Bukanlah yang dimaksudkan
adalah adanya dua orang yang melakukan transaksi jual beli dalam satu
tempat dan waktu.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka majelis akad dalam pembicaraan via
telepon adalah waktu komunikasi yang digunakan untuk membicarakan
transaksi. Jika transaksi dengan tulisan maka majelis transaksi adalah
sampainya surat atau tulisan dari pihak pertama kepada pihak kedua. Jika
qobul tertunda dengan pengertian ketika surat sampai belum ada qobul
dari pihak kedua maka transaksi tidak sah. Untuk sahnya jual-beli ini
dipersyaratkan harga barang yang diperjual-belikan sudah jelas walaupun
dengan nilai yang lebih tinggi dari harga seandainya dibayar tunai dan
waktu penyerahannya juga sudah ditentukan secara jelas.