Perpecahan di dalam tubuh umat Islam adalah sesuatu yang tidak
terhindarkan, tetapi yang perlu diingat adalah, orang sering kali tidak
tahu sebab-sebab terjadinya perpecahan. Di kalangan umat Islam sekarang
ini terkadang terjadi perpecahan dalam hal-hal yang sebenarnya tidak
boleh terjadi. Kita sering berpendapat, bahwa menghidari perpecahan dan
membendung bahayanya sebelum hal itu terjadi jauh lebih baik daripada
pengobatan setelah terjadi. Memang pendapat ini merupakan ijma’ yang
disepakati. Namun sebaiknya kita mengerti bahwa menjaga dari perpecahan
caranya adalah dengan jalan menghindari penyebabnya. Ada beberapa
masalah lain yang bisa menjadi faktor terhindarnya perpecahan, yaitu
dalam bentuk umum maupun khusus. Sebab-sebab umunya adalah: Berpegang
teguh pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw.
Dengan memahami petunjuk Nabi saw dan berpegang teguh kepadanya, insya
Allah akan mendapat petunjuk dan mengetahui agamanya. Oleh karena itu
akan terjauhkan dari perpecahan dan pertentangan yang menuju pada
perpecahan atau terjerumus ke dalamnya tanpa disadari. Sementara sebab
khusus yang dapat menjaga dari perpecahan adalah megikuti jalan Salafush
Shalih,yaitu sahabat, tabi’in, dan imam agama dari kalangan Ahlu Sunnah
wal Jama’ah.
Perpecahan politik dan aliran pemikiran antara kaum muslimin terjadi
karena perbedaan tentang masalah khilafah, hal ini dimulai setelah
wafatnya Ali Bin Abi Thalib yang telah mengakibatkan barisan kaum
muslimin terpecah menjadi tiga kelompok:
1. Syiah, yaitu orang yang sangat fanatik dengan Ali bin Abi
Thalib. Mereka menganggap khilafah hanya untuk Ali dan keturunannya
sehingga urusan khilafah menurut mereka sama dengan warisan dari Nabi
saw dan bukan dengan cara baiat.
2. Khawarij, yaitu orang yang kecewa dengan adanya proses tahkim
(perdamaian)pada zaman khalifah Muawiyah lalu mereka mengkafirkan Ali
dan Muawiyah, dan mayoritas mereka berpendapat wajib melantik seorang
khalifah taat agama, adil mutlak, tegas dan keras, dan tidak harus dari
suku Quraisy atau keturunan Arab.
3. Jumhur kaum muslimin (Ahlu Sunnah wal jama’ah), yaitu kaum
moderat yang memiliki sifat adil dan tidak radikal. Mereka berpendapat
bahwa khalifah harus dari suku Quraisy, namun mereka dipilih oleh kaum
muslimin dengan cara bai’at. Perbedaan politik ini telah memberikan
pengaruh yan besar terhadap perjalanan aliran fiqh yang berkembang pada
zaman berikutnya.
Pembincangan mengenai perpecahan umat itu juga bermula dari hadis Nabi
Muhammad saw tentang terjadinya perpecahan di tengah umat ini, di
antaranya adalah hadis iftiraq:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :
افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ
فِرْقَةً ، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ
وَسَبْعِينَ فِرْقَةً ، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ
فِرْقَةً.
"Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Kaum
Yahudi telah terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh
puluh dua (72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh
puluh satu (71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan
terpecah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan."
Hadis megenai perpecahan umat tersebut merupakan hadis yang populer dan
masyhur karena banyak yang meriwayatkan, namun yang menarik dari hadis
di atas adalah karena hadis tersebut tidak diriwayatkan oleh al-Bukhari
dan Muslim dalam kitab shohihainnya. Di dalam hadis tersebut juga
terdapat masalah, yaitu masalah penilaian perpecahan umat menjadi lebih
banyak dari perpecahan Yahudi dan Nasrani dari satu segi, dan bahwa
firqah-firqah ini seluruhnya binasa dan masuk neraka kecuali hanya satu
saja. Ini akan membuka pintu bagi klaim-klaim setiap firqh bahwa dialah
firqah yang benar, sementara yang lain binasa. Hal ini tentunya akan
memecah belah umat, mendorong mereka untuk saling cela satu sama lain,
sehinnga akan melemahkan umat secara keseluruhan dan memperkuat
musuhnya. Oleh karena itu, Ibnu Waziir mencurigai hadits ini secara umum
terutama pada tambahannya itu. Karena, hal itu akan membuat kepada
penyesatan umat satu sama lain, bahkan membuat mereka saling
mengkafirkan.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian untuk memahami secara mendalam
terhadap hadis tersebut sangat diperlukan untuk menghindari kesalah
pahaman di antara umat Islam. Salah satu sebab perbedaan pendapat yang
akhirnya berujung kepada perpecahan itu adalah karena tidak mampu
memahami permasalahan secara menyeluruh, yang satu memahaminya melalui
satu sisi dan yang lain melalui sisi yang lain pula, demikian juga orang
yang ketiga memahaminya dari sisi selain yang dipahami oleh orang
pertama dan kedua.
Ahli hikmah mengatakan: “Sesungguhnya kebenaran tidak akan dicapai oleh
manusia dalam semua aspeknya dan mereka juga tidak akan salam dalam
segala bentuknya, tetapi sebagian mereka mencapai sebagian kebenaran dan
yang lain mencapai aspek kebenaran yang lain.”Mereka mengumpamakan hal
itu dengan sekelompok orang buta yang memegang seekor gajah besar.
Setiap orang akan mensifatinya (gajah) seperti bagian yang dipegang dan
terlintas dalam fikiran masing-masing. Bagi orang yang memegang kaki
gajah ia akan mengatakan bahwa gajah adalah hewan yang bentuknya seperti
pohon kurma yang tinggi dan bulat. Dan orang yang memegang punggung
gajah mengatakan bahwa gajah itu bentuknya seperti bukit yang tinggi
atau tanah yang menggunung. Begitulah masing-masing memberikan ciri-ciri
gajah dengan apa yang mereka sentuh. Dalam satu segi ia benar, tapi
jika ia mengklaim yang lain berbohong dan tidak benar, maka ia telah
melakukan kesalahan.
Sesungguhnya berbeda dengan orang lain bukanlah suatu kesalahan, apalagi
kejahatan, namun sebaliknya sangat diperlukan. Tentunya, berbeda dengan
pengertian ini bukan asal berbeda atau (waton sulaya). Perbedaan harus
dipandang sebagai suatu realitas sosial yang fundamental, yang harus
dihargai dan dijamin pertumbuhannya oleh masyarakat itu sendiri.
Kaitannya dengan penjelasan ini, al-Qur’an surah al-Hujurat ayat 13
menegaskan:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عِنْد اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
"Hai sekalian manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan, dan kami jadikan kau berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya semulia-mulia
kamu di sisi Allah ialah yang lebih taqwa di antara kamu." (QS
Al-Hujurot Ayat 13)
Ayat al-Qur’an ini sesungguhnya mengajarkan kepada manusia untuk saling
mengerti dan memahami. Itu artinya, karena Allah swt sengaja menciptakan
perbedaan di antara umat manusia, maka manusia diperintahkan untuk
saling menjaga situasi fisik dan batin sesamanya agar tak terlukai dan
melukai satu sama lain oleh sebab perbedaan yang ada. Pada akhirnya,
tinggi rendahnya manusia dihadapan Tuhan tidak ditentukan oleh fakta
perbedaan yang melekat pada dirinya, tetapi oleh kadar ketaqwaannya.
Itulah sesungguhnya prestasi gemilang manusia di hadapan sesama dan
Tuhannya. Kata iman dan taqwa merupakan suatu prestasi tersendiri bagi
manusia. Seakan Tuhan berkata, “Hai manusia, kalian semua sama di
hadapanku, kecuali prestasimu”. Prestasi di sini adalah prestasi sosial
dan prestasi spiritual di hadapannya.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sumber ajaran Islam adalah al-Qur’an
dan hadis. Keduanya memiliki peranan yang penting dalam kehidupan umat
Islam. Walaupun terdapat perbedaan pendapat dari segi penafsiran dan
aplikasi, namun setidaknya ulama sepakat bahwa keduanya dijadikan
rujukan. Ajaran Islam mengambil dan menjadikan pedoman utamanya dari
keduanya. Oleh karena itu, kajian- kajian terhadapnya tak akan pernah
keruh bahkan terus berjalan dan berkembang seiring dengan kebutuhan umat
islam. Melalui terobosan-terobosan baru, kajian ini akan terus mewarnai
khasanah perkembangan studi keislaman dalam pentas sejarah umat Islam.
Dalam sejarah dan bahkan saat ini, ada sekelompok kecil orang-orang yang
mengaku diri mereka sebagai orang Islam, tetapi mereka menolak hadis
atau sunnah Nabi saw. Mereka dikenal sebagai orang-orang yang berfaham
inkarus-sunnah. Cukup banyak alasan mereka menolak hadis Nabi saw
sebagai sumber ajaran Islam. Dengan meyakini bahwa hadis Nabi merupakan
bagian dari sumber ajaran Islam, maka penelitian hadis khususnya hadis
ahad sangat penting. Penelitian itu dilakukan untuk menghindarkan diri
dari pemakaian dalil-dalil hadis yang tidak dapat dipertanggung jawabkan
sebagai sesuatu yang berasal dari Rasulullah saw. Sekiranya hadis Nabi
hanya berstatus sebagai data sejarah belaka, niscaya penelitian hadis
tidaklah begitu penting. Hal ini tampak jelas pada sikap ulama ahli
kritik hadis dalam berbagai kitab sejarah yang termuat dalam kitab-kitab
sejarah (siratun-Nabi). Kritik yang diajukan ulama hadis terhadap apa
yang termuat dalam berbagai kitab-kitab sejarah tidaklah seketat kritik
yang mereka ajukan kepada berbagai hadis yang termuat dala kitab-kitab
hadis, khususnya yang berkaitan erat dengan pokok-pokok ajaran Islam.
Agak sulit kita bayangkan, jika tanpa “campur tangan: Hadis, al-Qur’an,
khususnya yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum dapat dipahami dan
diaktualisasikan dalam amaliah praktis kaum muslimin. Karena itulah
Hadis mejadi sumber utama bagi kaum Muslimin setelah al-Qur’an, sebagai
juklak hukum dan ajaran-ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an. Oleh
Karena itu pula kiranya perhatian yang diberikan umat Islam begitu besar
terhadap hadis sejalan dengan perhatian mereka terhadap al-Qur’an.
Perbedaan dan perpecahan tentu tidak bisa kita hindari karena berbagai
sebab, akan tetapi jangan sampai perbedaan tersebut memicu untuk saling
merendahkan satu sama lain dan hanya menganggap kelompoknya yang paling
benar dan menyalahkan kelompok lain atau bahkan mengkafirkannya. Oleh
karena itu, sangat diperlukan perhatian kita mengenai hal ini untuk
mengetahui bagaimana solusinya dan salah satu solusinya adalah dengan
meneliti hadits tentang perpecahan ummat Islam menjadi 73 golongan mulai
dari sanad, matan, dan pendapat ulama mengenai hadis tersebut. Dari
penelitian hadis tersebut, maka kita akan mengetahui kehujjahan hadis
terpecahnya umat Rasulullah menjadi 73 golongan dan tidak memahaminya
secara parsial atau setengah setengah.
JUMLAH HADITS TENTANG TERPECAHNYA UMMAT ISLAM
Apabila kita kumpulkan hadits-hadits tentang terpecahnya ummat menjadi
73 (tujuh puluh tiga) golongan dan satu golongan yang masuk Surga, lebih
kurang ada lima belas hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari sepuluh
Imam Ahli Hadits dari 14 (empat belas) orang Shahabat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu:
1. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
2. Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu.
3. ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma.
4. ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
5. Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu ‘anhu.
6. ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.
7. Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma.
8. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu.
9. Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu.
10 Watsilah bin Asqa’ radhiyallahu ‘anhu.
11. ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani radhiyallahu ‘anhu.
12. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
13. Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu.
14. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.
Sebagian dari hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut:
HADITS PERTAMA:
Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ
وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ
وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Kaum Yahudi telah
terpecah menjadi tujuh puluh satu (71) golongan atau tujuh puluh dua
(72) golongan, dan kaum Nasrani telah terpecah menjadi tujuh puluh satu
(71) atau tujuh puluh dua (72) golongan, dan ummatku akan terpecah
menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan.
Keterangan:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Abu Dawud, Kitab as-Sunnah, I-Bab Syarhus Sunnah no. 4596, dan lafazh hadits di atas adalah lafazh Abu Dawud.
2. At-Tirmidzi, Kitabul Iman, 18-Bab Maa Jaa-a fiftiraaqi Haadzihil
Ummah, no. 2778 dan ia berkata: “Hadits ini hasan shahih.” (Lihat kitab
Tuhfatul Ahwadzi VII/397-398.)
3. Ibnu Majah, 36-Kitabul Fitan, 17-Bab Iftiraaqil Umam, no. 3991.
4. Imam Ahmad, dalam kitab Musnad II/332, tanpa me-nyebutkan kata “Nashara.”
5. Al-Hakim, dalam kitabnya al-Mustadrak, Kitabul Iman I/6, dan ia
berkata: “Hadits ini banyak sanadnya, dan berbicara tentang masalah
pokok agama.”
6. Ibnu Hibban, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Mawaariduzh
Zhamaan, 31-Kitabul Fitan, 4-Bab Iftiraqil Ummah, hal. 454, no. 1834.
7. Abu Ya’la al-Maushiliy, dalam kitabnya al-Musnad: Musnad Abu Hurairah, no. 5884 (cet. Daarul Kutub Ilmiyyah, Beirut).
8. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitabnya as-Sunnah, 19-Bab Fii ma Akhbara
bihin Nabiyyu -Shallallaahu ‘alaihi wa sallam- anna Ummatahu
Sataftariqu, I/33, no. 66.
9. Ibnu Baththah, dalam kitab Ibanatul Kubra: Bab Dzikri Iftiraaqil Umam
fii Diiniha, wa ‘ala kam Taftariqul Ummah? I/374-375 no. 273 tahqiq
Ridha Na’san Mu’thi.
10. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah: Bab Dzikri Iftiraqil Umam fii
Diinihi, I/306 no. 22, tahqiq Dr. ‘Abdullah bin ‘Umar bin Sulaiman
ad-Damiiji.
Perawi Hadits:
a. Muhammad bin ‘Amr bin ‘Alqamah bin Waqqash al-Allaitsiy.
• Imam Abu Hatim berkata: “Ia baik haditsnya, ditulis haditsnya dan dia adalah seorang Syaikh (guru).”
• Imam an-Nasa-i berkata: “Ia tidak apa-apa (yakni boleh dipakai), dan
ia pernah berkata bahwa Muhammad bin ‘Amir adalah seorang perawi yang
tsiqah.”
• Imam adz-Dzahabi berkata: “Ia adalah seorang Syaikh yang terkenal dan hasan haditsnya.”
• Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: “Ia se-orang perawi yang benar, hanya padanya ada beberapa kesalahan.”
(Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu VIII/30-31, Mizaanul I’tidal III/ 673 no.
8015, Tahdzibut Tahdzib IX/333-334, Taqribut Tahdzib II/119 no. 6208.)
b. Abu Salamah, yakni ‘Abdurrahman bin ‘Auf: Beliau adalah seorang
perawi yang tsiqah, Abu Zur’ah ber-kata: “Ia seorang perawi yang
tsiqah.”
(Lihat Tahdzibut Tahdzib XII/115, Taqribut Tahdzib II/409 no. 8177.)
Derajat Hadits
Hadits di atas derajatnya hasan, karena terdapat Muhammad bin ‘Amr, akan
tetapi hadits ini menjadi shahih karena banyak syawahidnya.
Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.”
Imam al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih menurut syarat Muslim dan
keduanya (yakni al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya.” Dan
al-Hafizh adz-Dzahabi pun menyetujuinya. (Lihat al-Mustadrak Imam
al-Hakim: Kitaabul ‘Ilmi I/128.)
Ibnu Hibban dan Imam asy-Syathibi telah menshahihkan hadits di atas dalam kitab al-I’tisham (II/189).
HADITS KEDUA:
Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan :
عَنْ أَبِيْ عَامِرٍ الْهَوْزَنِيِّ عَبْدِ اللهِ بْنِ لُحَيِّ عَنْ
مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِيْ سُفْيَانَ أَنَّهُ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أَلاَ
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِيْنَا
فَقَالَ: أََلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
اِفْتَرَقُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ
الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ. ثِنْتَانِ
وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
.
Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi
Sufyan, bahwasanya ia (Mu’awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu
ia berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda,
“Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab
(Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan
sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga)
golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk Neraka dan yang satu
golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.”
Keterangan:
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Abu Dawud, Kitabus Sunnah Bab Syarhus Sunnah no. 4597, dan lafazh hadits di atas adalah dari lafazh-nya.
2. Ad-Darimi, dalam kitab Sunan-nya (II/241) Bab fii Iftiraqi Hadzihil Ummah.
3. Imam Ahmad, dalam Musnad-nya (IV/102).
4. Al-Hakim, dalam kitab al-Mustadrak (I/128).
5. Al-Ajurri, dalam kitab asy-Syari’ah (I/314-315 no. 29).
6. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam Kitabus Sunnah, (I/7) no. 1-2.
7. Ibnu Baththah, dalam kitab al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah
an-Najiyah (I/371) no. 268, tahqiq Ridha Na’san Mu’thi, cet.II Darur
Rayah 1415 H.
8. Al-Lalikaa-iy, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqad Ahlus Sunah wal
Jama’ah (I/113-114) no. 150, tahqiq Dr. Ahmad bin Sa’id bin Hamdan
al-Ghaamidi, cet. Daar Thay-yibah th. 1418 H.
9. Al-Ashbahani, dalam kitab al-Hujjah fii Bayanil Mahajjah pasal Fii Dzikril Ahwa’ al-Madzmumah al-Qismul Awwal I/107 no. 16.
Semua Ahli Hadits di atas telah meriwayatkan dari jalan:
Shafwan bin ‘Amr, ia berkata: “Telah menceritakan kepadaku Azhar bin
‘Abdillah al-Hauzani dari Abu ‘Amr ‘Abdullah bin Luhai dari Mu’awiyah.”
Perawi Hadits
a. Shafwan bin ‘Amr bin Haram as-Saksaki, ia telah di-katakan tsiqah
oleh Imam al-‘Ijliy, Abu Hatim, an-Nasa-i, Ibnu Sa’ad, Ibnul Mubarak dan
lain-lain.
b. Azhar bin ‘Abdillah al-Harazi, ia telah dikatakan tsiqah oleh
al-‘Ijliy dan Ibnu Hibban. Al-Hafizh adz-Dzahabi berkata: “Ia adalah
seorang Tabi’in dan haditsnya hasan.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Ia
shaduq (orang yang benar) dan ia dibicarakan tentang Nashb.” (Lihat
Mizaanul I’tidal I/173, Taqribut Tahdzib I/75 no. 308, ats-Tsiqat hal.
59 karya Imam al-‘Ijly dan kitab ats-Tsiqat IV/38 karya Ibnu Hibban.)
c. Abu Amir al-Hauzani ialah Abu ‘Amir ‘Abdullah bin Luhai.
• Imam Abu Zur’ah dan ad-Daruquthni berkata: “Ia tidak apa-apa (yakni boleh dipakai).”
• Imam al-‘Ijliy dan Ibnu Hibban berkata: “Dia orang yang tsiqah.”
• Al-Hafizh adz-Dzahabi dan Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata: “Ia adalah
seorang perawi yang tsiqah.” (Lihat al-Jarhu wat Ta’dilu V/145,
Tahdzibut Tahdzib V/327, Taqribut Tahdzib I/444 dan kitab al-Kasyif
II/109.)
Derajat Hadits
Derajat hadits di atas adalah hasan, karena ada seorang perawi yang
bernama Azhar bin ‘Abdillah, akan tetapi hadits ini naik menjadi shahih
dengan syawahidnya.
Al-Hakim berkata: “Sanad-sanad hadits (yang banyak) ini, harus dijadikan
hujjah untuk menshahihkan hadits ini. dan al-Hafizh adz-Dzahabi pun
menyetujuinya.” (Lihat al-Mustadrak I/128.)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Hadits ini shahih masyhur.”
HADITS KETIGA:
Hadits ‘Auf bin Malik Radhiyallahu 'anhu.
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِفْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ
فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ
وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً
فَإِحْدَى وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ
وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ عَلَى
ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِيْ الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ
وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ، قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ:
الْجَمَاعَةُ.
Dari ‘Auf bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ‘Yahudi terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu)
golongan, satu (golongan) masuk Surga dan yang 70 (tujuh puluh) di
Neraka. Dan Nasrani terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan, yang
71 (tujuh puluh satu) golongan di Neraka dan yang satu di Surga. Dan
demi Yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, ummatku benar-benar akan
terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, yang satu di Surga, dan
yang 72 (tujuh puluh dua) golongan di Neraka,’ Ditanyakan kepada
beliau, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang masuk Surga itu) wahai
Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Al-Jama’ah.’
Keterangan
Hadits ini telah diriwayatkan oleh:
1. Ibnu Majah, dalam kitab Sunan-nya Kitabul Fitan bab Iftiraaqil Umam no. 3992.
2. Ibnu Abi ‘Ashim, dalam kitab as-Sunnah I/32 no. 63.
3. Al-Lalikaa-i, dalam kitab Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunah wal Jama’ah I/113 no. 149.
Semuanya telah meriwayatkan dari jalan ‘Amr, telah menceritakan kepada
kami ‘Abbad bin Yusuf, telah menceritakan kepadaku Shafwan bin ‘Amr dari
Rasyid bin Sa’ad dari ‘Auf bin Malik.
Perawi Hadits:
a. ‘Amr bin ‘Utsman bin Sa’ad bin Katsir bin Dinar al-Himshi.
An-Nasa-i dan Ibnu Hibban berkata: “Ia merupakan seorang perawi yang tsiqah.”
b. ‘Abbad bin Yusuf al-Kindi al-Himsi.
Ia dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hibban. Ibnu ‘Adiy berkata: “Ia
meriwayatkan dari Shafwan dan lainnya hadits-hadits yang ia menyendiri
dalam meriwayatkannya.”
Ibnu Hajar berkata: “Ia maqbul (yakni bisa diterima haditsnya bila ada mutabi’nya).”
(Lihat Mizaanul I’tidal II/380, Tahdzibut Tahdzib V/96-97, Taqribut Tahdzib I/470 no. 3165.)
c. Shafwan bin ‘Amr: “Tsiqah.” (Taqribut Tahdzib I/439 no. 2949.)
d. Raasyid bin Sa’ad: “Tsiqah.” (Tahdzibut Tahdzib III/195, Taqribut Tahdzib I/289 no. 1859.)
Derajat Hadits
Derajat hadits ini hasan, karena ada ‘Abbad bin Yusuf, tetapi hadits ini menjadi shahih dengan beberapa syawahidnya.
HADITS KEEMPAT:
Hadits tentang terpecahnya ummat menjadi 73 golongan diriwayatkan juga
oleh Anas bin Malik dengan mempunyai 8 (delapan) jalan (sanad) di
antaranya dari jalan Qatadah diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 3993:
Lafazh-nya adalah sebagai berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ اِفْتَرَقَتْ عَلَى
إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَإِنَّ أُمَّتِيْ سَتَفْتَرِقُ عَلَى
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً؛
وَهِيَ الْجَمَاعَةُ
Dari Anas bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 71 (tujuh
puluh satu) golongan, dan sesungguhnya ummatku akan terpecah menjadi 72
(tujuh puluh dua) golongan, yang semuanya berada di Neraka, kecuali satu
golongan, yakni “al-Jama’ah.”
Imam al-Bushiriy berkata, “Sanadnya shahih dan para perawinya tsiqah.
Hadits Kelima;
Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dalam Kitabul Iman, bab Maa Jaa-a
Fiftiraaqi Haadzihil Ummah no. 2641 dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin
al-‘Ash dan Imam al-Laalika-i juga meriwayatkan dalam kitabnya Syarah
Ushuli I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/111-112 no. 147) dari
Shahabat dan dari jalan yang sama, dengan ada tambahan pertanyaan,
yaitu: “Siapakah golongan yang selamat itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menjawab:
مَاأَنَا عَلَيْهِ وَ أَصْحَابِيْ
“Ialah golongan yang mengikuti jejakku dan jejak para Shahabatku.”
Lafazh-nya secara lengkap adalah sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِيْ مَا أَتَى
عَلَى بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ
كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلاَنِيَةً لَكَانَ فِيْ أُمَّتِيْ
مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ
وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً،
قَالُوْا: وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَا أَنَا عَلَيْهِ
وَأَصْحَابِيْ.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ‘Sungguh akan terjadi pada ummatku, apa yang telah
terjadi pada ummat bani Israil sedikit demi sedikit, sehingga jika ada
di antara mereka (Bani Israil) yang menyetubuhi ibunya secara
terang-terangan, maka niscaya akan ada pada ummatku yang mengerjakan
itu. Dan sesungguhnya bani Israil berpecah menjadi tujuh puluh dua
millah, semuanya di Neraka kecuali satu millah saja dan ummatku akan
terpecah menjadi tujuh puluh tiga millah, yang semuanya di Neraka
kecuali satu millah.’ (para Shahabat) bertanya, ‘Siapa mereka wahai
Rasulullah?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Apa yang
aku dan para Shahabatku berada di atasnya.’”
(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 2641, dan ia berkata: “Ini merupakan
hadits penjelas yang gharib, kami tidak mengetahuinya seperti ini,
kecuali dari jalan ini.”)
Perawi Hadits
Dalam sanad hadits ini ada seorang perawi yang lemah, yaitu ‘Abdur
Rahman bin Ziyad bin An’um al-Ifriqiy. Ia dilemahkan oleh Yahya bin
Ma’in, Imam Ahmad, an-Nasa-i dan selain mereka. Ibnu Hajar al-Asqalani
berkata: “Ia lemah hafalannya.”
(Tahdzibut Tahdzib VI/157-160, Taqribut Tahdzib I/569 no. 3876.)
Derajat Hadits
Imam at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan, karena banyak
syawahid-nya. Bukan beliau menguatkan perawi di atas, karena dalam bab
Adzan beliau melemahkan perawi ini.
Adanya selisih penyebutan angka dalam nash-nash shahih di atas, selain
tidak bisa diketahui mana yang rojih dan mana yang marjuh, selain juga
menyambung pembahasan point ke-dua (tidak memungkinkannya membatasi
perpecahan yang terus bermunculan dari waktu ke waktu sehingga tidak
bisa secara pasti menentukan 72 golongan itu siapa saja), maka
penyebutan bilangan pada nash hadits tersebut bukan dalam rangka
membatasi perpecahan yang akan terjadi.
Kasus semcam ini juga ada dalam Al-qur’an, yaitu surat At-taubah ayat 80, disebutkan:
اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ
سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الْفَاسِقِينَ
Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi
mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka
tujuh puluh kali, Namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan
kepada mereka. yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah
dan Rasul-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.
(QS. At-Taubah [9]: 80)
Penyebutan bilangan 70 dalam ayat tersebut bukan berarti pembatasan,
dengan artian jika saja Rasulullah saw memintakan ampun bagi orang kafir
yang sudah meninggal dengan jumlah lebih dari 70 kali, maka akan
diterima oleh Allah swt dan si kafir akan diampuni.
Mempertegas hal itu, dalam shahih Bukhori (pada peristiwa matinya
Abdullah bin Ubai bin Salul al-munafiq) Rasulullah saw bersabda:
لَوْ أَعْلَمُ أَنِّي إِنْ زِدْتُ عَلَى السَّبْعِينَ يُغْفَرْ لَهُ لَزِدْتُ عَلَيْهَا
Jika aku tahu bahwa apabila aku tambah (istighfar) melebihi 70 kali (itu
bermanfaat), niscaya sudah aku tambahkan atasnya. (HR. Bukhori)
Imam Ibn Katsir memberikan keterangan dalam kitab tafsirnya:
إن السبعين إنما ذكرت حسما لمادة الاستغفار لهم؛ لأن العرب في أساليب
كلامها تذكر السبعين في مبالغة كلامها، ولا تريد التحديد بها، ولا أن يكون
ما زاد عليها بخلافها.
Sesungguhnya bilangan 70 itu disebutkan semata-mata untuk memotong
(kebolehan) memintakan ampunan untuk mereka, karena orang Arab dalam
gaya bicaranya menyebutkan bilangan 70 untuk tujuan mubalaghoh
(penekanan) dari pembicaraan mereka, dan bukan dimaksudkan pembatasan,
sehingga tidak berarti jika lebih dari itu maka yang berlaku sebliknya.
(Tafsir Ibn Katsir: 4/188)
Dan dalam ayat lain dikatakan:
سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ
لَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ
الْفَاسِقِينَ
Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan
ampunan bagi mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik. (QS. Al-Munafiqun [63]: 6)
Jadi penyebutan 70 disitu bukan sebagai pembatasan, melainkan sebagai
mubalaghoh dalam memperbanyak istighfar, yang artinya tidak lain adalah
meskipun Rasulullah memintakan ampunan lebih dari 70 kali, bahkan ribuan
atau jutaan kali, tetap Allah swt tidak akan mengampuni orang yang mati
dalam keadaan kafir.
Demikian pula penyebutan angka pada hadits terpecahnya umat Islam
menjadi 70 golongan lebih, bukan dalam rangka membatasi melainkan
sebagai mubalaghoh atas banyaknya perpecahan yang telah terjadi pada
umat Yahudi dan Nashrani, dan yang akan terjadi pada umat Islam.
Adapun selisih antara perpecahan yang terjadi pada umat Yahudi, Nashrani
dan Islam, semata-mata menunjukkan bahwa perpecahan di tubuh umat Islam
akan lebih banyak dari perpecahan yang telah terjadi di antara para
ahli kitab, urutan terbanyak kedua Nasrani dan yang terakhir Yahudi.
Perpecahan yang pernah Terjadi
Berdasarkan beberapa hadist yang saling menguatkan dengan pertimbangan
ini, sudah selayaknya kalau kita meyakini bahwa Hadits tersebut memang
shahih, sehingga dapat dijadikan pedoman.
Sebagian Ulama memang menpertanyakan kesahihan hadis tersebut. Namun
mengingat banyaknya riwayat, para ulama menetapkan sahihnya hadis
tersebut. Kemudian dalam hadis lain, Nabi telah menyebutkan secara
eksplisit, golongan-golongan yang sesat, seperti kelompok qadariyah yang
primitif.
Pada awalnya golongan yang sesat tersebut terdiri dari 6 kelompok
kemudian dari 6 kelompok masing - masing terbagi dan berkembang menjadi
12 golongan sehingga menjadi 72 golongan yang sesat....6 kelompok
tersebut adalah : 1. Al Haruriyah....2. Al Qadariyah....3. Al
Jahmiyah....4. Al Murji'ah....5. Ar Rafidhah....6. Al Jabariyah.
I. Kelompok Al Haruriyah terbagi menjadi 12 golongan dan ciri - ciri mereka :
1. Al Azraqiyah : Mereka berkata bahwa kami tidak mengenal seorangpun
yang kami anggap sebagai orang mukmin. Mereka mengkafirkan semua orang
mukmin kecuali orang yang mau menerima ucapan ( pendapat ) mereka.
2. Al Abadhiyah : Mereka berkatasiapa yang menerima pendapat kami maka
dia beriman sedangkan yang berpaling dan mengingkari pendapat kami
adalah munafiq.
3. Ats Tsa'labiyah : Mereka berkata bahwa sesungguhnya Allah tidak menetapkan dan juga tidak tidak mentakdirkan segala sesuatu.
4. Al Khazimiyah : Mereka berkata bahwa kami tidak mengenal apa itu iman dan akhlaq. Semua orang kami anggap salah.
5. Al Khalfiyah : Mereka menganggap bahwa orang yang tidak melakukan
jihad baik laki - laki maupun perempuan berarti dia telah kafir.
6. Al Kuziayah : Mereka berkata bahwa seseorang tidak boleh menyentuh
orang lain karena dia tidak tahu apakah orang lain itu suci atau najis.
7. Al Kanziyah : Mereka berkata bahwa seseorang hendaknya tidak
memberikan hartanya kepada orang lain karena bisa jadi orang itu
sebenarnya tidak berhak. Akan tetapi hendaknya hartanya disimpan
ditimbun di dalam tanah hingga ditemukan oleh orang yang benar dan
berhak memilikinya.
8. Asy Syamrakhiyah : Mereka berkata bahwa tidak masalah jika menyentuh wanita walaupun bukan mahram karena mereka baunya wangi.
9. Al Akhnasiyah : Mereka berkata bahwa orang yang meninggal tidak
diikuti oleh kebaikan dan keburukan apapun setelah kematiannya.
10. Al Hukmiyah : Mereka berkata bahwa siapa saja yang meminta keputusan fatwa hukum kepada makhluq maka berarti dia kafir.
11. Al Mu'tazilah : Mereka berkata bahwa kelompok Ali bin Abi Thalib dan
Mu'awiyah bagi kami sama ( Perang Siffin ), jadi kami memilih untuk
terlepas dari kedua kelompok tersebut dengan tidak mengakuinya.
12. Al Maimuniyah : Mereka berkata bahwa tidak ada kepemimpinan
melainkan dengan pemimpin ( imam) dari orang - orang yang kami cintai.
II. Kelompok Al Qadariyah terbagi menjadi 12 golongan dan ciri - ciri mereka :
1. Ahmariyah : Mereka beranggapan bahwa syarat keadilan dari Allah
adalah dengan cara menguasai dan menghalangi dengan kemaksiatan.
2. Tsanawiyah : Mereka menyatakan bahwa kebaikan itu dari Allah dan keburukan berasal dari syetan.
3. Mu'tazilah : Mereka mengatakan bahwa Al Qur'an adalah makhluq dan mengingkari sifat rububiyah Allah.
4. Kaisaniyah : Mereka yang mengatakan bahwa tidak mengetahui apakah
perbuatan - perbuatan ini berasal dari Allah atau berasal dari hamba dan
tidak mengetahui apakah manusia mendapatkan pahala atau sebaliknya akan
memperoleh hukuman.
5. Syaithaniyah : Mereka yang mengatakan bahwa Allah tidak menciptakan syetan.
6. Syarikiyah : Mereka yang mengatakan bahwa keburukan semuanya telah ditakdirkan kecuali kekufuran.
7. Wahmiyah : Mereka yang mengatakan bahwa perbuatan dan ucapan tidak
berbentuk dzat dan demikian pula dengan kebaikan dan keburukan juga
tidak memiliki dzat.
8. Zabriyah : Mereka berkata bahwa Seluruh kitab suci yang diturnkan
Allah maka mengamalkannya adalah suatu perbuatan yang benar baik yang
nasikh maupun mansukh.
9. Mas'adiyah : Merekan menganggap bahwa orang yang berbuat maksiat kemudian bertaubat maka taubatnya tetap tidak diterima.
10. Nakitsiyah : Mereka beranggapan bahwa orang yang melanggar pembaitan Rasulullah maka dia tidak berdosa.
11. Qasithiyah : Mereka mengikuti Ibrahim bin Nizam dengan perkataan
bahwa siapa saja yang menganggap Allah adalah sesuatu maka berarti dia
telah kafir.
12. Qashriyah : Mereka yang mengubah jumlah rakaat shalat fardhu yang 4 rakaat menjadi 2 rakaat saja.
III. Kelompok Jahmiyah terbagi menjadi 12 golongandan ciri - ciri mereka :
1. Mu'athalah : Mereka beranggapan bahwa setiap yang terbersit dalam
bayangan ( dugaan ) seseorang maka ia adalah makhluq dan seseorang yang
menganggap bahwa Allah dapat dilihat adalah kafir.
2. Marisiyah : Mereka yang mengatakan bahwa kebanyakan sifat - sifat Allah adalah makhluq.
3. Multaziqah : Mereka menegaskan bahwa Allah berada di segala tempat.
4. Waridiyah : Mereka yang mengatakan bahwa tidak akan masuk neraka
orang yang mengenal Tuhannya dan siapa saja yang masuk ke dalam neraka
maka dia tidak akan dapat keluar darinya selamanya.
5. Zanadiqah : Mereka berkata bahwa tidak seorangpun yang dapat
menetapkan bahwa dirinya ada yang memiliki karena penetapan itu tidak
dapat dilakukan kecuali setelah diketahui oleh panca indera. Sesuatu
yang tidak diketahui oleh panca indera maka tidak dapat ditetapkan.
6. Harqiyah : Mereka beranggapan bahwa orang yang kafir akan dibakar
oleh api neraka sekali dan kemudian dia akan terus dalam keadaan
terbakar selamanya.
7. Makhluqiyah : Mereka menganggap bahwa Al Qur'an adalah makhluq.
8. Faniyah : Mereka menganggap bahwa syurga dan neraka itu fana dan
mereka beranggapan bahwa syurga dan neraka itu belum diciptakan.
9. Abadiyah : Mereka yang mengingkari para rasul. Mereka mengatakan bahwa mereka hanyalah para hakim atau penguasa.
10. Waqifiyah : Mereka mengatakan bahwa kami tidak tahu bahwa Al Qur'an itu makhluq atau bukan makhluq.
11. Qabriyah : Mereka mengingkari adzab kubur dan syafaat.
12. Lafzhiyah : Mereka mengatakan bahwa lafazh kami dalam mengucapkan Al Qur'an adalah makhluq.
IV. Kelompok Murji'ah terbagi menjadi 12 golongan dan ciri - ciri mereka :
1. Tarikiyah : Merka mengatakan bahwa Allah tidak mewajibkan kepada
makhluq Nya kecuali beriman kepada Nya. Siapa saja yang beriman maka Dia
akan melakukan dan menetapkan sesuai dengan kehendak Nya.
2. Saibiyah : Mereka yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah
membebaskan kepada makhluq Nya untuk melakukan apa yang mereka inginkan.
3. Raj'iyah : Mereka yang mengatakan bahwa orang yang taat maka tidak
dapat disebut sebagai orang yang taat dan orang yang suka bermaksiat
tidak dapat disebut sebagai ahli maksiat karena kami tidak mengetahui
kedudukannya disisi Allah.
4. Salibiyah : Mereka berkata bahwa ketaatan bukan bagian dari keimanan.
5. Bahisyiyah : Mereka berkata bahwa keimanan itu adalah ilmu dan siapa
saja yang tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang batil, mana
yang halal dan mana yang haram maka berarti dia kafir.
6. Amaliyah : Mereka mengatakan bahwa keimanan adalah amal perbuatan.
7. Manqushiyah : Mereka mengatakan bahwa keimanan itu tidak bertambah dan tidak berkurang.
8. Mustatsniyah : Mereka mengatakan bahwa pengecualian adalah bagian dari iman.
9. Musyabbahah : Mereka mengatakan bahwa penglihatan ( mata ),
pendengaran ( telinga ), tangan, kaki adalah sama dengan apa yang
diketahui makhluq sebagaimana lazimnya.
10. Hasyawiyah : Mereka berkata bahwa hukum hadits - hadits adalah satu.
Bagi mereka meninggalkan sunnah berarti sama saja telah meninggalkan
yang wajib.
11. Zhahriyah : Mereka yang menafikan dan mengingkari qiyas atau majaz.
12. Bada'iyah : Mereka yang pertama kali menciptakan hal - hal bid'ah
pada umat ini yang suka menambahkan sesuatu yang baru yang tidak selaras
dengan Al Qur'an dan Hadits.
V. Kelompok Rafidhah terbagi menjadi 12 golongan dan ciri - ciri mereka :
1. Alawiyah : Mereka mengatakan bahwa risalah kenabian sebenarnya ditujukan kepada Ali dan Jibril telah melakukan kesalahan.
2. Amiriyah : Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya Ali adalah rekan Nabi Muhammad dalam hal kenabian.
3. Syiah : Mereka mengatakan bahwa Ali adalah penerima wasiat sebagai
pengganti Rasulullah setelah belaiau wafat. Umat Islam yang membaiat
kepemimpinan ( khilafah ) setelah Rasulullah kepada selain Ali berarti
dia telah kafir.
4. Ishaqiyah : Mereka mengatakan bahwa kenabian itu tidak berakhir dan
akan terus bersambung hingga hari kiamat. Oleh karena itu setiap orang
yang memiliki ilmu tentang ahlul bait maka berarti dia seorang nabi.
5. Nawusiyah : Mereka yang mengatakan bahwa Ali adalah umat terbaik.
Siapa saja yang lebih mengistimewakan yang lainnya maka berarti dia
telah kafir.
6. Imamiyah : Mereka mengatakan bahwa dunia ini tidak mungkin tanpa
seorang pemimpin yang berasal dari keturunan Husein. Dan seorang imam
diajarkan langsung oleh malaikat Jibril. Jika seorang imam wafat maka
kedudukannya digantikan oleh yang lainnya.
7. Zaidiyah : Mereka mengatakan bahwa anak keturunan Husein seluruhnya
adalah pemimpin ( imam ) dalam shalat. Oleh karenanya jika mendapatkan
salah seorang dari keturunan Husein maka keturunan Husein tidak boleh
melakukan shalat di belakang orang lain.
8. Abbasiyah : Mereka yang menganggap bahwa Abbas adalah orang yang
paling berhak memimpin kekhilafahan Islam daripada yang lainnya.
9. Tanasukhiyah : Mereka mengatakan bahwa ruh - ruh manusia dapat ber
reinkarnasi. Oleh karena itu jika orang itu baik maka ruh nya akan
keluar dan masuk ke dalam tubuh makhluq yang membuatnya dapat berbahagia
dalam kehidupannya.
10. Raj'iyyah : Mereka menganggap bahwa Ali dan sahabat - sahabatnya
akan kembali ke dunia dan akan membalas dendam kepada musuh - musuh
mereka.
11. La'inah : Mereka yang melaknat Abu Bakar, Umar, Ustman, Thalhah, Zubair, Mu'awiyah, Abu Musa, Aisyah dan yang lainnya.
12. Mutarabbishah : Mereka yang berpenampilan dengan mengenakan pakaian
seperti ahli ibadah. Setiap tahun mereka mengangkat seseorang yang
menjadi tempat sandaran mereka dalam setiap urusan mereka ( amir /
mursyid ). Jika orang itu wafat akan digantikan dan diserahkan
kedudukannya kepada yang lainnya.
VI. Kelompok Jabariyah terbagi menjadi 12 golongan dan ciri - ciri mereka :
1. Mudhtharibah : Mereka yang mengatakan bahwa manusia sebenarnya tidak
dapat berbuat apa - apa akan tetapi Allah lah yang melakukan segala
sesuatu untuknya.
2. Af'aliyah : Mereka yang mengatakan bahwa kita dapat melakukan sesuatu
akan tetapi pada hakekatnya kita tidak memiliki kemampuan. Kita seperti
hewan yang diikat.
3. Mafrughiyah : Mereka yang mengatakan bahwa segala sesuatu sudah
diciptakan dan sekarang tidak ada sesuatupun yang baru diciptakan.
4. Nujariyah : Mereka mengatakan bahwa Allah akan memberikan adzab
kepada manusia atas perbuatannya bukan atas perbuatan orang lain.
5. Mananiyah : Mereka mengatakan bahwa kamu wajib melakukan sesuatu yang
terbersit dalam hatimu. Maka laksanakanlah jika yang terdetik itu
merupakan kebaikan.
6. Kasbiyah : Mereka mengatakan bahwa seorang hamba tidak dapat mengusahakan pahala dan hukuman.
7. Sabiqiyah : Mereka mengatakan bahwa siapa saja yang berkeinginan maka
lakukanlah keinginan itu. Siapa saja yang tidak mau melakukannya
makajanganlah melakukannya. Sesungguhnya orang yang bahagia ( ahli
syurga ) tidak akan bermanfaat kebaikannya.
8. Habbiyah : Mereka mengatakan bahwa siapa sajayang meminum gelas
kecintaan kepada Allah makagugurlah kewajibannya dalam beribadah
melaksanakan rukun - rukun agama yang telah ditetapkan.
9. Khufiyah : Mereka mengatakan bahwa siapa saja yang mencintai Allah
maka dia tidak akan memiliki kemampuan untuk takut kepada Nya. Karena
seorang kekasih tidak akan takut kepada kekasihnya.
10. Fikriyah : Mereka mengatakan bahwa siapa saja yang keilmuannya
bertambah maka gugurlah kewajiban ibadah baginya sesuai dengan tingkat
keilmuannya.
11. Khasyabiyah : Mereka mengatakan bahwa dunia ini bagi para hamba
adalah sama, tidak ada keistimewaan bagi sebagian dari mereka tanpa
sebagian yang lain sesuai yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.
12. Maniyah : Mereka mengatakan bahwa dari kita suatu perbuatan dilakukan dan kita memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Sumber : [ Al Milal wa An Nihal, Asy Syahrustani danI'tiqad Firaq Al Muslimin wal Musyrikin, Fakhruddin Ar Razi ]
Dalam menafsirkan hadis tersebut para ulama berpendapat, bahwa yang
dimaksud kelompok sesat, bukanlah kelompok-kelompok Islam yang muncul
karena perbedaan masalah fiqh .
Namun yangdimaksud kelompok sesat, adalah kelompok yang memang telah
keluar dari ajaran-ajaran pokok Islam. Seperti kelompok yang mengingkari
rukun-rukun Islam dan Iman. Jadi kelompok yang mengamalkan rukun Islam
dan mempercayai rukun-rukun iman, mereka ini termasuk kelompok yang
selamat. Adapun kelompok-kelompok Islam yang ada sekarang ini, kita juga
harus melihatnya melalui kacamata di atas. JIka penyimpangan yang
terjadi sesuai dengan kriteria diatas, maka aliran tersebutmasuk dalam
Firqah/golongan tersebut diatas.
Sejauh mereka mengamalkan syariat Islam serta berakidah dengan aqidah
yang islami, maka kita tidak boleh memberinya cap sebagai kelompok yang
sesat.
Berikut ini beberapa etika bila menemukan beda pendapat antar kelompok:
1. Memulai dengan "husnuzzan" (prasangka baik) terhadap sesama muslim.
2. Menghargai pendapat kelompok lain sejauh pendapat tersebut mempunyai dalil.
3. Tidak memaksakan kehendak bahwa kelompoknyalah yang paling benar,
karena pendapat lain juga mempunyai kemungkinan benar yang seimbang,
sejauh dalam diskursus syariah.
4. Mengakui adanya perbedaan dalam masalah furu'iyah (cabang-cabang ajaran) dan tidak membesar-besarkannya.
5. Tidak mengkafirkan orang yang telah mengucapkan "Laailaaha illallah".
6. Mengkaji perbedaan secara ilmiyah dengan mengupas dalil-dalilnya.
7. Tidak beranggapan bahwa kebenaran hanya satu dalam masalah-masalah
furu'iyah (cabang-cabangajaran), karena ragamnya dalil, di samping
kemampuan akal yang berbeda-beda dalam menafsiri dalil-dalil tsb.
8. Terbuka dalam menyikapi perbedaan, dengan melihat perbedaan sebagai
hal yang positif dalamagama karena memperkaya khazanah dan
fleksibillitas agama. Tidak cenderung menyalahkan dan menuduh sesat
ajaran yang tidak kita kenal. Justru karena belum kenal, sebaiknya kita
pelajari dulu latar belakang dan inti ajarannya.
AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Jika dilihat dari segi bahasa, Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah terdiri dari tiga kata :
1. Ahlun ( اَهْلٌ ) artinya golongan, keluarga atau orangyang mempunyai atau orang yang menguasai, misalnya :
- اَهْلُ الْبَيْتِ
Artinya : Keluarga atau kaum kerabat
- اَهْلُ اْلاَمْرِ
Artinya Orang yang mempunyai urusan atau penguasa
2. As-Sunnah ( اَلسُّنَّةِ ) artinya meliputi : perkataan, perbuatan, ketetapan.
Secara istilah yang dimaksud adalah apa yang datang dari Rosululloh saw.
yang meliputi perkataan ( sabda Nabi ), perbuatan Nabi ( af’al ) dan
ketetapan Nabi (taqrir).
3. al-Jama’ah ( اَلْجَمَاعَةِ ( artinya kumpulan atau kelompok.
Secara Istilah yang dimaksud Jama’ah adalah para sahabat Rosululloh saw.
terutama adalah khulafa’ur rosyidin yaitu Khalifah : Abu Bakar
as-Shidiq ra., Umar bin Khottob ra., Utsman bin ‘Affan ra., dan Ali bin
Abi Tholib ra.
Arti Ahlu as-Sunnah wal-Jama’ah ( Ahlus Sunnah wal-Jama’ah ) secara Istilah adalah :
Kaum atau golongan yang menganut/mengikuti serta mengamalkan ajaran
agama Islam yang murni sesuai yang diajarkan dan diamalkan oleh
Rosululloh saw dan para sahabatnya.
Menurut Muhammad bin Muhammad bin al-Husaini az-Zabidi dalam kitabnya
berjudul Ithafus Sadah al-Muttaqin ( Sarah kitab Ihya Ulumiddin karya
Imam Ghozali ) mengatakan : Yang dikatakan Ahlu as-Sunnah wal-Jama’ah (
Ahlus Sunnah wal-Jama’ah) adalah :
اِذَا اُطْلِقَ اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِ اَلاَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِدِيَّةُ
Artinya adalah : Apabila di sebut Ahlu as-Sunnah wal-Jama’ah ( Ahlus
Sunnah wal-Jama’ah ) maka maksudnya adalah orang-orang yang mengikuti
paham Imam Al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi.
Takhtimah
Apa yang bisa diambil dari nash hadits tersebut? Yaitu mewaspadai
terjadinya perpecahan yang tidak diridhoi oleh Allah swt, karena yang
demikian itu telah terjadi pada umat-umat terdahulu. Perpecahan yang
dimaksud adalah perbedaan dalam perkara ushul (pokok), baik ushul akidah
maupun ushul syari’ah, atau perpecahan pada kesatuan umat. Adapun
terbentuknya banyak madzhab fiqhiyyah, partai dan ormas islami, dll
selama terbebas dari perpecahan di atas maka bukan termasuk yang
dilarang.
Kalaupun perpecahan tersebut harus terjadi, maka kita harus berpegang teguh pada solusi yang diberikan oleh Rasulullah saw:
As-Sawad Al-A'zham atau Al-Jama’ah, yaitu sabar dan teguh dalam kesatuan
kaum muslimin di bawah kepemimpinan seorang imam/ khalifah/ amir.
عن ابن عباس يرويه قال قال النبي صلى الله عليه وسلم من رأى من أميره شيئا
فكرهه فليصبر فإنه ليس أحد يفارق الجماعة شبرا فيموت إلا مات ميتة جاهلية
"Dari Ibn Abbas, Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa melihat sesuatu
pada Amirnya lalu membencinya maka hendaklah ia bersabar, karena
sesungguhnya tidak seorang pun yang memisahkan diri dari Jama'ah
kemudian ia mati melainkan ia mati dalam keadaan mati jahiliyyah." (HR.
Bukhori)
Berikut nukilan perkataan Imam At-Tirmidzi:
قال الترمذي وتفسير الجماعة عند أهلا العلم (هم أهل الفقه والعلم والحديث):
الاعتصام ومعنى السواد الأعظم: - المجتمعون على إمام يحكم بالكتاب والسنة
وينصر الحق وأهله.
"At-Tirmidzi berkata: tafsir dari kata Jama'ah menurut Ulama (yaitu
mereka ahli fiqh, ilmu, dan hadits)yaitu berpegang teguh, dan makna
As-Sawad Al-A'zham adalah orang-orang yang berhimpun pada seorang Imam
yang menerapkan hukum Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta menolong kebenaran
dan pengembannya." (Shahih Kunuz As-Sunnah An-Nabawiyyah 1/212)
Jika kaum muslimin tidak memiliki imam atau kesatuan pemimpin, maka di hadits berikut ini telah dinyatakan solusinya:
عن حذيفة بن اليمان يقول كان الناس يسألون رسول الله صلى الله عليه وسلم عن
الخير وكنت أسأله عن الشر مخافة أن يدركني فقلت يا رسول الله إنا كنا في
جاهلية وشر فجاءنا الله بهذا الخير فهل بعد هذا الخير من شر قال نعم قلت
وهل بعد ذلك الشر من خير قال نعم وفيه دخن قلت وما دخنه قال قوم يهدون بغير
هديي تعرف منهم وتنكر قلت فهل بعد ذلك الخير من شر قال نعم دعاة على أبواب
جهنم من أجابهم إليها قذفوه فيها قلت يا رسول الله صفهم لنا قال هم من
جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا قلت فما تأمرني إن أدركني ذلك قال تلزم جماعة
المسلمين وإمامهم قلت فإن لم يكن لهم جماعة ولا إمام قال فاعتزل تلك الفرق
كلها ولو أن تعض بأصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت على ذلك .
"Dari Hudzaifah bin Yaman berkata, orang-orang bertanya kepada
Rasulullah saw tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau
tentang keburukan karena khawatir akan menimpaku, maka aku katakan:
wahai Rasulullah saw, kami dahulu berada dalam masa jahiliyyah dan
keburukan, kemudian Allah swt datangkan kebaikan ini (Islam), lalu
apakah setelah kebaikan ini ada keburukan? beliau berkata: Ya. aku
berkata: dan apakah setelah keburukan tesebut ada kebaikan lagi? beliau
berkata: Ya, dan di masa itu ada asap (bertanda polusi). aku bertanya:
apa asapnya? beliau menjawab: kaum yang memberi petunjuk dengan selain
petunjukku, kamu mengenali di antara mereka dan mengingkarinya. aku
bertanya: apakah setelah kebaikan itu ada keburukan? beliau menjawab:
Ya, para pendakwah di depan pintu-pintu neraka jahannam, siapa yang
memenuhi seruan mereka maka mereka akan melemparkannya kedalamnya
(neraka). aku bertanya: gambarkanlah (tentang mereka) kepada kami wahai
Rasulullah saw. Beliau berkata: mereka adalah dari kalangan bangsa kita,
berkata-kata dengan bahasa kita pula. aku bertanya: lalu apa yang
engkau perintahkan kepadaku jika aku di masa itu? beliau bersabda:
berpegang teguhlah terhadap jama'ah kaum muslimin dan imam mereka
(khilafah). aku berkata: bagaimana jika mereka tidak lagi memiliki
jama'ah dan imam? beliau berkata:maka jauhilah kelompok-kelompok (yang
menyeru kepada kesesatan) tersebut seluruhnya, sekalipun kamu harus
menggigit akar pohon hingga kematian menjumpaimu sedangkan kamu dalam
kondisi seperti itu." (HR. Bukhori)
yaitu untuk meninggalkan kelompok-kelompok sesat yang menyerukan kepada
neraka, betapapun mereka dari kalangan kita (هم من جلدتنا ويتكلمون
بألسنتنا). Lalu bagaimana dengan kelompok-kelompok yang menyerukan
kepada islam dan syari'atnya? tentu mereka tidak termasuk yang disebut
sebagai (دعاة على أبواب جهنم), selama apa yang diserukannya benar
berdasarkan petunjuk Allah swt dan Rasul-Nya.
Dan menurut riwayat At-Tirmidzi, berusaha agar seperti apa yang Nabi saw
dan para sahabatnya berada diatasnya, yaitu keberislaman secara
I’tiqodi dan ‘Amali yang sesuai dengan apa yang dijalani oleh Nabi saw
dan para sahabat terdahulu.
Wallohu A'lam Bisshowab Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda