Minggu, 07 November 2021

Jejak Sejarah Wali Biru Selokaton


RIWAYAT SINGKAT WALIYULLAH SYAYYID ROBBIBINUR BIN SYAYYID ABDULMAJID / WALI BIRU

KEDATANGAN DITANAH JAWA

Sekitar tahun 1417 M, Syayyid Robbinur yang berasal dari Hadra maut – Yaman berangkat bersama saudara – saudaranya yang sesama Habaib, seperti: Syayyid Shonhaji ( Mbah Bolong - Ampel ) , Syayyid Ahmad Faqih ( Mbah Kaliagung – Tirem – Gresik ), Syayyid Silbani ( Wales – Blado ), Syayyid Laduni ( Kebagusan – Jeporo ), dll. Keberangkatan mereka ketanah Jawa atas petunjuk Syayyid Abdulmajid yang mendapat petunjuk dari Allah, agar mereka berguru kepada Syayyid Ali Rohmatullah / Sunan Ampel di Padepokan / Pesantren Ampel Dento Surabaya. Sesampainya di Ampel, rombongan yang dipimpin oleh Syayyid Robbibinur diterima oleh Sunan Ampel dengan senang hati, bahkan semua fasilitas sudah disiapkan. Mereka sangat terkejut ketika Sunan Ampel memberitahukan kepada rombongan bahwa dia sering kontak dengan Syayyid Abdulmajid.

BELAJAR DAN MENIKAH

Syayyid Robbibinur beserta saudaranya belajar dengan rajin, tekun dan penuh kesabaran. Sesama santri dia tidak mau dibedakan atau membeda bedakan, tidak melihat keturunan, golongan, bangsa dsb, yang penting seiman dan merasa sama – sama mahluk Allah. Karena kemampuanya yang sangat tinggi dan semangat belajar yang besar serta dilandasi sikap sopan santun itulah yang membuat Syayyid Robbibinur sangat menonjol diantara sesama santri. Selain menguasai ilmu agama lahir batin juga menguasai ilmu kanuragan / silat, tata negara dan tataperang, perdagangan juga pertanian. Karena itulah Syeh Nurhadi / Sunan Bungkul – Surabaya ingin menjadikanya menantu. Dengan seijin Sunan Ampel akhirnya menjadi menantu Sunan Bungkul dan dikaruniai putra yang bernama Syayyid Sholeh / Mbah Sholeh. Mbah Sholeh oleh ayahnya disuruh mengabdi kepada Sunan Ampel sampai wafat. Mbah Sholeh pernah hidup mati sampai sembilan kali dan dimakamkan didepan masjid Ampel – Surabaya. Selain itu Syayyid Robbinur yang membikin sayembara buah delima wulung, yangmana siapa yang mampu mengambil buah delima dari pohonya akan dijodohkan dengan adik ipar perempuanya. Banyak Pangeran, Bangsawan, Kiai dan santri, juga pendekar yang mengikuti sayembara itu. Akhirnya yang bisa memenangkan sayembara itu adalah Sunan Giri Gresik.

PERJALANAN DA’WAH

Syayyid Robbibinur mendapat tugas dari Sunan Ampel untuk berda’wah keliling Jawa Timur. Dengan penuh semangat, tekun dan sopan santun membuat da’wahnya berhasil dimana – mana, sehingga hal ini didengar oleh para wali dan ulama’, bahkan Sultan Demak / Raden Fattah juga mendengarnya. Ketika itu Kasultanan Demak sedang terusik oleh kegiatan penyebaran faham Syeh Siti Jenar dan Kiageng Kebo Kenongo yang dirasa menyimpang dari Syariat Islam. Setelah para wali mendapat isaroh dari Allah, kemudian mengadakan musyawarah yang dipimpin oleh Sunan Giri. Hasil musyawarah, yang bisa mengatasi kegiatan Syeh Siti Jenar adalah Syayyid Robbibinur. Kemudian Syayyid Robbibinur dipanggil dan datang ke Kasultanan Demak untu mendapat tugas membendung ajaran Syeh Siti Jenar. Syayyid Robbibinur berangkat kedaerah Rawa Pening / Banyu Biru dan membikin Padepokan / Pesantren sebagai sarana untuk memperlancar tugas dan sarana da’wah. Syeh Siti Jenar mendirikan Padepokan di sebelah timur Banyu Biru dan Syayyid Robbibinur mendirikan Padepokan disebelah barat Banyu Biru tepatnya di Maskumambang ( sampai sekarang petilasanya masih ada ). Dengan kemampuan lahir batin yang mumpuni dari Syayyid Robbibinur, membuat Syeh Siti Jenar kesulitan megembangkan ajaranya bahkan muritnya semakin berkurang. Karena bertempat di Banyu Biru itulah maka Syayyid Robbibinur dijuluki Wali Biru / Kyai Biru / Wali Biron. Ketika itu juga Mbah Wali Biru mempunyai dua orang murid istimewa yaitu Sunan Bonang dan Patih Wonosalam ( Patih Kasultanan Demak ).

MENJADI PENASEHAT SULTAN DEMAK

Setelah Syeh siti Jenar diadili para wali, Mbah Wali Biru diminta oleh Sultan Fatah dan persetujuan Wali Sembilan untuk menjadi penasehat Kasultanan Demak. Adapun pengadilan para Wali Sembilan kepada Syeh Siti Jenar yaitu supaya Syeh Siti Jenar membunuh atau menghilangkan ajaranya / aliranya dan kembali kepada ajaran Islam yang sempurna. Jadi yang selama ini pengertian bahwa Syeh Siti Jenar dibunuh / dipenggal lehernya adalah tidak benar. Yang benar, setelah Syeh Siti Jenar mengakui kesalahanya, namanya dikembalikan namanya oleh para wali menjadi Syeh Abdul Jalil dan diberi tugas untuk mendampingi Ibu Ratu Kalinyamat di Kadipaten Jepara. Adapun Mbah Wali Biru juga mendapat tugas mengawasi kegiatan Syeh Abdul Jalil. Mbah Wali Biru disamping sebagai penasehat juga sebagai pelatih laskar / prajurit Kasultanan Demak. Mbah Wali Biru menjadi penasehat Kasultanan Demak selama 4 tahun.

TUGAS KE KADIPATEN KALIWUNGU

Adipati Kaliwungu datang menghadap kepada Sultan Demak untuk meminta bantuan ulama’ dari Kasultanan Demak sebab perkembangan Agama Islam di Kaliwungu kurang maju. Apalagi di Kadipaten Kaliwungu belum ada tokoh ulama’ yang mempunyai kemampuan tinggi. Dari hasil musyawarah antara Wali Sembilan dan Sultan Demak akhirnya Mbah Wali Biru ditunjuk untuk da’wah di Kadipaten Kaliwungu. Setelah pindah di Kaliwungu Mbah Wali Biru mendirikan Padepokan / Pesantren di daerah Geseng – Kendal. Karena kemampuan yang tinggi dari Mbah Wali Biru akhirnya Kaliwungu menjadi pusat terbesar pendidikan Agama Islam se Negara Kasultanan Demak Bintoro. Santrinya tidak hanya dari wilayah Kasultanan Demak bahkan ada yang dari luar negeri. Mbah Wali Biru tugas di Kaliwungu selama 9 tahun dan sudah menghasilkan ulama’ – ulama’ besar yang menyebar diwilayah Kasultanan Demak.

DA’WAH DI KEPATIHAN SELOTLANGU / SELOKATON

Pada jaman Demak nama Selokaton adalah Selotlangu yang merupakan wilayah Kepatihan / Kawedanan. Setelah jaman Kasultanan Surakarta nama Selotlangu dirubah menjadi Selokaton. Mbah Wali Biru sudah merasa sangat tua dan berkeinginan untuk hidup didaerah yang sepi / ber uzlah. Kebetulan waktu itu Patih Selotlangu mohon bantuan Ulama’ kepada Adipati Kaliwungu yang berda’wah diwilayahnya. Sebab masyarat Selotlangu kurang mengenal Agama Islam, bahkan sebagian besar rakyatnya masih berkepercayaan Animisme dan Dinamisme. Akhirnya Mbah Wali Biru bersama beberapa santrinya yang dibawa dari Banyu Biru dan Kaliwungu berangkat ke Selotlangu setelah mendapat ijin dari Adipati Kaliwungu. Patih selotlangu memberi daerah perdikan untu didirikan Padepokan / Pesantren kepada Mbah Wali Biru yang berupa hutan. Para santri babat alas yang dipimpin oleh Mbah Wali Biru, yang kemudian diberi nama Padukuan Biron. Setelah Padepokan / Pesantren berdiri Mbah Wali Biru mulai menyusun strategi berdda’wahnya, sebab masyarakat Selotlangu mempunyai sifat yang berbeda. Menggunakan da’wah Islam secara langsung tidak memungkinkan, melalui pertanian dan perdagangan tidak menarik, akhirnya Mbah Wali Biru berda’wah dengan cara mengajarkan ilmu kanoragan dan kesaktian. Ternyata dengan cara itu menarik minat masyarakat Selotlangu. Awalnya Mbah Wali Biru memperagakan ilmu silat yang ditonton oleh rakyat Selotlangu di Padepokan, akhirnya mereka berminat dan banyak yang mendaftarkan diri untuk belajar silat. Bila ikut silat saratnya hanya dengan berwudlu, dan bila mereka sudah menguasai ilmu dasar silat maka dikukuhkan dengan membaca Syahadat.

Kalau ingi bertambah sakti ( kata Mbah Wali Biru ), para murid disuruh membaca japa mantra dan bergerak menirukan gerakan beliau. Sebenarnya yang dikerjakan oleh Mbah Wali Biru adalah memberikan contoh tatacara mengerjakan Sholat. Setelah mereka bisa baru dijelaskan bahwa yang mereka kerjakan itu adalah Sholat yang wajib dikerjakan bagi setiap orang Islam. Begitulah cara Mbah Wali Biru berda’wah mulai dari Silat menjadi Sholat. Dalam waktu singkat Padepokan / Pesantren berkembang dengan pesat dan santrinya dari mana – mana.

WAFAT DI SELOKATON

Atas seijin Sultan Demak, Para Wali dan Adipati Kaliwungu, Mbah Wali Biru menetap di Selokaton sampai wafat. Adapun istri dan anaknya jauh sebelumnya sudah wafat dan dimakamkan di Surabaya. Mbah Wali Biru wafat dalam usia 155 tahun dan dimakamkan di sekitar Padepokan / Pesantren Biron – Selokaton yang beliau dirikan. Karena usia yang panjang itu Mbah Wali Biru disebut juga dengan Wali Budha, maksudnya bukan agamanya yang budha tetapi usianya yang panjang / lama / budha.

PESAN AGAMA MBAH WALI BIRU

Pesan Agama yang sangat terkenal dari Mbah Wali Biru antara lain :

1. Qodrat Manusia adalah:
- Bodoh: maka jangan merasa paling Pinter
- Hina : maka jangan merasa paling Mulia
- Apes : maka jangan merasa paling Ampuh
- Salah : maka jangan merasa paling benar
Maka dari itu marilah kita berusaha jadi manusia yang Jujur, Sabar, Tawakal, Ikhlas dan Nerima.

2. Sempurnanya manusia hidup itu apabila:
- Berbakti kepada Allah SWT
- Berbakti kepada kedua Orang Tuanya
- Berbakti kepada Rosulullah dan Gurunya

RIWAYAT WALI BIRU DARI AL MUKHAROM KH. SIROJ

Di tahun 1954 Al Mukharom KH. Siroj – Payaman – Magelang setelah acara pengajian beliau mengatakan ketika sedang ngaji beliau berhenti sebentar sebab kedatangan Mbah Wali Biru bil ghoib. Kemudian Mbah Siroj menceritakan secara singkat tentang riwayat Mbah Wali Biru kepada Santri dan Jamaah yang hadir. Adapun pesan dari Mbah Wali Biru kepada Mbah Siroj adalah:

“ Apabila suatu saat nanti Tanah Biru keluar asapnya, Banyu Biru keluar candinya, maka saat itulah makamku ( Wali Biru ) dirawat oleh anak cucu”. Kemudian Mbah Siroj menyampaikan pesan khusus dan sekaligus tugas kepada santrinya yaitu Abi Mansur ( KH. RNg. Abi Mansyur / Ki. Bodo ) supaya mewujutkan pesan dari Mbah Wali Biru.
Pada tahun 1987 apa yang di pesankan oleh Mbah Wali Biru itu terjadi dan nyata,yaitu Tanah Biru ( Dieng – Wonosobo ) berhari hari keluar asapnya, Banyu Biru ( Rawa Pening – Ambarawa ) keluar pulaunya / candinya, dan di tahun itu juga ditemukan makam Wali Biru di Biron – Selokaton – Sukorejo – Kendal. Sejak itulah makam dibangun / dirawat bersama – sama oleh Jamaah Alkaromah dan warga masyarakat Selokaton sampai sekarang.

PERIHAL MAKAM WALI BIRU

1. Khaul Wali Biru dilaksanakan setiap Hari Senin ke 3 dalam Bulan Syawal
2. Wirid kunci Mbah Wali Biru adalah: YA HAYYU QOYYUMU 300X.
3. Wali Biru merupakan cucu ke 26 dari Rosulullah Muhammad SAW.

Demikianlah riwayat singkat Syayyid Robibbinur / Wali Biru mulai dari Hadramaut – Yaman sampai wafat di Biron – Selokaton – Sukorejo. Semoga sejarah ini menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang Waliyullah yang ada ditanah air kita Indonesia. Dan semoga pula barokah karomah Mbah Walibiru melimpah kepada kita semua yang percaya, sehingga meningkatkan Iman Islam kita untuk menuju keselamatan lahir batin dan dunia akhirat. Amiin..

Bligo Tanaman Berkhasiat Yang Tidak Populer


Bligo adalah nama buah dari tanaman merambat ini. Nama lain yang dikenal adalah baligo, blonceng, atau kundur. Buah kundur adalah jenis buah yang berasal dari daerah tropis dan telah banyak dibudidayakan di beberapa wilayah Asia. Nama botani buah kundur adalah Benincasa hispida.

Kundur juga memiliki nama lain, yaitu beligo, bligo, dan baligo. Ada juga yang mengataka bahwa buah kundur ini adalah labu besar. Buah kundur masih termasuk tanaman dari keluarga Cucurbitaceae.

Meskipun dikenal dengan ‘gelar’ buah, tetapi buah kundur dianggap sebagai sayuran. Daging buah kundur sering dijadikan sup. Ada juga pengolahan buah kundur menjadi manisan, minuman, dan lainnya.

Dalam bahasa Inggris, buah tumbuhan ini dinamakan wax gourd, white gourd, dan ash gourd, merujuk pada kulitnya yang bersaput tepung. Sementara, warga Amerika menamakannya winter melon, melihat kulit yang seolah-olah putih berselimut salju.

Di Indonesia, namanya pun bermacam-macam. Jika di Jawa disebut bligo atau belonceng, di lain daerah berbeda pula namanya, seperti butong (Dayak), gundur (Gayo), kundue (Minangkabau), kundo (Aceh), undru (Nias), sardak (Lampung), baligo, leyor (Sunda), bhaligu, kondur (Madura), laha (Irian), kudul (Simalur), atau kunrulu (Bugis).

Buah bligo sebenarnya adalah buah semusim, tetapi buahnya dapat bertahan dalam waktu yang lama, bahkan berbulan bulan. 

Bentuknya bulat lonjong, panjangnya bisa mencapai 2 meter. Begitu dibelah, terlihat sederet biji-bijian dengan daging berwarna putih.

Bligo merupakan tanaman menjalar, memiliki batang kayu lunak, berbulu, warna hijau. Daunnya tunggal, bulat, tepi rata, ujung tumpul, pangkal membulat.

Bunganya bunga tunggal, berkelamin dua, tumbuh di ketiak daun, dengan mahkota berbulu halus, berwarna kuning. Buahnya buni, bulat memanjang, berdaging, panjang 15-20 cm, warna hijau berselaput putih. Bagian yang dimanfaatkan adalah biji dan buah.

Kandungan buah kundur

Buah kundur atau buah beligo merupakan buah yang kaya akan zat-zat gizi. Buah kundur mengandung zat gizi makro seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Tak heran jika di dalam buah kundur terkandung energi.

Di dalam buah kundur juga terdapat kandungan serat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan pencernaan. Buah kundur mengandung berbagai jenis vitamin dan mineral. Ada pun beberapa mineral yang dikandung adalah kalsium, fosfor, zat besi, dan kalium.

Ada pula beberapa jenis vitamin di dalam buah kundur. Vitamin yang ada di dalam buah kundur adalah vitamin larut air, yaitu vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), dan vitamin C. Buah kundur kaya akan kandungan air yaitu lebih dari 95%.

Manfaat buah kundur bagi kesehatan tubuh

Kandungan yang ada di dalam buah kundur membawa banyak manfaat. Ada beberapa manfaat buah kundur bagi kesehatan tubuh. Buah yang asing di telinga khalayak ini patut dikonsumsi karena manfaatnya yang banyak.

Apa sajakah manfaat buah kundur bagi kesehatan tubuh? Simak manfaat buah kundur selengkapnya di bawah ini!

1. Menjaga suhu tubuh tetap normal

Suhu lingkungan yang berubah-ubah membuat tubuh harus menyesuaikannya. Asupan cairan yang dikonsumsi membantu metabolisme tubuh agar bisa menjaga suhu tubuh tetap normal.

Buah kundur atau bligo memiliki kandungan air yang sangat melimpah. Kandungan air di dalam buah kundur memiliki manfaat terhadap stabilitas suhu tubuh. Tubuh Anda pun tidak akan menjadi hangat maupun agak dingin.

Anda bisa mengonsumsi buah kundur dalam bentuk sup hangat ketika cuaca sedang agak dingin. Air di dalam buah kundur dan suhu hangat pada sup akan membuat suhu tubuh Anda tetap normal sehingga tidak merasa kedinginan.

2. Mengatasi asma

Manfaat buah kundur bisa mencegah dan mengatasi penyakit asma. Hal ini dikarenakan buah beligo atau buah kundur memiliki kandungan berupa senyawa yang bersifat anti-inflamasi (antiradang).

3. Menurunkan kadar gula darah

Sebuah penelitian membuktikan bahwa konsumsi buah kundur dapat menurunkan kadar gula darah. Hal ini tentunya merupakan kabar baik bagi Anda yang menderita penyakit diabetes melitus.

4. Meningkatkan kesehatan pencernaan

Buah kundur adalah buah yang kaya akan kandungan serat. Tak heran jika dikatakan bahwa manfaat buah kundur bisa meningkatkan kesehatan pencernaan. Kandungan serat yang ada di dalam buah kundur dapat melarukan makanan.

Serat pada buah beligo ini juga mampu melancarkan buang air besar. Proses pencernaan cenderung lebih lancar dan tidak ada penumpukan tinja di dalam usus. Orang yang memiliki pencernaan yang sehat akan terhindar dari penyakit kanker usus.

5. Mengobati radang tenggorokan

Apakah Anda pernah menderita radang tenggorokan sebelumnya? Jika ya maka Anda bisa mengonsumsi buah kendur karena manfaat buah kundur bisa mengobati radang tenggorokan. Kandungan senyawa antiinflamasi akan melepas zat yang menyebabkan terjadinya peradangan.

6. Melarutkan vitamin

Tubuh memerlukan berbagai jenis vitamin. Dua di antaranya adalah vitamin larut air, yaitu vitamin B kompleks dan vitamin C. Air diperlukan untuk melarutkan kedua jenis vitamin tersebut.

Apabila konsumsi air putih Anda kurang memadai maka kandungan air di dalam buah kundur dapat membantu melarutkan asupan vitamin B dan vitamin C. Terlebih lagi, di dalam buah beligo atau kundur terdapat kandungan vitamin B dan vitamin C.

7. Menurunkan berat badan

Telah disebutkan sebelumnya bahwa buah kundur memiliki kandungan serat. Secara tidak langsung, ini mengartikan bahwa manfaat buah kundur mampu menurunkan berat badan. Bagaimana bisa? Simak penjelasannya!

Kandungan serat di dalam buah kundur dapat memperpanjang masa kenyang. Hal ini membuat Anda tidak merasa lapar dan terhindar dari konsumsi berlebih. Manfaat serat pada buah kundur juga dapat menurunkan tingkat penyerapan karbohidrat dan lemak.

Itu membuat tubuh menerima karbohidrat dan lemak yang lebih sedikit daripada yang seharusnya. Belum lagi, kandungan energi buah kundur hanya sedikit. Semua alasan tersebut membuat konsumsi buah kundur secara rutin dapat menurunkan berat badan Anda.

8. Meringankan alergi

Apakah Anda memiliki riwayat alergi? Anda bisa mengonsumsi buah kundur apabila alergi Anda kumat lagi atau tiba-tiba mengalami alergi. Kandungan senyawa antiinflamasi di dalam buah bligo dapat meringankan reaksi alergi.

9. Mencegah sariawan

Manfaat buah kundur juga dapat mencegah terjadinya sariawan. Buah kundur mengandung vitamin C dalam jumlah yang cukup banyak. Konsumsi buah kundur dapat membantu kecukupan vitamin C yang mampu mencegah sariawan.

10. Mengatasi gejala osteoporosis

Hampir semua orang tidak ingin menderita osteoporosis dan merasakan gejalanya. Namun, jika osteoporosis telah datang maka konsumsilah buah kundur. Buah kundur mengandung senyawa antiinflamasi yang bisa meringankan gejala osteoporosis.

11. Penurun demam

Demam itu tidak harus selalu minum obat. Anda bisa mengonsumsi buah kundur. Hal ini dikarenakan buah kundur bisa bertindak sebagai penurun demam. Banyaknya air pada buah kundur akan membuat sering buang air kecil dan mengakibatkan suhu tubuh yang tinggi menjadi turun secara berangsur.

12. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh

Setiap orang tentunya ingin selalu sehat dan tidak mudah sakit. Oleh karena itu, konsumsilah buah kundur secara rutin. Manfaat buah kundur dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh Anda. Hal ini dikarenakan buah beligo mengandung antioksidan yang ada di dalam vitamin C.

Hukum Nikah Misyar


Belakangan ini istilah nikah misyar begitu merebak di Indonesia. Dari berbagai media dan situs yang kami baca, istilah nikah misyar ini merebak di Indonesia seiring dengan menjamur model praktek nikah yang dilakukan orang-orang Arab kaya yang suka melancong ke manca negara, semisal Indonesia.

Biasanya dalam prakteknya, nikah model ini dilakukan sebagaimana layaknya sebuah pernikahan biasanya, yaitu pernikahan yang memenuhi segala rukun dan syaratnya, dilakukan karena suka sama suka, ada walinya, ada saksinya, dan ada maharnya. Hanya saja, sang istri merelakan beberapa haknya tidak dipenuhi oleh suaminya, misalnya hak nafkah, atau hak gilir, atau tempat tinggal. Ada juga mengistilahkan nikah misyar ini dengan “nikah dengan niat talak” (al-nikâh bi-niyyah al-thalâq). Disebut dengan nikah dengan niat talak, karena biasanya pria yang melakukan praktek nikah ini tidak ada tujuan pernikahan yang lestari dan untuk waktu selamanya, tetapi hanya untuk tempo tertentu saja seperti satu malam, seminggu dan sebagainya, tetapi keinginan mentalaq dalam tempo tertentu tersebut tidak diucapkan secara verbal dalam akad nikah. Biasanya mereka melakukan kesepakatan dulu sebelum akad, tetapi kesepakatan yang telah dibuat tersebut tidak disebut dalam akad nikah.

Istilah nikah misyar ini merebak di Indonesia seiring dengan menjamur model praktek nikah yang dilakukan orang-orang Arab Saudi karena fatwa dari Ulama mereka (wahabiyah ) yang memperbolehkan Nikah Misyar sebagaimana Fatwa Abdul Aziz bin baz ini :

فتوى فضيلة الشيخ عبدالعزيز بن باز - رحمه الله - فحين سئل عن زواج المسيار والذي فيه يتزوج الرجل بالثانية او الرابعة، وتبقى المرأة عند والديها، ويذهب اليها زوجهافي اوقات مختلفة تخضع لظروف كل منهما.

‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya mengenai hukum nikah misyar, yaitu seorang pria menikah lagi dengan istri kedua, ketiga atau keempat, dan ia katakan pada istri tersebut untuk tetap tinggal di rumah orang tuanya, lantas si pria pergi ke rumah si istri ini pada waktu yang berbeda dari istri lainnya. Apa hukum dari nikah semacam ini

اجاب رحمه الله: «لا حرج في ذلك اذا استوفى العقد الشروط المعتبرة شرعاً، وهي وجود الولي ورضا الزوجين، وحضور شاهدين عدلين على اجراء العقد وسلامة الزوجين من الموانع، لعموم قول النبي صلى الله عليه وسلم: «احق ما اوفيتم من الشروط ان توفوا به ما استحللتم به الفروج» (رواه البخاري). وقوله صلى الله عليه وسلم: «المسلمون على شروطهم». فإن اتفق الزوجان على ان المرأة تبقى عند اهلها او على ان القسم يكون لها نهاراً لا ليلاً او في ايام معينة او ليالٍ معينة، فلا بأس بذلك بشرط إعلان النكاح وعدم إخفائه».

Beliau rahimahullah menjawab, “Nikah misyar semacam ini tidaklah masalah asalkan terpenuhi syarat-syarat nikah, yaitu harus adanya wali ketika nikah dan ridho keduany pasangan, serta hadirnya saksi yang adil ketika akad berlangsung. Juga tidak adanya yang cacat yang membuat nikahnya tidak sah. Dalil akan bolehnya bentuk nikah semacam ini adalah keumuman dalil

أَحَقُّ الشُّرُوْطِ أَنْ تُوْفُوْا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوْجَ

"Syarat yang paling berhak untuk ditunaikan adalah persyaratan yang dengannya kalian menghalalkan kemaluan (para wanita)" (HR. Bukhari no 2721 dan Muslim no 1418)

Begitu pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ

"Dan kaum muslimin tetap berada diatas persyaratan mereka (tidak menyelishinya-pen)." (HR. Tirmidzi no. 1352 dan Abu Daud no. 3596)

Jika kedua pasangan sepakat jika si istri tetap di rumah bapaknya, atau si suami hanya bisa melayani istri di siang hari saja atau pada hari tertentu, atau pada malam tertentu, maka nikah semacam ini tidak bermasalah. Namun dengan syarat nikah ini dilakukan terang-terangan (diumumkan ke khalayak ramai), bukan sembunyi-sembunyi.

Diatas adalah Hukum Versi Bin baz, namun hukum menurut Ulama Wahabi lainnya yaitu Syekh Albani berbeda yaitu:
Dalam Kitab Ahkaamut-Ta’addud fii Dlauil-Kitaab was-Sunnah oleh Ihsaan Al-‘Utaibi, hal. 28-29

ثم التقيت بشيخنا الألباني رحمه الله في 17 محرم /1418هـ في بيته وطرحتُ عليه بعض المسائل من هذا لكتاب ، ومنها هذه المسألة ، فأفتى بحرمة هذا الزواج لسببين :

Syaikh Ihsaan bin Muhammad bin ‘Ayisy Al-‘Utaibi pernah berkunjung ke rumah Syaikh Al-Albani pada tanggal 17 Muharram 1418 dan bertanya tentang nikah mis-yaar yang dilakukan oleh banyak orang dewasa ini. Maka beliau rahimahullah memfatwakan keHARAMan Nikah Misyar dengan dua sebab :

1. أن المقصود من النكاح هو " السكن " كما قال تعالى : ( وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ) الروم/21 ، وهذا الزواج لا يتحقق فيه هذا الأمر

“Maksud dari pernikahan adalah tercapainya ketentraman sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang” (QS. Ar-Ruum : 21). Sedangkan pernikahan semacam ini tidak mewujudkan demikian.

2. أنه قد يقدَّر للزوج أولاد من هذه المرأة ، وبسبب البعد عنها وقلة مجيئه إليها سينعكس ذلك سلباً على أولاده في تربيتهم وخلقهم

“Boleh jadi Allah ta’ala mentaqdirkan si suami mendapatkan anak dari istrinya sebagai hasil dari pernikahan ini, lalu dengan sebab jauh dan jarangnya bertemu, maka akan menyebabkan dampak buruk bagi anak-anaknya di dalam urusan pendidikan dan akhlaq.

Diatas adalah Hukum nikah Misyar versi wahabiyah, kemudian bagaimana hukumnya versi Ahlusunnah Waljamaah?

Untuk menjawab apakah nikah misyar ini sah atau tidak ?, mari kita simak keterangan para ulama berikut ini :

Imam al-Nawawi mengatakan dalam Syarah Muslim :

وَأَمَّا شَرْطٌ يُخَالِفُ مُقْتَضَاهُ كَشَرْطِ أنْ لَا يَقْسِمَ لَهَا وَلَا يَتَسَرَّى عَلَيْهَا وَلَا يُنْفِقُ عَلَيْهَا وَلَا يُسَافِرُ بِهَا وَنَحْوِ ذَلِكَ فَلَا يَجِبُ الْوَفَاءُ بِهِ بَلْ يَلْغُو الشَّرْطُ وَيَصِحُّ النِّكَاحُ بِمَهْرِ الْمِثْلِ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ شَرْطٍ لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فَهُوَ بَاطِلٌ

“Adapun syarat yang menyalahi kehendaki akad nikah seperti syarat tidak memberikan jatah pembagian malam bagi isteri, tidak mengunjungi pada waktu malam, tidak memberikan nafkah atau tidak melakukan musafir bersamanya ataupun lainnya, maka tidak wajib memenuhinya, bahkan lagha (ada penyebutannya seperti tidak ada) syarat tersebut dan sah nikahnya dengan mahar mitsil, karena sabda Nabi SAW : “Setiap syarat yang tidak pada kitab Allah, maka itu adalah batal.”

Syaikh Syairazi mengatakan dalam kitabnya, al-Muhazzab sebagai berikut :

وان شرط أن لا يتسرى عليها أو لا ينقلها من بلدها بطل الشرط لانه يخالف مقتضى العقد ولا يبطل العقد لانه لا يمنع مقصود العقد وهو الاستمتاع، فإن شرط أن لا يطأها ليلا بطل الشرط لقوله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (الْمُؤْمِنُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إلَّا شَرْطًا أَحَلَّ حَرَامًا أَوْ حَرَّمَ حلالا) فإن كان الشرط من جهة المرأة بطل العقد، وان كان من جهة الزوج لم يبطل، لان الزوج يملك الوطئ ليلا ونهارا وله أن يترك، فإذا شرط أن لا يطأها فقد شرط ترك ماله تركه والمرأة يستحق عليها الوطئ ليلا ونهارا، فإذا شرطت أن لا يطأها فقد شرطت منع الزوج من حقه، وذلك ينافى مقصود العقد فبطل.

"Seandainya disyaratkan (dalam akad nikah) tidak mengunjungi isterinya pada waktu malam hari atau tidak memindahkan isterinya dari negerinya, maka syaratnya itu batal, karena syarat tersebut menyalahi kehendaki akad dan tidak batal akad nikah, karena tidak mencegah maksud akad, yaitu bermesraan dengan isteri. Karena itu, seandainya disyaratkan tidak menyetubuhinya pada waktu malam, maka batal syaratnya, karena sabda Nabi SAW : “Orang-orang beriman atas syarat mereka kecuali syarat yang menghalalkan yang haram dan yang mengharamkan yang halal.” Maka jika syarat itu dari pihak isteri, maka batal akadnya dan jika dari pihak suami, maka tidak batal akadnya, karena suami memiliki hak menyetubuhi pada waktu malam dan siang, sedangkan suami boleh meninggalkan haknya itu, karena itu jika suami mensyaratkan tidak menyetubuhi isterinya, maka suami tersebut mensyaratkan meninggalkan sesuatu yang boleh baginya meninggalkannya. Adapun si isteri berkewajiban atasnya untuk menerima disetubuhi pada waktu malam dan siang, karena itu jika isteri mensyaratkan tidak menyetubuhinya, maka isteri tersebut sudah mensyaratkan mencegah suami dari haknya, sedangkan yang demikian itu menafikan maksud akad, karena itu batal akadnya.

Hadits yang dikutip Syeikh Syairazi di atas riwayat Abu Daud dan  al-Hakim dari Abu Hurairah dan riwayat al-Hakim dari Anas, Thabrani dari Aisyah dan Rafi’ bin Khadij.

Dalam Bughyatul Mustarsyidin disebutkan :

“Masalah ش : Apabila seorang perempuan menikah dengan syarat suaminya tidak mengeluarkannya dari rumah ayahnya, jika syarat tersebut bukan dalam diri akad, maka tidak ada pengaruh apapun, baik syaratnya itu disebut sebelum akad ataupun sesudahnya. Maka tidak melazimkan sesuatupun. Atau syarat tersebut disebut dalam akad, seperti “Aku kawinkan kamu dengan anakku dengan syarat tidak kamu keluarkannya dari rumahku, maka sah akad nikah dan lagha syaratnya, tetapi fasid musamma maharnya (penyebutan maharnya), karena itu lazim mahar mitsil. Hal ini juga berlaku sama pada setiap syarat yang tidak mencederai maksud nikah.”

Imam al-Nawawi  berkata :

قَالَ الْقَاضِي وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ نَكَحَ نِكَاحًا مُطْلَقًا وَنِيَّته أَلَّا يَمْكُث مَعَهَا إِلَّا مُدَّة نَوَاهَا فَنِكَاحه صَحِيح حَلال ، وَلَيْسَ نِكَاح مُتْعَة ، وَإِنَّمَا نِكَاح الْمُتْعَة مَا وَقَعَ بِالشَّرْطِ الْمَذْكُور ، وَلَكِنْ قَالَ مَالِك : لَيْسَ هَذَا مِنْ أَخْلَاق النَّاس ، وَشَذَّ الْأَوْزَاعِيُّ فَقَالَ : هُوَ نِكَاح مُتْعَة ، وَلَا خَيْر فِيهِ . وَاَللَّه أَعْلَم .

“Al-Qaadli berkata : Para ulama telah bersepakat bahwa siapa saja yang melakukan nikah secara mutlaq dengan niat (dalam hati) hanya akan bersamanya dalam waktu terbatas, maka nikahnya sah dan halal. Ini bukan nikah mut’ah. Nikah mut’ah adalah nikah yang dilaksanakan disertai syarat yang disebutkan. Akan tetapi Malik berkata : ‘Ini tidak termasuk akhlaq manusia (generasi salaf)’. Sedangkan Al-Auza’i mempunyai pendapat yang berbeda, dimana ia berkata : ‘Hal itu adalah nikah mut’ah dan tidak ada kebaikan di dalamnya’. Wallaahu a’lam”

Berdasarkan keterangan-keterangan ulama di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Apabila dalam sebuah akad nikah disebut syarat, tetapi penyebutannya dilakukan di luar akad, baik sebelum atau sesudah akad, maka syarat tersebut tidak mengikat siapapun dan tidak ada dampak hukumnya. Karena syarat yang disebut di luar sebuah akad tidak lazim dipenuhi.

2. Apabila syarat tersebut disebut dalam diri akad, maka ini ada tafsilnya, yakni apabila syarat yang disebutkan itu menyalahi maqtazha akad, tetapi tidak menafikan maksud akad, seperti suami tidak boleh membawa isteri meninggalkan rumah ayahnya, maka lagha syaratnya, namun sah akadnya. Adapun apabila syaratnya menafikan maksud akad seperti bermesraan atau bersetubuh dengan isteri, maka tidak sah akadnya. Namun demikian apabila persyaratan tidak bermesraan atau bersetubuh dengan isteri dilakukan oleh pihak suami, maka akadnya sah, karena bermesraan atau bersetubuh merupakan hak suami, karena itu suami boleh menggunakan haknya dan boleh juga meninggalkannya. Adapun apabila dilakukan oleh pihak isteri, maka akadnya tidak sah. Karena isteri tidak boleh mencegah hak suami.

3. Sebuah akad nikah dengan niat (dalam hati) hanya akan bersamanya dalam waktu terbatas, maka nikahnya sah dan halal. Demikian juga sah akad nikah apabilabersepakat keduanya sebelum melaksanakan akad untuk bercerai dalam dalam waktu tertentu, namun kesepakatan tersebut tidak disebut dalam akad

Sesuai  dengan kesimpulan di atas, maka di sini dapat dijawab hukum nikah misyar sebagai berikut :

a. Nikah misyar selama dengan pengertiannya yang kami sebutkan di atas, maka sah akadnya. Kalau persyaratan yang dibuat itu disebut di luar akad, maka persyaratan tersebut tidak wajib dipenuhi. Kalau disebut di dalam akad, maka persyaratan tersebut lagha (sia-sia, adanya persyaratan tersebut seperti tidak ada) dan akadnya tetap sah. Mahar pernikahan itu kembali kepada mahar mitsil (bukan mahar yang disebut dalam akad, tetapi kembali kepada jenis dan ukuran yang sesuai dengan status dan kedudukan isteri)

b. Kalau nikah misyar dimaknai dengan nikah dengan niat talaq, maka pernikahan dengan makna ini juga sah juga, karena niat saja tidak memberi pengaruh terhadap keabsahan suatu pernikahan

c. Nikah misyar bukanlah nikah mut’ah yang disepakati ulama keharaman dan tidak sahnya. Karena nikah mut’ah adalah nikah yang dalam akadnya disebut batasan waktu berlakunya pernikahan sebagaimana banyak dijelaskan ulama.

Catatan

Meskipun demikian,menurut hemat kami apabila pernikahan misyar ini banyak mendatangkan kemudharatan, karena dalam prakteknya banyak orang memanfaatkan nikah misyar ini hanya sekedar menggumbar nafsu syahwatnya dan ujung-ujungnya yang menjadi korban adalah pihak perempuan, maka pihak pemerintah harus melarangnya. Qaidah fiqh mengatakan :

تصرف الامام على رعيته منوط بالمصلحة

”Kebijakan pemerintah kepada rakyatnya berdasar kemaslahatan”

Benarkah Siti Fatimah Tidak Mengalami Haid??



Bagian dari kodrat wanita adalah mengalami haid. Wanita di dunia dianggap normal, ketika dia mengalami haid. 
Ketika A’isyah ikut berangkat haji wada bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengalami haid. Hal inipun membuat A’isyah bersedih, hingga beliau menangis. Sang suami yang penyayang menenangkannya,
’Kamu kenapa? Apa kamu haid?’ tanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

’Ya.’ Jawab A’isyah.

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ، فَاقْضِي مَا يَقْضِي الحَاجُّ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ

Sesungguhnya haid adalah perkara yang telah Allah tetapkan untuk putri Adam. Lakukan seperti yang dilakukan jamaah haji, hanya saja kamu tidak boleh thawaf di Ka’bah. (HR. Bukhari 294 dan Muslim 1211)

Oleh karena itu, ketika ada berita bahwa ada salah satu wanita keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak mengalami haid, yang disampaikan dalam rangka menunjukkan keutamaannya, selayaknya tidak langsung kita terima, namun kita periksa keabsahan berita itu. Karena kondisi ini menyalahi kodratnya wanita.

Apakah Fatimah tidak Mengalami Haid

Ada beberapa riwayat yang menyebutkan keutamaan Fatimah radhiyallahu ‘anha,yang menjelaskan bahwa beliau tidak mengalami haid.
Diantaranya hadis,

ابنتى فاطمة حوراء آدمية لم تحض ولم تطمث وإنما سماها الله تعالى فاطمة لأن الله تعالى فطمها ومحبيها عن النار

Putriku Fatimah manusia bidadari. Tidak pernah haid dan nifas. Allah menamainya Fatimah, karena Allah menyapihnya dan menjauhkannya dari neraka.

Riwayat ini telah disebut oleh Muhib al-Thabary (w.694 H) dalam kitab manaqibnya, Zakha-ir al-‘Uqbaa. Dalam kitab ini disebutkan hadits ini diriwayat oleh al-Ghatsany dari Ibnu Abbas. Ibnu Hajar al-Haitamy menyebut hadits ini dalam kitab beliau, al-Shawaiq al-Muhriqah tanpa komentar apapun terhadap kualiatas riwayatnya, namun dalam kitab ini pentakhrijnya tertulis al-Nisa-i, bukan al-Ghatsany. Khatib al-Baghdadi juga telah menyebut riwayat ini dalam kitabnya, Tarikh al-Baghdadi, beliau mengatakan, dalam isnad hadits ini tidak hanya satu orang yang tidak dikenal dan haditsnya tidak tsaabit (tidak shahih). Pernyataan Khatib al-Baghdadi ini juga telah disebut dalam kitab al-Laala-i al-Mashnu’ah karya al-Suyuthi. Al-Zahabi dalam Talkhis Kitab al-Maudhu’at mengatakan, isnadnya terdiri dari orang-orang dhalim dan orang-orang yang tidak dikenal. Ibnu al-Jauzi telah memasukkan hadits ini dalam kelompok hadits-hadits maudhu’ dalam kitabnya, al-Maudhu’aat.

Catatan :
Kitab Zakha-ir al-‘Uqbaa karya Muhib al-Thabary merupakan sebuah kitab yang menguraikan biografi dan kelebihan-kelebihan ahlul bait, namun sayang dalam kitab ini banyak memuat hadits hadits maudhu’ dan dhaif. 

Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh al-Shakawy sebagaimana telah dikutip oleh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam kitabnya, al-Shawaiq al-Muhriqah, beliau mengatakan :

اعْلَم أَنه أَشَارَ فِي خطْبَة هَذَا الْكتاب إِلَى بعض حط على ذخائر العقبى فِي مَنَاقِب ذَوي الْقُرْبَى للْإِمَام الْحَافِظ الْمُحب الطَّبَرِيّ بِأَن فِيهِ كثيرا من الْمَوْضُوع وَالْمُنكر فضلا عَن الضَّعِيف ثمَّ نقل عَن شَيْخه الْحَافِظ الْعَسْقَلَانِي أَنه قَالَ فِي حق الْمُحب الطَّبَرِيّ إِنَّه كثير الْوَهم فِي عزوه للْحَدِيث مَعَ كَونه لم يكن فِي زَمَنه مثله

“Ketahuilah al-Shakhawy telah mengisyarahkan dalam khutbah kitab ini (kitab manaqib ahlul Bait karangan al-Shakhawy) kepada sebagian pembahasan atas kitab Zakha-ir al-‘Uqbaa fi Manaqib Zawil Qurbaa karya Imam al-Hafizh al-Muhib al-Thabary dimana di dalam kitab tersebut banyak terdapat riwayat-riwayat maudhu’ dan mungkar serta dha’if. Kemudian al-Shakhawy mengutip dari gurunya, al-Hafizh al-Asqalany bahwasanya beliau pernah berkata perihal al-Muhib al-Thabary, bahwa beliau ini banyak waham dalam menyandarkan suatu hadits, disamping itu beliau memang tidak ada orang yang sebanding beliau pada`masanya.”

Dari Asmaa, beliau mengatakan : (ِِِAsmaa binti Amiis)

قبلت اي ولدت فاطمة بالحسن فلم ار لها دما فقلت يا رسول الله: إني لم أر لفاطمة دما في حيض ولا نفاس فقال أما علمت أن ابنتي طاهرة مطهرة لا يرى لها دم في طمث ولا ولادة

Artinya : Aku turut membantu Fatimah melahirkan Hasan, aku tidak melihat pada Fatimah darah sedikitpun, maka aku mengatakan, Ya Rasulullah, sesungguhnya aku tidak pernah melihat Fatimah berdarah haid dan nifas, Rasulullah berkata : “Apakah kamu tidak mengetahui sesungguhnya anakku selalu dalam keadaan suci dan disucikan, tidak pernah dilihat darah padanya, baik darah kotoran maunpun wiladah.”

Al-Muhib al-Thabary (w.694 H) telah menyebut hadits ini dalam kitab manaqibnya, Zakha-ir al-‘Uqbaa pada masalah “Menyebut kesucian Fatimah dari wanita anak Adam” pada Hal. 90 dengan pentakrijnya Imam Ali bin Musa al-Rizha.
Asmaa dalam riwayat di atas adalah Asmaa binti ‘Amiis sebagaimana tertulis dalam kitab Nur al-Abshar karangan al-Syablanji yang juga menyebut riwayat di atas dengan riwayat dari Asmaa binti ‘Amiss. Al-Zahabi menjelaskan bahwa Asmaa binti ‘Amiis ini salah seorang sahabat Nabi yang pernah hijrah ke negeri Habsyah bersama suaminya, Ja’far. Kemudian meninggalkan negeri Habsyah berangkat ke Madinah pada Tahun ketujuh Hijrah untuk ikut bersama kaum Muhajirin di Madinah. Memperhatikan keterangan di atas, maka pada Tahun ketiga Hijrah, pada waktu lahir Sayyidina Hasan, Asmaa binti ‘Amiis masih berada di Habsyah alias tidak berada di negeri Madinah, jadi bagaimana mungkin dapat dikatakan bahwa Asmaa binti ‘Amiis turut membantu kelahiran Sayyidina Hasan r.a, sedangkan Sayyidina Hasan r.a. sebagaimana dimaklumi lahir pada bulan Sya’ban atau pertengahan Ramadhan Tahun ketiga Hijrah. Berdasarkan penjelasan ini dapat dipastikan bahwa riwayat yang dinisbah kepada Asmaa binti ‘Amiis ini juga maudhu’ alias palsu sebagaimana riwayat lain yang tersebut pada nomor 1 dan 2 di atas.

Riwayat ini juga disebutkan al-Kinani, dan beliau mendhaifkannya. Beliau mengatakan,

أورده المحب الطبرى فى ذخائر العقبى وهو باطل أيضا فإنه من رواية داود بن سليمان الغازى

Disebutkan oleh al-Muhib at-Thabari dalam kitab Dzakhair al-Uqba, dan ini juga hadis bathil, karena dari riwayat Daud bin Sulaiman al-Ghazi.

Keterangan yang sama juga disampaikan al-Munawi, beliau berkomentar

لكن الحديثان المذكوران رواهما الحاكم وابن عساكر عن أم سليم زوج أبي طلحة. وهما موضوعان كما جزم به ابن الجوزى، وأقره على ذلك جمع منهم: الجلال السيوطي مع شدة عليه

Akan tetapi dua hadis yang disebutkan, yang diriwayatkan oleh Hakim dan Ibnu Asakir dari Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah. Dan dua hadis itu palsu, sebagaimana yang ditegaskan Ibnul Jauzi, dan disetujui oleh beberapa ulama, diantaranya as-Suyuthi, dengan komentar yang sangat keras untuk hadis itu. (Ittihaf as-Sail, hlm. 12).

Hukum Bekerja Di Bank



Seiring dengan kemajuan zaman, legiatan perekonomian juga semaking berkembang dengan pesat termasuk dengan munculnya berbagai lembaga keuangan seperti bank dan sistem perbankan. Sistem perbankan konvensional adalah suatu sistem dimana terjadi kegiatan ekonomi yang mencakup kegiatan menanbung, pinjaman, penukaran mata uang, jaminan surat berharga, giro, transfer dan lain sebagainya.

Terkadang kondisi ekonomi suatu bangsa juga dapat dilihat dari sistem perbankannya, semakin maju sistem perbankan maka semakin maju pula negaranya. Sebenarnya pokok aktifitas suatu bank adalah menampung dana dari masyarakat dan disalurkan pada masyarakat yang lain atau dengan kata lain menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan pada pihak yang kekurangan. Pihak bank sendiri biasanya mendapat keuntungan dari bunga pinjaman maupun potongan dari tabungan yang diberikan pada nasabah.

Dalam perekonomian modern yang diaplikasilah dewasa ini, pada dasarnya bank adalah lembaga perantara yang biasa disebut financial intermediary. Meskipun bank memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat atau nasabah, bank bukanlah termasuk lembaga sosial. Sebenarnya bank dapat dikategorikan sebagai lembaga yang bergerak di bidang perdagangan dan peredaran uang di masyarakat dan tempat menyimpan harta.

Hukum Bekerja di Bank

Meskipun ulama berpendapat bahwa bank konvensional yang menerapkan bunga adalah aktifitas riba, ada beberapa pendapat yang menyatakan bagaimana hukum bekerja di bank itu sendiri. Untuk lebih jelasnya simak pendapat ulama berikut ini

Syaikh Yusuf Qardhawi

Dalam pendangan dan pendapat Yusuf Qardhawi, bekerja dibank sebenarnya tidak diharamkan karena tidak semua aktifitas atau transaksi dalam dunia perbankan konvensional mengandung unsur riba. Dalam sistem perbankan juga terdapat transaksi yang sifatnya halal dan diperbolehkan. Meskipun tetap saja Yusuf Qardhawi mengharamkan bunga atau rioba dari bank. Demikian juga orang yang bekerja di bank menurutnya hal tersebut diperbolehkan atas dasar alasan berikut

Tidak semua transaksi perbankan mengandung riba dan mereka yang bekerja dibank tidak sesalu melakukan aktifitas ribawi yang merugikan pihak lainnya dan tidak semuanya terkait hutang dan pinjaman.

Agar sistem perbankan tidak dikuasai oleh orang nonmuslim maka sistem perbankan konvensional pun sebaiknya dipegang atau dikuasai oleh orang muslim sehingga seorang muslim menurut Yusuf Qardhawi boleh saja bekerja dan mencari nafkah di bank.

Bekerja dibank hukumnya boleh terutama jika orang tersebut hanya dapat bekerja di sektor perbankan dan hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Apalagi seorang umat islam tentunya dianjurkan untuk bekerja sebagaimana yang tercantum dalam hadits.

Gaji yang diterima orang yang bekerja di bank dalam keadaan mendesak hukumnya diperbolehkan sebagaimana suatu perkara yang haram dapat menjadi halal jika dalam keadaan mendesak. Adapun hal ini sependapat dengan ulama Mesir yakni Jad Al Haq yang menyetakan bahwa bekerja di bank halal hukumnya meskipun bank tempatnya bekerja menggunakan sistem riba selama bank tersebut juga memiliki aktifitas perbankan lain yang sifatnya halal.

Hanya ada satu keadaan yang membolehkan kita bekerja di BANK riba, yaitu keadaan gawat dan dharurat, yaitu suatu keadaan yang dapat mengakibatkan seseorang dan keluarganya ke dalam jurang kebinasaan atau kesusahan yang amat sangat, namun ada syarat dan ketentuan yang harus diperhatikan:

Sudah berupaya mencari pekerjaan halal, namun tidak mendapatkan atau tidak punya modal.
Jika ia tidak bekerja di tempat tersebut, maka kemungkinan besar akan terjatuh ke dalam kebinasaan atau kesusahan yang serius.
Bekerja hanya sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan saja, jika keadaan gawat dan darurat telah hilang maka harus resign dari pekerjaan tersebut.

Dalil dari pengecualian ini adalah kaedah-kaedah sebagai berikut:

لا محرَّم مع الضرورة، ولا واجب مع العجز

Artinya: tidak ada yang diharamkan jika dalam keadaan darurat, dan tidak ada kewajiban jika dalam keadaan tidak mampu

الضرورة تبيح المحضورات

Artinya: keadaan darurat membolehkan Sesuatu yang diharamkan.

Yang perlu digaris bawahi adalah, syarat dan ketentuan berlaku bagi yang terjatuh dalam kondisi ini, dan harus diperhatikan dengan serius, sebagaimana kami isyaratkan diatas.

Bekerja di entitas ini sudah menjadi umumul balwa (suatu praktik yang tidak bisa dihindarkan) bahkan sistem ini sekarang menjadi sistem yang mengakar. Oleh karena itu, jika kita hukumi bahwa seluruh orang yang terlibat dalam kegiatan perekonomian harus resign dan meninggalkan pekerjaannya, hal itu akan melumpuhkan seluruh perekonomian, tidak hanya konvensional, tetapi juga syariah.

Dengan demikian, berdasarkan umumul balwa ini, diperbolehkan untuk bekerja di entitas ini sesuai dengan kaidah umumul balwa. Banyak para ulama yang menegaskan tentang hal ini, beberapa ulama diantaranya :

Ibnu Nujaim menjelaskan sebagai berikut :

قَالَ ابْنُ نُجَيْم الْحَنَفِيّ : أَمَّا مَسْأَلَةُ مَا إِذَا اخْتَلَطَ الْحَلَالُ بِالْحَرَامِ فِيْ الْبَلَدِ، فَإِنَّهُ يَجُوْزُ الشِّرَاءُ وَالْأَخْذُ إِلَّا أَنْ تَقُوْمَ دِلَالَةٌ عَلَى أَنَّهُ مِنَ الْحَرَامِ.

jika terjadi di sebuah negara, dana halal bercampur dengan dana haram, maka dana tersebut boleh dibeli dan diambil, kecuali jika ada bukti bahwa dana tersebut itu haram.

An-Nawawi menjelaskan sebagai berikut:

قَالَ النَّوِوِيّ : اَلْخلْطُ فِيْ الْبَلَدِ حَرَامٌ لَّا يَنْحَصِرُ بِحَلاَلٍ يَنْحَصِرُ لَمْ يَحرُمْ الشِّرَاءُ مِنْهُ بَلْ يَجُوْزُ الْأَخْذُ مِنْهُ إِلَّا أَنَّ يَقْتَرِنَ بِتِلْكَ الْعَيْنِ عَلَامَةٌ تَدُلُّ عَلَى أَنَّهَا مِنَ الْحَرَامِ فَإِنَّ لَمْ يَقْتَرِنْ فَلَيْسَ بِحَرَامٍ ,وَلَكِنْ تَرْكُهُ وَرْعٌ مَحْبُوْبٌ وَكُلَّمَا كَثُرَ الْحَرَامُ تَأَكَّدَ الْوَرْعُ.

Jika terjadi di sebuah negara, dana haram yang tidak terbatas bercampur dengan dana halal yang terbatas , maka dana tersebut boleh dibeli, bahkan boleh diambil kecuali ada bukti bahwa dana tersebut bersumber dari dana haram, jika tidak ada bukti, maka tidak haram. Tetapi meninggalkan perbuatan tersebut itu dicintai Allah Swt., setiap kali dana haram itu banyak, maka harus disikapi dengan wara’.

Ibnu Taimiyah menjelaskan sebagai berikut:

فَأَمَّا الْمُتَعَامِلُ بِالرِّبَا فَالْغَالِبُ عَلَى مَالِهِ الْحَلَالُ، إِلَّا أّنْ يُّعْرَفَ الْكُرْهُ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ، وَذَلكَ أَنَّهُ إِذَا بَاعَ أَلْفًا بِأَلْفٍ وَمِائَتَيْنِ، فَالزِّيَادَةُ هِيَ الْمُحَرَّمَةُ فَقًطْ، وَإِذَا كَانَ فِيْ مَالِهِ حَلَالٌ وَحَرَامٌ وَاخْتَلَطَ لَمْ يَحْرُمْ الْحَلَالُ بَلْ

لَهُ أَنْ يَّأْخُذَ قَدْرَ الْحَلَالِ كَمَا لَوْ كَانَ الْمَالُ لِشَرِيْكَيْنِ، فَاخْتَلَطَ مَالُ أَحَدِهِمَا بِمَالِ الْآخَر فَاِنَّهُ يُقَسَّمُ بَيْنَ الشَّرِيْكَيْنِ ) . . وَكَذَلِكَ مَنْ اخْتَلَطَ بِمَالِهِ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ، أُخْرِجَ قَدْرُ الْحَرَامِ وَالْبَاقِي حَلَالٌ لَهُ

 MENU

Hukum Bekerja di Bank Konvensional yang Mengandung Riba (PERHATIKAN)

fazzams | Agustus 29, 2017 | Akuntansi dan Keuangan, Berkah Langit, Ekonomi Islam, Fiqih Muamalah, Perbankan, Syariah

Pernahkah kita bertanya bagaimana hukumnya bekerja di lembaga keuangan konvesional ribawi, seperti bank konvensional, misalkan. Apakah haram? Atau tidak?

Bagaimana Hukum Meminjam Uang di Bank Konvensional untuk Membayar Utang?Bagaimanakah Hukum E-money dalam Islam? Berikut Penjelasannya

Makalah Lembaga Keuangan Syariah – Terlengkap (Semua Ada)Apa Hukum Memakai Jaminan dalam Akad Mudharabah?

Mari kita simak dari tanya jawab dengan Doktor Oni Sahroni di bawah ini.

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr wb Ustadz.

Bagaimana Pandangan fikih terhadap para pegawai atau karyawan (profesional) yang bekerja di perusahaan konvensional atau usaha ribawi (tidak halal)?

Begitupula bagaimana pandangan fikih terhadap pegawai atau karyawan yang bekerja di perusahaan yang melayani produk konvensional dan syariah?

Jawaban

Wa’alaikum salam wr wb.

Pertanyaan tersebut bisa dijawab dalam poin-poin berikut.

Hukum Bekerja di Bank Konvensional (Ribawi / Bunga)

1.) Perlu kita ketahui dengan lebih jelas tentang kaidah atau ketentuan yang berlaku dalam hukum fikih terkait perihal bekerja di entitas atau lembaga konvensional. Lembaga konvensional yang dimaksud terdiri atas 2 bagian:

a.Perusahaan atau entitas yang core bisnisnya tidak halal

b.Perusahaan atau entitas yang core bisnisnya bisa produk syariah atau konvensional

2.) Bagian pertama : Untuk perusahaan (entitas) konvensional yang core bisnisnya tidak halal

a. Yaitu perusahaan (entitas) yang kegiatan usahanya mengatur atau memperjual belikan produk yang tidak halal – baik secara langsung ataupun tidak langsung / baik haram karena fisik (seperti babi dan khamr) maupun haram karena nonfisik (seperti pendapatan dari transaksi pinjaman berbunga)-.

b. Di antara contohnya adalah bekerja di bar / diskotik (minuman keras dan asusila), usaha produksi (distribusi) narkoba, mapia korupsi, mapia hukum, bank – khusus – konvensional, usaha produksi pornografi dan pornoaksi, usaha pencucian uang, dan sejenisnya.

c. Menurut fikih, bekerja di usaha-usaha tersebut di atas itu tidak diperkenankan (haram) dalam Islam, termasuk setiap orang yang terlibat dalam usaha tersebut juga tidak diperkenankan dalam Islam.

d. Contohnya dalam masalah riba,

عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

Dari Jabir, beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, Pemberi riba, pencatat, dan saksinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Mereka itu dosanya sama.’” (HR. Muslim)

Begitu pula dalam masalah risywah,

وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: ( لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلرَّاشِي وَالْمُرْتَشِيَ

Dari Abdullah Ibnu Amar Ibnu al-‘Ash Radliyallaahu ‘anhu bahwa ” Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melaknat orang yang memberi dan menerima suap”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Begitu pula dalam bab-bab lain, Allah tidak hanya mengharamkan pelakunya langsung, tetapi juga pelaku tidak langsung. Sesuai dengan kaidah sadduz zari’ah ( سد الذريعة ), meniadakan atau menutup jalan yang menuju kepada perbuatan yang terlarang.

lembaga Fikih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) termasuk diantara yang berpendapat bahwa dana tersebut dikategorikan dana haram sebagaiman dilansir dalam Keputusannya no. 7/1/65, pada perteman ke 7 sebagai berikut :

أَنَّهُ لَا خِلَافَ فِيْ حُرْمَةِ الْإِسْهَامِ فِي شَرِكَاتٍ غَرْضُهَا الْأَسَاسِيُّ مُحَرَّمٌ،كَالتَّعَامُلِ بِالرِّبَا أَوْ إِنْتَاجِ الْمُحَرَّمَاتِ أَوْ الْمُتَاجَرَةِ بِهَا. وَالَأَصْلُ حَرْمَةُ الإِسْهَاِم فِيْ شَركِاَتٍ تَتَعَامَلُ أَحْيَانًا بِالْمُحَرَّمَاتِ، كَالرِّبَا وَنَحْوَهُ، بِالرَّغْمِ مِنْ أَنَّ أَنْشِطَتَهَا الْأَسَاسِيَّةَ مَشْرُوْعَةٌ

Bahwa tidak ada perbedaan pendapat bahwa membeli saham pada perusahaan yang kegiatan utamanya melakukan usaha yang haram, seperti transaksi ribawi, memproduksi barang yang haram, jual beli barang yang haram. Pada prinsipnya, haram membeli saham pada perusahaan yang kadang- kadang melakukan transaksi yang haram seperti transaksi ribawi dan sejenisnya, walaupun kegiatan utama perusahaan tersebut itu adalah usaha yang halal.

Diantara dalil (istisyhad) yang digunakan adalah kaidah fikih berikut :

“إِذَا اجْتَمَعَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ غُلِّبَ الْحَرَامُ”.

Jika ada dana halal dan haram bercampur, maka menjadi dana haram

Sesuai kaidah fikih ini, jika dana halal bercampur dengan dana haram, maka hukum haram lebih diunggulkan dan menjadi hukum keseluruhan dana tersebut.

hukum bekerja di bank konvensional

3.) Bagian kedua : Bekerja di lembaga atau entitas atau perusahaan yang core bisnisnya bergerak dalam bidang usaha konvensional dan usaha syariah.

a. Seperti halnya beberapa divisi di kementrian keuangan yang mengatur konvensional dan syariah. Begitu pula di bank umum yang mengatur kegiatan konvensional dan unit usaha syariah. Demikian pula di Bank Indonesia yang mengatur bank syariah dan bank konvensional.

b.Jika ditelaah, ada beberapa pendapat dari para ulama terkait hal ini:

b.1. Pendapat Pertama dibagi Dalam dua Kondisi:

Kondisi pertama, jika keterlibatan atau bekerja di perusahaan tersebut on mission (membawa nilai-nilai Islam) dengan menempati posisi-posisi strategis, seperti bagian treasury, dengan misi bisa membawa nilai Islam atau memberikan kebijakan untuk memperluan kewenangan syariah di unit syariah, misalnya, maka terlibatannya dalam usaha ini diperkenankan sesuai dengan kaidah

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

“Jika sebuah kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya”

Kondisi kedua, jika keterlibatannya hanya mencari ma’isyah atau pendapatan maka tidak diperkenankan kecuali dalam kondisi darurat dengan 2 parameter: tidak ada alternatif usaha lain yang halal dan pekerjaannya di entitas tersebut untuk memenuhi kebutuhan yang wajib pula, seperti kewajiban keluarga dan anak-anak. Hal ini sesuai dengan kaidah

الـــضَرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المَحْـــــــظُوْرَاتِ

“Kemudharatan-kemudharatan itu membolehkan hal-hal yang dilarang”

مَا اُبِيــــــْحُ لِلضَّرُوْرَةِ يُقَــــدَّرُ بِقَدَرِهَا

“Apa yang dibolehkan karena adanya kemudharatan diukur menurut kadar kemudharatan”

b.2. Pendapat kedua, bekerja di entitas ini sudah menjadi umumul balwa (suatu praktik yang tidak bisa dihindarkan) bahkan sistem ini sekarang menjadi sistem yang mengakar. Oleh karena itu, jika kita hukumi bahwa seluruh orang yang terlibat dalam kegiatan perekonomian harus resign dan meninggalkan pekerjaannya, hal itu akan melumpuhkan seluruh perekonomian, tidak hanya konvensional, tetapi juga syariah.

Dengan demikian, berdasarkan umumul balwa ini, diperbolehkan untuk bekerja di entitas ini sesuai dengan kaidah umumul balwa. Banyak para ulama yang menegaskan tentang hal ini, beberapa ulama diantaranya :

Ibnu Nujaim menjelaskan sebagai berikut :

قَالَ ابْنُ نُجَيْم الْحَنَفِيّ : أَمَّا مَسْأَلَةُ مَا إِذَا اخْتَلَطَ الْحَلَالُ بِالْحَرَامِ فِيْ الْبَلَدِ، فَإِنَّهُ يَجُوْزُ الشِّرَاءُ وَالْأَخْذُ إِلَّا أَنْ تَقُوْمَ دِلَالَةٌ عَلَى أَنَّهُ مِنَ الْحَرَامِ.

jika terjadi di sebuah negara, dana halal bercampur dengan dana haram, maka dana tersebut boleh dibeli dan diambil, kecuali jika ada bukti bahwa dana tersebut itu haram.

An-Nawawi menjelaskan sebagai berikut:

قَالَ النَّوِوِيّ : اَلْخلْطُ فِيْ الْبَلَدِ حَرَامٌ لَّا يَنْحَصِرُ بِحَلاَلٍ يَنْحَصِرُ لَمْ يَحرُمْ الشِّرَاءُ مِنْهُ بَلْ يَجُوْزُ الْأَخْذُ مِنْهُ إِلَّا أَنَّ يَقْتَرِنَ بِتِلْكَ الْعَيْنِ عَلَامَةٌ تَدُلُّ عَلَى أَنَّهَا مِنَ الْحَرَامِ فَإِنَّ لَمْ يَقْتَرِنْ فَلَيْسَ بِحَرَامٍ ,وَلَكِنْ تَرْكُهُ وَرْعٌ مَحْبُوْبٌ وَكُلَّمَا كَثُرَ الْحَرَامُ تَأَكَّدَ الْوَرْعُ.

Jika terjadi di sebuah negara, dana haram yang tidak terbatas bercampur dengan dana halal yang terbatas , maka dana tersebut boleh dibeli, bahkan boleh diambil kecuali ada bukti bahwa dana tersebut bersumber dari dana haram, jika tidak ada bukti, maka tidak haram. Tetapi meninggalkan perbuatan tersebut itu dicintai Allah Swt., setiap kali dana haram itu banyak, maka harus disikapi dengan wara’.

Ibnu Taimiyah menjelaskan sebagai berikut:

فَأَمَّا الْمُتَعَامِلُ بِالرِّبَا فَالْغَالِبُ عَلَى مَالِهِ الْحَلَالُ، إِلَّا أّنْ يُّعْرَفَ الْكُرْهُ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ، وَذَلكَ أَنَّهُ إِذَا بَاعَ أَلْفًا بِأَلْفٍ وَمِائَتَيْنِ، فَالزِّيَادَةُ هِيَ الْمُحَرَّمَةُ فَقًطْ، وَإِذَا كَانَ فِيْ مَالِهِ حَلَالٌ وَحَرَامٌ وَاخْتَلَطَ لَمْ يَحْرُمْ الْحَلَالُ بَلْ

لَهُ أَنْ يَّأْخُذَ قَدْرَ الْحَلَالِ كَمَا لَوْ كَانَ الْمَالُ لِشَرِيْكَيْنِ، فَاخْتَلَطَ مَالُ أَحَدِهِمَا بِمَالِ الْآخَر فَاِنَّهُ يُقَسَّمُ بَيْنَ الشَّرِيْكَيْنِ ) . . وَكَذَلِكَ مَنْ اخْتَلَطَ بِمَالِهِ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ، أُخْرِجَ قَدْرُ الْحَرَامِ وَالْبَاقِي حَلَالٌ لَهُ

Adapun orang yang bertransaksi secara ribawi, maka yang dominan adalah halal kecuali diketahui bahwa yang dominan adalah makruh. Karena jika sesorang menjual 1000 seharga 1.200, maka yang haram adalah marginnya saja.

jika pendapatannya terdiri dari dana halal dan haram yang bercampur , maka bagian yang haram ini tidak mengharamkan bagian yang halal. ia bisa mengambil bagian yang halal tersebut, sebagaimana jika dana miliki dua orang syarik, dana syirkah telah bercampur dan menjadi milik keduanya, maka dana tersebut dibagi kepada dua syarik tersebut.

Begitu pula dana halal bercampur dengan dana haram, maka prosentase dana haram dikeluarkan, maka sisanya adalah dana halal.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...