Rabu, 20 Oktober 2021

Bermohonlah Pada Alloh, Apa Yang Alloh Kehendaki Pasti Terjadi


Banyak orang yang mengeluh mengapa hidupnya selalu dirudung kesulitan, berbagai usaha yang dirintis selalu berakhir dengan kegagalan. Hutang menumpuk, hidup sulit , rumah tangga selalu dipenuhi pertengkaran yang tak kunjung habis. Hati selalu bertanya mengapa hidup sulit seperti ini, adakah jalan keluar? Mengapa doa seakan tidak berjawab, mengapa Allah seakan tidak peduli?. Mereka yang tidak sabar menghadapi kesulitan itu akan mengambil jalan pintas, dengan mendatangi pesugihan, dukun dan paranormal, melakukan perbuatan curang seperti mencuri, merampok, menipu dan lain sebagainya.

Semua masalah dan kesulitan yang dialami pasti bisa diatasi bersama Allah. Dia  pasti menolong orang yang bersungguh sungguh berdoa dan memohon padaNya. Allah  amat dekat pada hambaNya yang yakin dan selalu momohon pertolonganNya. Orang yang tidak memperdulikan Allah maka Allahpun tidak memperdulikannya. Orang yang selalu ingat dan berdoa padaNya , Allah akan memperhatikan dan mencukupkan semua hajat kebutuhannya.‎

Jika hidup selalu dirudung malang dan berbagai kesulitan, periksalah mungkin kita kurang mendekatkan diri pada Allah. Mungkin kita enggan dan sombong untuk berdoa padaNya. Sejukan hati dengan mendengarkan beberapa ayat Qur’an berikut tadabburnya  sebagai berikut  dibawah ini.

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 

مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (2) 

Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS Fathir Ayat 2)

Allah Swt. menyebutkan bahwa apa saja yang dikehendaki-Nya pasti ada, dan apa saja yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak ada. Tiada seorang pun yang dapat mencegah apa yang Dia berikan, dan tiada seorang pun yang dapat memberi apa yang Dia cegah.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ، حَدَّثَنَا مُغِيرَةُ، أَخْبَرَنَا عَامِرٌ، عَنْ ورَّاد -مَوْلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ-قَالَ: كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ: اكْتُبْ لِي بِمَا سمعتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَدَعَانِي الْمُغِيْرَةُ فَكَتَبْتُ إِلَيْهِ: إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ من الصلاة قال: "لا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الجَدّ مِنْكَ الجَدّ"، وَسَمِعْتُهُ يَنْهَى عَنْ قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةِ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ، وَعَنْ وَأْدِ الْبَنَاتِ، وَعُقُوقِ الْأُمَّهَاتِ، ومَنْع وهَات.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Mugirah, telah menceritakan kepada kami Amir, dari Warid maula Al-Mugirah ibnu Syu'bah yang mengatakan, bahwa sesungguhnya Mu'awiyah pernah berkirim surat kepada Al-Mugirah ibnu Syu'bah r.a. yang isinya menyebutkan, "Tuliskanlah buatku apa yang pernah engkau dengar dari Rasulullah Saw.”Maka Al-Mugirah berdoa untukku, lalu aku berkirim surat dengan menuliskan, "Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. apabila telah selesai dari salat mengucapkan doa berikut: 'Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya Kerajaan dan bagi-Nya segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tiada seorang pun yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan, dan tiada seorang pun yang dapat memberi terhadap apa yang Engkau cegah, dan tiada seorang pun yang dapat memberikan suatu manfaat tanpa seizin dari-Mu betapapun besarnya dia.' Dan aku pernah mendengar beliau Saw. melarang banyak bicara, banyak bertanya, menghambur-hamburkan harta, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menyakiti ibu, bersifat kikir, serta suka meminta-minta.

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui berbagai jalur dari orang yang menyampaikannya.

Disebutkan pula di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Sa’id Al-Khudri r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. apabila mengangkat kepalanya dari rukuk mengucapkan doa berikut:

"سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمْدُهُ، اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، مَلْءَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَمَلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ. اللَّهُمَّ، أهلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ. أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ، وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ. اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الجَدّ مِنْكَ الْجَدُّ"

Allah Maha Mendengar terhadap orang yang memuji-Nya, Ya Allah, Tuhan kami, bagi-Mulah segala puji sepenuh langit dan bumi dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki dari sesuatu sesudahnya. Ya Allah, Pemilik segala pujian dan keagungan, sebagai perkataan yang paling berhak diucapkan oleh seorang hamba, dan kami semua adalah hamba-Mu. Ya Allah, tiada seorang pun yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan, dan tiada seorang pun yang dapat memberi apa yang Engkau cegah, dan tidak dapat memberi manfaat apa pun keagungan seseorang di hadapan keagungan-Mu.

Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu:

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu. (Al-An'am: 17)
Ayat yang semakna masih banyak.

Dan Imam Malik rahimahullah telah mengatakan bahwa Abu Hurairah r.a. pernah mengatakan bahwa dahulu apabila diberi hujan, mereka mengatakan, 'Kita diberi hujan oleh bintang Fat-h (yakni munculnya bintang itu sebelumnya)," lalu Abu Hurairah membacakan firman-Nya: Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Fathir: 2)
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dari Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Abu Hurairah r.a.

Didalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa apa saja rahmat yang dibukakan bagi seseorang tidak ada satu kekuatanpun yang bisa mencegahnya. Demikian pula apa saja yang ditahan Allah dari seseoang tidak ada seseorangpun yang bisa memberikannya selain Allah . Tanamkan keyakinan didalam diri kita masing masing bahwa apa saja rahmat yang dibukakan Allah bagi kita , tidak ada satu kekuatanpun yang bisa mencegahnya. Mohon pada Allah agar ia membukakan pintu rahmat bagi kita dari langit dan bumi. Mohon pada Allah agar Ia membukakan pintu rahmat bagi kita dari segala penjuru yang dikehendakiNya. Mohon pada Allah agar Dia tidak menutup pintu rahmatnya bagi kita. Karena jika Dia menutup pintu RahmatNya , tidak ada yang bisa membukakan selain Dia sendiri.

Dalam ayat ini Allah juga mengingatkan agar kita mengenang dan ingat berbagai nikmat yang telah diberikanNya pada kita. Yakinkan dalam hati bahwa tidak ada yang bisa memberikan rezeki bagi kita dari langit dan bumi selain Allah, tidak sepantasnya kita berpaling dari Dia yang menguasai perbendaharaan kekayaan dilangit dan bumi. Mohon pada Allah agar kita diberi kekuatan untuk selalu bersyukur dengan berbagai nikmat yang telah diberikannya pada kita.
Dengarkan bacaan ayat tersebut diatas berikut tadabburnya  dengan sungguh sungguh, hayati dan resapi maknanya. Mintalah pada Allah agar Ia membukakan pintu rahmatnya dari segala penjuru yang dikehendaki. Mintalah pada Allah agar diberi kekuatan untuk mengenang dan mensyukuri berbagai nikmat yang telah diberikanNya pada kita.

Lapang Hati Membuat Kedamaian Jiwa


Hiruk pikuk kehidupan dengan berbagai bentuk aktivitas yang terus bergulir tanpa henti sering melahirkan halangan dan tantangan yang mengantar seorang hamba kepada gundah gulana dan ketidaktenangan hati. Namun bagi seorang mukmin sejati, cahaya Al-Qur’ân dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam adalah penerang jalan menuju kepada kehidupan indah yang senantiasa membuat dadanya lapang dan bercahaya.

Hidup dengan dada yang lapang adalah suatu nikmat yang sangat berharga dan dambaan setiap insan. Renungilah besarnya nikmat ini sehingga Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan Nabi-Nya terhadap karunia tersebut dalam firman-Nya,

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (QS. Al-Insyirâh :1)

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ (125)

Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) I‎slam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa pada orang-orang yang tidak beriman. (QS Al-An'am: 125)
Firman Allah Swt.:

{فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ}

Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama)Islam. (Al-An'am: 125)

Yaitu memudahkan jalan baginya untuk memeluk Islam, memberinya semangat, serta melancarkannya untuk memeluknya; hal ini merupakan alamat kebaikan bagi orang yang bersangkutan. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

{أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ }

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya. (Az-Zumar: 22), hingga akhir ayat.

{وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ}

tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hati kalian serta menjadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.(Al-Hujurat: 7)

Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125)  mengatakan bahwa Allah melapangkan dadanya kepada ajaran tauhid dan iman kepada-Nya. 

Hal yang sama telah dikatakan oleh Abu Malik dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Makna ini sudah jelas.

قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا الثَّوْرِيُّ، عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ قَالَ: سُئل النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ؟ قَالَ: "أَكْثَرُهُمْ ذِكْرًا لِلْمَوْتِ، وَأَكْثَرُهُمْ لِمَا بعده استعدادًا". قال: وَسُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: {فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ} وَقَالُوا: كَيْفَ يَشْرَحُ صَدْرَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "نُورٌ يُقْذَف فِيهِ، فَيَنْشَرِحُ لَهُ وَيَنْفَسِحُ". قَالُوا: فَهَلْ لِذَلِكَ مِنْ أَمَارَةٍ يُعرف بِهَا؟ قَالَ: "الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الخُلُود، والتَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ لِقَاءِ الْمَوْتِ"

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ja'far yang mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah ditanya, "Orang beriman manakah yang paling cerdas akalnya?" Nabi Saw. menjawab: Orang yang paling banyak mengingat mati di antara mereka dan yang paling banyak membekali dirinya untuk kehidupan sesudah mati.Dan Nabi Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125) Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan melapangkan dadanya?" Rasulullah Saw. bersabda: Merupakan suatu nur yang dipancarkan ke dalam dadanya, sehingga dada orang yang bersangkutan menjadi lapang dan mau menerimanya. Mereka bertanya, "Apakah hal tersebut ada tanda-tanda yang menjadi alamatnya?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Selalu ingat hari kembali ke alam kekekalan, menjauh keduniawian yang memperdaya, dan membekali diri untuk menghadapi kematian sebelum maut datang menjemputnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Qubaisah, dari Sufyan (yakni As-Sauri), dari Amr ibnu Murrah, dari seorang lelaki yang dijuluki dengan panggilan Abu Ja'far tinggal di Madain, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk(memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125) Kemudian disebutkan hadis yang semisal dengan hadis di atas.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ الْفُرَاتِ الْقَزَّازِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ} قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا دَخَلَ الْإِيمَانُ الْقَلْبَ انْفَسَحَ لَهُ الْقَلْبُ وَانْشَرَحَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ لِذَلِكَ مِنْ أَمَارَةٍ؟ قَالَ: "نَعَمْ، الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ، وَالتَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ الْمَوْتِ".

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari Al-Hasan ibnu Furat Al-Qazzaz, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ja'far yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125) Lalu Rasulullah Saw. bersabda:"Apabila iman telah masuk ke dalam kalbu, maka kalbu menjadi lapang dan senang menerimanya.”Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hal tersebut ada tanda-tandanya?”Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, yaitu selalu ingat kepada hari kembali ke alam keabadian (akhirat), menjauhi keduniawian yang memperdaya, dan membekali diri untuk kematian sebelum maut datang kepadanya."‎

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Siwar ibnu Abdullah Al-Anbari, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis dari Abdullah ibnu Murrah, dari Abu Ja'far, kemudian disebutkan hadis yang semisal.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ، حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْس، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ المِسْوَر قَالَ: تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هذه الآية: {فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ} قَالُوا:: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذَا الشَّرْحُ؟ قَالَ: "نُورٌ يُقْذَفُ بِهِ فِي الْقَلْبِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَهَلْ لِذَلِكَ مِنْ أَمَارَةٍ ؟ قَالَ "نَعَمْ" قَالُوا: وَمَا هِيَ؟ قَالَ: "الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ، وَالتَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ الْمَوْتِ"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, dari Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Murrah, dari Abdullah ibnu Miswar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. (Al-An'am: 125) Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan kelapangan ini?' Rasulullah Saw. bersabda "Merupakan nur yang dimasukkan ke dalam kalbu orang yang bersangkutan." Mereka ber­tanya, "Apakah hal tersebut mempunyai tanda untuk mengenalnya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Mereka bertanya, "Apakah tanda-tanda itu?" Rasulullah Saw. bersabda: Selalu ingat akan hari kembali ke alam kekekalan (hari akhirat), menjauhi perkara duniawi yang memperdayakan, dan bersiap-siap untuk mati sebelum maut datang.‎

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ أَيْضًا: حَدَّثَنِي هِلَالُ بْنُ الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ وَاقَدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلمَة، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحِيمِ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي أنَيْسة، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ ابن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا دَخَلَ النُّورُ الْقَلْبَ انْفَسَحَ وَانْشَرَحَ". قَالُوا: فَهَلْ لِذَلِكَ مِنْ عَلَامَةٍ يُعْرَفُ بِهَا؟ قَالَ: "الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ، وَالتَّنَحِّي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ لُقي الْمَوْتِ"

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Hilal ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdul Malik ibnu Waqid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim, dari Abu Abdur Rahman, dari Zaid ibnu Abu Anisah, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah ibnu Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila nur masuk ke dalam kalbu, maka dada terasa lapang dan lega. Mereka bertanya, "Apakah hal tersebut ada tanda pengenalnya?" Rasulullah Saw. menjawab:Mengingat akan hari kembali ke alam kekekalan(hari akhirat), menghindari keduniawian yang memperdayakan, dan bersiap-siap untuk mati(berbekal untuk mati) sebelum maut datang menjemput.
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur lain dari Ibnu Mas'ud secara muttasil dan marfu. 
فَقَالَ: حَدَّثَنِي بن سِنان الْقَزَّازُ، حَدَّثَنَا مَحْبُوبُ بْنُ الْحَسَنِ الْهَاشِمِيُّ، عَنْ يُونُسَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: {فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ} قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يُشْرَح صَدْرُهُ؟ قَالَ: "يَدْخُلُ الْجَنَّةَ فَيَنْفَسِحُ". قَالُوا: وَهَلْ لِذَلِكَ عَلَامَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "التَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِلَ الْمَوْتُ"

Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Sinan Al-Fazzaz, telah menceritakan kepada kami Mahbub ibnul Hasan Al-Hasyim dari Yunus, dari Abdur Rahman ibnu Ubaidillah ibnu Atabah, dari Abdullah ibnu Mas'ud dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama)Islam. (Al-An'am: 125) Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah proses pelapangan dadanya?" Rasulullah Saw. bersabda: Nur masuk ke dalam kalbunya, lalu kalbunya menjadi lapang. Mereka bertanya, "Apakah hal tersebut ada tandanya, wahai Rasulullah?" Rasulullah Saw. menjawab: Menjauh dari keduniawian yang memperdayakan, dan selalu ingat akan hari kembali ke alam kekekalan(hari akhirat), serta bersiap-siap menghadapi kemaiian sebelum maut datang menjemputnya.‎

Demikianlah jalur-jalur hadis ini, sebagiannya ada yang mursal, sebagian lainnya muttasil, sebagian darinya memperkuat sebagian yang lain. 

Firman Allah Swt.:

{وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا}

Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit. (Al-An'am: 125)

Lafaz dayyiqan ada yang membacanya daiqan tanpa tasydid, yakni dengan huruf ya yang di-sukun-kan, tetapi kebanyakan ulama ahli qiraat membacanya dayyiqan. Kedua qiraat ini sama halnya dengan lafaz hainin dan hayyin.
Sebagian ulama membaca haruan yang artinya berdosa, menurut apa yang dikatakan oleh As-Saddi. Menurut pendapat yang lain bermakna seperti pada qiraat lainnya, yaitu harijan, yang artinya tidak dapat menampung sesuatu pun dari hidayah dan tidak ada sesuatu pun bermanfaat dapat menembusnya, yaitu berupa iman. Maksudnya, iman tidak dapat menembus hatinya. Sahabat Umar ibnul Khattab r.a. pernah bertanya kepada seorang lelaki dari kalangan orang-orang Arab Badui dari Bani Mudlaj mengenai makna al-harijah. Maka lelaki Badui itu menjawab bahwa ‎harijah ialah sejenis pohon yang terletak di antara pepohonan lainnya, tetapi sulit dicapai oleh ternak gembala, sulit pula dicapai oleh hewan liar. Dengan kata lain, tiada sesuatu pun yang dapat mencapainya. Demikian pula kalbu orang-orang munafik, tiada suatu kebaikan pun yang dapat mencapai (menembus)nya.

Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menjadikan Islam sebagai hal yang sempit untuknya, padahal Islam luas. Seperti yang diungkapkan-Nya dalam firman-Nya:

{وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ}

dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan. (Al-Hajj: 78)

Yakni Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian agama Islam sebagai suatu kesempitan.
Mujahid dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesak lagi sempit. (Al-An'am: 125) Yaitu sakit.

Ata Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sesak lagi sempit. (Al-An'am: 125) Maksudnya, tiada jalan masuk bagi kebaikan untuk menembusnya.

Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Ibnu Juraij sehubungan dengan makna firman-Nya: sesak lagi sempit. (Al-An'am: 125) Yakni tidak dapat memuat kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah'. Kaiimah ini tidak dapat masuk ke dalam kalbunya, seakan-akan bagaikan orang yang naik ke langit karena sulitnya hal itu baginya.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit. (Al-An'am:125) Bahwa ‎hidayah tidak menemukan jalan masuk ke dalam kalbunya, melainkan hanya kesulitan belaka yang dijumpainya.

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan ia sedang mendaki ke langit. (Al-An'am: 125) karena dadanya terasa sempit.

Ata Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. (Al-An'am: 125) Bahwa perumpamaan orang tersebut sama dengan orang yang tidak mampu naik ke langit.
Al-Hakam ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan ia sedang mendaki ke langit. (Al-An'am: 125)

Bahwa sebagaimana seorang manusia tidak mampu mencapai langit, maka tauhid dan iman tidak mampu pula masuk ke dalam kalbunya, kecuali jika Allah sendiri yang memasukkannya.
Al-Auza'i telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: seakan-akan ia sedang naik ke langit. (Al-An'am: 125)

Yakni mana mungkin seseorang yang hatinya dijadikan sempit oleh Allah menjadi seorang muslim.

Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa hal ini merupakan suatu perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan kalbu orang kafir dalam hal kesempitannya yang sangat sehingga iman tidak dapat sampai kepadanya. Ibnu Jarir mengatakan, sikap si kafir yang menolak tidak mau menerima iman dan kesempitan kalbunya untuk dapat dicapai oleh iman diumpamakan dengan keengganannya untuk naik ke langit dan ketidakmampuannya untuk melakukan hal tersebut, mengingat pekerjaan itu memang tidak akan mampu dilakukannya dan di luar kemampuannya. 

Ibnu Jarir mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: 

{كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ}

Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (Al-An'am: 125) 

Sebagaimana Allah menjadikan dada orang yang Dia kehendaki kesesatannya menjadi sesak lagi sempit, maka Allah menguasakan setan kepadanya dan kepada orang-orang yang semisal dengannya dari kalangan orang-orang yang menolak untuk beriman kepada Allah dan Rasui-Nya. Lalu setan menyesatkannya dan menghalang-halanginya dari jalan Allah.

Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna rijsun dalam ayat ini ialah setan.
Mujahid mengatakan, rijsun artinya setiap sesuatu yang tidak ada suatu kebaikan pun di dalamnya.

Menurut Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam,rijsun artinya azab.

Jangan Takut Miskin Dengan Berinfaq Di Jalan Alloh


Sebagian orang beranggapan bahwa mengeluarkan harta dalam bentuk zakat, infak dan sedekah fisabilillah akan mengurangi jumlah nominal harta, bahkan bisa menyebabkan kefakiran. Hal ini wajar, karena sifat dasar manusia adalah pelit. Selain itu, setan selalu menggoda orang yang akan berinfak agar takut kepada kefakiran. ‎Hal ini wajar, karena sifat dasar manusia adalah pelit. Ditambah lagi syetan selalu menakut-nakuti orang yang akan berinfak dengan kefakiran. Tujuannya agar mereka tidak mendapat pahala dan kebaikan yang menjadi sarana masuk surga.
Allah Ta'ala berfirman,

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat buruk (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 268)

Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah Ta'ala, "Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan", maksudnya: ia menakut-nakuti kalian dengan kefakiran supaya kalian tetap menggenggam tangan kalian, sehingga tidak menginfakkanya dalam keridhaan Allah.

"Dan menyuruh kamu berbuat buruk", maksudnya: bersama larangannya kepada kalian dari berinfak karena takut miskin, Setan menyuruh kalian dengan kemaksiatan, perbuatan dosa, keharaman, dan menyalahi perintah al-Khallaq (pencipta; yakni Allah Ta'ala)."  

Al-Jazairi berkata dalam menafsirkan "Dan menyuruh kamu berbuat buruk": dia (setan) menyeru kalian untuk mengerjakan perbuatan buruk, di antaranya bakhil dan kikir. Karenanya Allah Ta'ala memperingatkan para hamba-Nya dari setan dan godaannya, lalu mengabarkan bahwa setan menjanjikan dengan kefakiran, artinya: menakut-nakuti mereka dengan kemiskinan sehingga mereka tidak mengeluarkan zakat dan shadaqah. (Sebaliknya) ia menyuruh mereka untuk berbuat buruk sehingga mengeluarkan harta mereka dalam keburukan dan kerusakan, serta bakhil mengeluarkannya untuk kebaikan dan kemaslahatan umum."

Padahal sebaliknya. Harta yang dikeluarkan fi sabilillah (di jalan Allah) akan mendatangkan keberkahan. Yakni menambah kebaikan dari harta itu dan berkembang menjadi banyak seperti dalam firman Allah Ta'ala,

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah." (QS. Al-Baqarah: 276)

Makna Allah menyuburkan sedekah adalah memperbanyak dan mengembangkannya di dunia. Sedangkan di akhirat, Allah menjaganya semenjak di keluarkan harta tersebut untuk infak. Penjagaan ini seperti seseorang menjaga benih yang ditanamnya dengan diperhatikan dan dipupuk sampai benih tersebut menjadi pohon yang besar. Atau seperti seseorang yang menjaga dan memelihara anak kuda yang masih kecil, ia beri makan dan ia rawat dengan baik sehingga menjadi kuda yang besar dan tangguh. Artinya pahala besar akan ia peroleh walaupun melalui infak yang sedikit.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman:

أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ عَلَيْكَ

"Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya aku berinfak kepadamu." (Muttafaq 'Alaih) Maknanya adalah Aku beri ganti yang lebih baik untukmu. Ini selaras dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ

"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya." (QS. Saba': 39)

Hadits ini sangat agung. Ia mengandung perintah untuk bersedekah dalam kebaikan dan berinfak fi sabilillah. Lalu anjuran untuk bergembira dengan ganti dari kemurahan Allah Ta'ala. Bahwa sedekah dan infak termasuk sebab utama datangnya keberkahan dan dilipatgandakannya rizki. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberi ganti dengan surga bagi siapa yang berinfak di jalan-Nya.‎

Al-qur’an membuat perumpamaan bagi orang yang bersedekah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Hal ini karena begitu banyaknya pahala yang diterima oleh orang yang bersedekah.

Banyak hadis maupun ayat-ayat al-qur’an yang menginterpretasikan tentang dilipatgandakannya pahala orang yang bersedekah. Sebab sedekah itu merupakan bentuk kepedulian sosial, membantu orang yang sedang membutuhkan, menolong fakir miskin, sekaligus menghilangkan sifat rakus, egois dan materialistis yang bercokol di dalam jiwa. Tentu saja sedekah yang dilakukan itu harus didasari denga keikhlasan tanpa mengharapkan imbalan uang sepeserpun, juga harapan-harapan lain yang disandarkan kepada selain Allah. Bila sedekah ini dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan syari’at, insya Allah pahala yang diterimanya berlipat ganda, sampai Allah menganalogikan banyaknya pahala orang yang bersedekah itu seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya dalam surat al-Baqarah ayat 261.

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (261) 

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Al-Baqoroh Ayat 261)

Hal ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah Swt. untuk menggambarkan perlipatgandaan pahala bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah dan mencari keridaan-Nya. Setiap amal kebaikan itu dilipatgandakan pahalanya menjadi sepuluh kali lipat, sampai kepada tujuh ratus kali lipat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

{مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ}

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. (Al-Baqarah: 261)

Yang dimaksud dengan 'jalan Allah' menurut Sa'id ibnu Jubair ialah dalam rangka taat kepada Allah Swt.

Menurut Makhul, yang dimaksud dengan 'jalan Allah' ialah menafkahkan hartanya untuk keperluan berjihad, seperti mempersiapkan kuda dan senjata serta lain-lainnya untuk tujuan berjihad.

Syabib ibnu Bisyr meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa menafkahkan harta untuk keperluan jihad dan ibadah haji pahalanya dilipatgandakan sampai tujuh ratus kali lipat. Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:

{كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ}

serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. (Al-Baqarah: 261)

Perumpamaan ini lebih berkesan dalam hati daripada hanya menyebutkan sekadar bilangan tujuh ratus kali lipat, mengingat dalam ungkapan perumpamaan tersebut tersirat pengertian bahwa amal-amal saleh itu dikembangkan pahalanya oleh Allah Swt. buat para pelakunya, sebagaimana seorang petani menyemaikan benih di lahan yang subur. Sunnah telah menyebutkan adanya perlipatgandaan tujuh ratus kali lipat ini bagi amal kebaikan.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ الرَّبِيعِ أَبُو خِدَاش، حَدَّثَنَا وَاصِلٌ مَوْلَى ابْنِ عُيَيْنَةَ، عَنْ بَشَّارِ بْنِ أَبِي سَيْفٍ الْجُرْمِيِّ، عَنْ عِيَاضِ بْنِ غَطِيفٍ قَالَ: دَخَلْنَا عَلَى أَبِي عُبَيْدَةَ [بْنِ الْجَرَّاحِ] نَعُودُهُ مِنْ شَكْوَى أَصَابَهُ -وَامْرَأَتُهُ تُحَيْفَة قَاعِدَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ -قُلْنَا: كَيْفَ بَاتَ أَبُو عُبَيْدَةَ؟ قَالَتْ: وَاللَّهِ لَقَدْ بَاتَ بِأَجْرٍ، قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ: مَا بَتُّ بِأَجْرٍ، وَكَانَ مُقْبِلًا بِوَجْهِهِ عَلَى الْحَائِطِ، فَأَقْبَلَ عَلَى الْقَوْمِ بِوَجْهِهِ، وَقَالَ: أَلَا تَسْأَلُونِي عَمَّا قُلْتُ؟ قَالُوا: مَا أَعْجَبَنَا مَا قَلْتَ فَنَسْأَلُكَ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "مَنْ أَنْفَقَ نَفَقَةً فَاضِلَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبِسَبْعِمِائَةٍ، وَمَنْ أَنْفَقَ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ، أَوْ عَادَ مَرِيضًا أَوْ مازَ أَذًى، فَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ يَخْرُقْهَا، وَمَنِ ابْتَلَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، بِبَلَاءٍ فِي جَسَدِهِ فَهُوَ لَهُ حِطَّةٌ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnur Rabi' Abu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Wasil maula Ibnu Uyaynah, dari Basysyar ibnu Abu Saif Al-Jurmi, dari lyad ibnu Gatif yang menceritakan bahwa kami datang ke rumah Abu Ubaidah dalam rangka menjenguknya karena ia sedang mengalami sakit pada bagian lambungnya. Saat itu istrinya bernama Tuhaifah duduk di dekat kepalanya. Lalu kami berkata, "Bagaimanakah keadaan Abu Ubaidah semalam?" Tuhaifah menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya dia menjalani malam harinya dengan berpahala." Abu Ubaidah menjawab, "Aku tidak menjalani malam hariku dengan berpahala." Saat itu Abu Ubaidah menghadapkan wajahnya ke arah tembok, lalu ia menghadapkan wajahnya ke arah kaum yang menjenguknya dan berkata, "Janganlah kalian menanyakan kepadaku tentang apa yang telah kukatakan." Mereka berkata, "Kami sangat heran dengan ucapanmu itu, karenanya kami menanyakan kepadamu, apa yang dimaksud dengannya?" Abu Ubaidah berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:Barang siapa yang membelanjakan sejumlah harta lebihan di jalan Allah, maka pahalanya diperlipatgandakan tujuh ratus kali. Dan barang siapa yang membelanjakan nafkah buat dirinya dan keluarganya atau menjenguk orang yang sakit atau menyingkirkan gangguan (dari jalan), maka suaiu amal kebaikan (pahalanya) sepuluh kali lipat kebaikan yang semisal. Puasa adalah benteng selagi orang yang bersangkutan tidak membobolnya. Dan barang siapa yang mendapat suatu cobaan dari Allah Swt. pada tubuhnya, maka hal itu baginya merupakan penghapus (dosa).

Imam Nasai meriwayatkan sebagian darinya dalam Bab "Puasa" melalui hadis yang berpredikat mausul, sedangkan dari jalur lain berpredikat mauquf.

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: 


حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ سُلَيْمَانَ، سَمِعْتُ أَبَا عَمْرٍو الشَّيْبَانِيَّ، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ: أَنَّ رَجُلًا تَصَدَّقَ بِنَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "لَتَأْتِيَنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِسَبْعِمِائَةِ نَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ".

Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar Abu Amr Asy-Syaibani menceritakan hadis berikut dari Ibnu Mas'ud, bahwa ada seorang lelaki menyedekahkan seekor unta yang telah diberi tali kendali, maka Rasulullah Saw. bersabda: ‎Sesungguhnya kamu akan datang di hari kiamat nanti dengan membawa tujuh ratus ekor unta yang telah diberi tali kendali.

Imam Muslim dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Sulaiman ibnu Mihran, dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama. Lafaz menurut riwayat Imam Muslim seperti berikut:

جَاءَ رَجُلٌ بِنَاقَةٍ مَخْطُومَةٍ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ. فَقَالَ: "لَكَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَبْعُمِائَةِ نَاقَةٍ".

Seorang lelaki datang dengan membawa seekor unta yang telah diberi tali kendali, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, unta ini untuk sabilillah." Maka beliau Saw. bersabda, "Kamu kelak di hari kiamat akan mendapatkan tujuh ratus ekor unta karenanya."

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan: 

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مَجْمَع أَبُو الْمُنْذِرِ الْكِنْدِيُّ، أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ الْهِجْرِيِّ، عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، جَعَلَ حَسَنَةَ ابْنِ آدَمَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَّا الصَّوْمَ، وَالصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ إِفْطَارِهِ وَفَرْحَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ المسك"

Telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Majma' Abul Munzir Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah menjadikan suatu amal kebaikan anak Adam menjadi sepuluh kali lipat sampai dengan tujuh ratus kali lipat pahala kebaikan, selain puasa.Puasa (menurut firman Allah Swt) adalah untuk-Ku, Akulah yang membalasnya (secara langsung). Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan; satu kegembiraan di saat ia berbuka, dan kegembiraan yang lain (diperolehnya) pada hari kiamat. Dan sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada minyak misik (kesturi).

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa: 

حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَى مَا شَاءَ اللَّهُ، يَقُولُ اللَّهُ: إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ طَعَامَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ، ولخُلُوف فِيه أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ. الصَّوْمُ جُنَّةٌ، الصَّوْمُ جُنَّةٌ"

Telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Semua amal (kebaikan) anak Adam diperlipatgandakan, suatu amal baik menjadi sepuluh kali lipat pahala kebaikan sampai dengan tujuh ratus kali lipat, dan sampai bilangan yang dikehendaki oleh Allah. Allah berfirman, "Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku, Akulah yang akan membalasnya (secara langsung); orang yang puasa meninggalkan makan dan minumnya karena demi Aku." Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan; satu kegembiraan di saat ia berbuka, dan kegembiraan yang lain di saat ia bersua dengan Tuhannya. Dan sesungguhnya bau mulut orang yang puasa itu lebih wangi di sisi Allah (menurut Allah) daripada minyak kesturi. Puasa adalah benteng, puasa adalah benteng.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Abu Sa'id Al-Asyaj, keduanya meriwayatkan hadis ini dari Waki' dengan lafaz yang sama.

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, disebutkan bahwa: 

حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ، عَنْ زَائِدَةَ، عَنِ الرُّكَيْنِ، عَنْ يُسَيْر بْنِ عَمِيلَةَ عَنْ خَرِيمِ بْنِ فَاتِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَنْفَقَ نَفَقَةً فِي سَبِيلِ اللَّهِ تُضَاعَفُ بِسَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ"

Telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Ali, dari Zaidah, dari Ad-Dakin, dari Bisyr ibnu Amilah, dari Harim ibnu Fatik yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membelanjakan sejumlah harta di jalan Allah, maka pahalanya dilipatgandakan menjadi tujuh ratus kali lipat.

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Abu Daud;

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ السَّرْحِ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَيُّوبَ وَسَعِيدِ بْنِ أَبِي أَيُّوبَ، عَنْ زَبَّانَ بْنِ فَائِدٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ الصَّلَاةَ وَالصِّيَامَ وَالذِّكْرَ يُضَاعَفُ عَلَى النَّفَقَةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ سَبْعَمِائَةِ ضِعْفٍ"

Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnus Sarh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Yahya ibnu Ayyub dan Sa'id ibnu Abu Ayyub, dari Zaban ibnu Faid, dari Sahl ibnu Mu'az, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya salat, puasa, dan zikir dilipatgandakan pahalanya menjadi tujuh ratus kali lipat di atas membelanjakan harta di jalan Allah.

Hadis lain diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, disebutkan bahwa: 

حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَرْوَانَ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ، عَنِ الْخَلِيلِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: "من أَرْسَلَ بِنَفَقَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَقَامَ فِي بَيْتِهِ فَلَهُ بِكُلِّ دِرْهَمِ سَبْعُمِائَةِ دِرْهَمٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ غَزَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَأَنْفَقَ فِي جِهَةِ ذَلِكَ فَلَهُ بِكُلِّ دِرْهَمِ سَبْعُمِائَةِ أَلْفِ دِرْهَمٍ". ثُمَّ تَلَا هَذِهِ الْآيَةَ: {وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ}

Telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah ibnu Marwan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Al-Khalil ibnu Abdullah ibnul Hasan, dari Imran ibnu Husain, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang mengeluarkan nafkah (perbelanjaan) di jalan Allah, lalu ia tinggal di dalam rumahnya, maka baginya dari setiap dirham (yang telah dibelanjakannya) menjadi tujuh ratus dirham di hari kiamat. Dan barang siapa yang berperang di jalan Allah, lalu ia membelanjakan hartanya untuk tujuan itu, maka baginya dari setiap dirham (yang telah dibelanjakannya menjadi) tujuh ratus ribu dirham. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. (Al-Baqarah: 261)
Hadis ini garib.

Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis Abu Usman An-Nahdi, dari Abu Hurairah yang menceritakan tentang perlipatgandaan suatu amal kebaikan sampai menjadi dua ribu kali lipat kebaikan, yaitu pada firman-Nya:

{مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً}

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. (Al-Baqarah: 245), hingga akhir ayat.

Hadis lain diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih; 

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الْعَسْكَرِيِّ الْبَزَّازُ، أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ شَبِيبٍ، أَخْبَرَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ الدِّمَشْقِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبِي، عن عيسى بن المسيب، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّه} قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "رَبِّ زِدْ أُمَّتِي" قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا} قَالَ: "رَبِّ زِدْ أُمَّتِي" قَالَ: فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ}

Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ubaidillah ibnul Askari Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Khalid Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Isa ibnul Musayyab, dari Nafi’ dari Ibnu Umar. Disebutkan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya:Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. (Al-Baqarah: 261), hingga akhir ayat. Maka Nabi Saw. berdoa, "Ya Tuhanku, tambahkanlah buat umatku." Maka Allah menurunkan firman-Nya:Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik. (Al-Baqarah: 245) Nabi Saw. masih berdoa, "Ya Tuhanku, tambahkanlah buat umatku." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya   hanya   orang-orang   yang   bersabarlah   yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (Az-Zumar: 10)

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya, dari Hajib ibnu Arkin, dari Abu Umar (yaitu Hafs ibnu Umar ibnu Abdul Aziz Al-Muqri), dari Abu Ismail Al-Mu-addib, dari Isa ibnul Musayyab, dari Nafi', dari Ibnu Umar, lalu ia mengetengahkan hadis ini. 

Firman Allah Swt.:‎

{وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ}

Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. (Al-Baqarah: 261)

Yakni sesuai dengan keikhlasan orang yang bersangkutan dalam amalnya.

{وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ}

Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 261)

Artinya, anugerah-Nya Mahaluas lagi banyak, lebih banyak daripada makhluk-Nya, lagi Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat pahala yang berlipat ganda dan siapa yang tidak berhak. Mahasuci Allah dengan segala pujian-Nya.

Penjelasan Adanya Setan Dari Jenis Manusia


Mari berlindung kepada Allah Ta’ala dari godaan setan yang terkutuk. Mari berlindung kepada Allah Ta’ala dari setan golongan jin dan manusia. Sebab tidaklah seorang hamba kuat melawan godaan dan bisikan setan, kecuali atas kekuatan yang diberikan-Nya. Dan tidaklah setan lemah daya goda dan bisiknya, kecuali karena Allah Ta’ala yang melemahkannya.

Setan ditafsirkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim sebagai segala sesuatu yang menyimpang dari kebenaran. Penggunaan ‘segala sesuatu’ bermakna luas, bahwa setan bukan hanya berasal atau berbentuk nyata atau bisa diindra dengan organ tubuh.

Setan, jika merujuk dari penjelasan tersebut, berasal dari semua makhluk hidup, baik golongan jin, manusia, binatang, tumbuhan dan makhluk lain, kecuali malaikat yang senantiasa dirahmati Allah Ta’ala.

Kita harus waspada. Sebab setan bisa berupa manusia-manusia yang setiap hari kita bergaul dengannya, atau bisa pula binatang ternak yang berada dalam pemeliharaan kita.

Setan tak henti-hentinya menggoda manusia agar bisa terjerumus dalam lembah dosa dan berakhir di neraka. Allah memang telah menjelaskan secara terang bahwa setan merupakan musuh yang nyata. Mereka pun tak hanya berasal dari golongan jin, melainkan manusia pun ada yang menjadi setan bagi manusia yang lainnya.

Alloh Subhanahu Wata'ala Berfirman 

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ (112) وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ (113)

Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (setan) kerjakan. (QS Al-An'am Ayat 112-113)

Allah Swt. berfirman, "Sebagaimana Kami jadikan untukmu wahai Muhammad, musuh-musuh yang menentang, memusuhi dan menyaingimu, Kami jadikan pula bagi setiap nabi yang ada sebelummu musuh-musuh tersebut. Karena itu janganlah engkau bersedih hati akan hal ini." Ayat ini semakna dengan apa yang disebut di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{فَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقَدْ كُذِّبَ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ}

jika mereka mendustakan kamu, Maka Sesungguhnya Rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan (pula), (Ali Imran 184)

{وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا }

Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan)terhadap mereka. (Al-An'am: 34), hingga akhir ayat.

{مَا يُقَالُ لَكَ إِلا مَا قَدْ قِيلَ لِلرُّسُلِ مِنْ قَبْلِكَ إِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغْفِرَةٍ وَذُو عِقَابٍ أَلِيمٍ}

Tidaklah ada yang dikatakan (oleh orang-orang kafir) kepadamu itu selain apa yang sesungguhnya telah dikatakan kepada rasul-rasul sebelum kamu. Sesungguhnya Tuhan kamu benar-benar mempunyai ampunan dan hukuman yang pedih.(Fushshilat: 43)

{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ}

Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa (Al-Furqan: 31), hingga akhir ayat.

Waraqah ibnu Naufal pernah berkata kepada Rasulullah Saw.: Sesungguhnya tiada seseorang pun yang datang dengan memba­wa semisal dengan apa yang engkau datangkan, melainkan pasti dimusuhi.

Adapun firman Allah Swt.:

{شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ}

yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. (Al-An'am: 112)

Ayat ini berkedudukan sebagai badal dari firman-Nya yang mengatakan, "'Aduwwan (musuh)." Dengan kata lain, para nabi itu mempunyai musuh dari setan-setan yang dari kalangan manusia dan jin. Definisi setan ialah setiap orang yang berbeda dengan sejenisnya karena kejahatannya. Dan tiada yang memusuhi para rasul melainkan hanya setan-setan dari kalangan manusia dan jin. Semoga Allah melaknat dan memburukkan mereka.

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. (Al-An'am: 112) Bahwa dari kalangan makhluk jin terdapat setan-setan, dan dari kalangan manusia terdapat setan-setannya pula; sebagian dari mereka membisik­kan (mengilhamkan) kepada sebagian yang lain.

قَالَ قَتَادَةُ: وَبَلَغَنِي أَنَّ أَبَا ذَرٍّ كَانَ يَوْمًا يُصَلِّي، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تَعَوَّذ يَا أَبَا ذَرٍّ مِنْ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ". فَقَالَ: أَوَ إِنَّ مِنَ الْإِنْسِ شَيَاطِينَ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَعَمْ".

Qatadah mengatakan, telah sampai kepadaku suatu berita yang menyatakan bahwa di suatu hari Abu Zar hendak melakukan salat, maka Nabi Saw. bersabda: Hai Abu Zar, mintalah perlindungan (kepada Allah) dari (gangguan) setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin! Abu Zar bertanya, "Apakah dari jenis manusia terdapat orang-orang yang menjadi setan?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." 

Predikat hadis ini munqati’ antara Qatadah dan Abu Zar. Tetapi hadis ini telah diriwa­yatkan pula melalui jalur lain dari Abu Zar r.a.

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ، حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، عَنْ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدِ بْنِ أَيُّوبَ وَغَيْرِهِ مِنَ الْمَشْيَخَةِ، عَنِ ابْنِ عَائِذٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فِي مَجْلِسٍ قَدْ أَطَالَ فِيهِ الْجُلُوسَ، قَالَ، فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، هَلْ صَلَّيْتَ؟ ". قَالَ: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: "قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ". قَالَ: ثُمَّ جِئْتُ فجلستُ إِلَيْهِ، فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، هَلْ تَعَوَّذْتَ بِاللَّهِ مِنْ شَيَاطِينِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ؟ ". قَالَ: قُلْتُ: لَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهَلْ لِلْإِنْسِ مِنْ شَيَاطِينَ؟ قَالَ: "نَعَمْ، هُمْ شَرٌّ مِنْ شَيَاطِينِ الْجِنِّ".

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, menceritakan kepada kami Abu Saleh, menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Abu Abdullah Muhammad ibnu Ayyub dan guru-guru lainnya, dari Ibnu Aiz, dari Abu Zar yang telah mencerita­kan: Saya datang kepada Rasulullah Saw. di suatu majelis yang dalam majelis itu Rasulullah Saw. duduk dalam waktu yang cukup lama. Lalu beliau bersabda, "Hai Abu Zar, apakah kamu sudah salat?" Saya menjawab, "Belum, wahai Rasulullah " Beliau bersabda,"Berdirilah dan lakukanlah salat dua rakaat!"Setelah selesai saya datang dan duduk lagi bersama beliau, lalu beliau bersabda, "Hai Abu Zar, apakah engkau meminta perlindungan kepada Allah dari godaan setan-setan dari jenis jin dan manusia?" Saya menjawab, "Tidak wahai Rasulullah. Tetapi apakah ada setan yang dari jenis manusia?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, bahkan mereka lebih jahat daripada setan dari kalangan jin."

Hadis ini pun berpredikat munqati’ (ada nama perawi yang tidak disebutkan sehingga mata rantainya terputus), tetapi diriwayatkan pula secara muttasil (lawan munqati'), seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad. 

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ، أَنْبَأَنِي أَبُو عُمَرَ الدِّمَشْقِيُّ، عَنْ عُبَيْدِ بْنِ الْخَشْخَاشِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ، فَجَلَسْتُ فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ هَلْ صَلَّيْتَ؟ ". قُلْتُ: لَا. قَالَ: "قُمْ فَصَلِّ". قَالَ: فَقُمْتُ فَصَلَّيْتُ، ثُمَّ جَلَسْتُ فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، تَعَوَّذْ بِالْلَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ". قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلِلْإِنْسِ شَيَاطِينُ؟ قَالَ: "نَعَمْ". وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثِ بِطُولِهِ.

Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, telah mewartakan kepada kami Abu Umar Ad-Dimasyqi, dari Ubaid ibnul Husaihas, dari Abu Zar yang menceritakan: Saya datang kepada Nabi Saw. yang sedang berada di dalam masjid, lalu saya duduk, maka beliau Saw. bersabda, "Hai Abu Zar, apakah engkau telah salat?” Saya menjawab, "Belum.” Beliau bersabda, "Berdirilah dan salatlah!" Lalu saya berdiri dan salat, setelah itu saya duduk kembali. Maka beliau Saw. bersabda,"Hai Abu Zar, apakah engkau meminta perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan dari kalangan manusia dan jin?" Saya bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah dari kalangan manusia ada yang menjadi setan?” Beliau Saw. menjawab,"Ya.” Hingga akhir hadis yang cukup panjang.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam tafsirnya melalui hadis Ja'far ibnu Aun, Ya’la ibnu Ubaid, dan Ubaidillah ibnu Musa; ketiga-tiganya dari Al-Mas’udi dengan sanad yang sama.

Jalur lain dari Abu Zar. 

قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا الْحَجَّاجُ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ حُمَيْدِ بْنِ هِلَالٍ، حَدَّثَنِي رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ دِمَشْقَ، عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ أَبِي ذَرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ، هَلْ تَعَوَّذْتَ بِالْلَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ؟ ". قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ لِلْإِنْسِ مِنْ شَيَاطِينَ؟ قَالَ: "نَعَمْ"

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, menceritakan kepada kami Al-Hajjaj, menceritakan kepada kami Hammad, dari Humaid ibnu Hilal, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan ulama Dimasyq, dari Auf ibnu Malik, dari Abu Zar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "Hai Abu Zar, apakah engkau telah memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan setan jin?” Saya bertanya.”Wahai Rasulullah, apakah dari kalangan manusia ada yang menjadi setan?”Nabi Saw. menjawab, "Ya.”

Jalur lain bagi hadis ini. 

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْف الحِمْصي، حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا مُعَانُ بْنُ رِفَاعَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ، عَنِ الْقَاسِمِ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ تعوذتَ مِنْ شَيَاطِينِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ؟ ". قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهَلْ لِلْإِنْسِ [مِنْ] شَيَاطِينَ؟ قَالَ: "نَعَمْ، شياطينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا"

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf Al-Himsi, menceritakan kepada kami Abul Mugirah, menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Rifa'ah, dari Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: "Hai Abu Zar, apakah engkau telah meminta perlindungan (kepada Allah) dari setan-setan jin dan manusia?” Abu Zar bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah manusia itu ada yang menjadi setan?” Nabi Saw. menjawab, " Ya. setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk menipu(manusia)." 

Demikianlah jalur-jalur periwayatan hadis ini yang keseluruhannya menyimpulkan kekuatan dan kesahihannya. 

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', menceritakan kepada kami Abu Na'im, dari Syarik, dari Sa'id ibnu Masruq, dari Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya:setan-setan dari (jenis) manusia dan (dari jenis) jin.(Al-An'am: 112) Bahwa pada kalangan manusia tidak terdapat setan-setan, tetapi setan-setan dari jenis jin membisikkan kepada setan-setan dari jenis manusia, dan setan-setan dari jenis manusia membisikkan kepada setan-setan dari jenis jin. 

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, menceritakan kepada kami Abdul Aziz, menceritakan kepada kami Israil, dari As-Saddi, dari Ikrimah sehubungan dengan firman-Nya: sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). (Al-An'am: 112) Manusia itu mempunyai setan dan jin mempunyai setan, lalu setan jin membisikkan kepada setan manusia. Maka sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).

Asbat mengatakan dari As-Saddi, dari Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain.(Al-An'am: 112) Adapun yang dimaksud dengan setan-setan dari jenis manusia ialah setan-setan yang menyesatkan orang lain, dan setan-setan dari jenis jin ialah yang menyesatkan jin lainnya. Keduanya bersua, lalu saling mengatakan kepada temannya, "Sesungguhnya aku telah menyesatkan temanku dengan cara anu dan anu, maka sesatkanlah olehmu temanmu itu dengan cara demikian dan demikian." Maka sebagian dari mereka memberitahukan cara-cara menyesatkan kepada sebagian yang lain.

Dari sini Ibnu Jarir berpemahaman, yang dimaksud dengan setan-setan dari jenis manusia yang ada pada Ikrimah dan As-Saddi ialah setan-setan dari jenis jin; merekalah yang berperan menyesatkan manusia. Pengertiannya bukan berarti bahwa setan-setan dari jenis manusia termasuk dari kalangan mereka. Memang tidak diragukan lagi, hal ini jelas tersimpul dari perkataan Ikrimah. Mengenai perkataan As-Saddi, bukanlah seperti yang dimaksud dalam pengertian ini, tetapi hanya mempunyai kemiripan. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas melalui riwayat Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya dari jenis jin terdapat setan-setan yang menyesatkan sejenisnya, sebagaimana setan-setan dari jenis manusia menyesatkan sesamanya." Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, "Lalu keduanya (yakni setan dari jenis manusia dan setan dari jenis jin) bersua dan mengatakan kepada pihak lainnya, 'Saya telah menyesatkannya dengan cara anu dan anu'." Hal inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah Swt.:sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). (Al-An'am: 112)

Pada garis besarnya pendapat yang sahih adalah apa yang telah disebutkan oleh hadis Abu Zar yang lalu, yang menyatakan bahwa sesungguhnya dari jenis manusia terdapat setan-setan dari kalangan mereka sendiri. Pengertian setan ialah segala sesuatu yang bersifat membangkang. Karena itu, disebutkan di dalam hadis sahih Muslim dari Abu Zar, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

"الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ"

Anjing hitam adalah setan.
Makna yang dimaksud —hanya Allah Yang lebih mengetahui— bahwa pada hewan anjing terdapat pula setan-setan.

Ibnu Juraij mengatakan, Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa jin kafir adalah setan-setannya; mereka membisikkan kepada setan-setan dari jenis manusia (yakni orang-orang kafir) perkataan yang indah-indah untuk menyesatkan manusia.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Ikrimah yang mengatakan bahwa ia pernah berkunjung kepada Al-Mukhtar, dan Al-Mukhtar menghormati kedatangannya dan mendudukkannya hingga hampir tiba saat istirahat malam hari baginya. Ikrimah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Al-Mukhtar berkata kepadanya, "Keluarlah kamu dan temuilah orang-orang, lalu berbicaralah dengan mereka." Lalu aku (Ikrimah) keluar dan ada seorang lelaki datang, kemudian bertanya, "Bagaimanakah pendapatmu dengan wahyu itu?" Saya jawab bahwa wahyu itu ada dua macam, yaitu pertama disebutkan oleh firman-Nya: dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu. (Yusuf: 3) Dan oleh firman-Nya: setan-setan (dari jenis)manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). (Al-An'am: 112. Mendengar jawabanku mereka hampir saja memukuliku, tetapi aku katakan kepada mereka, "Mengapa kalian bersikap demikian? Sesungguhnya aku hanya memberi fatwa kepada kalian dan sebagai tamu kalian." Akhirnya mereka melepaskan diriku.

Sesungguhnya Ikrimah menyindir Al-Mukhtar, anak lelaki Abu Ubaid —semoga Allah memburukkan rupanya— karena dia mendakwakan bahwa dirinya kedatangan wahyu. Padahal saudara perempuannya (yaitu Safiyyah) adalah istri Abdullah ibnu Umar, termasuk seorang wanita saleh. Ketika Abdullah ibnu Umar mendapat berita bahwa Al-Mukhtar mengakui dirinya mendapat wahyu, maka Abdullah ibnu Umar berkata, "Dia benar." 
Allah Swt. telah berfirman:

{وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ}

Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya (Al-An'am: 121)

Adapun firman Allah Swt.:

{يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا}

sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). (Al-An'am: 112)
Maksudnya, sebagian dari mereka membisikkan kata-kata yang indah-indah lagi penuh kepalsuan untuk menipu pendengarnya dari kalangan orang-orang yang tidak mengetahui duduk perkaranya.

{وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ}

Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerja­kannya. (Al-An'am: 112)
Yang demikian itu terjadi karena takdir Allah, keputusan, kehendak serta kemauan-Nya, bahwa setiap nabi mempunyai musuh dari kalangan mereka yang disebutkan di atas.

{فَذَرْهُمْ}

maka tinggalkanlah mereka. (Al-An'am: 112) 
Maksudnya, biarkanlah mereka.

{وَمَا يَفْتَرُونَ}

dan apa yang mereka ada-adakan. (Al-An'am: 112)
Yaitu apa yang mereka dustakan. Dengan kata lain, biarkanlah gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah dalam menghadapi permusuhan mereka. Karena sesungguhnya Allah akan mencukupimu dan menolongmu dalam menghadapi mereka. 

Firman Allah Swt.:

{وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ}

Dan (juga) agar mau mendengarnya. (Al-An'am: 113) 
Yakni cenderung kepadanya. Demikianlah menurut Ibnu Abbas.

{أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ}

hati orang-orang yang tidak beriman kepada adanya hari kemudian. (Al-An’am: 113)

Yaitu hati, akal, dan pendengaran mereka. Menurut pendapat As-Saddi, makna yang dimaksud ialah hati orang-orang kafir.

{وَلِيَرْضَوْهُ}

dan supaya mereka menyenanginya. (Al-An'am: 113)

Maksudnya, menyukai dan menghendakinya. Sesungguhnya orang-orang yang mau memperkenankan hal tersebut hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:

{فَإِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ. مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ بِفَاتِنِينَ. إِلا مَنْ هُوَ صَالِ الْجَحِيمِ}

Maka sesungguhnya kalian dan apa-apa yang kalian sembah itu, sekali-kali tidak dapat menyesatkan (seseorang) terhadap Allah, kecuali orang-orang yang akan masuk neraka yang menyala-nyala. (Ash-Shaffat: 161-163)

{إِنَّكُمْ لَفِي قَوْلٍ مُخْتَلِفٍ. يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ}

Sesungguhnya kalian benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat, dipalingkan darinya(Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan.(ADz-Dzariyat: 8-9)
Adapun firman Allah Swt.:

وَلِيَقْتَرِفُوا مَا هُمْ مُقْتَرِفُونَ

dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (setan) kerjakan. (Al-An’am: 113)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah supaya mereka menghasilkan apa yang telah dihasilkan oleh setan-setan itu. Sedangkan menurut As-Saddi dan Ibnu Zaid ialah agar mereka mengerjakan apa yang dikerjakan oleh setan-setan itu.

Sangat jelas dan terang bagaimana Allah menyatakan ada setan yang berasal dari golongan manusia. Sebagian orang hanya mengetahui bahwa yang disebut dengan setan adalah yang bersifat ghaib. Padahal manusia yang mungkin berada dekat dengan kita pun bisa menjadi setan. Mereka akan berpenampilan seperti manusia kebanyakan, bahkan mungkin lebih alim. Tidak ada ketakutan seperti halnya saat melihat setan bangsa jin.

Lantas bagaimana cara mewaspadai setan yang berwujud manusia tersebut agar tidak mudah terjerumus dalam kebinasaan?

1. Setan dari kalangan manusia sangat mudah menipu kepada umat yang kurang memperdalam ilmu agama. Tak cukup hanya dengan memohon kepada Allah semata untuk bisa terbebas dari setan ini. Umat islam perlu lebih memperdalam lagi ilmu dan wawasan keagamaan. Jangan sampai tertipu dengan penampilan luarnya saja jika ternyata pribadinya sangat jauh dengan akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah sebagai seorang muslim.

2. Setan dari jenis manusia adalah musuh para Nabi. Mereka inilah yang selalu menjadi musuh para Nabi karena selalu menyesatkan manusia lainnya. Jika Nabi saja selalu mewaspadainya, maka sudah seharusnya bagi kita yang labil dalam agama untuk lebih mewaspadai lagi. Kebanyakan setan jenis ini tidak memberikan ajaran yang sesuai dengan yang telah Nabi ajarkan sehingga manusia pun tersesat karenanya.

3. Setiap kata-katanya menakjubkan dan menarik hati. Padahal aslinya, kata-kata tersebut membahayakan dan kotor. Akan tetapi mereka mengemasnya sehingga terlihat suci dan bersih dari hal yang dilarang agama. Akibatnya adalah orang yang sehat akalnya pun mudah tertipu dan menerima apa yang disampaikannya. Tak cukup menjauhi ucapannya, namun sebagai umat islam kita harus benar-benar menjauhi dan meninggalkan mereka secara keseluruhan.

Berdasarkan keterangan diatas, maka sesungguhnya setan berjenis manusia lebih berbahaya dari yang berjenis jin. Jika setan dari bangsa jin hanya membisikkan godaan dalam dada manusia, setan dari bangsa manusia justru akan langsung berkomunikasi dengan kata-kata yang menarik hati dan membuat manusia itu pun terpesona.

Waspadalah. Lihatlah ke sekeliling. Cermatilah orang-orang yang mendukung dakwah dan yang memusuhinya. Ketika ada orang yang terlihat bagus dalam perkara duniawi namun bersikap melawan kebaikan, maka ia bisa jadi termasuk dalam kelompok setan sebagaimana termaktub dalam penjelasan ayat ini.

Sehingga, setan-setan yang memusuhi ajaran para Nabi itu, bisa jadi wajahnya tampan atau cantik, pakaiannya bagus dan rapi, bisa pula digandrungi oleh banyak manusia yang sepemikiran dan setujuan dengannya.

Kami berlindung kepada Allah Ta’ala dari godaan setan yang terkutuk; dari setan dalam bentuk jin maupun manusia. Aamiin.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...