Kamis, 21 Oktober 2021

Larangan Melamar Wanita Yang Sudah Dilamar Orang Lain


Dari Jabir r.a, Rasulullah SAW bersabda :

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ , فَإِنْ اِسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا , فَلْيَفْعَلْ

Artinya : Apabila salah seorang di antara kamu melamar perempuan, jika ia bisa memandang bagian tubuhnya yang menarik untuk dinikahi, hendaknya ia lakukan.(H.R. Ahmad, Abu Daud, Rijalnya terpercaya dan al-Hakim mengatakan : shahih)

Kata khitbah (الخطبة) adalah bahasa arab standar yang terpakai pergaulan sehari-hari,Terdapat dalam firman allah dan terdapat pula dal ucapan nabi serta di syari’atkan dalam suatu perkawinan yang waktu pelaksananya di adakan sebelum berlangsungnya akad nikah.Keadaan ini pun sudah membudaya di tengah masyarakat.

Dan di laksanakan sesuai dengan tradisi masyarakat setempat.Jadi khitbah artinya adalah peminang,yaitu melamar untuk menyatakan permitaan atau ajakan menginggat perjodohan,Dari seorang laki-laki dengan seorang perempuan calon istrinya.

Hokum meminang adalah boleh (mubah)adapun dalil yang memperbolehkannaya adalah.(5.2 235)

وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِنْ لا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلا أَنْ تَقُولُوا قَوْلا مَعْرُوفًا وَلا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ

Artinya: dan tdak ada dosa bagi kamumeminang waniya-wanita itu dengan sindiran,atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka)dalam hatimu (Al-Baqoroh ayat 235)

Peminangan berasal dari kata pinang dengan kata kerja meminang. Sinonim meminang adalah melamar yang dalam bahasa Arab disebut dengan khitbah. Secara etimologi, meminang dapat diartikan meminta wanita untuk dijadikan istri, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Ensiklopedi Hukum Islam menyebutkan bahwa khitbah adalah pernyataan keinginan pihak laki-laki kepada pihak wanita tertentu untuk mengawininya dan pihak wanita menyebarluaskan berita pertunangan ini.

Pengertian di atas hampir serupa dengan definisi yang dikemukakan oleh Wahbah az-Zuhailiy, bahwa khitbah adalah pernyataan keinginan dari seorang lelaki untuk menikah dengan wanita tertentu, lalu pihak wanita memberitahukan hal tersebut pada walinya. Pernyataan ini bisa disampaikan secara langsung atau melalui keluarga lelaki tersebut. Apabila wanita yang di khitbah atau keluarganya sepakat, maka sang lelaki dan wanita yang dipinang telah terikat dan implikasi hukum dari adanya khitbah berlaku diantara mereka.

Sayyid Sabiq mendefinisikan khitbah sebagai suatu upaya untuk menuju perkawinan dengan cara-cara yang umum berlaku di masyarakat. Khitbah merupakan pendahuluan dari perkawinan dan Allah telah mensyari’atkan kepada pasangan yang akan menikah untuk saling mengenal. Menurut Imam Asy-Syarbiniy, khitbah adalah permintaan seorang lelaki kepada seorang wanita untuk menikah dengannya.

Khitbah merupakan tahapan sebelum perkawinan yang dibenarkan oleh syara’ dengan maksud agar perkawinan dapat dilaksanakan berdasarkan pengetahuan serta kesadaran masing-masing pihak.

Dari definisi-definisi khitbah yang telah diungkapkan oleh para ahli fiqih di atas, dapat dijelaskan bahwa khitbah merupakan proses yang dilakukan sebelum menuju perkawinan agar perkawinan dapat dilakukan oleh masing-masing pihak dengan penuh kesadaran. Hal itu memudahkan mereka untuk dapat menyesuaikan karakter dan saling bertoleransi ketika telah berada dalam ikatan perkawinan, sehingga tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah dapat tercapai.

Tata Cara Peminangan  

Seorang lelaki yang ingin menyampaikan kehendak untuk meminang wanita, maka ia perlu mengetahui keadaan wanita tersebut. Jika wanita yang ingin ia lamar termasuk wanita mujbiroh, maka kehendak untuk meminangnya disampaikan pada wali wanita tersebut. Rasulullah saw. bersabda:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ عَنْ عِرَاكٍ عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطَبَ عَائِشَةَ إِلَى أَبِى بَكْرٍ فَقَالَ لَهُ أَبُو بَكْرٍ إِنَّمَا أَنَا أَخُوكَ ، فَقَالَ أَنْتَ أَخِى فِى دِينِ اللَّهِ وَكِتَابِهِ وَهِىَ لِى حَلاَلٌ

Artinya: ‘Abdullah bin Yusuf menceritakan bahwa Lays bercerita dari Yazid dari ‘Irak dari ‘Urwah bahwa Nabi Muhammad saw. meminang ‘Aisyah pada Abu Bakr, lalu Abu Bakr berkata pada Nabi: “Sesungguhnya aku adalah saudaramu”, lalu Nabi saw. bersabda: “Engkau adalah saudaraku dalam agama dan kitab Allah, dan dia (‘Aisyah) halal bagiku.”

Apabila wanita yang ingin ia lamar sudah baligh, maka ia bisa menyampaikan kehendak untuk meminang kepada walinya atau menyampaikan kepada wanita tersebut secara langsung, berdasarkan sabda Rasulullah saw. berikut: 


عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا قَالَتْ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ أَىُّ الْمُسْلِمِينَ خَيْرٌ مِنْ أَبِى سَلَمَةَ أَوَّلُ بَيْتٍ هَاجَرَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ إِنِّى قُلْتُهَا فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ أَرْسَلَ إِلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَاطِبَ بْنَ أَبِى بَلْتَعَةَ يَخْطُبُنِى لَهُ فَقُلْتُ إِنَّ لِى بِنْتًا وَأَنَا غَيُورٌ.

Artinya: Dari Ummu Salamah bahwasanya dia berkata “Ketika Abu Salamah wafat, aku berkata siapakah diantara orang-orang islam yang lebih baik dari Abu Salamah, dia dan keluarganya pertama kali hijrah pada Rasulullah saw.? Kemudian aku mengucapkan kalimat istirja’, lalu Allah memberi ganti kepadaku yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Ummu Salamah berkata: “Rasulullah mengutus Hatib bin Abi Balta’ah agar melamarku untuk beliau, lalu aku berkata: Sesungguhnya aku memiliki seorang anak dan aku adalah wanita pencemburu.”

Cara penyampaian kehendak peminangan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu secara jelas (sarih) dan secara sindiran (kinayah). Peminangan dikatakan sarih apabila peminang melakukannya dengan perkataan yang dapat dipahami secara langsung, seperti “aku ingin menikahi Fulanah”. Peminangan secara kinayah dilakukan dengan cara peminang menyampaikan kehendaknya secara sindiran atau memberi tanda-tanda kepada wanita yang hendak dilamar (bi al-kinayah aw al-qarinah). Seperti: kamu telah pantas untuk menikah.

Peminangan sunnah dimulai dengan bacaan hamdalah dan pujian-pujian pada Allah SWT. serta salawat pada Rasulullah saw. yang dilanjutkan dengan wasiat untuk bertaqwa kepada Allah SWT., setelah itu barulah lelaki yang akan meminang menyampaikan keinginannya. Kesunnahan ini hanya berlaku bagi khitbah yang boleh dilakukan secara terang-terangan, tidak pada khitbah yang hanya boleh dilakukan dengan cara sindiran.

‎Larangan meminang pinangan orang lain

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: اَلْمُؤْمِنُ اَخُو اْلمُؤْمِنِ فَلاَ يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ اَنْ يَبْتَاعَ عَلَى بَيْعِ اَخِيْهِ وَ لاَ يَخْطُبَ عَلَى خِطْبَةِ اَخِيْهِ حَتَّى يَذَرَ. احمد و مسلم

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin itu saudara orang mukmin yang lain, maka tidak halal bagi seorang mukmin menawar atastawaran saudaranya, dan tidak boleh ia meminang atas pinangan saudaranya sehingga saudaranya itu meninggalkannya”. [HR. Ahmad dan Muslim]

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ اَخِيْهِ حَتَّى يَتْرُكَ اْلخَاطِبُ قَبْلَهُ اَوْ يَأْذَنَ لَهُ اْلَخَاطِبُ. احمد و البخارى و النسائى

Dan dari Ibnu Umar RA sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Tidak boleh seseorang meminang atas pinangan saudaranya sehingga peminang sebelumnya itu meninggalkan atau memberi ijin kepadanya”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Nasai]

Hikmah syariat ini adalah menihilkan permusuhan dan kemarahan yang bisa menyebabkan satu pihak menganggap dirinya suci dan mencela pihak lain. Padahal menganggap suci diri sendiri adalah tindakan tercela. Ibnu ‘Abidin – yang merupakan salah seorang ulama fikih Mazhab Hanafi – mengatakan bahwa sebuah pinangan yang menimpali pinangan lain merupakan bentuk ketidakramahan dan pengkhianatan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, “Sesungguhnya imam empat mazhab sepakat – dalam pernyataan beliau berempat maupun dari para imam lain – tentang haramnya seorang lelaki menimpali pinangan lelaki muslim yang lain.”

Seseorang yang meminang pinangan saudaranya dapat memasukkan (menyebabkan) permusuhan dalam hati. Karena itu, Islam melarangnya.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَجَسَّسُوْا وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَكُوْنُوْا إِخْوَانًا، وَلاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى حِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ.

“Janganlah kalian berprasangka, karena prasangka itu adalah seburuk-buruk pembicaraan. Jangan mencari-cari kesalahan orang dan jangan saling bermusuhan, serta jadilah kalian sebagai orang-orang yang bersaudara. Janganlah seseorang meminang atas pinangan saudaranya hingga dia menikah atau meninggalkannya.”

Al-Hafizh berpendapat dalam al-Fat-h, bahwa larangan ini untuk pengharaman, ia mengatakan: “Menurut jumhur, larangan ini untuk pengharaman…” lalu beliau menambahkan: “Larangan ini menurut mereka untuk pengharaman, tetapi tidak membatalkan akad.”

Bahkan, Imam an-Nawawi meriwayatkan bahwa larangan dalam hadits ini untuk pengharaman berdasarkan ijma’. Tetapi mereka berselisih mengenai syarat-syaratnya.

Para ulama madzhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa pengharaman ini berlaku jika wanita yang dipinang menyatakan secara tegas atau walinya yang dia izinkan. Jika yang kedua tidak mengetahui perihal tersebut, maka boleh meminangnya karena pada asalnya adalah dibolehkan.

Menurut Imam asy-Syafi’i, makna hadits dalam bab ini ialah bila seorang pria meminang wanita lalu ia ridha dengannya dan (hatinya merasa) mantap kepadanya, maka tidak boleh seorang pun melamar pinangannya. Jika seseorang tidak mengetahui kerelaannya dan kemantapan pilihannya, maka tidak mengapa dia meminangnya.

Perempuan tersebut sudah dilamar laki-laki lain, tetapi perempuan tersebut  menolak lamaran itu atau belum memberikan jawaban. Di dalam madzab Imam Syafi’i ada dua pendapat tentang masalah ini, yang paling benar dari dua pendapat tersebut adalah hukumnya boleh. ( al Khotib As Syarbini, Mughni al Muhtaj, Beirut, dar al Kutub al Ilmiyah, 1994, Cet ke – 1, Juz : 4/ 222 )
Dalilnya adalah hadist Fatimah binti Qais  yang telah dicerai suaminya Abu Amru bin Hafsh tiga kali, kemudian beliau datang kepada Rasulullah saw mengadu :

قَالَتْ فَلَمَّا حَلَلْتُ ذَكَرْتُ لَهُ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا وَاغْتَبَطْتُ

Dia (Fathimah binti Qais) berkata: “ Setelah masa iddahku selesai, kuberitahukan hal itu kepada beliau( Rasulullah saw ) bahwa Mu'awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Al Jahm telah melamarku, lantas Rasulullah saw bersabda: "Adapun Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah meninggalkan tongkatnya dari lehernya (suka memukul ), sedangkan Mu'awiyah adalah orang yang miskin, tidak memiliki harta, karena itu nikahlah dengan Usamah bin Zaid." Namun saya tidak menyukainya, beliau tetap bersabda: "Nikahlah dengan Usamah." Lalu saya menikah dengan Usamah, maka Allah telah memberikan limpahan kebaikan padanya, sehingga aku meras bahagia hidup dengannya. ( HR Muslim, no : 2709 )

Berkata Imam Syafi’I menerangkan hadist di atas :

وقد أَعْلَمَتْ فَاطِمَةُ رَسُولَ اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم أَنَّ أَبَا جَهْمٍ وَمُعَاوِيَةَ خَطَبَاهَا وَلَا أَشُكُّ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى أَنَّ خِطْبَةَ أَحَدِهِمَا بَعْدَ خِطْبَةِ الْآخَرِ فلم يَنْهَهُمَا وَلَا وَاحِدًا مِنْهُمَا ولم نَعْلَمْهُ أنها أَذِنَتْ في وَاحِدٍ مِنْهُمَا فَخَطَبَهَا على اسامة ولم يَكُنْ لِيَخْطُبَهَا في الْحَالِ التي نهى فيها عن الْخِطْبَةِ ولم أَعْلَمْهُ نهى مُعَاوِيَةَ وَلَا أَبَا جَهْمٍ عَمَّا صَنَعَا وَالْأَغْلَبُ أَنَّ أَحَدَهُمَا خَطَبَهَا بَعْدَ الْآخَرِ فإذا أَذِنَتْ الْمَخْطُوبَةُ في إنْكَاحِ رَجُلٍ بِعَيْنِهِ لم يَجُزْ خِطْبَتُهَا في تِلْكَ الْحَالِ

“ Fatimah telah memberitahukan Rasulullah saw bahwa Abu Jahm dan Mu’awiyah telah melamarnya, dan saya tidak ragu-ragu dengan izin Allah swt bahwa lamaran salah satu dari keduanya terjadi setelah lamaran yang lain, dan Rasulullah sawpun tidak melarang kedua lamaran tersebut, dan tidak melarang salah satu dari keduanya. Kita juga tidak mendapatkan bahwa Fatimah telah menerima salah satu dari kedua lamaran tersebut. Maka Rasulullah saw melamar Fatimah untuk Usamah, dan beliau tidaklah melamarnya dalam keadaan yang beliau larang ( yaitu melamar seorang wanita yang sudah dilamar orang lain ),  saya juga tidak mendapatkan bahwa Rasulullah saw melarang perbuatan Mu’awiyah dan Abu Jahm. Dan kebanyakan yang terjadi, bahwa salah seorang dari keduanya melamar terlebih dahulu dari yang lain. Tetapi, jika perempuan yang dilamar tersebut telah menerima lamaran seseorang, maka dalam keadaan seperti, orang lain tidak boleh melamarnya lagi “ ( Al Umm, Beirut, Dar Kutub Ilmiyah, 1993, cet – 1 : Juz  5/ 64  )

Hal itu dikuatkan dengan riwayat yang menyebutkan bahwa Umar bin Khattab pernah melamar seorang wanita untuk tiga orang : Jarir bin Abdullah, Marwan bin al Hakam, dan Abdullah bin Umar, padahal Umar belum mengetahui jawaban perempuan tersebut sama sekali. Hal ini menunjukkan kebolehan melamar perempuan yang sudah dilamar orang lain dan dia belum memberikan jawabannya. ( Ibnu Qudamah, al Mughni : 9/ 568 )

Menurut Ibnu Qasim, yang dimaksud larangan disini adalah apabila lelaki sholeh meminang wanita yang dipinang orang sholeh pula. Sedangkan apabila lelaki sholeh meminang wanita yang dipinang orang yang tidak sholeh, maka pinangan semacam itu diperbolehkan.

Meminang wanita yang telah dipinang orang lain dihukumi haram apabila perempuan tersebut talah menerima pinangan yang pertama dan walinya telah jelas-jelas mengizinkannya. Sehingga peminangan tetap diperbolehkan apabila:

a. Wanita atau walinya menolak pinangan pertama secara terang-terangan maupun sindiran.
b. Laki-laki kedua tidak tahu bahwa wanita tersebut telah dipinang oleh orang lain. 
c. Peminangan pertama masih dalam tahap musyawarah.
d. Lelaki pertama membolehkan lelaki kedua untuk meminang wanita.

Jika seorang wanita menerima pinangan lelaki kedua dan menikah dengannya setelah ia menerima pinangan pertama, maka ulama berbeda pendapat, yaitu: 

a. Menurut mayoritas ulama, pernikahannya tetap sah, karena meminang bukan syarat sah perkawinan. Oleh karena itu, pernikahannya tidak boleh difasakh sekalipun mereka telah melanggar ketentuan khitbah. 
b. Imam Abu Daud berpendapat bahwa pernikahan dengan peminang kedua harus dibatalkan baik sesudah maupun sebelum persetubuhan.
c. Pendapat ketiga berasal dari kalangan Malikiyah yang menyatakan bahwa bila dalam perkawinan itu telah terjadi persetubuhan, maka perkawinan tersebut tidak dibatalkan, sedangkan apabila dalam perkawinan tersebut belum terjadi persetubuhan, maka perkawinan tersebut harus dibatalkan.

Perbedaan pendapat diantara ulama di atas disebabkan oleh perbedaan dalam menanggapi pengaruh pelarangan terhadap batalnya sesuatu yang dilarang. Pendapat yang mengatakan bahwa perkawinannya sah beranggapan bahwa larangan tidak menyebabkan batalnya apa yang dilarang, sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa perkawinan tidak sah dan harus dibatalkan beranggapan bahwa larangan menyebabkan batalnya sesuatu yang dilarang.

Akibat Peminangan

Khitbah adalah perjanjian untuk mengadakan pernikahan, bukan pernikahan. Sehingga terjadinya khitbah tidak menyebabkan bolehnya hal-hal yang dihalalkan sebab adanya pernikahan. Akan tetapi, sebagaimana janji pada umumnya, janji dalam peminangan harus ditepati dan meninggalkannya adalah perbuatan tercela.

Khitbah tidak memiliki implikasi hukum sebagaimana yang dimiliki oleh akad nikah, hubungan seorang lelaki dan perempuan yang terikat dalam khitbah tetap seperti orang asing, sehingga khalwat di antara mereka dapat dihukumi haram. Akan tetapi, jika ada mahram yang menemani mereka, maka hal ini diperbolehkan. Berdasarkan hadits Rasulullah saw. yang berbunyi:

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لَاتَحِلُّ لَهُ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا (رواه احمد)

Artinya: “Jangan sekali-kali seorang lelaki menyendiri dengan perempuan yang   tidak halal baginya, karena ketiganya adalah syaitan” 

Khalwat adalah berduanya seorang lelaki dan perempuan yang bukan mahram dan belum terikat dalam perkawinan dalam suatu tempat. Oleh karena itu, sebelum melangsungkan perkawinan, mereka dilarang untuk berdua dalam satu tempat.

Hadits di atas menyatakan bahwa hukum khalwat adalah haram, namun ternyata ada pula khalwat yang diperbolehkan. Khalwat yang diharamkan adalah khalwat yang tidak terlihat dari pandangan orang banyak sedangkan khalwat yang diperbolehkan adalah khalwat yang dilakukan di depan orang banyak, sekalipun mereka tidak mendengar apa yang menjadi pembicaraan lelaki dan perempuan tersebut. Berdasarkan hadits di bawah ini:

عَنْ هِشَامِ بْنِ زَيْدٍ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُوْلُ : جَاءَتِ امْرَأَةٌ مِنَ الأَنْصَارِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ. قَالَ فَخَلَا بِهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَقَالَ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ إِنَّكُمْ لَأَحَبُّ النَّاسِ إِلَيَّ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ  (رواه مسلم)  

Artinya: “Datang seorang wanita dari kaum Ansar kepada Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam berkhalwat dengannya, kemudian berkata, “Demi Allah kalian (kaum Ansar) adalah orang-orang yang paling aku cintai.”

Hal yang diperbolehkan bahkan disunnahkan dalam khitbah adalah melihat wanita yang dikhitbah. Ada dua jenis melihat wanita yang dikhitbah, yaitu:

1. Mengirim utusan untuk melihat keadaan wanita itu, baik sifat, kebiasaan, akhlak, maupun penampilannya. Berdasarkan hadits Rasulullah dalam riwayat Anas bin Ma>lik yang artinya: “Rasulullah saw. mengirim Ummu Sulaym kepada seorang wanita, lalu Rasulullah memerintahkan untuk memperhatikan pundak, leher, dan bau wanita tersebut”.

2. Melihat pinangan secara langsung. Berdasarkan hadits dari Jabir bin ‘Abdillah r.a:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ : رَجُلٌ خَطَبَ امْرَأَةً ، فَقَالَ - يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : انْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّ فِي أَعْيُنِ الأَنْصَارِ شَيْئً (رواه احمد)

Artinya: “Dari Abi Hurayrah: Seorang lelaki meminang seorang wanita, lalu Rasulullah saw. bersabda: Lihatlah wanita tersebut, sesungguhnya pada mata orang-orang anshar terdapat sesuatu”. 

Sekalipun ulama telah sepakat tentang kebolehan melihat wanita yang dipinang, tetapi mereka memberi batasan terhadap apa saja yang boleh dilihat. Ulama berbeda pendapat dalam menentukan batasan yang boleh dilihat, yaitu:

a. Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang boleh dilihat adalah wajah dan kedua telapak tangan.
b. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa bagian yang boleh dilihat adalah wajah, telapak tangan, dan kaki.
c. ‘Abdurrahman al-Awzai berpendapat bahwa boleh melihat daerah-daerah yang berdaging.
d. Imam Daud az-Zahiri berpendapat bahwa seluruh badan wanita yang dipinang boleh dilihat.
e. Menurut ulama Mazhab Hanbali bagian yang boleh dilihat terdapat pada 6 tempat, yaitu muka, pundak, kedua telapak tangan, kedua kaki, kepala (leher) dan betis.

Perbedaan pendapat diantara ahli fikih ini terjadi karena hadis yang menjadi dasar kebolehan melihat pinangan hanya membolehkan secara mutlak, tanpa menentukan anggota tubuh mana yang boleh dilihat. Ulama fikih sepakat bahwa kebolehan melihat pinangan tidak hanya berlaku pada lelaki saja, akan tetapi wanita juga boleh melihat lelaki yang meminangnya.

Waktu melihat kepada perempuan yang hendak dipinang adalah ketika hendak menyampaikan pinangan, bukan setelah menyampaikan pinangan. Karena jika ia telah melihat perempuan tersebut sebelum pinangan disampaikan, ia dapat meninggalkan perempuan itu tanpa menyakitinya jika ternyata ia tidak suka pada perempuan itu setelah melihatnya.

Kisah Teladan Syaikh Abdulloh Bin Al-Mubarok Rh


Manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk bercermin kepada orang lain; meniru tingkah laku dan gerak-geriknya, mengikuti gaya hidupnya; mulai dari cara berpakaian, cara berdandan, potongan rambut, model rumah, kendaraan, bahkan kadang sampai cara tersenyum dan berbicaranya mengikuti gaya orang lain, yang dia anggap lebih baik dan lebih sempurna dari dirinya.

Perkataan orang lain yang menjadi cerminnya adalah mutiara petuah dan permata nasihat bagi kehidupannya. Informasi perkembangan cerminnya senantiasa di up date, tidak pernah ketinggalan. Bahkan foto-foto dan gambar-gambar sang idola terpampang di dinding rumahnya atau di dinding FB dan BBnya.

Dia akan marah bila ada yang bersuara sumbang tentang cerminnya, bahkan dia siap pasang badan bagi siapa saja yang menebarkan debu kotor padanya. Karena bagi dia, hanya orang itulah yang pantas untuk diikuti, seorang panutan dan suri tauladan..

Namun sayangnya banyak yang bercermin pada cermin yang pudar bahkan berantakan, sehingga hidupnya menjadi berantakan walaupun godaan iblis dan bisikan nafsu menghiasi keberantakan dirinya.

Ia merasa senang dan gembira dengan gaya hidupnya, padahal ia jauh dari standarisasi kebahagian yang hakiki.

Dan cermin dalam kehidupan memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dalam mengarahkan alur hidup seorang hamba. Iblis dan bala tentaranya sangat mengetahui hal ini, sehingga mereka berusaha untuk menciptakan cermin-cermin pudar dan berantakan namun dihiasi beribu berlian yang gemerlapan, sehingga manusia silau dan berebut untuk bercermin kepadanya.

Sebagai contoh adalah fenomena acara di televisi yang menceritakan kehidupan para artis atau yang mirip dengannya, di mana acara ini mengandung propaganda agar para pemirsa, dari mulai anak-anak, para remaja, muda-mudi bahkan yang tua pun untuk bercermin kepada mereka. Sehingga yang buruk dan dimurkai Ilahi bila datangnya dari para artis idola, akan dianggap biasa bahkan diikuti tanpa rasa malu, karena buat mereka itu indah dan sempurna.

Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Allah Jalla Jalaluhu mengetahui dengan pasti apa yang dibutuhan makhluk ciptaannya, manusia butuh cermin, dan dia memang suka bercermin, maka agar manusia ini tidak bercermin kepada cermin yang pudar nun pecah dan berantakan, Allah Jalla Jalaluhu menjelaskan dalam kalamnya kepada siapa manusia harus bercermin, karena Allah telah menciptakan cermin-cermin indah dan elok, di mana Allah Jalla Jalaluhu setelah menceritakan kisah-kisah para nabi sebelum nabi kita Muhammadshallallahu ‘alahi wa sallam, Allah berfirman kepada nabi Nya:

أولَـئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ

“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka (QS. Al An’am:90).

Subhanallah, merekalah yang pantas ditiru tingkah laku dan dicontoh gaya hidup, mereka adalah orang bahagia calon penghuni surga.

Dan kisah-kisah indah lagi penuh makna yang disebutkan di dalam Alquran dan sunah bukanlah hanya sekedar untuk wawasan dan wacana belaka, namun lewat kisah-kisah itu, umat harus belajar, mengikuti petunjuk-petunjuk mereka, dan menjadikan mereka cermin dalam mengarungi samudera kehidupan.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam adalah sosok cermin yang sangat elok, yang tak pudar dimakan zaman, bahkan Allah menekankan tentang hal ini di dalam Alquran

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21).

Para sahabat telah benar-benar bercermin kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, kemudian para tabi’in tidak pernah meninggalkan cermin yang tak pernah pudar itu, sehingga mereka pun menjadi cermin-cermin elok bagi murid-murid mereka yang berlanjut sampai hari ini.

Menyelami lautan kehidupan mereka akan menambah gereget keimanan, memompa semangat untuk beramal baik, apalagi di masa kini, masa krisis figur sehingga sulit mencari cermin yang elok, Abu Hanifah berkata:

الحكايات عن العلماء ومحاسنهم أحب إلي من كثير من الفقه لأنها آداب القوم

“Kisah para ulama lebih aku sukai daripada banyak pelajaran fiqih, lantaran dalam kisah itu terdapat gambaran akhlaq dan adab mereka.” (Tartib al-Madarik, Qadhi ‘Iyadh 1:23).

Salah satu cermin yang elok dan tak pudar adalah kehidupan salah seorang tabi’ut tabi’in Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali Maulahum al-Marwazi, yang dilahirkan pada tahun 118 H. Ayah ia berdarah Turki, dahulunya adalah seorang hamba sahaya, sedangkan ibunda ia berasal dari Khawarizm di Persia.

Tengoklah bagaimana putra mantan budak ini kelak menjadi seorang ulama hebat dan konglomerat yang dermawan. Imam Dzahabi menyebutkan tentangnya:

الإِمَامُ، شَيْخُ الإِسْلاَمِ، عَالِمُ زَمَانِهِ، وَأَمِيْرُ الأَتْقِيَاءِ فِي وَقْتِهِ، الحَافِظُ، الغَازِي، أَحَدُ الأَعْلاَمِ،.

Dialah Imam, Syaikhul Islam, yang paling alim di masanya, pimpinannya orang-orang yang bertaqwa di waktunya, al-Hafidz al-Ghazi (seorang pejuang) salah satu tokoh.‎

Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Al-Mubarak bin Wadhih, Abu Abdurrahman Al-Handzali. Namun, beliau lebih dikenal dengan namanya “Ibnul Mubarak”. Ayahnya berasal dari Turki dan ibunya dari Khawarizmi. Beliau dilahirkan pada tahun 118 H. Gelar beliau sangat banyak, di antaranya: Al-Hafizh, Syekh Al-Islam, Fakhr Al-Mujahidin, pemimpin para ahli zuhud, dan masih banyak gelar lainnya. Beliau habiskan usianya untuk melakukan safar dalam rangka berhaji, berjihad, dan berdagang. Karena itu, beliau dikenal dengan “As-Saffar” (orang yang rajin melakukan perjalanan)
Abdullah bin Mubarak telah belajar di bawah bimbingan beberapa orang guru, baik yang berada di Merv maupun di tempat-tempat lainnya, dan ia sangat ahli di dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, antara lain di dalam gramatika dan kesusastraan. Ia adalah seorang saudagar kaya yang banyak memberi bantuan kepada orang-orang miskin. Beliau wafat di bulan Ramadhan, di kota Hit yang terletak di tepi sungai Euphrat pada tahun 181 H/797 M. Saat kembali dari medan perang pada 181 H. dalam umur 63 tahun, Banyak karya-karyanya mengenai Hadits, salah satu di antaranya dengan tema “Zuhud masih dapat kita jumpai hingga waktu sekarang ini.”

Ibnul Mubarak, telah mulai menuntut ilmu pada waktu yang mungkin agak terlambat, Imam adz-Dzahabi menyebutkan dalam ensiklopedinya Siyar A’lam an-Nubala’, bahwa ia baru memulai menimba ilmu tatkala usia ia memasuki dua puluh tahun, namun hal ini tidak membuat ia tertinggal oleh teman-temannya yang telah menimba ilmu terlebih dahulu.

Perlu digarisbawahi, bahwa tiada kata terlambat untuk menuntut ilmu, karena ilmu tetap bersahaja sampai kapanpun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الدنيا ملعونة ملعون ما فيها إلا ذكر الله وما والاه وعالما أو متعلما

“Dunia ini terlaknat dan dilaknat segala sesuatu yang ada padanya, kecuali dzikirullah dan ketaatan kepada-Nya, orang yang berilmu, dan orang yang belajar ilmu.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan Albani).

BELAJAR DI PENJARA:

Guru tertua ia adalah al-Allamah al-Muhaddits Rabi’ bin Anas al-Khurrsani, salah seorang paling berilmu di masanya. Ada yang unik dengan cara Ibnul Mubarak belajar kepada gurunya ini, di mana saat itu orang-orang tidak dapat berjumpa dan belajar kepadanya, karena gurunya ini sedang berada di dalam penjara, disebabkan kezhaliman penguasa saat itu, maka Ibnul Mubarak bersisasat agar bisa mendengarkan dan meriwayatkan hadis darinya, dan ia pun berhasil meriwayatkan kira-kira 40 hadis darinya.

Sesulit apapun kondisi hamba, dia tetap harus berusaha untuk belajar dan menimba ilmu.

GURU-GURU ABDULLAH BIN AL-MUBARAK

Al-Abbas bin Mush’ab meriwayatkan dari Ibrahim bin Ishaq al-Bunani, ia meriwayatkan bahwa Ibnul Mubarak berkata; “Aku telah belajar kepada 4 ribu guru, dan aku meriwayatkan hadis dari 1000 guru”. Al-Abbas bin Mush’ab berkata: Maka aku pun menelusuri guru-guru yang ia meriwayatkan hadis dari mereka sehingga terkumpul bagiku 800 gurunya. Subhanallah.

KEDUDUKAN ABDULLAH BIN AL-MUBARAK

Seorang ahli hadis Abu Usamah, Hammad bin Usamah berkata tentang Abdullah bin al-Mubarak,

ابْنُ المُبَارَكِ فِي المُحَدِّثِيْنَ مِثْلُ أَمِيْرِ المُؤْمِنِيْنَ فِي النَّاسِ

“Ibnul Mubarak di kalangan ahli hadis adalah serupa dengan amirul mu’min (penguasa umat) di kalangan manusia secara umum.”

Subhanallah, pada hakikatnya ilmu adalah lebih mulia dan utama dari harta benda dan kekuasaan ataupun jabatan dan kedudukan, simaklah kesaksian seorang yang tinggal di istana raja yang penuh dengan kemewaah dan kelimpahan harta, diriwayatkan bahwa salah satu Ummu Walad khalifah Islam saat itu, yaitu Harun al-Rasyid. Pada suatu waktu Khalifah Harun al-Rasyid berkunjung ke kota Raqqah di Syiria, namun tiba-tiba orang-orang berebut mengikuti Abdullah bin al-Mubarak, sehingga sandal-sandal terputus dan debu berterbangan, maka sang Khalifah ini melongok keluar dari menara istana yang terbuat dari kayu, seraya berkata keheranan,

“مَا هَذَا؟  قَالُوا: عَالِمٌ مِنْ أَهْلِ خُرَاسَانَ قَدِمَ.

قَالَتْ: هَذَا -وَاللهِ- المُلْكُ، لاَ مُلْكَ هَارُوْنَ الَّذِي لاَ يَجْمَعُ النَّاسَ إِلاَّ بِشُرَطٍ وَأَعْوَانٍ”.

“Ada apa ini?”, maka orang-orang yang di sekitarnya berkata, “Ini ada seorang alim ulama dari Khurasan yang datang”. Maka dia pun berkata, “Demi Allah, inilah yang dikatakan kerajaan, bukan kerajaan Harun yang tidak mengumpulkan manusia kecuali dengan pasukan dan hulu balang.”‎

KERENDAHAN HATI ABDULLAH BIN AL-MUBARAK

Ibnul Mubarak adalah orang yang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati) dan jauh dari kesombongan, dikisahkan pada suatu hari bahwa Abdullah bin al-Mubarak menghadiri majlis hadis gurunya Hammad bin Zaid, maka para penuntut hadis itu berkata kepada Hammad: “Mintakan kepada Abi Abdirrahman (yakni Abdullah bin al-Mubarak) untuk meriwayatkan hadis kepada kami”, maka sang Guru berkata

قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ! يَا أَبَا إِسْمَاعِيْلَ، أُحَدِّثُ وَأَنْتَ حَاضِرٌ. فَقَالَ: أَقسَمتُ عَلَيْكَ لَتَفْعَلَنَّ.

“Wahai Aba Abdirrahman riwayatkanlah hadis untuk mereka, sesungguhnya mereka telah memohon kepadaku hal ini”.  Abdullah bin al-Mubarak tertengun dengan hal itu seraya berkata, “Subhanallah, Wahai Aba Ismail (kun-yah Hammad bin Zaid) bagaimana mungkin aku meiwayatkan hadis sedang dirimu hadir di sini”, mendengar itu Hammad bin Zaid berkata; “Aku bersumpah kepadamu agar kamu melakukannya”. Maka karena sumpah gurunya ini, terpaksa Ibnul Mubarak menurutinya, dan ia pun berkata “Ambillah, telah meriwayatkan kepada kami Abu Ismail Hammad bin Zaid”, tidaklah ia meriwayatkan satu hadis pun pada saat itu kecuali hadis-hadis yang didengarnya melalui jalur gurunya Hammad”.

Allahu Akbar, beginilah seharusnya akhlaq para ulama, saling menghormati dan saling menghargai, karenanya ilmu mereka bermanfaat untuk umat.

KEBIASAAN YANG ANEH

Abdullah bin al-Mubarak memiliki suatu kebiasaan yang agak aneh menurut teman-temannya, di mana ia lebih menyukai duduk sendirian di rumahnya dari pada ngobrol bersama teman-temannya, sehingga mereka bertanya:

: أَلاَ تَسْتَوحِشُ؟ فَقَالَ: كَيْفَ أَسْتَوحِشُ وَأَنَا مَعَ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- وَأَصْحَابِهِ؟!

“Apakah kamu tidak merasa kesepian?”. Maka ia menjawab, “Bagaimana Aku akan merasa kesepian sedangkan aku bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnyaradhiallau ‘anhum“, yakni mengkaji sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan atsar para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Subhanallah, seharusnya apabila kita bila merasa bosan di rumah, jenuh dengan rutinitas, maka cobalah mengusirnya dengan membaca kitabullah dan hidup bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, khususnya ibu-ibu yang berada di rumah.

KELEMBUTAN HATI DAN KETAKUTANNYA KEPADA ALLAH

Selain keilmuaannya yang matang, Ibnul Mubarak adalah sosok alim ulama yang lembut hatinya, Nu’aim bin Hammad menceritakan bahwa Apabila Ibnul Mubarak membaca buku-bukuraqaa-iq (tentang kelembutan hati), maka seakan-akan dia adalah seekor lembu yang disembelih, karena menangis, sehingga tiada seorang pun yang berani bertanya sesuatu kepadanya kecuali akan didorongnya”.

Nuaim bin Hammad juga berkata bahwa pada suatu hari seseorang berkata kepada Ibnul Mubarak, “Aku telah membaca seluruh Alquran dalam satu rakaat”. Ibnul Mubarak berkata kepadanya; “Akan tetapi aku mengetahui seseorang yang semalam suntuk mengulang-ulangi Al Hakumuttakastur sampai fajar terbit, dia tidak mampu untuk melampauinya”.  Dan orang yang dimaksud olehnya adalah dirinya sendiri.

Subhanallah, semakin berilmu seorang, maka akan semakin bertambah rasa takutnya kepada Allah Ta’ala, membaca Alquran yang baik adalah bukan yang cepat dan kilat, sehingga dia tidak dapat menghayati apa yang dibaca, namun yang baik adalah bagaimana mengaji sambil menghayati isi dari firman Allah itu, Allah Ta’ala berfirman:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, yang penuh dengan berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai pikiran mendapat pelajaran.” (QS. Shad:29)
Pertaubatan Abdullah bin Mubarak

Abdullah bin Mubarak sedemikian tergila-gila kepada seorang gadis dan membuat ia terus-menerus dalam kegundahan. Suatu malam di musim dingin ia berdiri di bawah jendela kamar kekasihnya sampai pagi hari hanya karena ingin melihat kekasihnya itu walau untuk sekilas saja. Salju turun sepanjang malam itu. Ketika adzan Shubuh terdengar, ia masih mengira bahwa itu adalah adzan untuk shalat ‘Isya. Sewaktu fajar menyingsing, barulah ia sadar betapa ia sedemikian terlena dalam merindukan kekasihnya itu. “Wahai putera Mubarak yang tak tahu malu!”. Katanya kepada dirinya sendiri. “Di malam yang indah seperti ini engkau dapat tegak terpaku sampai pagi hari karena hasrat pribadimu. tetapi apabila seorang imam shalat membaca surah yang panjang engkau menjadi sangat gelisah.”

Sejak saat itu hatinya sangat gundah. Kemudian ia bertaubat dan menyibukkan diri dengan beribadah kepada Allah. Sedemikian sempurna kebaktiannya kepada Allah sehingga pada suatu hari ketika ibunya memasuki taman, ia lihat anaknya tertidur di bawah rumpun mawar sementara seekor ular dengan bunga narkisus di mulutnya mengusir lalat yang hendak mengusiknya.

Setelah bertaubat itu Abdullah bin Mubarak meninggalkan kota Merv untuk beberapa lama menetap di Baghdad. Di kota inilah ia bergaul dengan tokoh-tokoh sufi. Dari Baghdad ia pergi ke Mekkah kemudian ke Merv. Penduduk Merv menyambut kedatangannya dengan hangat. Mereka kemudian mengorganisir kelas-kelas dan kelompok-kelompok studi. Pada masa itu sebagian penduduk beraliran Sunnah sedang sebagiannya lagi beraliran fiqh. Itulah sebabnya mengapa Abdullah disebut sebagai toko yang dapat diterima oleh kedua aliran itu. Ia mempunyai hubungan baik dengan kedua aliran tersebut dan masing-masing aliran itu mengakuinya sebagai anggota sendiri. Di kota Merv, Abdullah mendirikan dua buah sekolah tinggi, yang satu untuk golongan Sunnah dan satu lagi untuk golongan Fiqh. Kemudian ia berangkat ke Hijaz dan untuk kedua kalinya menetap di Mekkah.

Di kota ini ia mengisi tahun-tahun kehidupannya secara berselang-selang. Tahun pertama ia menunaikan ibadah haji dan pada tahun kedua ia pergi berperang, tahun ketiga ia berdagang. Keuntungan dari perdagangannya itu dibagikannya kepada para pengikutnya. la biasa membagi-bagikan kurma kepada orang-orang miskin kemudian menghitung biji buah kurma yang mereka makan, dan memberikan hadiah satu dirham untuk setiap biji kepada siapa di antara mereka yang paling banyak memakannya.

Abdullah sangat teliti dalam kesalehannya. Suatu ketika ia mampir di sebuah warung kemudian pergi shalat. Sementara itu kudanya yang berharga mahal menerobos ke dalam sebuah ladang gandum. Kuda itu lalu ditinggalkannya dan meneruskan perjalanan-nya dengan berjalan kaki. Mengenai hal ini Abdullah berkata: “Kudaku itu telah mengganyang gandum-gandum yang ada pemiliknya”. Pada peristiwa lain, Abdullah melakukan perjalanan dari Merv ke Damaskus untuk mengembalikan sebuah pena yang dipinjamnya dan lupa mengembalikannya.

Suatu hari Abdullah melalui suatu tempat. Orang-orang mengatakan kepada seorang buta yang ada di situ bahwa Abdullah sedang melewati tempat itu. “Mintalah kepadanya segala sesuatu yang engkau butuhkan!” “Abdullah berhentilah!”, orang buta itu berseru. Abdullah lalu berhenti. ” Doakanlah kepada Allah untuk mengembalikan penglihatanku ini!”, ia memohon kepada Abdullah. Abdullah menundukkan kepala lalu berdoa. Seketika itu juga orang buta itu dapat melihat kembali.‎

Murid Abdullah bin Al-Mubarak
Murid beliau juga sangat banyak; tersebar di berbagai negeri yang tak terhitung jumlah mereka, karena dalam setiap Ibnul Mubarak bersafar, banyak orang yang menimba ilmu dari beliau. Di antara murid senior beliau adalahAbdurrahman bin Mahdi, Yahya bin Ma`in, Hibban bin Musa, Abu Bakr bin Abi Syaibah, Utsman bin Abi Syaibah, Ahmad bin Mani`, Ahmad bin Jamil, Al-Husain Al-Maruzi, Hasan bin `Arafah, dan masih banyak ulama besar lainnya.‎

Pujian ulama untuk Ibnul Mubarak

Para ulama memberikan banyak pujian untuk beliau karena kemuliaan dan ilmu beliau. Berikut ini beberapa pujian yang disampaikan para ulama untuk beliau:
Ibnu Mahdi mengatakan, “Pemimpin (agama) ada empat: Malik, Ats-Tsauri, Hammad bin Zaid, dan Ibnul Mubarak.” Ibnu Mahdi lebih memuliakan beliau daripada Ats-Tsauri.
Ahmad bin Hambal mengatakan, “Belum ada orang yang sezaman dengan beliau yang lebih rajin dalam menuntut ilmu melebihi Ibnul Mubarak.”
Abbas bin Mus’ab mengatakan, “Abdullah bin Mubarak mengumpulkan ilmu hadis, fikih, bahasa Arab, sejarah, keberanian, kedermawanan, dan kecintaan dari semua kalangan.”
Hasan bin Isa bin Masirjis mengatakan, “Para murid Ibnul Mubarak berkumpul, kemudian mengatakan, ‘Mari kita sebutkan kelebihan Ibnul Mubarak.’ Mereka menyebutkan, ‘Dalam dirinya terkumpul ilmu, fikih, adab, nahwu, bahasa, sifat zuhud, keberanian, syair, kefasihan dalam berbicara, kebiasaan rajin bertahajud, kebiasaan rajib beribadah, haji, perang, kepiawaian dalam menunggang kuda, sifat diam untuk hal yang tidak penting, keadilan, dan sifat jarang berselisih dengan orang di sekitarnya.’”
Ibnu Ma`in mengatakan, “Beliau adalah ulama yang tsiqah dan kuat hafalannya. Kitab yang pernah beliau sampaikan dalam menyampaikan hadis memuat 20.000 hadis.”
Yahya bin Adam mengatakan, “Jika saya mencari permasalahan yang terperinci dan tidak saya temukan di kitab karya Ibnul Mubarak maka saya putus asa untuk mencarinya.”
Syu’aib bin Harb mengatakan, “Andaikan saya mencurahkan seluruh kemampuan saya selama tiga hari dalam setahun, untuk melakukan usaha sebagaimana yang dilakukan Ibnul Mubarak, saya pasti tidak mampu.”
Dari Nu’aim bin Hammad, bahwa Ibnul Mubarak menceritakan bahwa ayahnya pernah berpesan kepadanya, “Sungguh, jika aku menemukan kitabmu, akan aku bakar!” Ibnul Mubarak mengatakan, “Tidak ada masalah bagiku. Semua sudah tersimpan di dadaku.”

Karya Ibnul Mubarak

Beliau meninggalkan banyak karya tulis yang sangat berharga, di antaranya adalah:
Tafsir Al-Qur`an. Merupakan kitab tafsir yang ditulis oleh Ibnul Mubarak.
Ad-Daqaiq fi Ar-Raqaiq. Buku ini mengumpulkan beberapa hadis-hadis yang menggugah hati.
Riqa` Al-Fatawa.
Al-Musnad. Sebagaimana kitab musnad lainnya, kitab ini merupakan kumpulan hadis bersanad lengkap yang sampai kepada Ibnul Mubarak.
Al-Jihad. Buku ini, secara khusus, mengupas fikih jihad dan aturan-aturannya. Buku ini juga membahas tentang tata cara shalat khauf. Penjelasan yang disampaikan dalam buku ini berbentuk pembawaan hadis yang disertai sanadnya.
Az-Zuhd. Berisi kumpulan hadis tentang zuhud dan keutamaanya.

Kredibilitas ilmu yang didapatnya membuatnya selalu mengingat akhirat, dan kiranya itulah salah satu tanda-tanda ilmu yang bermanfaat, di mana pemiliknya akan selalu mendekatkan diri kepada sang Khaliq.

Suwaid bin Said berkata, bahwa aku melihat Abdullah bin al-Mubarak di Kota Mekah, dia mendatangi sumur Zam-zam dan dia pun mengambil segelas air, kemudian ia mengahadap ke Ka’bah dan berkata,

اللَّهُمَّ إِنَّ ابْنَ أَبِي المَوَّالِ حَدَّثَنَا، عَنْ مُحَمَّدِ بنِ المُنْكَدِرِ، عَنْ جَابِرٍ: عَنِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- أَنَّهُ قَالَ: (مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ) وَهَذَا أَشرَبُهُ لِعَطَشِ القِيَامَةِ، ثُمَّ شَرِبَهُ

“Ya Allah, sesungguhnya Ibnu Abil Mawal (yakni Ibnul Mu-ammal) meriwayatkan kepada kami, dia berkata bahwa Muhammad bin Munkadir meriwayatkan kepada kami, dari Jabir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia bersabda:

“Air Zam-Zam itu sesuai dengan niat meminumnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Albani, al-Irwa’ no: 1123) dan sesungguhnya aku meminumnya untuk kehausan di hari ،Kiamat”, kemudian ia meminumnya.

Subhanallah, renungkanlah dikala orang-orang meneguk air zam-zam dengan niat kesehatan dan kesembuhan, Ibnul Mubarak meminumnya demi untuk menghilangkan kehausannya kelak di hari kiamat, yang ia yakin akan mengahadapinya, di mana semua orang keluar dari kuburnya dalam keadaan haus, berkumpul di padang Mahsyar, semoga Allah Ta’ala mengabulkan permohonannya.

HARTAWAN YANG DERMAWAN

Ibnul Mubarak telah mewarisi harta yang banyak dari orang tuanya, kemudian mengembangkannya dalam perniagaan sehingga ia menjadi konglomerat yang hebat,  disebutkan bahwa modal perniagaannya adalah 400 ribu Dirham. Harga seekor kambing pada masa itu sekitar 5 dirham, hitunglah berapa kekayaaan yang ia warisi dari ayahnya???

Harta kekayaannya dibelanjakan untuk menuntut ilmu, menyantuni ulama, membatu fakir miskin dan berperang di jalan Allah, ia berniaga bukan untuk memperkaya diri, ia pernah berkata kepada Fudhail bin ‘Iyadh, “Andaikata bukan karena kamu dan teman-temanmu (maksudnya adalah para ulama) niscaya aku tidak akan berniaga”.

Salah seorang ulama yang datang setelah Ibnul Mubarak bertanya kepada Isa bin Yunus yang hidup semasa dengan Abdullah bin al-Mubarak, apakah yang menjadikan Ibnul Mubarak lebih utama daripada kalian, padahal dia tidaklah lebih tua umurnya dari kalian, maka Isa bin Yunus berkata: “Hal itu dikarenakan kalau dia datang bersama budak-budaknya dari Khurasan membawa pakaian-pakaian yang baik-baik, ia menyambung tali persaudaran dengan para ulama dengan barang-barang tersebut, berbagi dengan mereka, sedangkan kami tidak mampu berbuat itu”.

Subahanallah, hal ini menunjukkan betapa mulianya niat ia berniaga dan berdagang, yakni  untuk mengangkat derajat para ulama agar mereka tidak dimanfaatkan oleh para penguasa dan orang-orang berduit. Menanggapi hal ini, Abbas ad-Dauri berkata “Tidaklah aku melihat seorang yang mengajarkan hadis lillahii Ta’ala kecuali 6 orang, di antaranya adalah Abdullah bin al-Mubarak.‎

Al-Imam adz-Dzahabi menyebutkan bahwa Ibnul Mubarak membantu kaum fakir miskin dalam setahun dengan uang sejumlah 100 ribu Dirham.

Harga 1 ekor kambing pada masa itu hanyalah 5 Dirham, bisa dibayangkan kalau harga kambing itu 1 juta, maka ia telah bersedekah kepada fakir miskin sebanyak 20 milyar rupiah dalam setahun, suatu jumlah yang fantastis, dari seorang ulama, belum lagi bantuan yang ia berikan kepada yang lainnya.

Bisa dibayangkan 20 milyar berderma dalam setahun.

KISAH KEDERMAWANANNYA:

Muhammad bin Ali bin Hasan bin Syaqiq berkata, Aku mendengar ayahku berkata: “Konon Ibnul Mubarak apabila musim Haji, beberapa saudaranya (seiman) dari penduduk Merv berkumpul kepadanya, mereka berkata, “Kami ingin berhaji bersamamu”, ia menjawab; “Kalau begitu, kumpulkanlah biaya haji kalian kepadaku”.

Setelah itu, Abdullah mengambil bekal mereka dan meletakkan di dalam sebuah peti dan menguncinya. Kemudian ia menyewakan kendaraan untuk mereka agar bisa pergi menuju Baghdad dari Merv. Ia terus memberikan nafkah dan melayani mereka dengan makanan yang enak-enak dan berbagai macam kue, kemudian mempersiapkan mereka untuk pergi dari Baghdad dengan pakaian yang indah dan rapi menuju kota Madinah an-Nabawiah. Sesampainya di sana ia berkata kepada setiap orang dari rombongannya,

‘keluarga kalian berpesan apa dari Madinah?’

Mereka berkata ini dan itu, maka  ia pun berbelanja memenuhi keinginan mereka, kemudian berangkat ke kota Mekah. Sesampainya di sana, ia berkata kepada mereka semua tentang pesanan keluargarnya yang harus dibeli di Mekah, dan lagi-lagi ia berbelanja untuk mereka, kemudian ia tetap memberikan nafkah kepada mereka sampai kembali ke kampung halaman di Merv.

Tidak cukup disitu, Abdullah bin al-Mubarak merenovasi rumah-rumah mereka. Setelah tiga hari dari kedatangan, ia membuat walimah (syukuran ed.) mengundang rombongannya ini dan memberikan pakaian kepada mereka. Apabila mereka telah usai makan dan minum, Ibnul Mubarak meminta peti tempat menyimpan nafkah mereka, ia membukanya kemudian mengembalikan barang titipan tersebut kepada setiap orang yang memilikinya, di mana setiap kantong uang telah tertulis nama pemiliknya”.

Subnallah betapa mulia dan dermawannya Abdullah bin al-Mubarak, sangat sulit kita mendapati orang seperti ini, walaupun alhamdulillah kebaikan masih banyak, dan kita melihat beberapa konglomerat yang memberangkatkan pegawai-pegawainya untuk berhaji atau berumrah, semoga Allah membimbing mereka kepada jalan keikhlasan.‎

KISAH LAIN TENTANG KEDERMAWANANNYA:

Di antara kisah kedermawanan Abdulllah bin al-Mubarak, adalah sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Isa. Ia berkata, bahwa Ibnul Mubarak sering pergi bolak-balik ke kota Thursus. Biasanya, ia tinggal di Roqqah (sebuah kota di Syiria), di daerah Khan pemukiman para saudagar, di sana ada seorang pemuda yang biasanya datang untuk membantu memenuhi kebutuhannya dan mendengarkan hadis darinya.

Pada suatu saat Abdullah bin al-Mubarak datang ke sana dan tidak menjumpai pemuda itu, maka ia pun keluar terburu-buru mengikuti rombongan untuk Jihad. Tatkala kembali dari medan perang ia bertanya tentang pemuda tersebut, ia mendapat info bahwa pemuda itu dipenjara karena tanggungan utang sebesar 10 ribu Dirham(Sebagai perbandingan: harga seekor kambing pada masa itu adalah 5 Dirham) . Lalu Abdullah mencari tahu tentang orang yang dihutangi itu, dan ia pun melunasi utang pemuda itu, ia meminta agar orang tersebut tidak memberitahukan kepada satu orang pun tentang apa yang diperbuatnya selama dia masih hidup.

Pemuda itu pun dikeluarkan dari penjara, dan Abdulllah Ibnul Mubarak telah pergi meninggalkan Raqqah di malam hari, setelah berjalan beberapa saat, ternyata pemuda itu mengejarnya dan menjumpainya, maka Ibnul Mubarak berkata kepadanya:

Wahai pemuda kemana saja kamu tidak kelihatan?,

‘Wahai Abu Abdirrahman, aku dipenjara karena beban utang’,

Ibnul Mubarak kembali bertanya: Bagaimana kamu bisa bebas?

Pemuda itu menjawab, “Ada seorang lelaki yang melunasi hutangku, dan aku pun tidak mengenalnya’.

Abdullah berkata kepadanya; “Pujilah Allah” dan pemuda itu tidak mengetahui siapakah yang sebenarnya telah melunasi utangnya.

Betapa gigihnya usahanya dalam rangka menjaga keikhlasan sampa ia sembunyikan amal baiknya itu. Hal ini mengingatkan kita pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tujuh golongan yang kelak akan mendapatkan naungan di hari kiamat, pada hari yang tiada naungan kecuali naungan Allah ‘Azza wa Jalla. Salah satunya adalah seorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahnya oleh tangan kanannya. Semoga Abdullah bin al-Mubarak al-Marwazi mendapatkan apa yang ia inginkan.

Abdullah bin al-Mubarak telah dapat menselaraskan antara perniagaan dan keilmuannya, suatu hari ia ditegur oleh Fuhdhail bin ‘Iyad, katanya “Kamu menyuruh orang untuk zuhud, dan mencukupkan diri dengan yang sedikit tanpa berlebih-lebihan, namun kami melihat kamu mendatangkan barang-barang dagangan, bagaimana ini???

Maka dijawab oleh Ibnul Mubarak, “Wahai Abu Ali, aku berbuat ini demi untuk menjaga wajahku dan menghargai kehormatan diri, serta menjadikannya sarana ketaatan kepada Rabbi”. Maka Fudhail berkata kepadanya: “Betapa indahnya hal ini, apabila itu terlaksana”.

Harta adalah perhisaan dunia dan juga sarana untuk berbuat baik, asalkan seseorang kuat imannya serta tidak mudah tergoda dengan gemerlap dunia yang sering membuat seorang hamba lupa dengan kewajiban dan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah.

KEBERANIAN DAN PERJUANGANNYA

Al Imam Abdullah bin al-Mubarak bukan hanya sekedar ulama Islam terkenal, dan seorang saudagar kaya yang dermawan, di balik itu semua ia adalah seorang jawara dan pendekar Islam yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah Subhanu wa Ta’ala.

Abu Hatim ar-Razi berkata bahwa Sulaiman al-Marwazi telah mengabarkan kepada kami, dia berkata: “Pada suatu saat kami bersama batalyon Abdullah bin al-Mubarak sedang bergerak di dalam negeri Romawi, maka tanpa sengaja kami bertemu dengan musuh, dan tatkala kedua barisan telah berjumpa, seorang lelaki keluar dari barisan musuh, dan dia mengajak perang tanding, maka keluarlah seorang lelaki dari kaum muslimin, dan orang Roma itu berhasil membunuhnya.

Kemudian keluar orang lain dari barisan kaum muslimin dan dibunuhnya pula, kemudian keluar orang lain dan dibunuhnya juga, kemudian dia menantang lagi untuk perang tanding, kemudian seorang lelaki datang dan mengejarnya sesaat kemudian menusuknya hingga ia mati. Maka orang-orang berebut mengerumuninya, maka aku memandang kepadanya, ternyata dia adalah Abdullah bin al-Mubarak, dia menutupi wajahnya dengan lengan bajunya, maka aku menarik ujung lengan bajunya, dan benar dia adalah Abdullah bin al-Mubarak”.

Allahu Akbar, memang benar Abdullah adalah salah satu pejuang Islam yang pemberani dan handal dalam berperang.

Dalam kisah kepahlawanan yang lain, Abdullah bin Sinan berkata: “Suatu waktu aku bersama Abdullah bin al-Mubarak dan Mu’tamir bin Sulaiman di Thursus, tiba-tiba ada seruan untuk perang, maka Abdullah bin al-Mubarak pergi bersama orang-orang menjawab seruan jihad itu.

Tatkala dua kelompok pasukan bertemu dan merapikan barisannya masing-masing, tiba-tiba keluarlah salah satu orang jagoan Romawi dari barisan mereka, dan dia menantang perang tanding, maka  seorang dari kaum muslimin keluar menghadapinya, maka jagoan Roma itu menyerangnya dengan dahsyat dan berhasil membunuhnya, sehingga terbunuhlah dalam perang tanding itu 6 orang dari barisan kaum muslimin.

Hal itu membuatnya angkuh dan congkak, ia menantang untuk perang tanding lagi, dan tidak ada satu orang pun yang berani keluar, maka ketika itu Abdullah bin al-Mubarak menoleh kepadaku, seraya berkata, “Wahai Fulan, apabila aku terbunuh, maka lakukanlan hal ini dan hal itu.” (Ibnul Mubarak berwasiat kepadaku), kemudian dia menggerakkan kudanya dan maju ke depan menjawab tantangan orang Roma itu, maka terjadilah saling serang beberapa saat, dan akhirnya Roma itu terbunuh. Kemudian keluar orang Roma lain dan dibunuhnya pula, sehingga dia membunuh 6 orang dari tentara Roma, dan diapun menantang untuk perang tanding. Namun pasukan-pasukan Roma ciut nyalinya, maka dia pun menggerakkan kudanya dan  menghilang di dalam barisan, seakan-akan kita tidak merasakan sesuatu apapun,. Dan tiba-tiba Abdullah bin al-Mubarak telah berada di tempat tadi dia berada, di sebelahku, maka ia berkata, ‘Wahai Abdullah andaikata kamu mencerikatan hal ini tatakala aku hidup, maka aku akan berbuat ini dan itu’, ia menyebutkan kata-kata ancaman”.

Lihatlah bagaimana Abdullah berjuang di jalan Allah hanya mengharap ridhanya dan ia pun tidak ingin orang lain mengetahui apa yang telah ia lakukan, demi menjaga keikhlasan agar jangan sampai kebaikan itu dirampok iblis karena tercampuri riya’.

Indahnya Metode Dakwahnya

Amar ma’ruf nahi munkar adalah tugas seorang muslim, namun tidak semua orang bisa melaksanakan tugas ini dengan baik karena tidak mengetahui metode yang pas dalam kondisi yang berbeda-beda, tengoklah Ibnul Mubarak.

Pernah pada suatu hari ada seorang yang bersin di hadapannya, dan orang itu tidak mengucapkan alhamudulillah, maka Ibnul Mubarak berkata kepadanya, “Apakah yang seharusnya dikatakan oleh seseorang bila bersin?”, Orang itu berkata: “Alhamdulillah”, maka Ibnul Mubarak menyahut: “Yarhamukallah (Semoga Allah merahmatimu)”. Ibnul Mubarak tidak mencela atau menghardiknya melainkan mengingatkannya dengan sunah dan dengan cara melemparkan sebuah pertanyaan.

Ini adalah surat Imam Abdullah bin Al Mubarak di medan jihad kepada Imam Al Fudhail bin ‘Iyadh yang sedang asyik beribadah di Haramain (Mekkah dan Madinah). Berikut ini teksnya:
 روى الحافظ بن عساكر في ترجمة عبد الله بن المبارك من طريق محمد بن إبراهيم بن أبي سكينة، قال: أملى علي عبد الله بن المبارك هذه الأبيات بطرسوس، وودعته للخروج، وأنشدها معي إلى الفضيل بن عياض في سنة سبعين ومائة، وفي رواية سنة سبع وسبعين ومائة:
يا عابد الحرمين لو أبصرتنا ... لعلمت أنك في العبادة تلعب
من كان يخضب خده بدموعه ... فنحورنا بدمائنا تتخضب
أو كان يتعب خيله في باطل ... فيخولنا يوم الصبيحة تتعب
ريح العبير لكم ونحن عبيرنا ... وهج السنابك والغبار الأطيب
ولقد أتانا من مقال نبينا ... قول صحيح صادق لا يكذب
لا يستوي وغبار خيل الله في ... أنف امرئ ودخان نار تلهب
هذا كتاب الله ينطق بيننا ... ليس الشهيد بميت لا يكذب
قال: فلقيت الفضيل بن عياض بكتابه في المسجد الحرام، فلما قرأه ذرفت عيناه وقال:
صدق أبو عبد الرحمن ونصحني، ثم قال: أنت ممن يكتب الحديث؟ قال: قلت: نعم، قال فاكتب هذا الحديث كراء حملك كتاب أبي عبد الرحمن إلينا وأملى علي الفضيل بن عياض:
حدثنا منصور بن المعتمر عن أبي صالح عن أبي هريرة أن رجلا قال: يا رسول الله، علمني عملا أنال به ثواب المجاهدين في سبيل الله، فقال «هل تستطيع أن تصلي فلا تفتر، وتصوم فلا تفطر؟» فقال: يا رسول الله، أنا أضعف من أن أستطيع ذلك، ثم قال النبي صلى الله عليه وسلم «فو الذي نفسي بيده لو طوقت ذلك ما بلغت المجاهدين في سبيل الله، أو ما علمت أن الفرس المجاهد ليستن  في طوله، فيكتب له بذلك الحسنات» .

Al Haafizh Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dalam biografi Imam Abdullah bin Al Mubarak, dari jalan Muhammad bin Ibrahim bin Abi Sukainah, katanya: Abdullah bin Al Mubarak mendiktekan kepada saya bait-bait syair di daerah Tharsus. Lalu saya meninggalkannya dan pergi.  Saya membawa surat itu dan menjumpai Al Fudhail bin ‘Iyadh   pada tahun 170 –dalam riwayat lain tahun 177:
“Wahai ahli ibadah di dua tanah Haram ... seandainya kau melihat kami, niscaya kau akan tahu bahwa engkau dan ibadahmu itu hanyalah main-main belaka ..
Orang yang membasahi pipinya dengan linangan air matanya ... sementara kami membasahi leher kami  dengan darah-darah kami ..
Atau orang yang membuat lelah kuda perangnya dalam kesia-siaan ... sementara kuda-kuda kami lelah payah di medan pertempuran ..
 Aroma bagimu adalah wewangian yang semerbak,  sementara wewangian kami …. adalah pasir dan  debu-debu yang mengepul …
Telah datang kepada kita sabda sang nabi …. Perkataan yang jujur lagi benar dan tidak dusta …
Bahwa tidaklah sama debu-debu kuda di jalan Allah yang menempel di hidung seseorang dan kobaran asap dan api yang menyala-nyala …
Inilah kitabullah yang berbicara  di antara kita … orang mati syahid itu tidaklah mati, dan ini bukanlah kedustaan …”

 Muhammad bin Ubrahim bin Abi As Sukainah berkata: Saya menemui Al Fudhail bin ‘Iyadh di Masjidil Haram dan dia bersama surat itu. Ketika dia membacanya, nampak kedua matanya berlinang, dan dia berkata: “Abu Abdirrahman (Abdullah bin Al Mubarak) telah benar dan dia telah menasihatiku.” Muhammad bin Ibrahim bertanya: “Apakah engkau termasuk yang menuliskan haditsnya?” Beliau menjawab: “Ya”, lalu dia bekata lagi: “Tulislah hadits ini, sebagai balasan untukmu yang membawakan surat Abu Abdirrahman untukku.” Lalu Al Fudhail bin ‘Iyadh mendiktekan untukku:
BERKATA KEPADA KAMI MANSHUR BIN AL MU’ATAMAR, DARI ABU ASH SHAALIH, DARI ABU HURAIRAH, BAHWA  ADA SEORANG BERTANYA KEPADA NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM, APAKAH ADA AMAL PERBUATAN YANG SEBANDING DENGAN JIHAD FI SABILILLAH?, BELIAU MENJAWAB: “KALIAN TIDAK AKAN MAMPU.” MEREKA BERTANYA HINGGA DUA ATAU TIGA KALI, SEMUANYA DIJAWAB: “KALIAN TIDAK AKAN MAMPU.” BEGITU YANG KETIGA KALINYA, BELIAU BERSABDA:  “PERUMPAMAAN MUJAHID DI JALAN ALLAH BAGAIKAN SEORANG YANG BERPUASA, SHALAT MALAM, BERDZIKIR MEMBACA AYAT ALLAH, TIDAK PERNAH HENTI DARI PUASA DAN SHALATNYA ITU SAMPAI PULANGNYA SI MUJAHID  DI JALAN ALLAH TA’ALA.”  

PENAMPILAN YANG SEDERHANA

Walau memiliki harta yang berlimpah dan ilmu yang meruah ia tetap berpenampilan sederhana, namun manusia dapat mengukurnya dari gerak-gerik dan cara berbicaranya yang penuh sopan santun.

Diceritakan bahwa Abdullah bin al-Mubarak mendatangi Hammad bin Zaid salah seorang gurunya, di awal perjumpaan, Hammad takjub dengan sopan santun Ibnul Mubarak, maka ia bertanya kepadanya, “Dari mana Kamu?

‘Dari penduduk Khurasan, dari kota Merv’, jawab Ibnul Mubarak.

‘Apakah kamu kenal dengan satu orang yang bernama Abdullah bin al-Mubarak?’ tanya Hammad.

‘Iya’, jawabnya. ‘Bagaimana dia, apa yang dia perbuat?’

‘Dialah yang sedang berbicara denganmu’, mendengar itu maka Hammad menyalaminya dan menyambutnya dengan hangat.

KEMATIAN TIDAK PANDANG BULU

Setelah hidup kurang lebih 63 tahun, akhirnya Ibnul Mubarak menjumpai ajalnya.

Dan sebelum wafat, dikala ia menanti dan dalam sekarat, Abdullah bin al-Mubarak tetap berusaha untuk beramar ma’ruf. Abdullah al-‘Ajli berkata, “Ketika ajal menjeput Ibnul Mubarak, ada seseorang yang mentalkinnya, dia berkata; ‘katakanlah laa ilaha illallah’. Orang itu mengulang perkataan itu berulang kali. Maka Abdullah bin al-Mubarak berkata kepadanya, “Kamu tidak pandai melakukannya, aku khawatir kamu akan menyakiti orang Islam lain setelah aku, apabila kamu mentalkinku, dan aku telah mengatakan laa ilaha illahllah, maka biarkanlah aku, dan apabila aku mengeluarkan kata-kata lain, maka talkini aku lagi, sehingga ia menjadi akhir dari ucapanku”.

Ia wafat pada tahun 181 H. pemimpin umat Islam pada saat itu Khalifah Harun al-Rasyid ketika mendengar berita duka wafatnya Ibnul Mubarak ia berkata “Telah wafat penghulunya para ulama”.

Semoga kita bisa bercermin kepadanya, salah seorang pewaris nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah meninggalkan cermin elok dan tidak pudar.‎

Kisah Bahrom Al-Majusi Yang Mendapat Ridho Alloh


Si Penyembah Api yang Mendapatkan Ridlo Alloh

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
السخي قريب من الله قريب من الناس قريب من الجنة بعيد من النار
والبخيل بعيد من الله بعيد من الناس بعيد من الجنة قريب من النار
Rosulullah SAW bersabda : Orang yang dermawan (suka memberi) dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang kikir, jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga, dan dekat dengan neraka.

Hampir semua penduduk Baghdad mengenal kebesaran dan keharuman namanya. Disamping tekun beribadah, beliau dikenal sangat wira’i dan juga sangat dermawan. Ia adalah Abdullah bin Mubarok, seorang ulama besar yang sangat terkenal karena kedalaman ilmunya serta kearifannya.
(حكاية) قال عبد الله بن المبارك حججت سنة من السنين فكنت في حطيم إسماعيل فنمت فرأيت في المنام رسول الله صلى الله عليه وسلم وقال لي إذا رجعت إلى بغداد فادخل محلة كذا وكذا واطلب بهرام المجوسي وأقرئه مني السلام وقل له إن الله تعالى راض عنك فانتبهت فقلت لاحول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم هذه رؤيا من الشيطان فتوضأت وصليت وطفت بالكعبة ما شاء الله فغلبني النوم فرأيت كذلك ثلاثة مرات فلما أتممت بالحج ورجعت إلى بغداد وسألت عن المحلة والدار فوجدت شيخا فقلت أنت بهرام المجوسي قال نعم قلت هل لك عند الله خير قال نعم كان لي أربع بنات وأربع بنين وزوجتهن من أبنائي فقلت هذا حرام هل عندك غير ذلك قال نعم جعلت وليمة للمجوس في وقت تزويج البنات قلت هذا حرام هل عندك غير ذلك قال نعم كانت لي بنت من أجمل الناس ما وجدت لها كفئا فزوجتها من نفسي وجعلت وليمة أول ليلة دخلت بها فكان في تلك الليلة من المجوس أكثر من الألف فقلت هذا حرام أيضا هل عندك غير ذلك قال نعم الليلة التي وطئت فيها ابنتي جائت إمرأة مسلمة من أهل دينك تسرج من سراجي فأوقدت السراج وخرجت فأطفأته ورجعت فدخلت تفعل مثل ذلك ثلاث مرات فقلت في نفسي لعل هذه المرأة جاسوسة اللصوص فخرجت خلفها فلما دخلت هي منزلها على بنات لها قلن لها يا أماه هل جئت لنا بشيئ فإنه لم يبق لنا طاقة وصبر من الجوع فدمعت عيناها وقالت أستحيت من ربي أن أسأل أحدا دونه خصوصا من عدو الله الذي هو مجوسي قال بهرام فلما سمعت كلامها رجعت إلى داري وأخذت طبقا فملأته من كل شيئ وذهبت بنفسي إلى دارها قال عبد الله بن المبارك فقلت له هذا خير ولك البشارة وبشرته برؤيا رسول الله صلى الله عليه وسلم وقصصت عليه الرؤيا فقال أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله وخر من ساعته ميتا فغسلته وكفنته وصليت عليه ودفنته. وكان عبد الله المبارك يقول ياعباد الله إستعملوا السخاء مع خلق الله تعالى فإنه ينقل الأعداء إلى درجةالأحباء

HIKAYAT

Abdulloh Bin Mubarok Berkata : Pada suatu tahun aku melaksanakan ibadah haji , ketika aku berada di Hijr Ismail , aku tertidur dan bermimpi berjumpa dengan Rosulillah SAW.
Rosul SAW berkata padaku : Jika engkau kembali ke baghdad dan memasuki daerah/kampung anu , maka carilah seorang majusi yang bernama "Bahrom", sampaikan salamku padanya dan katakan padanya Allah meridhoimu" 
Aku terbangun dan membaca "Laa Haula Walaa Quwwata illaa Biillahil 'Aliyyil 'Azhiim" menurutku mimpi semacam ini datang dari syetan, kemudian aku merwudhu dan sholat dan aku thowaf di ka'bah, Maa Syaa`Allah ,aku tertidur lagi dan bermimpi dengan mimpi yang sama hingga tiga kali. Dan ketika aku telah selesai melaksanakan ibadah haji, aku kembali pulang ke baghdad, aku mencari dan bertanya tentang keberadaan Bahrom disetiap kampung dan rumah ,hingga aku menemukan seorang tua dan aku bertanya padanya : "Apakah engkau Bahrom al-majusy".
Ia menjawab : " Iya "
Aku bertanya : " Apakah engkau mempunyai amal yang disisi Allah bernilai kebaikan ?" , 
Ia Menjawab : " Ya ,Aku mempunyai empat orang anak perempuan dan empat orang laki-laki, Aku nikahkan empat anak perempuanku pada empat anak laki-laki ku".
Aku berkata : " Ini pekerjaan haram, Apakah ada amalan selain itu ?" 
Ia menjawab : " Ya , Aku membuat pesta untuk Majusi saat menikahkan puteri-puteriku ".
Aku berkata : " Ini pekerjaan haram, Apakah ada amalan selain itu ?"
Ia menjawab : " Ya, Aku mempunyai seorang lagi anak perempuan, dia sangat cantik dan aku tidak menemukan laki-laki yang sekufu` dengannya, maka aku sendiri yang menikahinya/mengawininya, dan aku membuat pesta saat malam pengantin dan hadir pada malam itu lebih dari seribu orang majusi ".
Aku berkata : " Ini pekerjaan haram, Apakah ada amalan selain itu ?"
Ia menjawab : " Ya , di malam pertama dimana aku menyetubuhi anak-ku , datanglah seorang wanita muslimah, beragama sepertimu, ia mencari api untuk menyalakan lampunya,kemudian ia keluar dan mematikan lampunya.kemudian wanita itu kembali dan masuk lagi ke rumahku untuk meminta api untuk menyalakan lampunya,namun ketika ia keluar ia mematikan kembali apinya, ia melakukan hal seperti itu  hingga tiga kali.
Aku berpikir dan curiga bahwa wanita ini mata-mata dari pencuri , maka ketika ia pulang aku membuntutinya dari belakang. Dan ketika ia memasuki rumahnya dan menemui anak-anak perempuannya.
Maka anak-anaknya berkata : " Wahai ibu... Apakah ada makanan yang engkau bawa yang bisa kami makan, kami sudah tidak kuat lagi menahan rasa lapar kami". Aku melihat wanita itu menangis.
Dan wanita itu berkata pada anak-anaknya : " Aku merasa malu pada Allah Tuhanku , untuk meminta sesuatu kepada selain-NYA ,terlebih meminta kepada seorang yang menjadi musuh allah dan beragama majusi ".
Bahrom berkata : ketika aku mendengar ucapan wanita itu dan menyaksikan kejadian tersebut, segera aku bergegas pulang ke rumahku dan aku mengambil wadah besar dan segera aku penuhi dengan makanan dan segala sesuatu yang akan aku berikan pada wanita itu dan anak-anaknya, segera aku kembali ke rumah wanita itu untuk memberikannya ".

Abdullah Bin Mubarok berkata pada Bahrom : " Amalan engkau yang ini merupakan kebaikan, dan aku akan menyampaikan kabar gembira untukmu".
Kemudian Abdullah Bin Mubarok menceritakan tentang mimpinya bertemu Rosulullah SAW ,dan ia menyampaikan salam dari Rosulallah SAW kepada Bahrom dan menyampaikan kabar bahwa Allah telah ridho pada amalan Bahrom.

Seketika itu Bahrom Al-Majusi mengucapkan Dua kalimah syahadat tanda ia masuk agama islam, Sesaat setelah ia mengucapkan syahadat , Bahrom pun terjatuh dan meninggal dunia. Aku (Abdullah Bin Mubarok) memandikannya,mengkafaninya dan mensholatkannya dan kemudian aku memakamkan nya.

Abdullah Bin Mubarok berkata : " Wahai Hamba-hamba Allah , berlakulah dan bersikaplah welas asih kepada sesama makhluq Allah , Maha sesungguhnya dengan sifat welas asih itu Allah memindahkan seorang ( Bahrom) dari asalnya menjadi musuh Allah kepada derajat orang yang dicintai-Nya.
Dari kisah itu dapat diambil sebagai pelajaran, yaitu  pentingnya bersedekah. Sedekah yang ikhlas akan menghapus semua kesalahan atau dosa-dosa yang pernah dilakukan.

Siapa yang menyangka seorang pendeta seperti Bahram mendapat kemuliaan di sisi Allah. semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah sehingga merasa ringan dan ikhlas memberikan sebagian harta kita kepada orang-orang yang membutuhkannya. Juga mengingatkan kita agar tidak selalu curiga bila saudara-saudara kita yang Kristen atau dari agama lain yang memberikan bantuan kepada umat muslim, yang sering kita curigai propaganda misioneris dan lain-lain.
اللهم اختم لنا بالصالحة والشهادة والمغفرة ، آمين يا تواب

Ya Allah, Ketika ajal kami telah datang, Akhiri hayat kami dengan Amal Sholeh , Syahadah dan Pengampunan-Mu.
Kabulkanlah permohonan kami wahai Dzat Yang Maha Menerima Taubat.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...