Di sisi Allah sajalah kunci-kunci gaib. Adapun bagi manusia, lorong-lorong gaib itu tertutup dan gelap.
Manusia tidak mengetahui apa yang akan ia lakukan esok hari, tidak pula
mengetahui di bumi mana ajal menjemputnya, nasib dirinya tidak ia
mengerti apalagi nasib orang lain. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ
وَيَعْلَمُ مَا فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ
خَبِيرٌ
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang
Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang
ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan
pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Luqman:34
Saudaraku fillah, banyak hal membuat manusia tertegun, dan merasa lemah
di hadapan ilmu dan kekuasaan Allah. Seseorang, di awal kehidupannya
demikian buruk, namun di akhir hayatnya berbalik keadaan, Rahmat Allah
meliputinya, Allah ampuni dosa-dosanya.
Demikian pula manusia hanya bisa bertasbih, bertakbir tatkala mendengar
berita bahwa satu amalan yang sepertinya remeh namun ternyata Allah
membalasinya dengan pahala besar. Allahu akbar.
Itulah yang terjadi pada seorang wanita pelacur Bani Israil.
Kehidupannya yang kelam, hari-harinya yang penuh dosa, tubuhnya yang
selalu berkubang di lumpur kenistaan, membuat kita terkejut ketika
kemudian dia meraih rahmat Allah dengan sebab sayangnya yang tulus
kepada seekor anjing yang lemah.
Di kisahkan pada jaman dahulu, hiduplah seorang wanita tuna susila dari
keturunan Bani Israil. Suatu ketika dia berjalan menyusuri padang pasir
yang luas, dia sangat kehausan. Maka dia mencari sumber mata air,
padahal waktu itu matahari tengah teriknya dan dia berada di luasnya
padang pasir. Karena kegigihannya dia akhirnya menemukan sumber mata air
itu yang berupa sumur. Maka ketika dia sampai pada sumur tersebut, Ia
melihat seekor anjing yang terengah-engah sambil terus menjulurkan
lidahnya. Tampaknya anjing itu sangat kehausan sekali. Tergerak hatinya
karena merasa kasihan dan tidak tega pada anjing tersebut. Di lepasnya
sepatunya lalu di ikatnya dengan kerudungnya untuk menimba air sumur
itu, lalu diberinya anjing itu minum. Padahal dia sendiri belum sempat
minum air dari sumur itu. Setelah anjing itu minum, wanita itu meninggal
dunia di panggil oleh Rabb Nya.
Kisah wanita pelacur bani Israil diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari
Abu Hurairah, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
بَيْنَمَا كَلْبٌ يَطِيْفُ بِرَكِيَّةٍ قَدْ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ ؛
إِذْ رَأَتْهُ بَغْيٌ مِنْ بَغَايَا بَنِيْ إِسْرَائِيْل فَنَزَعَتْ
مُوْقَهَا فَاسْتَقَتْ لَهُ بِهِ فَسَقَتْهُ إِيَّاهُ فَغَفَرَ لَهَا بِهِ
“Tatkala ada seekor anjing yang mengelilingi sebuah sumur, ia
hamper-hampir mati karena haus. Tiba-tiba ia dilihat oleh seorang wanita
pelacur di antara pelacur-pelacur Bani Israil. Kemudian wanita itu
melepaskan selopnya seraya mengambilkan air untuk anjing itu dengan
menggunakan selop itu. Ia pun memberi minum kepada anjing itu. Lantaran
itu Allah mengampuni dosa wanita itu”. [HR. Al-Bukhary dalam Ash-Shahih
(3278) dan Muslim dalam Ash-Shahih (2245). Lihat Ash-Shahihah (30)]
Al-Bukhari menambahkan bahwa wanita itu dengan penuh ketulusan mengikat
sepatunya dengan kain penutup kepalanya. Rasulullah saw bersabda:
غفر لامرأة مومسة مرت بكلب على رأس ركي يلهث قال كاد يقتله العطش فنـزعت خفها فأوثقته بخمارها فنـزعت له من الماء فغفر لها بذلك
“Wanita pezina diampuni tatkala melewati seekor anjing di sebuah sumur
sembari menjulurkan lidahnya, hampir-hampir haus membunuhnya. Segera Ia
lepas sepatunya, dan ia ikat dengan kain penutup kepalanya, ia ambilkan
air untuk anjing maka Allah ampuni dengan sebab itu.”
Kisah mengharukan itu terjadi di hari yang panas, membakar dan menyengat sebagaimana ditunjukkan dalam riwayat Muslim.
أن امرأة بغيَّا رأت كلباً في يومٍ حار يطيف ببئر قد أدلع لسانه من العطش فنزعت له بموقها فغفر لها
Seorang wanita pezina melihat seekor anjing di hari yang sangat panas
mengelilingi sumur dengan menjulurkan lidahnya karena kehausan. Dia
ambilkan air untuk anjing, iapun diampuni.
Adakah rohmah itu terselip di kalbu kita. Apa yang kiranya kita lakukan
ketika di tengah padang pasir, panas menyengat, kita sendiri kehausan
lalu seekor anjing menjulurkan lidahnya terengah kehausan, adakah kita
sempatkan melepas sepatu, lalu kita ikat dengan kain baju kita untuk
mendapatkan air untuk anjing.
Semua jalan-jalan periwayatan hadits, menunjukkan bahwa berita ini menempati posisi puncak kesahihan.
Saudarakku fillah, ada kisah lain yang serupa dengan kisah diatas
diriwayatkan Imam Muslim melalui guru beliau Qutaibah bin Sa’id
Al-Baghlani dengan sanadnya kepada Abu Hurairah ra Rasulullah saw pernah
bersabda:
بينما رجل يمشي بطريق اشتد عليه العطش فوجد بئرا فنزل فيها فشرب ثم خرج
فإذا كلب يلهث يأكل الثرى من العطش فقال الرجل لقد بلغ هذا الكلب من العطش
مثل الذي كان بلغ مني فنزل البئر فملأ خفه ماء ثم أمسكه بفيه حتى رقي فسقى
الكلب فشكر الله له فغفر له قالوا يا رسول الله وإن لنا في هذه البهائم
لأجرا فقال في كل كبد رطبة أجر
“Pada suatu ketika, seorang lelaki sedang berjalan melalui sebuah jalan,
lalu dia merasa sangat kehausan. Dia dapatkan sebuah sumur, lalu turun
ke dalamnya untuk minum. Begitu keluar dari sumur, dia dikejutkan oleh
seekor anjing menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah karana kehausan.
Orang itu berkata, “Sungguh anjing ini kehausan seperti yang baru
kualami” lalu dia turun kembali ke dalam sumur, ia penuhi sepatunya
dengan air, dia gigit sepatunya dengan mulutnya, dibawanya naik ke atas
dan diberi minumkannya kepada anjing itu. Maka Allah bersyukur kepada
lelaki itu, dan diampuni Nya dosanya” Para sahabat bertanya “Ya
Rasulullah saw. Apakah kami mendapat pahala ketika kami (menyayangi)
hewan-hewan ini?” Jawab rasulullah saw “Menyayangi setiap makhluk hidup
ada pahalanya,”
Kisah wanita pelacur Bani Israil sungguh menunjukkan betapa besar kasih
sayang Allah, terlebih hamba-hamba-Nya yang merahmati sesama. Baginda
Rasul pernah bersabda dalam hadits Usamah bin Zaid:
إنما يرحم الله من عباده الرحماء
“Sungguh Allah merahmati hamba-hamba-Nya yang penyayang”
“Kasihilah yang berada di bumi, niscaya Allah yang berada di atas langit akan mengasihimu.”
Betapa indahnya andai sifat penyayang menghiasi kalbu kita. Betapa
bahagianya andai diri kita yang penuh dengan kedzaliman diampuni dan
dirahmati oleh-Nya.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Wahai Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika
Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya
pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”.
Faedah-faedah Hadist
1) Islam adalah agama yang mendorong pemeluknya berbuat baik kepada
hewan-hewan yang tidak diperintahkan untuk dibunuh. Dalam sebuah hadits
Rasulullah bersabda:
إن الله كتب الإحسان على كل شيء …..
Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat baik (ihsan) atas segala sesuatu …. Al-Hadits[2]
2) Kebaikan wanita pelacur dan pemuda dalam dua kisah di atas kepada
anjing bukan berarti dibolehkannya seorang memelihara anjing.
3) Hadits ini menunjukkan betapa Maha adilnya Allah, sekecil apapun
amalan, Allah akan memberikan balasan walaupun seberat dzarrah, semua
tercatat, semua diberi balasan. Allah berfirman:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.
4) Pentingnya keikhlasan dan harapan kepada Allah dalam beramal. Amalan
shaleh walaupun sepertinya kecil dan remeh, namun akan bernilai besar di
sisi Allah dengan keikhlasan dan besarnya pengharapan kepada-Nya,
seperti apa yang di lakukan wanita pelacur. Al-Imam Abdullah bin Mubarak
Al-Marwazi (198 H) berkata, “Betapa banyak amalan yang kecil menjadi
besar karena niat, dan betapa banyak pula amal yang besar menjadi kecil
hanya karena niat.”
Amal yang dinilai kecil di mata manusia, apabila ikhlas dan sesuai
dengan bimbingan Rasulullah saw, Allah akan menerimanya bahkan melipat
gandakan pahala dari amal tersebut. Allah berfirman:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ
حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ
وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Al-Baqarah: 261
Perhatikan contoh lain yang pernah Rasulullah kisahkan, beliau pernah
bersabda: “Seorang laki-laki melihat dahan pohon di tengah jalan, ia
berkata: Demi Allah aku akan singkirkan dahan pohon ini agar tidak
mengganggu kaum muslimin, Maka ia pun masuk surga karenanya.” (HR.
Muslim)
Sebaliknya amalan yang besar seperti jihad Bisa tidak bernilai sama
sekali di sisi Allah jika diiringi dengan riya, ujub atau pembatal
amalan lainnya. Seorang laki-laki pernah datang kepada Rasulullah
sawdan bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang
seseorang yang berperang untuk mendapatkan pahala dan agar dia
disebut-sebut oleh orang lain?” maka Rasulullah saw menjawab: “Dia tidak
mendapatkan apa-apa.” Orang itu pun mengulangi pertanyaannya tiga kali,
Rasulullah pun menjawab: “Dia tidak mendapatkan apa-apa.”Kemudian
beliau berkata: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan
kecuali apabila amalan itu dilakukan ikhlas karenanya.” (Hadits Shahih
Riwayat Abu Daud dan Nasai dari hadits Abu Umamah Al-Bahili).
5) Rahmat Allah ta’ala demikian luas maka tidak pantas seorang berputus asa dari rahmat-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
Kisah ini diantara contoh bahwasannya amalan kebaikan menghapus amalan kejelekan. Allah berfirman:
وَأَقِمِ الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ
الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang)
dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang
ingat. Huud:114
7) Kisah ini menetapkan sifat Maghfiroh (mengampuni) bagi Allah,
sekaligus bantahan bagi Mu’aththilah, kelompok pengingkar sifat.
8) Kisah di atas juga menetapkan sifat Syukur bagi Allah. Allah
bersyukur atas kebaikan hamba-Nya, dengan menerima amalan saleh
hamba-Nya dan memberikan balasan yang lebih dari apa yang hamba-Nya
perbuat
9)Amalan itu sesuai dengan akhirnya.
10) Hadits ini juga bantahan bagi Khawarij yang mengafirkan pelaku dosa besar.
11) Keutamaan memberi minum, dan ini termasuk sebaik-baik amalan. Banyak
hadits-hadits shahih yang secara tegas menunjukkan keutamaan amalan
memberi air minum.
Takhtimah
Pelacuran serta kemaksiatan lainnya sangat banyak di sekitar kita.
Alangkah baiknya jika kita berusaha untuk menyadarkan dan membina serta
mengarahkan mereka dalam ibadah dan kebaikan.
Penjelasan diatas sudah jelas bahwa Alloh menyayangi Hamba-hambaNya
walaupun hamba-hambaNya adalah manusia durhaka dan ahli maksiat.
Limpahan ampunan-Nya selalu tercurah kan untuk Semua Hamba-hambaNya.
Dan janganlah kita menghina dan mencela orang lain yang kita pandang
sebagai orang yang jahat ataupun ahli maksiat. Mereka butuh bimbingan.
Mereka butuh perhatian. Mereka butuh arahan untuk mendapatkan hidayah
dalam menjalani kehidupan.
Kita dilarang oleh Alloh mencela orang lain dalam kehidupan ini
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن
يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ
خَيْراً مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا
بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ
يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari
mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya,
boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim “ (QS. Al Hujuraat :11)
Nabi Sholallohu 'Alaihi Wasallam Bersabda ;
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- « مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ ».
قَالَ أَحْمَدُ مِنْ ذَنْبٍ قَدْ تَابَ مِنْهُ.
Dari Muadz bin Jabal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa saja yang mencela saudaranya sesama muslim karena sebab dosa
yang pernah dia lakukan maka orang yang mencela tersebut tidak akan mati
sampai melakukannya”. Ahmad bin Mani’, salah seorang perawi hadits,
“Yang dimasudkan adalah dosa yang pelakunya telah bertaubat darinya” (HR
Tirmidzi no 2505)
Jangan sampai kita menghina atau mencaci dan mencela orang lain, sebab
siapa tahu yang kita benci lebih bagus/lebih baik daripada (kita) orang
yang membenci. Siap tahu yang kita hina lebih bagus/sholeh daripada
(kita) yang menghina. Untuk membendung dan mengendalikan itu, buanglah
perasaan: lebih bagus/baik kita daripada orang lain, merasa cukup
menjadi ahli ibadah, menyangka orang lain salah terus, dan selalu
memperlihatkan kelebihan diri. Untuk menahannya hanya dengan bersih hati
dan ikhlas rasa. Ingat, jangan melakukan ibadah dibarengi dengan
takabbur, ria, ujub, dan merendahkan orang lain, karena ibadahnya bisa
tidak jadi ibadah. Jangan merendahkan orang lain, mengejek, menertawakan
untuk mengecilkan, mencaci, mencela, memberikan panggilan yang buruk
atau laqob pada orang lain.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلاً بِالفِسْقِ أَوِ الكُفْرِ ، إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ ، إنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كذَلِكَ
“Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan atau kekufuran,
melainkan akan kembali kepadanya tuduhan tersebut jika yang dituduhnya
tidak demikian.” (HR Bukhari)
Dalam rangka mencegah perbuatan buruk ini, syariat juga menetapkan bahwa
orang yang pertama mencela lebih besar dosanya dari dua orang yang
saling mencela.
الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالاَ فَعَلَى الْبَادِئِ مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُومُ
“Dua orang yang saling mencela, maka dosa yang dikatakan keduanya akan
ditanggung oleh orang yang pertama kali memulai, selama yang terzalimi
tidak melampuai batas.” (HR Muslim)
Sebagaimana menyakiti orang lain dengan tangan dilarang oleh syariat,
begitu pun kezaliman dengan lisan juga dilarang. Semakin seorang muslim
jauh dari perbuatan tercela tersebut, akan semakin tingginya derajatnya
dalam Islam.
Ingatlah orang jadi mulia di sisi Allah dengan ilmu dan takwa. Jangan
sampai orang lain diremehkan dan dipandang hina. Allah Ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al
Mujadilah: 11)
Seorang mantan budak pun bisa jadi mulia dari yang lain lantaran ilmu. Coba perhatikan kisah seorang bekas budak berikut ini.
أَنَّ نَافِعَ بْنَ عَبْدِ الْحَارِثِ لَقِىَ عُمَرَ بِعُسْفَانَ وَكَانَ
عُمَرُ يَسْتَعْمِلُهُ عَلَى مَكَّةَ فَقَالَ مَنِ اسْتَعْمَلْتَ عَلَى
أَهْلِ الْوَادِى فَقَالَ ابْنَ أَبْزَى. قَالَ وَمَنِ ابْنُ أَبْزَى قَالَ
مَوْلًى مِنْ مَوَالِينَا. قَالَ فَاسْتَخْلَفْتَ عَلَيْهِمْ مَوْلًى
قَالَ إِنَّهُ قَارِئٌ لِكِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَإِنَّهُ عَالِمٌ
بِالْفَرَائِضِ. قَالَ عُمَرُ أَمَا إِنَّ نَبِيَّكُمْ -صلى الله عليه
وسلم- قَدْ قَالَ « إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا
وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ »
Dari Nafi’ bin ‘Abdil Harits, ia pernah bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfaan.
‘Umar memerintahkan Nafi’ untuk mengurus Makkah. Umar pun bertanya,
“Siapakah yang mengurus penduduk Al Wadi?” “Ibnu Abza”, jawab Nafi’.
Umar balik bertanya, “Siapakah Ibnu Abza?” “Ia adalah salah seorang
bekas budak dari budak-budak kami”, jawab Nafi’. Umar pun berkata,
“Kenapa bisa kalian menyuruh bekas budak untuk mengurus seperti itu?”
Nafi’ menjawab, “Ia adalah seorang yang paham Kitabullah. Ia pun paham
ilmu faroidh (hukum waris).” ‘Umar pun berkata bahwa sesungguhnya Nabi
kalian -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda, “Sesungguhnya
suatu kaum bisa dimuliakan oleh Allah lantaran kitab ini, sebaliknya
bisa dihinakan pula karenanya.” (HR. Muslim no. 817).
Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari riwayat tersebut.