Kamis, 28 Oktober 2021

Berpelukan Dan Cipika-Cipiki Saat Bertemu


Kalau berada di tanah Arab, kita akan melihat tingkah laku muda-mudi sampai kalangan orang tua yang setiap kali bertemu menempelkan pipinya ke saudaranya (alias cipika-cipiki = cium pipi kanan, cium pipi kiri). Ini hal yang wajar yang sehari-hari dapat kita saksikan. Namun ini hanya berlaku untuk sesama jenis. Mereka akan menempelkan pipinya ke pipi saudaranya. Ada yang melakukan dengan menempel pipinya ke pipi saudaranya yang kanan sekali, lalu dilanjutkan di bagian pipi kirinya sebanyak tiga kali. Atau pula tingkah semacam ini kita saksikan di kalangan sebagian orang di negeri kita. Bagaimana ajaran Islam menilai trend semacam ini?

Mencium kepala, tangan atau kening sebagai bentuk penghormatan atau pemuliaan itu diperbolehkan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Aisyah Radhiyallahu anha, dia mengatakan:

وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَآهَا قَدْ أَقْبَلَتْ رَحَّبَ بِهَا ثُمَّ قَامَ إِلَيْهَا فَقَبَّلَهَا ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِهَا فَجَاءَ بِهَا حَتَّى يُجْلِسَهَا فِي مَكَانِهِ. وَكَانَتْ إِذَا أَتَاهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحَّبَتْ بِهِ ثُمَّ قَامَتْ إِلَيْهِ فَقَبَّلَتْهُ وأَنَّهَا دَخَلَتْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ فَرَحَّبَ وَقَبَّلَهَا

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika melihat putri Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yaitu Fathimah) mendatangi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyambut kedatangannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri lalu berjalan menyambut, menciumnya, menggandeng tangannya lalu mendudukkannya di tempat Beliau duduk. (Begitu juga sebaliknya-red) Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi Fathimah Radhiyallahu anhuma , maka Fathimah menyambut kedatanga Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia bangkit dan berjalan kearah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mencium Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dan Fathimah Radhiyallahu anhuma pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang menderita sakit menjelang wafat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyambut kedatangannya dan menciumnya.

Diriwayatkan dari Abu Juhaifah Radhiyallahu anhu, dia mengatakan:

لَمَّا قَدِمَ جَعْفَرٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، مِنْ أَرْضِ الْحَبَشَةِ قَبَّلَ  رَسُوْلَ اللهِ مَا بَيْنَ عَيْنَيْهِ

Ketika Ja’far Radhiyallahu anhu mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setibanya dari Habasyah, Ja’far  Radhiyallahu anhu mencium wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu antara dua mata Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Dalam sebuah hadits dari Anas bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengambil Ibrahim (putra Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) lalu menciumnya

Juga disebutkan dalam hadits dari Aisyah Radhiyallahu anha bahwa Abu Bakr Radhiyallahu anhu ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat , beliau Radhiyallahu anhu menyingkap kain penutup wajah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mencium wajah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu antara dua mata Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Kita juga bisa mendapatkan menemukan beberapa atsar dari para Ulama salaf tentang perlakuan adil terhadap anak-anak dalam masalah ciuman, sebagaimana juga tentang mencium tangan. Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Razîn, dia mengatakan, “Kami melewati Rabadzah (sebuah perkampungan dekat Madinah-red) maka dikatakan kepada kami, ‘Salamah bin al-Akwa’ ada di sini.’ Maka kami mendatanginya dan menyalaminya lalu dia mengeluarkan kedua tangannya, seraya mengatakan, ‘Kami telah membaiat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kedua tanganku ini.’ Dia mengeluarkan telapak tangannya yang besar seperti telapak tangan unta. Kami berdiri menghampirinya dan menciumnya."

Kegiatan berpelukan adalah seseorang yang membawa tubuh orang lain untuk berada di dekat dengan dirinya dan kemudian melingkarkan kedua tangannya untuk memegang dengan erat tubuh orang lain  tersebut.

Jika berpelukan dilakukan oleh dua orang yang sesama jenis untuk mengungapkan perasaan kasih sayang yang ada di antara keduanya maka hal ini adalah hal yang diperbolehkan. Hanya saja bentuk kasih sayang yang ada adalah kasih sayang dengan sesama. Bukan merupakan bentuk kasih sayang yang banyak ada di antara golongan penyuka sesama jenis. Jika pelukan yang dilakukan oleh dua orang di dalam kategori ini, maka yang dilakukan adalah dilarang karena merupakan bentuk penyaluran dari hal yang dilarang.

Sedangkan pelukan yang dilakukan oleh suami kepada istrinya atau sebaliknya justru adalah sebuah hal yang amat dianjurkan. Kegiatan bercumbu mesra di antara suami dan istri adalah ibadah yang akan mendatangkan ridha Allah dan pahala bagi keduanya.

Terkait dengan hukum berjabat tangan, salam berpelukan dan salam menempel pipi, ada beberapa hadits yang berkaitan dengan hal tersebut antara lain:

عن البراء رضي الله عنه قال: قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم : ما من مسلمين يلتقيان فيتصافحان الا غفر لهما قبل أن يتفرقا (رواه ابو داود)

Dari Bara’ ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apabila ada dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan, maka kedua mendapat ampunan (dari Allah) sebelum mereka berpisah” (HR: Abu Daud)

عن أنس رضي الله عنه فال: قال رجل : يا رسو ل الله, الرجل منا يلقى أخاه أو صديقه. أ ينحني له؟ قال: "لا" قال: أفيلتزمه ويقبله؟ قال: "لا" قال: فيأخذه بيده ويصافحه؟ قال: "نعم " (رواه الترميذي- وقال حديث حسن)

Dari Anas ra berkata ada orang bertanya, “Ya Rasulullah, apabila seorang di antara kami bertemu saudara atau temannya, apakah ia menundukkan (inhina) badannya? “ Beliau menjawab, “Tidak”. Ia bertanya lagi, “Apakah ia memeluk dan menciumnya?” Beliau menjawab, “Tidak.” Ia bertanya lagi, “Apakah ia memegang tangan saudaranya dan menjabatnya?” Beliau menjawab, “Ya” (HR: Tirmidzi & berkata: ini hadits hasan)

عن صفوان بن عسال رضي الله عنه قال: قال يهودي لصاحبه: اذهب بنا الى هذا النبي, فأتيا رسول الله صلى الله عليه وسلم فسألاه عن تسع آيات بينات, فذكرالحديث الى قوله, فقبلا يده ورجله, وقالا: نشهد أنك نبي (رواه الترميذي وغيره بأساند صحيحة)

Dari Shafwan bin ‘Assal ra berkata bahawa seorang Yahudi berkata kepada temannya, “Mari kita menemui Nabi ini”. Mereka berdua menemui Nabi saw dan bertanya kepada beliau tentang sembilan ayat bayyinat (jelas). Setelah dijelaskan oleh beliau, mereka mencium tangan dan kaki Nabi saw dan berkata, “Kami bersaksi bahwa seseunguhnya engkau adalah Nabi” (HR: Tirmidzi dan lainnya dengan sanad-sanad yang shahih)

عن عائشة رضي الله عنها قالت: قدم زيد بن حارثة ورسول الله صلى الله عليه وسلم في بيتي, فأتاه فقرع الباب, فقام اليه النبي صلى الله عليه وسلم يجر ثوبه, فأعتنقه وقبـله (رواه الترميذي – وقال حديث حسن)

Dari Asiyah ra berkata, “Zaid bin Haritsah datang ke Madinah dan saat itu Rasulullah saw berada di rumahku. Lalu ia mengetuk pintu. Kemudian Rasulullah saw menarik bajunya dan memeluk serta mencium Zaid” (HR: Tirmidzi dan berkata: ini hadits hasan))

Imam al-Qurthubi rahimahullah (Wafat: 671H) berkara:

وَرَوَى أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ: قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَنْحَنِي بَعْضُنَا إِلَى بَعْضٍ إِذَا الْتَقَيْنَا؟ قَالَ:" لَا"، قُلْنَا: أَفَيَعْتَنِقُ بَعْضُنَا بَعْضًا؟ قَالَ" لَا". قُلْنَا: أَفَيُصَافِحُ بَعْضُنَا بَعْضًا؟ قَالَ" نَعَمْ"

Diriwayatkan daripada Anas B. Malik, beliau berkata, “Kami bertanya: “Wahai Rasulullah bolehkah kami saling membongkokkan (menundukkan) badan apabila kami bertemu?” Rasulullah menjawab, “Tidak.” Anas bertanya, “Untuk saling berpelukan di antara satu dengan lain?” Rasulullah menjawab, “Tidak.” Anas bertanya lagi, “Dengan saling bersalaman di antara satu dengan yang lain?” Rasulullah menjawab, “Ya.” (Tafsir al-Qurthubi, 9/265)

Imam al-Qurthubi mengatakan:

وَإِذَا سَلَّمَ فَإِنَّهُ لَا يَنْحَنِي، وَلَا أَنْ يُقَبِّلَ مَعَ السَّلَامِ يَدَهُ، وَلِأَنَّ الِانْحِنَاءَ عَلَى مَعْنَى التَّوَاضُعِ لَا يَنْبَغِي إِلَّا لِلَّهِ. وَأَمَّا تَقْبِيلُ الْيَدِ فَإِنَّهُ مِنْ فِعْلِ الْأَعَاجِمِ، وَلَا يُتَّبَعُونَ عَلَى أَفْعَالِهِمُ الَّتِي أَحْدَثُوهَا تَعْظِيمًا مِنْهُمْ لِكُبَرَائِهِمْ

“Tidak boleh bersalaman (atau menghulur tangan) diiringi dengan membongkokkan badan dan mencium tangan. Membongkokkan badan dalam maksud atau tujuan kerendahan hati hanya boleh ditujukan kepada Allah (Subhanahu wa Ta’ala). Adapun mencium tangan, itu adalah perbuatan orang-orang ajam (selain ‘Arab) yang dilakukan dengan maksud memuliakan orang-orang tuanya.” (Tafsir al-Qurthubi, 9/266)

Dari hadits-hadits tersebut di atas, dapat disimpulkan beberapa hal:

Berjabat tangan setiap bertemu dengan orang sangat dianjurkan karena itu dapat menghapus dosa-dosa kecil serta dapat melahirkan cinta dan kasih sayang

Menundukkan badan ketika bertemu orang lain (inhina/mungkin seperti orang Jepun) adalah perbuatan dilarang

Diperbolehkan mencium tangan atau kaki orang yang bertaqwa dan soleh, karena Rasulullah saw pernah dilakukan seperti itu dan beliau tidak menolaknya.

Diperbolehkan memeluk dan mencium/menempel pipi orang yang datang dari bepergian sesuai dengan hadits no.4

Dimakruhkan memeluk dan mencium/menempel pipi seseorang yang bukan datang dari bepergian sebagaimana yang tercantum pada hadits ke 2 (kerana biasa bertemu)

Timbul pertanyaan: Bagaimana hukum berpeluk dan bercium/menempel pipi saat bertemu temannya yang sudah lama tidak bertemu namun bukan karena datang dari bepergian/perjalanan?

Perlu diketahui, bahawa pada masa Rasulullah saw dan para sahabat hidup, hampir setiap hari mereka saling bertemu. Bahkan dalam setiap waktu solat mereka saling bertemu. Hal ini disebabkan karena hampir seluruh sahabat yang tinggal di Madinah solat berjamaah lima waktu di satu masjid, yakni Masjid Nabawi yang diimami oleh Rasulullah saw, sehingga wajar jika Rasulullah saw cukup memberi salam dan berjabat tangan saja bila bertemu dengan mereka dan tidak memeluk dan mencium/menempel pipinya.

Sedangkan di masa kita sekarang,terdapat masjid yang boleh jadi antara satu akh dengan akh lain jarang bertemu. Sebagai contoh: seorang akh tinggal di kampung A sedangkan akh lain tinggal di kampung B,Jadi pada saat solat lima waktu bahkan solat Jum’at jarang bertemu, belum lagi tempat pekerjaan yang masing-masing saling berjauhan.. Mereka tidak bertemu terkadang selama sebulan, tiga bulan, enam bulan bahkan setahun. Dan mereka dapat bertemu terkadang di suatu acara tertentu, seperti acara walimah pernikahan atau acara organisasi. dan saat itu mereka melepas kerinduannya, sebagaimanaRasulullah yang memeluk dan mencium/menempel pipi Zaid bin Haritsah yang sudah beberapa lama tidak berjumpa.

Dengan demikian, menurut hemat saya, saling berjabat tangan, berpelukan dan bercium/menempel pipi (sekedarnya) saat bertemu dengan saudaranya yang telah lama tidak dijumpainya adalah diperbolehkan meskipun bukan kerana baru pulang dari bepergian. Sedangkan kepada saudaranya yang setiap hari bertemu atau sepekan sekali bertemu dengan teman halaqahnya cukup dengan berjabat tangan saja. Meskipun demikian, jika saudaranya habis bepergian jauh (utamanya ke luar kota/pulau atau luar negeri), maka berpelukan dan mencium itu tetap boleh dilakukan karena menunjukkan kebahgaiaannya melihat saudaranya datang kembali dengan selamat.

Berpelukan? Berpelukan itu bagus tapi ada adabnya, karena itulah tidak semua orang yang kita temui lantas kita peluk semau kita. Berpelukan di sini lebih kepada berpelukan antara seorang ibu dan anaknya, suami dan istrinya ketika akan berpisah, atau ketika bertemu dengan saudaranya yang baru datang dan telah lama tidak ditemuinya. Dan ternyata berpelukan juga ada manfaatnya bagi anggota tubuh kita, dan bagian itu sangat vital bagi kita yaitu Jantung.

Ada sebuah penelitian mengenai hal ini, yaitu bahwa dengan berpelukan, dan tidak harus berpelukan dalam waktu lama, cukup lima atau sepuluh detik saja itu sudah cukup untuk menstabilkan kerja jantung kita.

MENURUT studi baru, berpelukan sekali atau dua kali setiap hari dapat menurunkan risiko penyakit jantung, melawan stres dan kelelahan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, melawan infeksi, dan mengurangi depresi.

Hanya 10 detik berpelukan dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan hormon oksitosin, dan mengurangi jumlah bahan kimia stres, termasuk kortisol.

“Pengalaman emosional positif memeluk menimbulkan reaksi biokimia dan fisiologis,” kata psikolog Dr. Jan Astrom, yang memimpin laporan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Comprehensive Psychology ini.

Studi kedua menemukan bahwa setelah 10 detik memeluk, kadar berbagai hormon pada pria dan wanita berusia 20 hingga 49 tahun berubah.

Hormon oksitosin disekresikan oleh tubuh saat melahirkan dan menyusui (merangsang pelepasan ASI atau air susu ibu). Selain itu, hormon ini juga meningkatkan keterampilan sosial untuk memerangi stres dan mendorong rasa kepercayaan.

Ketika berpelukan, kulit akan bersentuhan. Kulit mengandung jaringan Pacinian yang dapat merasakan sentuhan yang berhubungan dengan otak melalui saraf vagus. Saraf vagus terhubung ke sejumlah organ, termasuk jantung dan terhubung dengan reseptor oksitosin.

Ada teori yang menyebutkan bahwa stimulasi vagus memicu peningkatan oksitosin, yang pada gilirannya bermanfaat bagi kesehatan, seperti dilansir Dailymail.

Coba rasakan betapa nyamannya ketika kita memeluk anak kita, atau ketika anak kita mengadukan masalahnya dan kemudian memeluk kita sebagai orang tuanya, dan seketika itu anak kita menjadi tenang. Dan ternyata ketenangan itu karena jantung kita dalam keadaan stabil setelah tubuhnya bersentuhan dengan tubuh yang dipeluknya walaupun cuma sebentar.

Teringat juga, ketika di sekolah Taman Kanak-kanak dulu, ada anak yang digoda teman sekelasnya sampai ia menangis, kemudian gurunya datang dan memeluknnya, dan kita lihat anak itu menjadi tenang. Atau seorang istri yang sedang bersedih kemudian ia datang kepada suaminya mengadukan masalahnya dan memeluknya, maka ia pun menjadi tenang karenanya.

Sebetulnya dalam Islam pun telah dicontohkan seperti ini, yaitu berpelukan ketika bertemunya salah seorang dengan saudaranya yang baru datang dari safar atau merupakan tamunya, maka disunnahkan mereka bersalaman dan berpelukan sejenak. Maka janganlah kita kemudian menuduh mereka yang berbuat demikian, yaitu berpelukan sesama laki-laki ini sebagai suatu perbuatan hina dan nista, sebagaimana dituduhkan sebagai gay, homoseksual dan tuduhan hina serupa, karena berpelukan ini adalah merupakan sunnah fi’liyyah atau suatu perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi kita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya radhiyallahu ‘anhu jami’an.

Dan setelah kita tahu ini adalah salah satu sunnah dalam ajaran Islam yang mulia, maka  janganlah kemudian kita mencela mereka yang melakukan perbuatan demikian, bahkan sebaiknya setelah kita tahu bahwa ini adalah sunnah maka sebisa mungkin kita tiru, dan mengharap pahala dari Allah ta’ala sebagai wujud ibadah dan juga ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Di antara hadits-hadits tentang sunnahnya berpelukan,

1. Hadits Anas -Radiallahu anhu-, dia berkata:

كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيَّ إِذَا تَلاَقَوْا تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ سَفَرٍ تَعَانَقُوْا

“Adalah para sahabat Nabi -Shalallahu alihi salam-apabila mereka bertemu mereka saling berjabat tangan, dan apabila datang dari safar (perjalanan jauh) mereka berpelukan.” (HR. Thabrani, Mu’jamul Wasith: 97)

2. Ummu Darda’ berkata: “Salman al-Farisi -Radiallahu anhu- mendatangi kami lalu berkata: Mana saudaraku (maksudnya Abu Darda’ -Radiallahu anhu-)? Saya jawab: “Ada di masjid.” Lalu ia mendatanginya, ketika ia melihatnya ia memeluknya.” Imam Thahawi berkata: “Mereka itu para sahabat Nabi -Shalallahu alihi salam- saling berpelukan maka hal ini menunjukkan bahwa apa yang diriwayatkan dari Rasulullah -Shalallahu alihi salam- tentang kebolehan berpelukan adalah datang belakangan setelah adanya larangan. Inilah yang kami ambil, yaitu ucapan Abu Yusuf رحمه الله. (HR. Thahawi, Syarhu Ma’anil Atsar: 6405)

Selain itu, berpelukan juga merupakan wujud kasih sayang kita kepada keluarga dan saudara kita, coba kita lihat seseorang yang sedang tidak akur dengan saudaranya yang lain, apakah mereka mau berpelukan, bahkan bersalaman pun kadang mereka tidak mau melakukannya.

Berikut manfaat berpelukan bagi kesehatan tubuh kita,

1. Menekan Risiko Terserang Penyakit Jantung

Bagi orang yang memiliki kondisi jantung lemah atau darah tinggi disarankan untuk memeluk orang yang disayangi. Memeluk orang terkasih diyakini bisa menurunkan tekanan darah tinggi yang merupakan salah satu pemicu munculnya penyakit jantung. Namun untuk diingat juga bahwa suatu penyakit juga merupakan takdir dan mungkin juga dengan adanya sakit itu adalah untuk menghapus dosa-dosa yang telah kita lakukan di waktu sebelumnya. Maka berpelukan adalah sangat bagus untuk jantung kita, terutama kestabilan atau menguatkan kerja jantung kita.

Dikatakan pula bahwa jantung adalah sebagai pusatnya tubuh. Kenapa? Karena terdapat dalam sebuah hadits,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh An Nu’man Bin Basyir radhiyallahu ‘anhu,

“…Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah al qolb (hati).'” (HR. Bukhori)

Hadits ini adalah petikan dari hadits yang terdapat dalam Kumpulan hadits Al Arba’un An Nawawiyyah, hadits no. 6.

Al qalbu yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah jantung, sedangkan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah sebagai hati. Sedangkan hati bahasa Arabnya adalah al  kabt.

2. Mengurangi Stres dan Lebih Tenang

Pada saat memeluk tubuh akan meningkatkan produksi hormon oksitosin yang dapat membuat Anda lebih bahagia. Hormon yang memicu respon intim ini bisa membantu mengurangi kecemasan dan membuat Anda lebih tanang.

3. Meningkatkan keharmonisan

Tanpa disadari tubuh akan menghasilkan hormon dopanin dan serotonin saat Anda memeluk pasangan Anda. Kedua hormon tersebut berfungsi untuk meningkatkan suasana hati. Bonusnya, hubungan Anda dan pasangan pun akanlebih harmonis dan tubuh pun akan lebih sehat jika Anda bahagia.

Perlu digaris bawahi, bahwa semua keterangan tentang masalah di atas berupa hukum jabat tangan, berpelukan dan mencium/menempel pipi saudaranya adalah masalah yang bekaitan dengan jabat tangan, berpelukan dan mencium/menempel pipi yang terjadi antara sesama satu jenis; laki-laki dengan laki-laki,dan wanita dengan wanita, atau berlainan jenis tapi masih satu mahram, seperti suami-isteri, adik dan kakak, atau orang tua kandung/mertuanya. Adapun jika jabat tangan, berpelukan dan mencium/menempel pipi itu terjadi antara dua orang yang berlainan jenis dan bukan semahram, maka hal itu diharamkan.

Yang dilakukan oleh dua orang berlainan jenis yang tak terikat oleh hubungan suami istri, Oleh karena itu di dalam Islam, di ajarkan bahwa tubuh seorang wanita hanyalah untuk suaminya semata. Tubuh tersebut harus dapat dijaga dari sentuhan pria asing yang belum atau bukan menjadi suaminya ( bukan muhrim ). Hal ini karena memang Islam sangat memuliakan keberadaan dari kalangan wanita. Wanita dianggap sebagai mutiara yang akan dipersembahkan untuk suami seorang atau pria seorang, tak ada pria lain yang dapat untuk menyentuh atau bahkan ‘mencicipi’ keindahan tubuh dari si wanita tersebut.

Namun, kebanyakan wanita sekarang tak menyadari akan hal ini. mereka seakan tertutupi oleh kesemuan kehidupan. Banyak wanita yang mengobralkan atau mengorbankan tubuh mereka demi sebuah kesenangan hidup, materi dunia yang melimpah atau bahkan hanya untuk sebuah pengakuan semu dari manusia yang lain. Demi hal inilah mereka rela tubuh mulianya disentuh dan dinikmati oleh pria yang bukan suaminya dan tak layak untuk mendapatkan tubuh mereka.

Itulah bagaimana Islam menjaga wanita termasuk dalam hal berpelukan yang ada di dalam hukum berpelukan dengan pasangan atau pacar.

Tidak ada yang menyanggah bahwa ciuman bibir dapat membawa seseorang melayang dan makin mencintai pasangannya. Sebuah studi menyatakan bahwa ciuman dapat mengaktifkan hormon oksitosin yang membuat pelakunya merasa cukup nyaman. Lebih jauh lagi, ciuman memiliki seninya sendiri. Salah satunya adalah french kiss, yaitu berciuman dengan melibatkan adu lidah.

Hanya saja, ciuman juga mengenal etika. Dalam budaya ketimuran, termasuk Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, berciuman dibatasi oleh norma agama. Setiap pria dan wanita yang memadu kasih tidak diperbolehkan untuk melakukannya sebelum terikat dalam pernikahan yang sah. Termasuk menyentuh fisik di antara mereka, seperti berpegangan tangan, statusnya haram atau tidak diperbolehkan.

Berciuman menjadi jalan untuk menuju perzinaan. Sekalipun banyak orang berpacaran mengatakan hal tersebut tidak dimaksudkan berlanjut ke hubungan seksual, namun seiring berjalannya waktu biasanya tindakan mereka jauh lebih berani. Fakta telah berbicara bahwa banyak wanita yang kini sudah tidak perawan lagi. Padahal keperawanan merupakan salah satu tanda wanita terjaga kehormatannya.

Oleh karena itu, ciuman bibir sebaiknya dihindari pada orang berpacaran yang belum menikah. Dan, jika kasus zina sudah terjadi, biasanya wanita yang akan menjadi korban utamanya. Dia ternoda dan banyak celaan yang dialamatkan padanya lantaran kehilangan keperawanan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, :

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

Tidak pernah aku tinggalkan fitnah yang lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada fitnah para wanita.[HR Al-Bukhari no 5096]

Setelah tahu bahaya bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram, sebaiknya memilih menikah saja, bukan pacaran.

Mencium Anak Akan Mendatangkan Rohmat


Sering kita dapati seseorang yang mendidik anaknya dengan cara yang keras…dengan menggunakan pukulan..bahkan tendangan…

Bahkan jika tangannya telah lelah memukul maka iapun menggunakan tongkat atau cambuk untuk memukul anaknya. Sementara jika bertemu dengan sahabat-sahabatnya jadilah ia orang yang paling lembut dan ramah.

Memang benar bahwa boleh bagi seorang ayah atau ibu untuk mendidik anaknya dengan memukul, akan tetapi hal itu keluar dari hukum asal. Karena hukum asal dalam mendidik…bahkan dalam segala hal adalah dengan kelembutan. Kita –sebagai orang tua- tidak boleh berpindah kepada metode pemukulan kecuali jika kondisinya mendesak. Itupun tidak boleh dengan pemukulan yang semena-mena, semau kita, seperti pukulan yang menimbulkan bekas…terlebih lagi yang mematahkan tulang…

Sering syaitan menghiasi para orang tua dengan  menjadikan mereka menyangka bahwa metode kekerasan dalam mendidik anak-anak adalah metode yang terbaik dan praktis serta metode yang singkat dan segera mendatangkan keberhasilan. Karena dengan kekerasan dalam sekejap sang anak menjadi penurut. '

Ingatlah ini semua hanyalah was-was syaitan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :

مَا كَانَ الرِّفْقُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

"Tidaklah kelembutan pada sesuatupun kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatupun kecuali akan memperburuknya"(Dishahihkan oleh Al-Albani)

Memang benar…jika seorang anak disikapi keras maka ia akan nurut dan patuh…akan tetapi hanya sekejap dan sementara…

Kenyataan yang ada menunjukan bahwa jika seorang ayah atau ibu yang senantiasa memukuli dan mengerasi anak-anak mereka akan menimbulkan dampak buruk:

-         Jadilah kedua orang tua tersebut berhati keras…, hilang kelembutan dari mereka, karena mereka telah membiasakan kekerasan dalam hati mereka

-         Bahkan anak-anak mereka yang sering mereka pukuli pun menjadi keras…, keras dan kasar sikap mereka dan juga keras hati mereka.

-         Bahkan tidak jarang sang anak yang dikerasi maka semakin menjadi-jadi keburukannya.  Terutama jika sang anak merasa aman dari control kedua orang tuannya. Hal ini menunjukan sikak keras terhadap seringnya tidak membuahkan keberhasilan dalam mendidik anak-anak

-         Kalaupun metode kekerasan berhasil merubah sang anak menjadi seorang anak yang "tidak nakal" maka bagaimanapun akan berbeda hasilnya dengan seorang anak yang dibina dengan kelembutan. Seorang anak yang "tidak nakal" yang merupakan buah metode kekerasan tidak akan memiliki kelembutan dalam sikap dan tutur kata serta kelembutan hati yang dimiliki oleh seorang anak yang dididik dengan penuh kelembutan !!.

Adapun jika kedua orang tua bersikap lembut kepada anak-anak mereka, dan tidak memukul kecuali dalam kondisi terdesak, sehingga tidak keseringan…maka akan menimbulkan banyak dampak positif, diantaranya :

-         Kedua orang tua tetap bisa menjaga kelembutan hati keduanya

-         Kelembutan hati anak-anak mereka juga bisa terjaga, demikian pula akhlak anak-anak mereka menjadi akhlak yang mulia. Karena mereka telah meneladani kedua orang tua mereka yang selalu bersikap lembut dan sayang kepada mereka

-         Anak-anak tatkala telah dewasa maka yang mereka selalu kenang adalah kebaikan, kelembutan, ciuman kedua orang tua mereka yang telah bersabar dalam mendidik mereka. Jadilah mereka anak-anak yang berbakti yang selalu ingin membalas budi kebaikan kedua orang tua mereka.

-         Kedua orang tua akan mendapatkan rahmat Allah dan ganjaran dari Allah karena sikap lembut mereka kepada anak-anak mereka

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِي، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي مُوسَى، عن وهببْنِ مُنَبِّه، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ سَكَنَ الْبَادِيَةَ جَفَا، وَمَنِ اتَّبَعَ الصَّيْدَ غَفَل، وَمَنْ أَتَى السُّلْطَانَ افْتُتِنَ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Musa, dari Wahb ibnu Munabbih, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang tinggal di daerah pedalaman, maka akan menjadi kasar; dan barang siapa yang mengejar binatang buruan, maka akan menjadi lalai; dan barang siapa yang suka mendatangi sultan (penguasa), maka akan terfitnah.

Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis inihasan atau garib. kami tidak mengenalnya melainkan melalui hadis As-Sauri.

Mengingat sifat keras dan kasar kebanyakan terjadi di kalangan Penduduk pedalaman, maka Allah tidak pernah mengutus seorang rasul pun dari kalangan mereka, dan sesungguhnya kerasulan itu hanya terjadi di kalangan penduduk kota, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:

{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى}

Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk kota. (Yusuf: 109)

Dan ketika ada seorang Arab Badui memberikan suatu hadiah kepada Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. membalas hadiahnya itu dengan balasan yang berlipat ganda untuk membuatnya puas. Rasulullah Saw. bersabda:

"لَقَدْ هَمَمْتُ أَلَّا أَقْبَلَ هَدِيَّةً إِلَّا مِنْ قُرشي، أَوْ ثَقَفي أَوْ أَنْصَارِيٍّ، أَوْ دَوْسِيّ"

Sesungguhnya aku berniat untuk tidak menerima suatu hadiah pun kecuali dari orang Quraisy, atau orang Saqafi atau orang Ansar atau orang Dausi.
Dikatakan demikian karena mereka tinggal di kota-kota, yaitu Mekah, Taif, Madinah, dan Yaman. Mereka pun mempunyai akhlak yang jauh lebih lembut ketimbang orang-orang pedalaman, karena orang-orang pedalaman terkenal dengan kekasarannya.

Terdapat sebuah hadis tentang orang Arab Badui sehubungan dengan mencium anak.

قَالَ مُسْلِمٌ: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْب قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ وَابْنُ نُمَيْر، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَدِمَ نَاسٌ مِنَ الْأَعْرَابِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا: أتقبِّلون صِبْيَانَكُمْ؟ قَالُوا: نَعَمْ. قَالُوا: وَلَكِنَّا وَاللَّهِ مَا نقبِّل. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَأمْلكُ أَنْ كَانَ اللَّهُ نَزَعَ مِنْكُمُ الرَّحْمَةَ؟ ".

Imam Muslim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Abu Kuraib. Keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dan Ibnu Numair, dari Hisyam, dari ayahnya, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa segolongan orang Arab Badui tiba dan menghadap kepada Rasulullah Saw. Lalu mereka bertanya, "Apakah kalian biasa mencium anak-anak kalian?" Orang-orang Ansar (para sahabat) menjawab, "Ya." Orang-orang Badui itu berkata, "Tetapi kami, demi Allah, tidak pernah mencium anak-anak." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Saya tidak dapat berbuat apa pun jika Allah mencabut kasih sayang dari kalian."
Menurut hadis yang ada pada Imam Bukhari disebutkan, "Apakah yang dapat saya lakukan kepadamu jika Allah mencabut rahmat dari hatimu?"
Menurut Ibnu Numair disebutkan min qalbikar rahmah (kasih sayang dari hatimu).

Abu Hurairah –semoga Allah meridhoinya- berkata :

قَبَّلَ النَّبِىّ صلى الله عليه وسلم الْحَسَنَ بْنَ عَلِىٍّ ، وَعِنْدَهُ الأقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِىُّ جَالِسًا ، فَقَالَ الأقْرَعُ : إِنَّ لِى عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، ثُمَّ قَالَ : مَنْ لا يَرْحَمُ لا يُرْحَمُ

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Al-Hasan bin 'Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro' bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqro' berkata, "Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah kucium". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallampun melihat kepada Al-'Aqro' lalu beliau berkata, "Barangsiapa yang tidak merahmati/menyayangi maka ia tidak akan dirahmati" (HR Al-Bukhari no 5997 dan Muslim no 2318)

Dalam kisah yang sama dari 'Aisyah –semoga Allah meridhoinya- ia berkata :

جَاءَ أَعْرَابِى إِلَى النَّبِى صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : تُقَبِّلُونَ الصِّبْيَانَ ، فَمَا نُقَبِّلُهُمْ ، فَقَالَ النَّبِى صلى الله عليه وسلم أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ

"Datang seorang arab badui kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, "Apakah kalian mencium anak-anak laki-laki?, kami tidak mencium mereka". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rasa rahmat/sayang dari hatimu" (HR Al-Bukhari no 5998 dan Muslim no 2317)

Ibnu Batthool rahimahullah berkata,"Menyayangi anak kecil, memeluknya, menciumnya, dan lembut kepadanya termasuk dari amalan-amalan yang diridhoi oleh Allah dan akan diberi ganjaran oleh Allah. Tidakkah engkau perhatikan Al-Aqro' bin Haabis menyebutkan kepada Nabi bahwa ia memiliki 10 orang anak laki-laki tidak seorangpun yang pernah ia  cium, maka Nabipun berkata kepada Al-Aqro' ((Barang siapa yang tidak menyayangi maka tidak akan disayang)).

Maka hal ini menunjukan bahwa mencium anak kecil, menggendongnya, ramah kepadanya merupakan perkara yang mendatangkan rahmat Allah. Tidak engkau perhatikan bagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menggendong (*cucu beliau) Umaamah putrinya Abul 'Aash (*suami Zainab putri Nabi) di atas leher beliau tatkala beliau sedang sholat?, padahal sholat adalah amalan yang paling mulia di sisi Allah dan Allah telah memerintahkan kita untuk senantiasa khusyuk dan konsentrasi dalam sholat. Kondisi Nabi yang menggendong Umaamah tidaklah bertentangan dengan kehusyu'an yang diperintahkan dalam sholat. Nabi kawatir akan memberatkan Umaamah (*si kecil cucu beliau) kalau beliau membiarkannya dan tidak digendong dalam sholat.

Pada sikap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ini merupakan teladan yang paling besar bagi kita, maka hendaknya kita meneladani beliau dalam menyayangi anak-anak baik masih kecil maupun yang besar, serta berlemah lembut kepada mereka" (Syarh Shahih Al-Bukhari karya Ibnu Batthool, 9/211-212)

Ada pelajaran penting di atas bahwa ternyata mencium si buah hati akan mendatangkan rahmat Allah. Beda halnya jika kita perlakukan mereka dengan kasar. Kita kadang tergoda dengan godaan syaithon yang menyuruh kita bersikap kasar ketika kita melihat tingkah laku anak yang tidak kita sukai, padahal ada cara yang lebih bijak. Mencium dan menyayangi mereka serta mendidik mereka dengan menjauhi cara memukul, itu akan lebih baik karena datangnya rahmat Allah. Lemah lembut itulah sikap pertama, bukanlah dengan kekasaran.

Dari ‘Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِى عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِى عَلَى مَا سِوَاهُ

“Sesungguhnya Allah Maha Penyantun, Dia menyukai sifat penyantun (lemah lembut). Allah akan memberikan sesuatu dalam sikap santun yang tidak diberikan pada sikap kasar dan sikap selain itu.” (HR. Muslim no. 2593)

Juga dari ‘Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Sesungguhnya sikap lemah lembut tidak akan berada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya (dengan kebaikan). Sebaliknya, jika lemah lembut itu dicabut dari sesuatu, melainkan ia akan membuatnya menjadi buruk.” (HR. Muslim no. 2594)

Hakikat Pengorbanan Dalam Menggapai Ridho Alloh


Pengorbanan berasal dari kata kurban, sedang kurban sendiri merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yaitu dari; qaruba – yaqrubu –
qurbanan yang berarti dekat.

Sedangkan menurut istilah berarti mempersembahan sesuatu yang dimiliki kepada wujud yang dicintai demi meraih kedekatan.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Quran

Firman Allah Swt.:

{وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ}

Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah. (Al-Baqarah: 207)

Allah menyebutkan sifat orang-orang mukmin yang terpuji. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah. (Al-Baqarah: 207)
Menurut Ibnu Abbas, Anas, Sa'id ibnul Musayyab, Abu Usman An-Nahdi, Ikrimah, dan sejumlah ulama lainnya, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Suhaib ibnu Sinan Ar-Rumi. Demikian itu terjadi ketika Suhaib telah masuk Islam di Mekah dan bermaksud untuk hijrah, lalu ia dihalang-halangi oleh orang-orang kafir Mekah karena membawa hartanya. Mereka mempersyaratkan 'jika Suhaib ingin hijrah, ia harus melepaskan semua harta bendanya, maka barulah ia diperbolehkan hijrah'. Ternyata Suhaib bersikeras hijrah, dan melepas semua harta bendanya, demi melepaskan dirinya dari cengkeraman orang-orang kafir Mekah; maka ia terpaksa menyerahkan harta bendanya kepada mereka, dan ikut hijrah bersama Nabi Saw. Lalu turunlah ayat ini, dan Umar ibnul Khattab beserta sejumlah sahabat lainnya menyambut kedatangannya di pinggiran kota Madinah, lalu mereka mengatakan kepadanya, "Alangkah beruntungnya perniagaanmu." Suhaib berkata kepada mereka, "Demikian pula kalian, aku tidak akan membiarkan Allah merugikan perniagaan kalian dan apa yang aku lakukan itu tidak ada apa-apanya." Kemudian diberitakan kepadanya bahwa Allah telah menurunkan ayat ini berkenaan dengan peristiwa tersebut.

Menurut suatu riwayat, Rasulullah Saw. bersabda kepada Suhaib:

"ربِح الْبَيْعُ صُهَيْبُ، رَبِحَ الْبَيْعُ صُهَيْبُ"

Suhaib telah beruntung dalam perniagaannya.

قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بن رُسْتَة، حدثنا سليمان ابن دَاوُدَ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سُلَيْمَانَ الضَبَعي، حَدَّثَنَا عَوْفٌ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ، عَنْ صُهَيْبٍ قَالَ: لَمَّا أردتُ الْهِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ لِي قُرَيْشٌ: يَا صهيبُ، قَدمتَ إِلَيْنَا وَلَا مَالَ لك،وَتَخْرُجُ أَنْتَ وَمَالُكَ! وَاللَّهِ لَا يَكُونُ ذَلِكَ أَبَدًا. فَقُلْتُ لَهُمْ: أَرَأَيْتُمْ إِنْ دَفَعْتُ إِلَيْكُمْ مَالِي تُخَلُّون عَنِّي؟ قَالُوا: نَعَمْ. فدفعتُ إِلَيْهِمْ مَالِي، فخلَّوا عَنِّي، فَخَرَجْتُ حَتَّى قدمتُ الْمَدِينَةَ. فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: "رَبح صهيبُ، رَبِحَ صُهَيْبٌ" مَرَّتَيْنِ

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Rustuh, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulai-man Ad-Dabbi, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Suhaib yang menceritakan: Ketika aku hendak hijrah dari Mekah kepada Nabi Saw. (di Madinah), maka orang-orang Quraisy berkata kepadaku, "Hai Suhaib, kamu datang kepada kami pada mulanya tanpa harta, sedangkan sekarang kamu hendak keluar meninggalkan kami dengan harta bendamu. Demi Allah, hal tersebut tidak boleh terjadi selamanya." Maka kukatakan kepada mereka, "Bagaimanakah menurut kalian jika aku berikan kepada kalian semua hartaku, lalu kalian membiarkan aku pergi.? Mereka menjawab, "Ya, kami setuju." Maka kuserahkan hartaku kepada mereka dan mereka membiarkan aku pergi. Lalu aku berangkat hingga sampai di Madinah. Ketika berila ini sampai kepada Nabi Saw., maka beliau bersabda, "Suhaib telah beruntung dalam perniagaannya, Suhaib telah beruntung dalam perniagaannya," sebanyak dua kali.

Hammad ibnu Salamah meriwayatkan dari Ali ibnu Zaid, dari Sa'id ibnul Musayyab yang menceritakan bahwa Suhaib berangkat berhijrah untuk bergabung dengan Nabi Saw. (di Madinah), lalu ia dikejar oleh sejumlah orang-orang Quraisy. Maka Suhaib turun dari unta kendaraannya dan mencabut anak panah yang ada pada wadah anak panahnya, lalu ia berkata, "Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa aku adalah orang yang paling mahir dalam hal memanah di antara kalian semua. Demi Allah, kalian tidak akan sampai kepadaku hingga aku melemparkan semua anak panah yang ada pada wadah panahku ini, kemudian aku memukul dengan pedangku selagi masih ada senjata di tanganku. Setelah itu barulah kalian dapat berbuat sesuka hati kalian terhadap diriku. Tetapi jika kalian suka, aku akan tunjukkan kepada kalian semua harta bendaku dan budak-budakku di Mekah buat kalian semua, tetapi kalian jangan menghalang-halangi jalanku." Mereka menjawab, "Ya."  Ketika Suhaib datang ke Madinah, maka Nabi Saw. bersabda:Beruntunglah jual belinya. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa sehubungan dengan peristiwa tersebut turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (Al-Baqarah: 207)

Menurut kebanyakan mufassirin, ayat ini diturunkan berkenaan dengan semua mujahid yang berjuang di jalan Allah. Seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:

{إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ}

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kalian lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (At-Taubah: 111)

Ketika Hisyam ibnu Amir maju menerjang kedua sayap barisan musuh, sebagian orang memprotes perbuatannya itu (dan mengatakan bahwa ia menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan). Maka Umar ibnul Khattab dan Abu Hurairah serta selain keduanya membantah protes tersebut, lalu mereka membacakan ayat ini: Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (Al-Baqarah: 207)

Surah At Taubah ayat 99;

وَمِنَ اْلاَعْرَابِ مَنْ يُّؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلاخِرِ وَيَتَّخِذُ مَا يُنْفِقُ قُرُبتٍ عِنْدَ اللهِ وَصَلَوتِ الرَّسُوْلِ قلى اَلآ اِنَّهَا قُرْبَةُ لَّهُمْ قلى سَيُدْخِلُهُمُ اللهُ فِيْ رَحْمَتِهقلى اِنَّ اللهَ غَفُرٌ رَّحِيْمٌ ع

Dan diantara orang-orang Arab gurun itu ada yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan menganggap apa yang dinafkahkannya itu sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai penarik doa-doa Rasul. Ingatlah memang itulah salah satu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri kpd Allah. Allah pasti akan segera memasukkan mereka kedlm rangkuman rahmatNya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. [At Taubah 9:99]

Allah SWT sebenarnya tidaklah membutuhkan pengorbanan kita, tetapi kita sendiri yang akan meraih manfaat dari pengorbanan itu. Dan pengorbanan yang kita lakukan juga bisa dalam berbagai bentuk, seperti pengorbanan dalam bentuk harta, waktu, tenaga, pemikiran atau bahkan nyawa  sekalipun. Tetapi yang jadi pertanyaan, dari itu semua apakah pernah kita lakukan semuanya atau salah satunya?  Jika kita memang belum melakukannya atau baru sedikit kita melakukan pengorbanan, mungkin kita perlu tahu apa sebenarnya hakikat ruh pengorbanan.

Hakikat Ruh Pengorbanan

Allah SWT berfirman dalam Al Quran Surah Ali Imran ayat 31;

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذَنُوْبَكُمْط وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Katakanlah, ‘Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, kemudian Allah akan mencintai kamu dan akan mengampuni dosa-dosamu’. Dan Allah maha Pengampun, Maha Penyayang. [Ali Imran 3:32]

Ayat yang mulia ini menilai setiap orang yang mengakui dirinya cinta kepada Allah, sedangkan sepak terjangnya bukan pada jalan yang telah dirintis oleh Nabi Muhammad Saw.; bahwa sesungguhnya dia adalah orang yang dusta dalam pengakuannya, sebelum ia mengikuti syariat Nabi Saw. dan agama yang dibawanya dalam semua ucapan dan perbuatannya. Seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»

Barang siapa yang melakukan suatu amal perbuatan yang bukan termasuk tuntunan kami, maka amalnya itu ditolak.

Karena itulah maka dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ

Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian. (Ali Imran: 31)
Yakni kalian akan memperoleh balasan yang lebih daripada apa yang dianjurkan kepada kalian agar kalian mencintai-Nya, yaitu Dia mencintai kalian. Kecintaan Allah kepada kalian dinilai lebih besar daripada yang pertama, yaitu kecintaan kalian kepada-Nya. Seperti yang  dikatakan oleh  sebagian ulama  yang  bijak,  bahwa  duduk perkaranya bukanlah bertujuan agar kamu mencintai, melainkan yang sebenarnya ialah bagaimana supaya kamu dicintai.

Al-Hasan Al-Basri dan lain-Lainnya dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa ada segolongan kaum yang menduga bahwa dirinya mencintai Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: Katakanlah, "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian." (Ali Imran: 31)

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ الطَّنافِسي، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى بْنِ أَعْيَنَ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "وَهَلِ الدِّينُ إِلَّا الْحُبُّ والْبُغْضُ؟ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ}

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Musa ibnu Abdul A'la ibnu A'yun, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Urwah, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada lain (ajaran) agama itu melainkan cinta karena Allah dan benci karena Allah.Allah Swt. berfirman: Katakanlah, "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku." (Ali Imran: 31)
Abu Zur'ah (yakni Abdul A'la) mengatakan bahwa hadis ini munkar.

Hakikat ruh pengorbanan adalah kecintaan, kecintaan menjadi landasan dari setiap unsur untuk memperoleh keberhasilan dalam pengorbanan. Allah SWT mencintai hamba Nya yang selalu mencintai Nya dan membuktikannya dengan mencintai orang-orang yang dicintai Nya. Pengorbanan menjadi salah satu sarana untuk membuktikan cinta hamba kepada Allah SWT, yaitu dengan jalan mengabdikan dirinya kepada utusan Nya. Dimana pengorbanan sudah dijalankan dengan dilandasi cinta, maka segala apa yang ada pada diri hamba Nya akan diserahkan kepada Nya dengan penuh keikhlasan.

Pengorbanan menjadi pembuktian seberapa besar kecintaan kita, tentunya sangat disangsikan manakala kita mengaku mencintai sesuatu tetapi ketika dituntut berkorban justru enggan melakukannya. Lihatlah kisah romantika Romeo & Juliet atau kalau di Jawa Parno & Jumiyem, bagaimana mereka rela mengorbankan nyawanya demi orang yang mereka cintai. Lantas bagaimana dengan kita, apakah tuntutan pengorbanan yang diminta dalam Agama kita sudah kita penuhi?

PENTINGNYA ISTIQOMAH DALAM KEIMANAN


Keimanan kepada Allah menuntut sikap istiqomah. Keyakinan hati, kebenaran lisan dan kesungguhan dalam amal adalah unsur-unsur keimanan yang mesti dijalankan dengan istiqomah. Istiqomah yang berarti keteguhan dalam memegang prinsip, menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya.

Firman Allah Swt.:

{إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا}

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka. (Fushshilat: 30)

Yakni mereka ikhlas dalam beramal hanya karena Allah Swt., yaitu dengan menaati apa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. kepada mereka.

قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى الْمَوْصِلِيُّ: حَدَّثَنَا الْجَرَّاحُ، حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ أَبُو قُتَيْبَةَ الشَّعِيري، حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ أَبِي حَزْمٍ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَرَأَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ الْآيَةَ: {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا} قَدْ قَالَهَا نَاسٌ ثُمَّ كَفَرَ أَكْثَرُهُمْ، فَمَنْ قَالَهَا حَتَّى يَمُوتَ فَقَدِ اسْتَقَامَ عَلَيْهَا.

Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Jarrah, telah menceritakan kepada kami Salam ibnu Qutaibah atau Qutaibah Asy-Sya'iri, telah menceritakan kepada kami Suhail ibnu Abu Hazim, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. membacakan ayat berikut kepada kami, yaitu firman-Nya:Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka. (Fushshilat: 30) Sesungguhnya ada segolongan manusia yang telah mengucapkannya, tetapi setelah itu kebanyakan dari mereka kafir. Maka barang siapa yang mengucapkannya dan berpegang teguh kepadanya hingga mati, berarti dia telah meneguhkan pendiriannya pada kalimah tersebut.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Imam Nasai di dalam kitab tafsirnya, juga Al-Bazzar, dan Ibnu Jarir, dari Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Muslim ibnu Qutaibah dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari ayahnya, dari Al-Fallas dengan sanad yang sama.

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Amir ibnu Sa'id, dari Sa'id ibnu Imran yang mengatakan bahwa ia pernah membaca ayat berikut di hadapan sahabat Abu Bakar As-Siddiq r.a., yaitu firman Allah Swt.:Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendiriannya. (Fushshilat: 30) Lalu Abu Bakar mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun.

Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Al-Aswad ibnu Hilal yang mengatakan bahwa Abu Bakar r.a. pernah mengatakan, "Bagaimanakah menurut kalian makna firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendiriannya?” (Fushshilat: 30) Maka mereka menjawab, "Tuhan kami ialah Allah," kemudian mereka meneguhkan pendiriannya dengan menghindari dari perbuatan dosa. Maka Abu Bakar r.a. berkata, "Sesungguhnya kalian menakwiIkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya. Lalu mereka berkata, "Tuhan kami ialah Allah," kemudian mereka meneguhkan pendiriannya, tidak menoleh kepada Tuhan lain kecuali hanya Allah.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar Al-Aqdi, -dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai suatu ayat di dalam Kitabullah yang paling ringan. Maka Ibnu Abbas membaca firman-Nya:Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendiriannya. (Fushshilat: 30) dalam bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah.

Az-Zuhri mengatakan bahwa Umar r.a. membaca ayat ini di atas mimbarnya, kemudian mengatakan, "Demi Allah, mereka meneguhkan pendiriannya karena Allah dengan taat kepada-Nya, dan mereka tidak mencla-mencle seperti musang."

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya:Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendiriannya. (Fushshilat: 30) dalam menunaikan hal-hal yang difardukan oleh-Nya.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah. Qatadah mengatakan bahwa Al-Hasan selalu mengatakan dalam doanya, "Ya Allah, Engkau adalah Tuhan kami, maka berilah kami  istiqamah (keteguhan dalam pendirian)."

Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian mereka meneguhkan pendiriannya. (Fushshilat: 30) Yakni mengikhlaskan ketaatan dan beramal karena Allah Swt.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هُشَيْم، حَدَّثَنَا يَعْلَى بْنُ عَطَاءٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُفْيَانَ الثَّقَفِيِّ، عَنْ أَبِيهِ ؛ أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مُرْنِي بِأَمْرٍ فِي الْإِسْلَامِ لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ. قَالَ: "قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ، ثُمَّ اسْتَقِمْ" قُلْتُ: فَمَا أَتَّقِي؟ فَأَوْمَأَ إِلَى لِسَانِهِ.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Ya'la ibnu Ata, dari Abdullah ibnu Sufyan, dari ayahnya, bahwa seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepadaku suatu perintah dalam Islam, yang kelak aku tidak akan bertanya lagi kepada seorang pun sesudahmu." Rasulullah Saw. bersabda: Katakanlah, "Tuhanku ialah Allah, " kemudian teguhkanlah pendirianmu! Lelaki itu bertanya, "Lalu apakah yang harus kupelihara? ”Rasulullah Saw. mengisyaratkan ke arah lisannya (yakni menjaga mulut).

Imam Nasai meriwayatkan hadis ini melalui Syu'bah, dari Ya'la ibnu Ata dengan sanad yang sama.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، حَدَّثَنِي ابْنُ شِهَابٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَاعِزٍ الْغَامِدِيِّ، عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، حَدِّثْنِي بِأَمْرٍ أَعْتَصِمُ بِهِ. قَالَ: "قُلْ رَبِّيَ اللَّهُ، ثُمَّ اسْتَقِمْ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَكْثَرَ مَا تَخَافُ عَلَيَّ؟ فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِطَرَفِ لِسَانِ نَفْسِهِ، ثُمَّ قَالَ: "هَذَا".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, telah menceritakan kepadaku Ibnu Syihab, dari Abdur Rahman ibnu Ma'iz Al-Gamidi, dari Sufyan ibnu Abdullah As-Saqafi yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sebutkanlah suatu perkara kepadaku yang kelak akan kujadikan pegangan." Rasulullah Saw. menjawab: Katakanlah, "Tuhanku ialah Allah, " kemudian teguhkanlah pendirianmu! Kemudian aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang engkau sangat khawatirkan terhadap diriku?” Maka Rasulullah Saw. memegang ujung lisannya dan bersabda, "Ini"(yakni jaga lisanmu).

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Majah melalui hadis Az-Zuhri dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Imam Muslim di dalam kitab sahihnya —juga Imam Nasai—telah mengetengahkannya melalui hadis Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Sufyan ibnu Abdullah As-Saqafi yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, katakanlah suatu urusan kepadaku tentang Islam, yang kelak aku tidak akan menanyakannya kepada seorang pun sesudah engkau." Rasulullah Saw. bersabda: Katakanlah, "Aku beriman kepada Allah, " kemudian teguhkanlah pendirianmu. hingga akhir hadis.

Firman Allah Swt.:

{تَتَنزلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ}

maka malaikat akan turun kepada mereka. (Fushshilat: 30)

Mujahid, As-Saddi, Zaid ibnu Aslam, dan anaknya mengatakan bahwa yang dimaksud ialah di saat mereka menjelang kematiannya, para malaikat itu turun kepada mereka dengan mengatakan:

{أَلا تَخَافُوا}

Janganlah kamu merasa takut. (Fushshilat: 30)

Mujahid, Ikrimah, dan Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah kamu takut dalam menghadapi kehidupan masa mendatang di akhirat.

{وَلا تَحْزَنُوا}

dan janganlah kamu merasa sedih. (Fushshilat: 30)

terhadap urusan dunia yang kamu tinggalkan, seperti urusan anak, keluarga, harta benda, dan utang; karena sesungguhnya Kami akan menggantikanmu dalam mengurusnya.

{وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ}

dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. (Fushshilat: 30)

Para malaikat menyampaikan berita gembira kepada mereka akan lenyapnya semua keburukan dan akan memperoleh semua kebaikan.

Hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis Al-Barra r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya para malaikat berkata kepada roh orang mukmin, "Keluarlah engkau, hai jiwa yang baik, dari tubuh yang baik yang sebelumnya engkau huni, keluarlah engkau menuju kepada ampunan dan nikmat serta Tuhan yang tidak murka."

Menurut pendapat lain, para malaikat turun kepada mereka di saat mereka dibangkitkan dari kuburnya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ibnu Abbas dan As-Saddi.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zur'ah, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Mazhar, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Sulaiman yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sabit membaca surat Ha Mim As-Sajdah. Dan ketika bacaannya sampai pada firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, "Tuhan kami ialah Allah, " kemudian mereka meneguhkan pendiriannya, maka malaikat akan turun kepada mereka. (Fushshilat: 30) Maka dia berhenti dari bacaannya, kemudian berkata bahwa telah sampai suatu berita kepada kami yang menyebutkan bahwa seorang mukmin ketika dibangkitkan oleh Allah Swt. dari kuburnya, ada dua malaikat menyambutnya. Kedua malaikat itu yang dahulunya selalu bersamanya ketika di dunia. Lalu keduanya mengatakan kepadanya, "Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih."  dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah di  janjikan Allah kepadamu. (Fushshilat: 30) Maka Allah menenteramkan rasa takutnya dan menyenangkan hatinya, dan tiada suatu peristiwa besar yang terjadi di hari kiamat yang ditakuti oleh manusia melainkan hal itu bagi orang mukmin merupakan penyejuk hatinya berkat petunjuk Allah Swt. kepadanya, dan berkat amal perbuatannya selama di dunia.

Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa para malaikat itu menyampaikan berita gembira kepada orang mukmin saat menjelang kematiannya dan saat ia dibangkitkan dari kuburnya.

Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Pendapat ini bila dibandingkan dengan semua pendapat yang telah disebutkan di atas merupakan pendapat yang sangat baik dan memang kenyataannya demikian.

Firman Allah Swt.:

{نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ}

Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat. (Fushshilat: 31)

Yakni para malaikat itu berkata kepada orang-orang mukmin saat mereka menjelang kematiannya, "Kami adalah teman-teman kalian selama di dunia, kami bimbing kalian, kami luruskan kalian, dan kami pelihara kalian berkat perintah Allah. Demikian pula kami akan selalu bersamamu dalam kehidupan di akhirat; kami menemani rasa kesendirianmu dalam kuburmu dan pada saat sangkakala ditiup, dan kami selamatkan kamu pada hari berbangkit, kami bawa kamu berlalu menyeberangi sirat, dan kami sampaikan kamu ke surga yang penuh dengan kenikmatan."

{وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ}

di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan. (Fushshilat: 31)

Maksudnya, di dalam surga kamu memperoleh semua yang kamu pilih dan semua yang kamu inginkan, juga memperoleh semua yang dipandang sedap oleh matamu.

{وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ}

dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. (Fushshilat: 31)

Yakni betapapun permintaanmu, niscaya kamu akan menjumpainya berada di hadapanmu seperti yang kamu minta dan kamu pilih.

{نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ}

Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Fushshilat: 31)

Yaitu sebagai jamuan, anugerah, dan pemberian nikmat dari Tuhan Yang Maha Pengampun semua dosa kalian lagi Maha Penyayang kepada kalian serta Maha Pengasih, karena Dia telah mengampuni, menutupi, mengasihani dan bersikap lembut kepada kalian.

Ibnu Abu Hatim dalam ayat ini telah mengetengahkan sebuah hadis tentang pasar di dalam surga, yaitu pada tafsir firman-Nya: di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh(pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Fushshilat: 31-32). Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan:

حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ حَبِيبِ بْنِ أَبِي الْعِشْرِينَ أَبِي سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ: أَنَّهُ لَقِيَ أَبَا هُرَيْرَةَ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: نَسْأَلُ اللَّهَ أَنْ يَجْمَعَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ فِي سُوقِ الجنة. فقال سعيد: أو فيها سُوقٌ؟ قَالَ: نَعَمْ، أَخْبَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم إن أهل الجنة إذا دَخَلُوا فِيهَا، نَزَلُوا بِفَضْلِ أَعْمَالِهِمْ، فَيُؤْذَنُ لَهُمْ فِي مِقْدَارِ يَوْمِ الْجُمْعَةِ فِي أَيَّامِ الدُّنْيَا فَيَزُورُونَ اللَّهَ، عَزَّ وَجَلَّ، وَيُبْرِزَ لَهُمْ عَرْشَهُ، وَيَتَبَدَّى لَهُمْ فِي رَوْضَةٍ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ، وَتُوضَعُ لَهُمْ مَنَابِرُ مِنْ نُورٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ لُؤْلُؤٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ يَاقُوتٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ زَبَرْجَدٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ ذَهَبٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ فِضَّةٍ، وَيَجْلِسُ [فِيهِ] أَدْنَاهُمْ وَمَا فِيهِمْ دَنِيءٌ عَلَى كُثْبَانِ الْمِسْكِ وَالْكَافُورِ، مَا يَرَوْنَ بِأَنَّ أَصْحَابَ الْكَرَاسِيِّ بِأَفْضَلَ مِنْهُمْ مَجْلِسًا. قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَهَلْ نَرَى رَبَّنَا [يَوْمَ الْقِيَامَةِ] ؟ قَالَ: "نَعَمْ هَلْ تَتَمَارَوْنَ فِي رُؤْيَةِ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ؟ " قُلْنَا: لَا. قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "فَكَذَلِكَ لَا تَتَمَارَوْنَ فِي رُؤْيَةِ رَبِّكُمْ تَعَالَى، وَلَا يَبْقَى فِي ذَلِكَ الْمَجْلِسِ أَحَدٌ إِلَّا حَاضَرَهُ اللَّهُ مُحَاضَرَةً، حَتَّى إِنَّهُ لِيَقُولَ لِلرَّجُلِ مِنْهُمْ: يَا فُلَانُ بْنَ فُلَانٍ، أَتَذْكُرُ يَوْمَ عَمِلْتَ كَذَا وَكَذَا؟ -يذكِّره بِبَعْضِ غَدَرَاتِهِ فِي الدُّنْيَا-فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، أَفَلَمْ تَغْفِرْ لِي؟ فَيَقُولُ: بَلَى فَبِسِعَةِ مَغْفِرَتِي بَلَغْتَ مَنْزِلَتَكَ هَذِهِ. قَالَ: فَبَيْنَمَا هُمْ عَلَى ذَلِكَ غَشِيَتْهُمْ سَحَابَةٌ مِنْ فَوْقِهِمْ، فَأَمْطَرَتْ عَلَيْهِمْ طِيبًا لَمْ يَجِدُوا مِثْلَ رِيحِهِ شَيْئًا قَطُّ". قَالَ: ثُمَّ يَقُولُ رَبُّنَا -عَزَّ وَجَلَّ-: قُومُوا إِلَى مَا أَعْدَدْتُ لَكُمْ مِنَ الْكَرَامَةِ، وَخُذُوا مَا اشْتَهَيْتُمْ". قَالَ: "فَنَأْتِي سُوقًا قَدْ حَفَّت بِهِ الْمَلَائِكَةُ، فِيهَا مَا لَمْ تَنْظُرِ الْعُيُونُ إِلَى مِثْلِهِ، وَلَمْ تَسْمَعِ الْآذَانُ، وَلَمْ يَخْطُرْ عَلَى الْقُلُوبِ. قَالَ: فَيَحْمِلُ لَنَا مَا اشْتَهَيْنَا، لَيْسَ يُبَاعُ فِيهِ شَيْءٌ وَلَا يُشْتَرَى، وَفِي ذَلِكَ السُّوقِ يَلْقَى أَهْلُ الْجَنَّةِ بَعْضُهُمْ بَعْضًا". قَالَ: "فَيُقْبِلُ الرَّجُلُ ذُو الْمَنْزِلَةِ الرَّفِيعَةِ، فَيَلْقَى مَنْ هُوَ دُونَهُ-وَمَا فِيهِمْ دَنِيءٌ فَيُرَوِّعُهُ مَا يَرَى عَلَيْهِ مِنَ اللِّبَاسِ، فَمَا يَنْقَضِي آخِرُ حَدِيثِهِ حَتَّى يَتَمَثَّلَ عَلَيْهِ أَحْسَنُ مِنْهُ؛ وَذَلِكَ لِأَنَّهُ لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يَحْزَنَ فِيهَا. ثُمَّ نَنْصَرِفُ إِلَى مَنَازِلِنَا، فَيَتَلَقَّانَا أَزْوَاجُنَا فَيَقُلْنَ: مَرْحَبًا وَأَهْلًا بِحِبَّنا، لَقَدْ جِئْتَ وَإِنَّ بِكَ مِنَ الْجِمَالِ وَالطِّيبِ أَفْضَلَ مِمَّا فَارَقْتَنَا عَلَيْهِ. فَيَقُولُ: إِنَّا جَالَسْنَا الْيَوْمَ رَبَّنَا الْجَبَّارَ -عَزَّ وَجَلَّ-وَبِحَقِّنَا أَنْ نَنْقَلِبَ بِمِثْلِ مَا انْقَلَبْنَا بِهِ".

telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Abdul Humaid ibnu Habib ibnu Abul Isyrin Abu Sa'id Al-Auza'i, telah menceritakan kepadaku Hassan ibnu Atiyyah, dari Sa'id ibnul Musayyab, bahwa ia bersua dengan Abu Hurairah r.a., lalu Abu Hurairah r.a. berkata, "Aku memohon kepada Allah semoga Dia menghimpunkan aku dan kamu di dalam pasar surga." Sa'id ibnu Jubair bertanya, "Apakah di dalam surga terdapat pasar?" Abu Hurairah dalam jawabannya mengiakan, lalu ia menerangkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bercerita kepadanya: bahwa para penghuni surga apabila telah dimasukkan ke dalam surga, mereka mendapat jamuan dari Allah berkat keutamaan amal perbuatan mereka. Maka diizinkan bagi mereka selama satu hari seperti lamanya hari Jumat pada kalian; dalam waktu itu Allah menampakkan bagi mereka 'Arasy-Nya, dan Allah menampakkan diri bagi mereka di dalam suatu taman surga. Kemudian dibuatkan bagi mereka mimbar-mimbar, ada yang dari cahaya, ada yang dari mutiara, ada yang dari yaqut, ada yang dari zabarjad, ada yang dari emas, dan ada yang dari perak. Orang yang paling bawah kedudukannya dari ahli surga yang pada penampilannya tiada yang rendah di antara mereka, mereka duduk di atas tumpukan minyak kesturi dan kafur, dan mereka tidak memandang bahwa ahli surga yang mempunyai kursi kedudukan lebih utama kedudukannya daripada mereka. Abu Hurairah r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita dapat melihat Tuhan kita?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya, apakah kalian berdesak-desakan saat melihat matahari dan rembulan di malam purnama?" Kami menjawab, "Tidak." Rasulullah Saw. bersabda,bahwa demikian pula kalian tidak berdesak-desakan saat melihat Tuhan kalian. Dan tiada seorang pun yang ada dalam majelis tersebut melainkan Allah menjumpainya sekali jumpa. Sehingga Allah Swt. berfirman kepada seseorang dari mereka, "Hai Fulan bin Fulan, apakah engkau teringat hari anu ketika kamu mengerjakan anu dan anu," Allah mengingatkannya tentang sebagian dari kekeliruannya semasa di dunia. Maka lelaki itu menjawab, "Ya, benar Tuhanku, saya ingat, tetapi bukankah Engkau telah memberi ampun bagiku?" Allah Swt. menjawab, "Benar, maka berkat keluasan ampunan-Ku engkau mencapai kedudukanmu yang sekarang ini." Ketika para ahli surga dalam keadaan demikian, lalu mereka ditutupi oleh awan dari atas mereka, dan turunlah hujan wewangian kepada mereka yang wanginya belum pernah mereka rasakan seharum itu. Kemudian Allah berfirman, "Bangkitlah kalian menuju tempat yang telah Kusediakan bagi kalian, yaitu tempat yang terhormat, dan ambillah apa saja yang kalian sukai." Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu kami mendatangi suatu pasar yang dikelilingi oleh para malaikat, di dalamnya terdapat segala sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata hal yang semisal dengannya, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terdetik di hati manusia. Maka dibawakanlah bagi kami segala sesuatu yang kami sukai tanpa harus memakai transaksi jual beli, dan di dalam pasar itu sebagian ahli surga bersua dengan sebagian yang lainnya. Datanglah seorang ahli surga yang mempunyai kedudukan yang tinggi menjumpai ahli surga yang kedudukannya berada di bawahnya, tetapi tiada seorang pun di antara mereka yang rendah. Maka yang berkedudukan lebih rendah itu merasa terkejut dengan pakaian yang dikenakan oleh temannya yang lebih tinggi kedudukannya itu. Belum lagi pembicaraannya habis, tiba-tiba yang berkedudukan rendah berubah dengan penampilan yang lebih baik daripada temannya itu. Demikian itu karena seseorang tidak boleh merasa bersedih hati di dalam surga. Setelah itu kami pulang ke tempat tinggal masing-masing dan disambut oleh istri-istri kami seraya mengatakan, "Selamat datang, kekasih kami, sesungguhnya engkau datang dengan penampilan yang lebih tampan, lebih harum, dan lebih utama daripada sebelumnya saat engkau meninggalkan kami." Maka suaminya menjawab, "Sesungguhnya kami hari ini bertamu kepada Tuhan kami Yang Maha Mengalahkan, Mahasuci, lagi Mahatinggi, maka sudah sepantasnya bila kami kembali pulang dalam keadaan seperti ini berkat kemurahan-Nya."

Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini di dalamSifatul Jannah, bagian dari kitab Jami'-nya melalui Muhammad ibnu Ismail, dari Hisyam ibnu Ammar.

Ibnu Majah meriwayatkannya dari Hisyam ibnu Ammar dengan sanad dan lafaz yang semisal. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali hanya melalui jalur ini.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِي، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ". قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كُلُّنَا نَكْرَهُ الْمَوْتَ؟ قَالَ: "لَيْسَ ذَلِكَ كَرَاهِيَةَ الْمَوْتِ، وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا حُضِر جَاءَهُ الْبَشِيرُ مِنَ اللَّهِ بِمَا هُوَ صَائِرٌ إِلَيْهِ، فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَكُونَ قَدْ لَقِيَ اللَّهَ فَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ" قَالَ: "وَإِنَّ الْفَاجِرَ -أَوِ الْكَافِرَ-إِذَا حُضِر جَاءَهُ بِمَا هُوَ صَائِرٌ إِلَيْهِ مِنَ الشَّرِّ -أَوْ: مَا يَلْقَى مِنَ الشَّرِّ-فَكَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ فَكَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Humaid, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang menyukai perjumpaan dengan Allah, maka Allah menyukai pula perjumpaan dengannya. Dan barang siapa yang tidak suka perjumpaan dengan Allah, maka Allah tidak suka pula berjumpa dengannya. Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, kita semua tentu tidak suka mati." Rasulullah Saw. menjawab: Hal itu bukan berarti membenci kematian, tetapi seorang mukmin itu apabila menjelang kematiannya didatangi oleh malaikat pembawa berita gembira dari Allah Swt. yang menceritakan kepadanya tempat yang bakal dihuninya. Maka tiada sesuatu pun yang lebih disukainya selain dari perjumpaan dengan Allah Swt. Maka Allah pun suka menjumpainya. Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa sesungguhnya seorang pendurhaka atau seorang kafir apabila menjelang kematiannya didatangkan kepadanya keburukan yang kelak akan menjadi tempat tinggalnya atau keburukan yang akan dijumpainya. Karena itu ia membenci perjumpaan dengan Allah, maka Allah pun tidak suka berjumpa dengannya.

Hadis ini sahih, dan di dalam kitab sahih hadis ini telah diketengahkan melalui jalur yang lain.

Istiqomah adalah hal yang sangat berat bagi muslim. Ketika turun surat Hûd ayat 112 yang berbunyi:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Maka tetaplah kamu (pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat bersama kamu. Dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kalian kerjakan

Menurut Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ayat di ataslah yang menurut Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sangat berat untuk dilaksanakan. Kenapa berat karena ada anjuran untuk tetap di jalan yang benar atau istiqomah. Sebagaimana hadits berikut ini:

Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma berkata:

مَا نُزِّلَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ- آيَةً هِيَ أَشَدُّ وَلَا أَشَقُّ مِنْ هذِهِ الآيَةِ عَلَيْهِ، وَلِذلِكَ قَالَ لِأَصْحَابِه حِيْنَ قَالُوْا لَه: لَقَدْ أَسْرَعَ إِلَيْكَ الشَّيْبُ! فَقَالَ : شَيَّبَتْنِيْ هُوْدٌ وَأَخْوَاتُهَا

Tidaklah ada satu ayat pun yang diturunkan kepada Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam yang lebih berat dan lebih susah daripada ayat ini. Oleh karena itu, ketika beliau ditanya, ‘Betapa cepat engkau beruban’, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Sahabatnya, ‘Yang telah membuatku beruban adalah surat Hûd dan surat-surat semisalnya.

Pasti Ada Kekurangan dalam Istiqomah

Ketika kita ingin berjalan di jalan yang lurus dan memenuhi tuntutan istiqomah, terkadang kita tergelincir dan tidak bisa istiqomah secara utuh. Lantas apa yang bisa menutupi kekurangan ini? Jawabnnya adalah pada firman Allah Ta'ala,

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ

"Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa,  maka tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus menuju kepada- Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya ." (QS. Fushilat: 6).

Ayat ini memerintahkan untuk istiqomah sekaligus beristigfar (memohon ampun pada Allah).

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, "Ayat di atas "Istiqomahlah dan mintalah ampun kepada-Nya" merupakan isyarat bahwa seringkali ada kekurangan dalam istiqomah yang diperintahkan.  Yang menutupi kekurangan ini adalah istighfar (memohon ampunan Allah) .  Istighfar itu sendiri mengandung taubat dan istiqomah (di jalan yang lurus)."

Kiat Agar Tetap Istiqomah

Ada beberapa sebab utama yang bisa membuat seseorang tetap teguh dalam keimanan.

Pertama: Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar.

Allah Ta'ala berfirman,

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ

"Allah meneguhkan (iman) orang- orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki." (QS. Ibrahim: 27)

Tafsiran ayat "Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh..." dijelaskan dalam hadits berikut.

الْمُسْلِمُ إِذَا سُئِلَ فِى الْقَبْرِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ ( يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ )

"Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan  yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat"."

Qotadah As Sadusi mengatakan, "Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar  dan Nakir, pen)." Perkataan semacam Qotadah diriwayatkan dari ulama salaf lainnya.

Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat (alam kubur) dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat "Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan apa agamamu"? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap dua kalimat  syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat syirik.

Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu mengikuti jalan hidup salaful ummah yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya,  mendalami tauhid dan juga menguasai kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus dijauhi. Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam beragama yang merupakan golongan yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah.

Kedua: Mengkaji Al Qur'an dengan menghayati dan merenungkannya.

Allah menceritakan bahwa Al Qur'an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur'an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta'ala berfirman,

قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

"Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril)

menurunkan Al Qur'an itu dari Rabbmu dengan benar,  untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman , dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)"." (QS. An Nahl: 102)

Oleh karena itu, Al Qur'an itu diturunkan secara beangsur- angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam ayat,

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا

"Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya  Kami perkuat hatimu dengannya  dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar)." (QS. Al Furqon: 32)

Al Qur'an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam agamanya.

Alasannya, karena Al Qur'an adalah petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu. Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman,

هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ

"Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman." (QS. Fushilat: 44). Qotadah mengatakan, "Allah telah menghiasi Al Qur'an sebagai cahaya dan  keberkahan serta sebagai obat penawar bagi orang-orang beriman."

Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut, "Katakanlah wahai Muhammad, Al Qur'an adalah petunjuk bagi  hati orang beriman dan obat penawar bagi hati dari berbagai keraguan."

Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda antara orang yang gemar mengkaji Al Qur'an dan merenungkannya dengan orang yang hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof dan manusia lainnya. Orang yang giat merenungkan Al Qur'an dan memahaminya, tentu akan lebih kokoh dan teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti kita jalani agar kita bisa terus istiqomah.

Ketiga: Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari'at Allah

Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syari'at atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari 'Aisyah -radhiyallahu 'anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

"Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta'ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit." 'Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk  merutinkannya.

An Nawawi rahimahullah mengatakan, "Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan.  Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta'ala . Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar  dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan."

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, "Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah amalan yang konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah  melarang melakukan hal ini pada sahabat 'Abdullah bin 'Umar."

Yaitu Ibnu 'Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam.

Dari 'Abdullah bin 'Amr bin Al 'Ash radhiyallahu 'anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata padanya,

يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ

"Wahai 'Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat  malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi."

Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus "futur" (jenuh untuk beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg (terus menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...