Diantara sekian banyak penemuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi yang sedemikian canggih, masih ada satu permasalahan yang
hingga kini belum mampu dijawab dan dijabarkan oleh manusia secara eksak
dan ilmiah. Masalah itu ialah masalah tentang asal usul kejadian
manusia. Banyak ahli ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi yang
mengatakan bahwa makhluk hidup (manusia) berasal dari makhluk yang
mempunyai bentuk maupun kemampuan yang sederhana kemudian mengalami
evolusi dan kemudian menjadi manusia seperti sekarang ini. Hal ini
diperkuat dengan adanya penemuan-penemuan ilmiah berupa fosil seperti
jenis Pitheccanthropus dan Meghanthropus.
Ketika berbicara tentang manusia, Al-Qur’an menggunakan tiga (3) istilah pokok.
Pertama, menggunakan kata yang terdiri atas huruf alif, nun, dan sin, seperti kata insan, ins, naas, dan unaas.
Kedua, menggunakan kata basyar.
Ketiga, menggunakan kata Bani Adam dan dzurriyat Adam.
Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit.
Al-Qur’an menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal
dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk menunjuk manusia dari sudut
lahirnya serta persamaannya dengan manusia lainnya. Dengan demikian,
kata basyar dalam Al-Qur’an menunjuk pada dimensi material manusia yang
suka makan, minum, tidur, dan jalan-jalan. Dari makna ini lantas lahir
makna-makna lain yang lebih memperkaya definisi manusia. Dari akar kata
basyar lahir makna bahwa proses penciptaan manusia terjadi secara
bertahap sehingga mencapai tahap kedewasaan.
Allah swt. berfirman:
َ وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari
tanah, kemudian kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak (memiliki
anak). (Q.S. ar-Rum [30]: 20)
Selain itu, kata basyar juga dikaitkan dengan kedewasaan manusia yang
menjadikannya mampu memikul tanggung jawab. Akibat kemampuan mengemban
tanggung jawab inilah, maka pantas tugas kekhalifahan dibebankan kepada
manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah berikut ini.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ
صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ
مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka,
apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke
dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud.” (Q.S. al-Hijr [15]: 28-29):
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ
خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي
أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ .
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata,
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
(Q.S. al-Baqarah [2]: 30)
Sementara itu, kata insan terambil dari kata ins yang berarti jinak,
harmonis, dan tampak. Musa Asy’arie menambahkan bahwa kata insan berasal
dari tiga kata: anasa yang berarti melihat, meminta izin, dan
mengetahui; nasiya yang berarti lupa; dan al-uns yang berarti jinak.
Dalam Al-Qur’an, kata insaan disebut sebanyak 65 kali. Kata insaan
digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh
totalitasnya, jiwa dan raga. Bahkan, lebih jauh Bintusy Syathi’
menegaskan bahwa makna kata insaan inilah yang membawa manusia sampai
pada derajat yang membuatnya pantas menjadi khalifah di muka bumi,
menerima beban takliif dan amanat kekuasaan.
Dua kata ini, yakni basyar dan insaan, sudah cukup menggambarkan hakikat
manusia dalam Al-Qur’an. Dari dua kata ini, kami menyimpulkan bahwa
definisi manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna, yang
diciptakan secara bertahap, yang terdiri atas dimensi jiwa dan raga,
jasmani dan rohani, sehingga memungkinkannya untuk menjadi wakil Allah
di muka bumi (khaliifah Allah fii al-ardl).
Asal-Usul Penciptaan Manusia
Al-Qur’an telah memberikan informasi kepada kita mengenai proses
penciptaan manusia melalui beberapa fase: dari tanah menjadi lumpur,
menjadi tanah liat yang dibentuk, menjadi tanah kering, kemudian Allah
swt. meniupkan ruh kepadanya, lalu terciptalah Adam a.s. Hal ini
diisyaratkan Allah dalam Surah Shaad [38] ayat 71-72.
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ .
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ
سَاجِدِينَ .
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku
akan menciptakan manusia dari tanah. Maka, apabila telah Kusempurnakan
kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah
kamu menyungkur dengan bersujud kepadanya.” (Q.S. Shaad [38]: 71-72.)
Perhatikan juga firman Allah dalam Surah al-H{ijr [15] ayat 28-29.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ
صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ
مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ .
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka,
apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke
dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud.” (Q.S. al-Hijr [15]: 28-29)
Dalam Al-Qur’an, kata ruh (ar-ruh) mempunyai beberapa arti. Pengertian
ruh yang disebutkan dalam ayat-ayat yang menjelaskan penciptaan Adam
a.s. adalah ruh dari Allah swt. yang menjadikan manusia memiliki
kecenderungan pada sifat-sifat luhur dan mengikuti kebenaran. Hal ini
yang kemudian menjadikan manusia lebih unggul dibanding seluruh makhluk
yang lain.
Karakteristik ruh yang berasal dari Allah ini menjadikan manusia
cenderung untuk mengenal Allah swt. dan beribadah kepada-Nya, memperoleh
ilmu pengetahuan dan menggunakannya untuk kemakmuran bumi, serta
berpegang pada nilai-nilai luhur dalam perilakunya, baik secara
individual maupun sosial, yang dapat mengangkat derajatnya ke taraf
kesempurnaan insaniah yang tinggi. Oleh sebab itu, manusia layak menjadi
khalifah Allah swt.
Ruh dan materi yang terdapat pada manusia itu tercipta dalam satu
kesatuan yang saling melengkapi dan harmonis. Dari perpaduan keduanya
ini terbentuklah diri manusia dan kepribadiannya. Dengan memperhatikan
esensi manusia dengan sempurna dari perpaduan dua unsur tersebut, ruh
dan materi, kita akan dapat memahami kepribadian manusia secara akurat.
Kemudian, dalam ayat lain juga disebutkan mengenai permulaan penciptaan manusia yang berasal dari tanah.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ
مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ
وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ
نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ
يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا
يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا
أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ
كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ .
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
maka (ketahuilah) sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar
kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami
kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian kami keluarkan
kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah
kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula)
di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan,
kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air di
atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam
tumbuh-tumbuhan yang indah. (Q.S. al-Hajj [22]: 5)
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ . ثُمَّ خَلَقْنَا
النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا
الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ
خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ .
Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah,
lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu kami
bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka, Mahasuci-lah Allah, Pencipta yang paling baik.
(Q.S. al-Mu’minuun [23]: 13-14)
Itulah di antara sekian banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang
asal-usul penciptaan manusia. Penciptaan manusia yang bermula dari tanah
ini tidak berarti bahwa manusia dicetak dengan memakai bahan tanah
seperti orang membuat patung dari tanah. Akan tetapi, penciptaan manusia
dari tanah tersebut bermakna simbolik, yaitu saripati yang merupakan
faktor utama dalam pembentukan jasad manusia. Penegasan Al-Qur’an yang
menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah ini merujuk pada
pengertian jasadnya. Oleh karena itu, Al-Qur’an menyatakan bahwa kelak
ketika ajal kematian manusia telah sampai, maka jasad itu akan kembali
pula ke asalnya, yaitu tanah.
Secara komprehensif, proses penciptaan manusia terbagi ke dalam beberapa fase kehidupan sebagai berikut.
Pertama, fase awal kehidupan manusia yang berupa tanah. Manusia berasal
dari tanah disebabkan oleh dua hal: (1) manusia adalah keturunan Nabi
Adam a.s. yang diciptakan dari tanah; (2) sperma atau ovum yang menjadi
cikal bakal manusia bersumber dari saripati makanan yang berasal dari
tanah.
Kedua, saripati makanan yang berasal dari tanah tersebut menjadi sperma
atau ovum, yang disebut oleh Al-Qur’an dengan istilah nutfah.
Ketiga, kemudian sperma dan ovum tersebut menyatu dan menetap di rahim sehingga berubah menjadi embrio (‘alaqah).
Keempat, proses selanjutnya, embrio tersebut berubah menjadi segumpal daging (mudlghah).
Kelima, proses ini merupakan kelanjutan dari mudlghah. Dalam hal ini,
bentuk embrio sudah mengeras dan menguat sampai berubah menjadi tulang
belulang (‘idzaam).
Keenam, proses penciptaan manusia selanjutnya adalah menjadi daging (lahmah).
Ketujuh, proses peniupan ruh. Pada fase ini, embrio sudah berubah
menjadi bayi dan mulai bergerak. Kedelapan, setelah sempurna
kejadiannya, akhirnya lahirlah bayi tersebut di atas dunia.
Sabda Nabi Sholallohu 'Alaihi Wasallam
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ
الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ
أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ
ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ
الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ:
بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ
اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ
أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ
ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ
فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
فَيَدْخُلُهَا [رواه البخاري ومسلم]
Dari Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, ia
mengatakan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan kepada
kami, dan beliau adalah ash-Shaadiqul Mashduuq (orang yang benar lagi
dibenarkan perkataannya) beliau bersabda: “Sesungguhnya seorang dari
kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam
bentuk nuthfah(bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah
(segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal
daging).
Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di
dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu rizkinya,
ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagianya.
Maka demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar
melainkan Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan
amalan ahli Surga sehingga jarak antara dirinya dengan Surga hanya
tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal
dengan amalan ahli Neraka, maka dengan itu ia memasukinya. Dan
sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli Neraka
sehingga jarak antara dirinya dengan Neraka hanya tinggal sehasta,
tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli
Surga, maka dengan itu ia memasukinya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini mengandung beberapa pelajaran.
1. Tahapan Penciptaan Manusia
Pertama: Allah menciptakan manusia dari setetes air mani yang hina yang menyatu dengan ovum (fase nuthfah).
٦. خُلِقَ مِن مَّاء دَافِقٍ
٧. يَخْرُجُ مِن بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ
“Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara
tulang sulbi (tulang punggung laki-laki) dan tulang dada (perempuan).”
(QS. Ath-Thaariq: 6-7)
Kedua: Kemudian setelah lewat 40 hari, dari air mani tersebut Allah menjadikannya segumpal darah yang disebut ‘alaqah.
٢. خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.” (QS. Al-‘Alaq: 2)
Ketiga: Kemudian setelah lewat 40 hari–atau 80 hari dari fase
nuthfah–fase‘alaqah beralih ke fase mudhghah, yaitu segumpal daging.
ثُمَّ مِن مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ
“… Kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna …” (QS. Al-Hajj: 5)
Keempat: Kemudian setelah lewat 40 hari–atau 120 hari dari fase
nuthfah–dari segumpal daging (mudhghah) tersebut Allah menciptakan
daging yang bertulang, dan Dia memerintahkan Malaikat untuk meniupkan
ruh padanya serta mencatat empat kalimat, yaitu rizki, ajal, amal dan
sengsara atau bahagia.
١٤. ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ
مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَاماً فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْماً
ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقاً آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ
الْخَالِقِينَ
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS. Al-Mu’minuun: 14)
2. Peniupan Ruh
Para ulama sepakat bahwa ruh ditiupkan pada janin ketika janin berusia
seratus dua puluh hari, terhitung sejak bertemunya sel sperma dengan
ovum. Ruh adalah sesuatu yang membuat manusia hidup dan ini sepenuhnya
urusan Allah.
٨٥. وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah: ‘Ruh
itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit’.” (QS. Al-Israa’: 85)
3. Wajibnya Beriman Kepada Qadha dan Qadar
Pada hakikatnya, Allah telah mentakdirkan segala sesuatu sejak 50.000
tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda,
“Allah telah mencatat seluruh taqdir makhluk 50.000 tahun sebelum Allah
menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim [2653], At-Tirmidzi [2156],
dan Ahmad [II/169] dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash
Radhiyallahu ‘anhu)
a. Rizki
Allah Yang Maha Pemurah telah menetapkan rizki bagi seluruh makhuk-Nya,
dan setiap makhluk tidak akan mati apabila rizkinya belum sempurna.
٦. وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا
وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah
yang memberi rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu
dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata
(Lauh Mahfuzh).”(QS. Huud: 6)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ
نَفْسًا لَنْ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَوْفِي رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ
عَنْهَا فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ خُذُوْا مَا حَلَّ
وَدَعُوْا مَا حَرُمَ.
“Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari
nafkah. Karena sesungguhnya seseorang tidak akan mati hingga sempurna
rizkinya. Meskipun (rizki itu) bergerak lamban. Maka, bertakwalah kepada
Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah, ambillah yang halal dan
tinggalkan yang haram.”
(HR. Ibnu Majah [2144], Ibnu Hibban [1084, 1085–Mawaarid], Al-Hakim
[II/4] dan Al-Baihaqi [V/264] dari Sahabat Jabir Radhiyallahu ‘anhu.
Dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)
b. Ajal
١٤٥. وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلاَّ بِإِذْنِ الله كِتَاباً
مُّؤَجَّلاً وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَن
يُرِدْ ثَوَابَ الآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
“Dan sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah,
sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa
menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia
itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula)
kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali-‘Imran: 145)
c. Amal
Allah telah mencatat amal-amal setiap makhluk-Nya, baik dan buruknya.
Akan tetapi setiap makhluk Allah pasti akan beramal, amal baik ataupun
amal buruk. Dan Allah dan Rasul-Nya memerintahkan para hamba-Nya untuk
beramal baik.
d. Celaka atau Bahagia
Yang dimaksud “celaka” dalam hadits ini adalah orang yang celaka dengan
dimasukkannya ke Neraka, dan yang dimaksud “bahagia” adalah orang yang
selamat dengan dimasukkan ke dalam Surga.
Apabila ada yang bertanya: “Lalu untuk apalagi beramal jika semuanya
telah tercatat (ditakdirkan)?” Maka, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menjelaskan hal ini ketika menjawab pertanyaan seorang
Sahabat. Beliau bersabda,
اِعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ، أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ
أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ وَأَمَّا
مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ
الشَّقَاوَةِ.
“Beramallah kalian karena semuanya telah dimudahkan oleh Allah menurut
apa yang Allah ciptakan baginya. Adapun orang yang termasuk golongan
orang-orang yang berbahagia, maka ia dimudahkan untuk beramal dengan
amalan orang-orang yang berbahagia. Dan adapun orang yang termasuk
golongan orang-orang yang celaka, maka ia dimudahkan untuk beramal
dengan amalan orang-orang yang celaka.”
Kemudian beliau membacakan ayat,
٥. فَأَمَّا مَن أَعْطَى وَاتَّقَى
٦. وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى
٧. فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى
٨. وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى
٩. وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى
١٠. فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,
dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (Surga), maka Kami kelak akan
menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil
dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak
Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (QS. Al-Lail: 5-10)
(HR. Al-Bukhari [4949] dan Muslim [2647])
4. Yang Menjadi Penentu adalah Amal Seseorang di Akhir Kehidupannya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan dua keadaan manusia di akhir hayatnya.
Pertama, ada seseorang yang beramal dengan amalan ahli Surga akan tetapi
di akhir hayatnya justru ia beramal dengan amalan ahli Neraka yang
dengan itu ia masuk Neraka. Hal ini ada beberapa kondisi:
Dalam pandangan manusia bahwa kaum munafik pun beramal dengan amalan
ahli Surga, seperti shalat, zakat, shadaqah dan lainnya, akan tetapi
hatinya benci terhadap Islam, maka di akhir hayatnya dia akan beramal
dengan amalan ahli Neraka yang dengan itu ia masuk Neraka.
Orang yang beramal dengan amalan ahli Surga, akan tetapi ia riya’ (ingin
dilihat dan dipuji manusia), dan ia terus-menerus dalam keadaan
demikian, oleh karenanya Allah hapuskan ganjaran amalannya. Allahu
Musta’aan
Orang yang pada masa hidupnya beramal dengan amalan ahli Surga, akan
tetapi di akhir hayatnya ia digoda syaithan dan terkena fitnah syahwat
atau syubhat sehingga ia beramal dengan amalan ahli Neraka yang dengan
itu ia masuk Neraka. Allahuma inna nas-alukal ‘afwa wal-‘afiah
Orang yang beramal dengan amalan ahli Surga, akan tetapi di akhir hayatnya ia tidak sanggup menghadapi cobaan dan ujian.
Orang yang beramal dengan amalan ahli Surga, akan tetapi di akhir
hayatnya ia mengucapkan kata-kata kufur yang dengan itu ia masuk Neraka.
Allahu Musta’aan
Kedua, yaitu orang yang beramal dengan amalan ahli Neraka akan tetapi di
akhir hayatnya ia beramal dengan amalan ahli Surga–yaitu bertaubat
kepada Allah dengan taubat yang jujur–yang dengan itu ia masuk Surga.
Ketahuilah–semoga Allah merahmati kita semua, hadits ini menunjukkan
bahwa amal tergantung pada akhirnya. Oleh karena itu, kita tidak boleh
tertipu dengan amal-amal yang telah kita kerjakan. Kita tidak boleh
berkeyakinan bahwa banyaknya amal yang telah dilakukan menjamin kita
masuk Surga. Akan tetapi yang harus dilakukan adalah senantiasa memohon
kepada Allah Ta’ala agar memasukkan kita ke dalam Surga dan dijauhkan
dari api Neraka serta memohon kepada Allah Ta’ala agar amal-amal kita
diterima oleh-Nya. Hendaknya seorang Muslim berada dalam dua keadaan,
yaitu khauf (takut) dan raja’ (harap).
Takhtimah
Sebagai kesimpulan akhir dari penjelasan yang relatif singkat di atas,
dapat disederhanakan menjadi: Bahwa hadits tentang embriologi
–sebagaimana sudah dijelaskna, selain dari sisi sanad tidak ada yang
bermasalah, dari sisi matannya pun bisa dibuktikan secara ilmiah dan
menurut penelitian mutakhir. Ini pula mengindikasikan bahwa sunnah bisa
dibuktikan kebenarannya melalui sains. Tidak ada pertentangan.
Terdapat beberapa ayat dalam Al-Quran yang berkaitan erat dengan intisari hadits tersebut yakni:
1. Pengorbanan seorang Ibu yang mengandung:
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى
وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu bapanya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.” (Q.S. Luqman: 14)
2. Teori reproduksi manusia:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ
مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ
وَنُقِرُّ فِي الأرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ
نُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ
يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلا
يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الأرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا
أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ
كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar
Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami
kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah
kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula)
di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu
lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di
atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam
tumbuh-tumbuhan yang indah.” (Q.S. Al-Hajj: 5)
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً
فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ
أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (Q.S. Al-Mu’minun: 14)
3. Tentang Takdir :
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي
كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah.” (Q.S. Al-Hadiid: 22)
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin
Allah, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan
memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (Q.S. At-Taghabuun: 11)
4. Tentang Husnul khotimah :
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ
اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian
pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah
telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam
memeluk agama Islam”. (Q.S. Al-Baqarah: 132)
Demikian, kenyataan ini –sekali lagi sebagai salah satu bukti kebenaran
risalah Rasulullah Saw. Dan, tidak ada persoalan meskipun redaksi yang
termuat di dalam al-Quran lebih lengkap daripada yang terkandung dalam
sunnah yang shahih. Bagaimana pun juga satu sama lain memang salah satu
fungsinya sebagai penjelas.