Manusia pada hakekatnya makhluk sosial, saling membutuhkan untuk
memenuhi keperluannya dan meningkatkan taraf hidupnya. Fitrah inilah
yang ditegaskan oleh Islam. Islam memerintah kan untuk saling tolong
menolong dalam kebaikan dan manfaat.
Lebih lagi terhadap sesama umat muslim. Bahkan Islam mengibaratkan
persaudaraan dan pertalian sesama muslim itu seperti satu bangunan, di
mana struktur dan unsur bangunan itu saling membutuhkan dan melengkapi,
sehingga menjadi sebuah bangunan yang kokoh, kuat dan bermanfaat lebih.
Rasulullah saw. bersabda:
عن أبي موسى الأشعري ـ رضي الله عنه ـ عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال
: ” المؤمن للمؤمن كالبنيان ، يشد بعضه بعضاً ، ثم شبك بين أصابعه ، وكان
النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ جالساً ، إذ جاء رجل يسأل ، أو طالب حاجة
أقبل علينا بوجهه ، فقال : اشفعوا تؤجروا ، ويقضي الله على لسان نبيه ما
شاء ” . رواه البخاري ، ومسلم ، والنسائي
Dari Abu Musa Al Asy’ari ra. dari Nabi Muhammad saw bersabda:
“Orang mukmin itu bagi mukmin lainnya seperti bangunan, sebagiannya
menguatkan sebagian yang lain. Kemudian Nabi Muhammad menggabungkan
jari-jari tangannya. Ketika itu Nabi Muhammad duduk, tiba-tiba datang
seorang lelaki meminta bantuan. Nabi hadapkan wajahnya kepada kami dan
bersabda: Tolonglah dia, maka kamu akan mendapatkan pahala. Dan Allah
menetapkan lewat lisan Nabi-Nya apa yang dikehendaki.” Imam Bukhari,
Muslim, dan An Nasa’i.
Akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana (atau
amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Al Musyarakah termasuk
kedalam akad tijarah (for profit transaction).
Pengertian
• Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur.
• Musyarakah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil
dari kata “syaraka” yang bermakna bersekutu, meyetujui atau
perkongsian berarti: “Percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari
dua harta dengan harta lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya.
• Sedangkan menurut istilah, musyarakahadalah akad kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.
Menurut Fuqaha Mazhab Empat
• Menurut fuqaha Malikiyah
إذن فى التصرف لهما مع انفسهما أي أن يأذنكل واحد من شركين لصاحبه فى ان يتصرففى مال لهمامع إبقاء حق التصرف لكل منهما
syirkah adalah keizinan untuk berbuat hukum bagi kedua belah pihak,
yakni masing-masing mengizinkan pihak lainya berbuat hukum terhadap
harta milik bersama antara kedua belah pihak,disertai dengan tetapnya
hak berbuat hukum (terhadap harta tersebut) bagi masing-masing.
• Menurut fuqaha Hanabilah
الإجتماع فى استحاق أوتصرف هي
adalah berkumpul dalam berhak dan berbuat hukum.
• Menurut fuqaha Syafi’iyah
ثبوت الحق فى شىء ثنين فأكثر على جهة هي الشيوع
adalah berlakunya hak tetapnya hak tentang sesuatu terhadap dua pihak atau lebih secara merata.
• Menurut fuqaha Hanafiyah
عَقدُ بَينَ المُتَشارِكَينِ فى رَأسِ المَالِ وَالرابح هي
ialah akad antara pihak-pihak yang berserikat pokok harta dan keuntunganya.”
Landasan Syari’ah
a. Al-Qur’an
Dalam firman Allah pada Surat An-Nisa’ ayat 12 yang berbunyi ;
فان كانوا اكثر من ذلك فهم شركاء في الثلث .(النساء : 12)
“Dan jika saudara-saudara seibu itu lebih dariseorang, maka mereka bersekutu pada yang sepertiga itu”.
Ayat ini, menurut mereka berbicara tentang perserikatan harta dalam.
وان كثيرا من الخلطاء ليبغي بعضهم على بعض الاالذين ءامنوا وعملواالصلحت وقليل ماهم.... (ص:24)
“ Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian dari mereka berbuat dzalim kepada sebagian lain,kecuali orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan amat sedikitlah mereka
ini... “ ( Qs.Shad (38):24 ).
Ayat ini merujuk pada dibolehkannya praktik akad musyarakah. Lafadz “
al- khulata “ dalam ayat ini bisa diartikan saling
bersekutu/partnership, berekutu dalam konteks ini adalah kerjasama dua
atau lebih pihak untuk melakukan sebuah usaha perniagaan.
Bardasarkan pemahaman ini jelas sekali bahwa pembiayaan musyarakah mendapatkan legalitas dari syari’ah.
b. Al-Hadits
ﻣﻦ نفس ﻋﻦ ﻣﺴﻠﻢ آﺮﺑﺔ ﻣﻦ آﺮب اﻟﺪﻥﻴﺎ ﻥﻔﺲ اﷲ ﻋﻨﻪ آﺮﺑﺔ ﻣﻦ آﺮب ﻱﻮم اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ وﻣﻦ
ﻱﺴﺮ ﻋﻠﻰ ﻣﻌﺴﺮ ﻱﺴﺮ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻲ اﻟﺪﻥﻴﺎ واﻻﺧﺮة . واﷲ ﻓﻲ ﻋﻮن اﻟﻌﺒﺪ ﻣﺎدام
اﻟﻌﺒﺪ ﻓﻲ ﻋﻮن أﺧﻴﻪ.)واﻟﺘﺮﻣﺬى رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ وأﺑﻮداود (
Artinya: “Siapa yang memberikan keluangan terhadap orang miskin dari
duka dan kabut dunia. Allah akan meluangkannya dari duka dan kabut hari
kiamat. Dan siapa yang memudahkan kesibukan seseorang, Allah akan
memberikan kemudahan dunia dan akhirat. Dan Allah selalu menolong
hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya.”(Riwayat Muslim, Abu
Daud dan At Tirmidzi)
كَانَ سَيِّدِنَا الْعَبَّاسُ بْنِ عَبْدِاْلمُطَلِّبِ اِذَا دَفَعَ
الْمَالَ مُضَارَبَةً اِشْتَرَطَ عَلَى صَاحِبِهِ اَنْ لَا يَسْلُكَ بِهِ
بَحْرًا, وَلَا يَنْزِلَ بِهِ وَادِيًا وَلَا يَشْتَرِيَ بِهِ دَابَّةً
ذَاتَ كَبِدٍ رَطْبَةٍ فَإِ نْ فَعَلَ ذَلِكَ ضَمِنَ فَبَلَغَ شَرْتُهُ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَا‘لِهِ وَ سَلَّم فَأَ جَازُهُ
Artinya:“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai
Mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi
lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika
persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya.
Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau
membenarkannya”(HR. Thabrani dari Ibnu Abbas)
عن أبي هريرة, رفعه قال : ان الله يقول : أ نا ثالث الشركين, مالم يخن
أحدهما صاحبه, فاذا خانه خرجت من بينهما (رواه أبوا داود والحاكم عن أبي
هريرة)
“Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW, bahwa Nabi SAW
bersabda, sesungguhnya Allah SWT berfirman : “ aku adalah pihak ketiga
antara dua orang yng bersrikat selama salah satu pihak tidak
menghianati pihak yang lain. jika salah satu pihak telah berkhianat, aku
keluar dari mereka “. ( HR. Abu Daud dari Abu Hurairah ).
Merupakan dalil lain dibolehkannya praktik musyarakah.Hadits ini
merupakan hadits qudsi dan kedudukannya shahih menurut hakim. Dalam
hadits ini Allah memberikan pernyataan bahwa Dia akan bersama dua orang
yang saling bersekutu dalam suatu usaha perniagaan, dalam arti, Allah
akan menjaga, memberikan pertolongan dan berkah-Nya atas usaha
perniagaan yang dilakukan, usaha yang dijalankan akan semakin berkembang
sepanjang tidak ada pihak yang berkhianat.
c. Ijma’
Berdasarkan sumber hukum di atas maka secara ‘Ijma para ulama sepakat
bahwa hukum musyarakah yaitu boleh. Hanya saja, mereka berbeda pendapat
tentang jenisnya. Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni telah berkata:
kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legimasi Musyarakah secara
global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen
darinya.
Macam- macam Musyarakah
a. Musyarakah Kepemilikan ( Syirkah al amlak )
1. Syirkah Ikhtiar
Yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang
yang berserikat.
Eg : dua orang yang bekerja sama secara sukarela untuk mengelola sebuah
warnet, dengan perhitungan laba dibagi dua setelah dikurangi modal.
2. Syirkah Jabr
Yaitu perserikatan yang muncul secara paksa, bukan atas
keinginan orang yang berserikat.
Eg : dua orang yang bekerja sama namun salah satu pihak karena tidak
memiliki modal, dia menawarkan jasa untuk menjaga saja warnet tersebut,
sehingga dia hanya memperoleh laba 10% dari keuntungan.
b. Musyarakah Akad ( Syirkah Al ‘Aqd )
Musyarakah akad tecipta dengan cara kesepakatan, dimana dua orang atau
lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan konstribusi modal
musyarakah, mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Adapun
musyarakah akad sendiri terbagi menjadi 4, diantaranya :
• Syirkah al ‘Inan
• Syirkah mufawadlah
• Syirkah al a’maal
• Syirkah al wujuh
• Syirkah al ‘Inan
Adalah kontrak antara dua orang atau lebih, setiap pihak memberikan satu
porsi dari keseluruhn modal dan berpartisipasi dalam kerja. Semua pihak
berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana disepakati di antara
mereka, namun porsi masing-masing pihak ( baik dalam konstribusi modal,
kerja atupun bagi hasil ) tidaklah harus sama dan identik, tapi sesuai
dengan kesepakatan mereka.
Madzhab Hanafi dan Hambali mengizinkan praktik ini dengan memilih salah satu dari alternatif berikut :
keuntungan yang didapatkan dibagi sesuai dengan kontribusi modal yang diberikan oleh masing-masing pihak
Keuntungan bisa dibagi secara sama, walaupun kontribusi modal masing-masing pihak mungkin berbeda
Keuntungan bisa dibagi tidk sama tapi kontribusi dana yang diberikan sama.
· Syirkah mufawadhah
Adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih, setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam
kerja. Setip pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan
demikian, syarat utama dari jenis musyarakah ini adalah kesamaan dana
yng diberikan, kerja, tenggungjawab, dan beban hutang di tanggung oleh
masing-masing pihak secara sama.
Madzhab Hanafi dan Maliki membolehkan jenis musyarakah ini, tetapi dengan memberikan banyak batasan terhadapnya.
• Syirkah al a’maal
Adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
Misalnya :
Kerjasama dua orang arsitek untuk menggarap proyek, atau kerjasama dua
orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam kantor.
Madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali setuju dan membolehkan praktik musyarakah ini.
• Syirkah al wujuh
Adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prestise yang baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli
barang secara kredit dari suatu perusahaan tanpa ada uang cash, dan
kemudian menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam
keuntungan dan kerugian. Jenis musyarakah ini tidak memrlikan modal,
karena pembelian barang dilakukan secara kredit dan berdasarkan jaminan
orang yang bersekutu.
Rukun Musyarakah
1) Sighat atau ijab dan qabul
2) Syarat bagi mitra yang melakukan musyarakah adalah harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan
3) Modal yang diberikan harus berupa uang tunai, atau juga berupa
aset-aset perniagaan. Seperti : barang inventori, properti, perlengkapan
dan lainnya.
Madzhab Syafi’i dan Maliki mensyaratkan modal yang disediakan oleh
masing-masing mitra harus dicampur supaya tidak terdapat keistimewaan,
tetapi Madzhab Hanafi tidak mencantumkan syarat ini jika modal dalam
bentuk uang tunai.
Syarat Musyarakah
Syarat secara umum :
1) Akad syirkah harus bisa menerima mukallah ( perwakilan ), setiap
patner merupakan wakil dari yang lain, karena masing-masing mendapatkan
izin dari pihak lain untuk menjalankan perannya.
2) Keuntungan bisa di kuantifikasikan, artinya masing-masing patner
mendapatkan bagian yang jelas dari hasil keuntungan bisnis. Bisa dalam
bentuk misbah/presentase.
3) Penentuan pembagian bagi hasil atau keuntungan tidak bisa
disebutkan dalam jumlah nominal yang pasti, karena hal ini bertentangn
dengan konsep syirkah.
Syarat secara umum :
1) Akad syirkah harus bisa menerima mukallah ( perwakilan ), setiap
patner merupakan wakil dari yang lain, karena masing-masing mendapatkan
izin dari pihak lain untuk menjalankan perannya.
2) Keuntungan bisa di kuantifikasikan, artinya masing-masing patner
mendapatkan bagian yang jelas dari hasil keuntungan bisnis. Bisa dalam
bentuk misbah/presentase.
3) Penentuan pembagian bagi hasil atau keuntungan tidak bisa
disebutkan dalam jumlah nominal yang pasti, karena hal ini bertentangn
dengan konsep syirkah.
Syarat secara khusus :
• Syirkah al amwal, syaratnya :
1.Ra’sul mal (modal) dalam syirkah harus dihadirkan ketika melakukan kontrak atau akan menjalankan bisnis.
2. Ra’sul mal dalam syirkah berupa uang, bukan berupa komoditas yang mungkin akan berbeda
nilainya.
• Syirkah mufawadlah, syaratnya :
1. Bagi mitra yang melakukan kontrak musyarakah harus kompeten
dalam memberikan atau diberikan perwakilan atau pertanggungan (
wakallah dan kafallah ).
2. Mitra memiliki kesamaan kontribusi modal dalam syirkah, baik kadar
atau nilainya, dari awal sampai akhir kontrak kerjasama.
3. Ra’sul mal ( modal ) yang disesarkan masing-masing mitra harus
memiliki persamaan, sehingga bisa dimasukkan dalam akad.
4. Adanya peersamaan dalam pembagian keuntungan untuk masing-
masing mitra.
5. bisnis yang dijalankan oleh mitra merupakan hasil kesepakatan
bersama, tidak boleh bisnis itu hanya bisa dilakukan oleh mitra
tertentu.
• Syirkah al a’maal, syaratnya :
Jika syirkah al a;maal dibangun dengan konsep al mufawadlah, maka harus
dipenuhhi syarat-syarat khusus yang disebutkan dalam syirkah al
mufawadlah.Jika syirkah al a’maal dibangun dengan dasar al ‘inan, maka
syarat dalam syirkah al mufawadlah tidak harus dipenuhi, namun mitra
dalam syirkah harus orang yang memiliki kompeten dan ahliyah untuk
menjalankan wakalah.
• Syirkah al wujuh, syaratnya :
Jika syirkah al wujuh dilakukan dengan konsep al mufawadlah, maka mitra
yang tergabung harus memiliki kompetensi dan ahliyah untuk menjalankan
al kafalah. Keduanya berkewajiban untuk menanggung separo dari harga
objek syirkah, begitu juga dengan keuntungan yang didapatkan, harus
dibagi secara sama diantara mitra. Jika syirkah dilakuakan dengan dasar
al ‘inan, maka tidak diperlukan syarat-syarat sebagaimana disebutkan.
Kadar kewajiban dan hak berdasarkan kontribusi yang diberikan.
Hukum
Akad syirkah adakalanya hukumnya shahih ataupun fasid.
Ø Syirkah fasid, akad syirkah dimana salah satu syarat yang telah disebutkan tidak dipenuhi.
Ø Syirkah Shahih, akad syirkah jika semua syaratnya terpenuhi.
Adapun hukum dari :
• Syirkah ‘inan , Para ulama fiqih sepakat bahwa bentuk perserikatan ini hukumnyaBOLEH.
• Syirkah mufawadhah , Ulama Hanafiyah dan Zaidiyah,memBOLEHkan
syirkah mufawadhah ini, dengan diperkuat oleh hadis berikut ini:
“jika kamu melaksanakan mufawadhah maka lakukanlah dengan cara yang
baik...dan lakukanlah mufawadhah karena akad ini membawa barokah”. (HR.
Ibnu Majah).
Namun ulama Syafi’iyah, Hanabilah, dan Malikiyah, tidak sependapat
dengan Hanafiyah dan Zaidiyah, mereka menilai bahwa hadis itu lemah dan
TIDAK memBOLEHkan perserikatan mufawdhah.
• Syirkah al a’maal, para ulama memBOLEHkannya. Karena tujuan dari
syirkah ini adalah mencari keuntungan dengan modal pekerjaan secara
bersama.
• Syirkah wujuh, menurut Syaifi’iyah, Malikiyah, Zhahiriyah, dan
Syiah Imamiyah syirkah semacam ini hukumnya BATHIL, sebab modal dan
kerjanya tidak jelas. Adapun menurut ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan
Zaidiyah hukumnya BOLEH karena masih berbentuk suatu pekerjaan dan
masing-masing pihak dapat bertindak sebagai wakil.
Perkara yang membatalkan syirkah
Syirkah merupakan akad yang diperbolehkan dan tidak mengikat ( jaiz
ghair lazim ), masing-masing mitra memiliki hak untuk menghentikan
kontrak. Selain itu akad syirkah juga bisa batal jika :
• salah satu mitra meninggal dunia,
• murtad, atau
• mengalami gangguan jiwa ( gila)
• Modal mengalami kerugian
Menurut mazdhab Maliki bahwa “ tiap mitra berhak menghentikan kontrak kapan saja ia inginkan “