Ayat yang menjadi acuan utama mengenai penciptaan alam adalah surat al-Baqarah:117, yang berbunyi:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
“Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk
menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengucapkan kepadanya
“jadilah” lalu jadilah ia”.
Ayat ini menegaskan bahwa Allah pemilik mutlak dari alam semesta dan
penguasa alam yang tidak dapat disangkal, di samping pemeliharaanya yang
maha pengasih. Karena kekuasaan-Nya bila Ia hendak menciptakan bumi dan
langit, Dia hanya mengatakan “jadilah”.
Secara umum ayat-ayat Alquran tentang penciptaan alam dapat dipetakan
melalui dua pendekatan: maudhu’i-mushafi, yaitu pengelompokan ayat-ayat
tentang penciptaan alam yang tersebar di berbagai surat sesuai dengan
susunannya dalam mushhaf, maudhu’i- tanzili, yaitu pengelompokan
ayat-ayat itu yang tersebar di berbagai surat sesuai dengan susunannya
waktu diturunkan
Duhai alangkah ingkarnya manusia itu. Apakah kalian bisa menemukan ada
seorang manusia yang mampu merubah hukum-hukum fisika dan hukum-hukum
magnet? Hal yang dimampui oleh manusia hanyalah mengarahkan sebagian
penerapan hukum-hukum fisika dan magnet untuk kepentingan manusia. Ia
mempergunakan akalnya dan membuat inovasi untuk memetik buah-buah dari
hukum-hukum tersebut, karena ia tidak akan mampu untuk merubah
hukum-hukum tersebut. Ia tidak mampu mengadakan hukum-hukum tersebut,
tidak pula menghilangkannya.
Tafakur Alam merupakan perbuatan yang diperintahkan dalam agama dan
ditunjukkan bagi mereka yang memiliki pengetahuan untuk merenungkan
berbagai fenomena alam.
Allah SWT Berfirman :
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ
وَٱلنَّهَارِ لَءَايَٰتٍۢ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ﴿ە۱۹﴾ ٱلَّذِينَ
يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًۭا وَقُعُودًۭا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ
وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا
خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًۭا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ﴿۱۹۱﴾
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (
yaitu ) orang -orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi ( seraya berkata ), "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalahkami
dari siksa neraka.( Q.S 3 Ali-Imran : 190-191 )
Secara umum, objek tafakur adalah memikirkan dan merenungkan makhluk
Allah SWT. termasuk dalam kategori Makhluk Allah ialah alam semesta
beserta segala yang dikandungnya.
Perenungan terhadap gejala alam sangat bermanfaat dalam rangka
mengungkap tanda-tanda kekuasaan Allah sehingga manusia menjadi tunduk,
patuh, dan taat kepada Penciptanya, yaini Allah SWT.
Batasan penting yang harus diperhatikan dalam bertafakur ialah bahwa
kaum Mukminim dilarang memikirkan atau merenungkan Dzat Allah SWT.
Seseorang pernah bertanya kepada Imam Malik bin Anas tentang bagaimana
bersemayamnya Allah ( istawa ) di atas Arrasy, maka sang imam pun
berfikir sejenak lantas memberikan jawaban :
الاستواءمعلوم والكيف غير معلوم والايمان به واجب والسوءال عنه بدعة
Istiwa' itu telah diketahui maknanya, tetapi bagaimana caranya tidak
diketahui, mengimaninya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah
bidah.
Jawaban Imam Malik ini selanjutnya jadi kaidah yang terkenal di kalangan
para ulama dalam menyikapi persoalan seputar Dzat dan sifat Allah.
Dengan demikian, terlarang hukumnya bagi seorang Mukmin untuk bertafakur
memikirkan Dzat atau Sifat Allah SWT. Syekh Sa'id bin Wahf al-Qahtan
menjelaskan dalam kitab Syarhu 'Aqidatil Wasithiyyah, bhawa yang harus
kita lakukan mengenai keberadaan dalil-dalil ynag memaparkan tentang
Dzat atau SIfat Allah ialah mengimani dan menetapkan tanpa takwil (
tafsir ), takyif ( bertanya tentang caranya ), ta'thil ( menolak
sebagian atau seluruhnya ), dan tamtsil ( menyetarakannya dengan zat
atau sifat makhluk ).
Selanjutnya, termasuk dalam aktivitas ialah menelaah Ayat-ayat Allah
SWT, sehingga dapat dipahami dan diamalkan dengan benar dalam kehidupan
sehari-hari. Yang patut menjadi perhatian, sebagaimana disinggung
diatas, perintah menafakuri Ayat-ayat Allah hanya ditunjukkan bagi
mereka yang memilikki pengetahuann terutama pengetahuan agama.
Memikirkan Ayat-ayat Allah tidak dapat dilakukan kecuali terlebih dahulu
mengetahui ilmu yang berhubungan dengan ayat-ayat tersebut.
Sesungguhnya benda-benda langit dan langit yang difirmankan oleh Allah:
(لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ)
"Sungguh penciptaan langit dan bumi itu lebih besar dari penciptaan
manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak memahaminya." (QS. Ghafir
[40]: 57)
Benda-benda langit dan langit memiliki hukum-hukum fisika, kimia,
matematika, arsitek dan lain-lain; yang mengokohkan dan mengatur
urusannya. Semua hukum tersebut dijalankan dan diatur secara langsung
oleh Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, tidak ada makhluk yang
lebih besar dari-Nya, tidak ada sesuatu makhluk pun yang tersembunyi
dan tidak diketahui-Nya. Inilah awal keimanan nabi Ibrahim 'alaihis
salam.
Maka lihatlah kembali benda-benda langit dan langit dua kali, niscaya
engkau tidak akan melihat ada kekurangan padanya. Sebuah keserasian yang
sangat mengagumkan, sebuah karya yang agung dalam pengaturan urusan
langit dan bumi, tidak ada celah dan kekurangan padanya.
Manusia menerima amanat yang langit, bumi dan gunung pun keberatan untuk
mengembannya. Sungguh manusia itu sangat zalim dan bodoh. Maka langit
dan bumi tetap diperjalankan menurut hukum-hukum tersebut yang menjaga
keseimbangannya. Sementara kita, umat manusia, menerima amanat tersebut.
Maka Allah menciptakan bagi kita kehidupan dunia dan Allah menyerahkan
kepada kita sebagian hukum-hukum-Nya yang tidak tercampuri oleh sedikit
pun celah kekurangan. Allah memberi kita pilihan untuk menetapi
hukum-hukum tersebut dan hal itu dinamakan-Nya ketaatan. Allah juga
memberi kita pilihan untuk tidak menetapi hukum-hukum tersebut dan hal
itu dinamakan-Nya kemaksiatan. Sementara hukum-hukum-Nya disebut
syariat.
Jika hukum-hukum fisika merupakan praktik keseimbangan bagi alam
semesta, maka syariat merupakan hukum-hukum keseimbangan bagi sebagian
makhluk bernama "manusia", yang tinggal di planet bumi. Maka seluruh
alam semesta dan makhluk dalam kondisi tunduk (istilah Al-Qur'annya
adalah sujud) secara totalitas kepada hukum-hukum Allah. Hal ini
sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta'ala:
(أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ
فِي الأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ
وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ
عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ
اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ )
"Tidakkah kamu mengetahui bahwasanya bersujud kepada Allah segala
makhluk yang berada di langit dan di bumi, demikian juga sujud
kepada-Nya matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pohon-pohon,
binatang melata dan banyak manusia? Tetapi banyak manusia yang pantas
mendapatkan azab. Dan barangsiapa yang dihinakan oleh Allah niscaya
tiada seorang pun yang dapat menjadikannya mulia. Sesungguhnya Allah
Maha Mengerjakan apa yang Dia kehendaki."(QS. Al-Hajj [22]: 18)
Sementara itu berkenaan dengan syariat, maka sungguh manusia itu paling
banyak membantah. Bukannya melakukan inovasi dalam mempraktekkan
hukum-hukum syariat dan mempergunakan akalnya untuk mengambil buah
darinya, meminum dari mata airnya; manusia justru menentang hukum-hukum
syariat, tidak cerdas memahaminya, bahkan bodoh dan hina. Ia diberi akal
oleh Allah, namun ia justru mengkafiri (menolak, mengingkari, membenci
dan memusuhi—pent) syariat-Nya dan berdalih ia bebas memilih. Hal ini
sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta'ala:
(أَوَلَمْ يَرَ الإِنسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ
خَصِيمٌ مُبِينٌ * وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ .. )
"Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari
setetes mani, ternyata dia kemudian menjadi musuh yang nyata. Dan dia
membuat perumpamaan bagi kami dan melupakan asal kejadiannya." (QS.
Yasin [36]: 77-78)
Syariat bukanlah hukum hudud (pidana Islam) semata, namun ia adalah
undang-undang manusia di planet bumi, agar selaras dan serasi dengan
alam semesta. Maka Anda tidak akan melihat adanya kekurangan pada
penciptaan dan ketetapan-Nya. Dengan begitulah hadits-hadits tentang
akhir zaman bisa dipahami, ketika Isa 'alaihis salam memerintah planet
bumi dengan Islam:
(يَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ إِمَامًا هَادِيًا وَمِقْسَطًا عَادِلا ،
فَإِذَا نَزَلَ كَسَرَ الصَّلِيبَ ، وَقَتَلَ الْخِنْزِيرَ ، وَوَضَعَ
الْجِزْيَةَ ، وَتَكُونُ الْمِلَّةُ وَاحِدَةً ، وَيُوضَعُ الأَمْرُ فِي
الأَرْضِ ، حَتَّى أَنَّ الأَسَدَ لَيَكُونُ مَعَ الْبَقَرِ تَحْسِبُهُ
ثَوْرَهَا ، وَيَكُونُ الذِّئْبُ مَعَ الْغَنَمِ تَحْسِبُهُ كَلْبَهَا ،
وَتُرْفَعُ حُمَةُ كُلِّ ذَاتِ حُمَةٍ حَتَّى يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ
عَلَى رَأْسِ الْحَنَشِ فَلا يَضُرُّهُ ، وَحَتَّى تُفِرَّ الْجَارِيَةُ
الأَسَدَ ، كَمَا يُفَرُّ وَلَدُ الْكَلْبِ الصَّغِيرِ ، وَيُقَوَّمَ
الْفَرَسُ الْعَرَبِيُّ بِعِشْرِينَ دِرْهَمًا ، وَيُقَوَّمَ الثَّوْرُ
بِكَذَا وَكَذَا ، وَتَعُودَ الأَرْضُ كَهَيْئَتِهَا عَلَى عَهْدِ آدَمَ ،
وَيَكُونَ الْقِطْفُ يَعْنِي الْعِنْقَادَ يَأْكُلُ مِنْهُ النَّفَرُ ذُو
الْعَدَدِ ، وَتَكُونَ الرُّمَّانَةُ يَأْكُلُ مِنْهَا النَّفَرُ ذُو
الْعَدَدِ)
"Isa bin Maryam akan turun sebagai seorang pemimpin, pemberi petunjuk
dan penguasa yang adil dan menegakkan keadilan. Jika ia telah turun, ia
akan mematahkan salib, membunuh babi, menghapuskan jizyah, dan hanya ada
satu agama (Islam) dan perintah Allah dilaksanakan di muka bumi.
Sampai-sampai seekor singa akan damai bersama dengan kumpulan sapi
betina seakan kumpulan sapi betina itu mengganggapnya sebagai sapi
jantannya, seekor srigala akan damai bersama kawanan kambing seakan
kawanan kambing itu menganggapnya anjing penjaga.
Pada waktu itu bisa dihilangkan dari setiap hewan berbisa, sampai-sampai
seseorang meletakkan telapak tangannya pada kepala seekor ular berbisa
namun hal itu tidak mencelakainya, sampai-sampai seorang anak perempuan
bermain dengan seekor singa seperti bermainnya anak anjing yang kecil.
Pada waktu itu seekor kuda Arab hanya berharga 20 dirham, sementara
seekor sapi akan dihargai segini dan segini (sangat mahal, karena zaman
tersebut zaman cocok tanam dan kemakmuran, bukan zaman perang, pent).
Bumi akan kembali kepada keadaannya semula seperti pada masa nabi Adam.
Sampai-sampai setangkai kurma bisa mengenyangkan banyak orang dan
setangkai anggur bisa mengenyangkan banyak orang."(HR. Ma'mar bin Rasyid
dalam Al-Jami' no. 1465)
Ini yang berkaitan dengan fisika benda-benda langit dan hukum-hukum alam.
Adapun unta adalah Ikhwan yang Allah karuniakan syariat kepada mereka,
namun mereka ragu-ragu terhadapnya, malu-malu darinya, dan menawarnya
demi meraih ridha Barat, orang-orang liberal dan orang-orang sekuler,
dan mereka menuntut daulah madaniyah, negara sipil (Negara berdasar
hukum buatan manusia ). Maka pantaslah apabila mereka terkena sabda Nabi
yang tercinta:
مَنْ أَرْضَى اللهَ فِي سَخَطِ النَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ
أَرْضَى النَّاسَ فِي سَخَطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ
عَلَيْهِ النَّاسَ
"Barangsiapa membuat Allah ridha walau manusia tidak menyukainya,
niscaya Allah akan meridhainya. Dan barangsiapa membuat manusia ridha
walau Allah tidak menyukainya, niscaya Allah akan membencinya dan Allah
akan membuat manusia membencinya." (HR. Ibnu Hibban)