Senin, 01 November 2021

Tatacara Dalam Memberikan Nasehat Pada Penguasa


Menasehati penguasa yang zalim dengan berani mengatakan kebenaran termasuk jihad bahkan semulia-mulianya jihad. Namun dengan catatan di sini, menasehati mereka adalah dengan cara baik, bukan dengan mengumbar aib mereka di hadapan khalayak ramai dengan berdemo.

Seutama-utamanya Jihad, Jihad Melawan Penguasa Zalim

Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

“Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Abu Daud Sulaiman bin Al Asy’ats As Sajistani membawakah hadits ini dalam kitab sunannya pada Bab “Al Amru wan Nahyu”, yaitu mengajak pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Abu ‘Isa At Tirmidzi membawakan hadits di atas dalam Bab “Mengingkari kemungkaran dengan tangan, lisan atau hati”. Muhammad bin Yazid Ibnu Majah Al Qozwini membawakan hadits di atas dalam Bab “Memerintahkan pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran.” Begitu pula Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin membawakan hadits ini dalam Bab “Memerintahkan pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran”, beliau sebutkan hadits ini pada urutan no. 194 dari kitab tersebut.

Untuk itu kita harus memulai dengan memahami bersama bahwa memberikan nasihat kepada penguasa adalah sebuah perkara besar karena menyangkut kemaslahatan atau mafsadah total (menyeluruh) menyangkut masyarakat/rakyat. Di dalamnya terkait keamanan atau ketakutan rakyat serta terlindungi atau tertumpahkannya darah mereka.

Sehingga sangat mustahil bila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menerangkan masalah yang demikian prinsip ini dan sangat dibutuhkan umatnya sepanjang mereka hidup, sementara di sisi lain beliau telah menerangkan perkara yang mungkin dianggap remeh oleh banyak orang seperti adab buang hajat.

Telah berkata Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah :

حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنَا صَفْوَانُ حَدَّثَنِي شُرَيْحُ بْنُ عُبَيْدٍ الْحَضْرَمِيُّ وَغَيْرُهُ قَالَ جَلَدَ عِيَاضُ بْنُ غَنْمٍ صَاحِبَ دَارِيَا حِينَ فُتِحَتْ فَأَغْلَظَ لَهُ هِشَامُ بْنُ حَكِيمٍ الْقَوْلَ حَتَّى غَضِبَ عِيَاضٌ ثُمَّ مَكَثَ لَيَالِيَ فَأَتَاهُ هِشَامُ بْنُ حَكِيمٍ فَاعْتَذَرَ إِلَيْهِ ثُمَّ قَالَ هِشَامٌ لِعِيَاضٍ أَلَمْ تَسْمَعْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا أَشَدَّهُمْ عَذَابًا فِي الدُّنْيَا لِلنَّاسِ فَقَالَ عِيَاضُ بْنُ غَنْمٍ يَا هِشَامُ بْنَ حَكِيمٍ قَدْ سَمِعْنَا مَا سَمِعْتَ وَرَأَيْنَا مَا رَأَيْتَ أَوَلَمْ تَسْمَعْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلَا يُبْدِ لَهُ عَلَانِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوَ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ لَهُ وَإِنَّكَ يَا هِشَامُ لَأَنْتَ الْجَرِيءُ إِذْ تَجْتَرِئُ عَلَى سُلْطَانِ اللَّهِ فَهَلَّا خَشِيتَ أَنْ يَقْتُلَكَ السُّلْطَانُ فَتَكُونَ قَتِيلَ سُلْطَانِ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى

Telah menceritakan kepada kami Abul-Mughiirah : Telah menceritakan kepada kami Shafwaan : Telah menceritakan kepadaku Syuraih bin ‘Ubaid Al-Hadlramiy dan yang lainnya, ia berkata : 'Iyaadl bin Ghanm pernah mencambuk orang Dariya ketika ditaklukkan. Hisyaam bin Hakiim meninggikan suaranya kepadanya untuk menegur sehingga 'Iyaadl marah. Kemudian 'Iyaadl radliyallaahu ‘anhu tinggal beberapa malam, lalu Hisyaam bin Hakiim mendatanginya untuk memberikan alasan (apa yang telah ia perbuat sebelumnya kepada ‘Iyadl). Hisyaam berkata kepada 'Iyaadl : “Tidakkah engkau mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ’Orang yang paling keras siksaannya adalah orang-orang yang paling keras menyiksa manusia di dunia?’. 'Iyaadl bin Ghanm berkata : “Wahai Hisyaam bin Hakiim, kami pernah mendengar apa yang kau dengar dan kami juga melihat apa yang kau lihat. Namun tidakkah engkau mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :‘Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dalam suatu perkara, maka jangan dilakukan dengan terang-terangan. Akan tetapi gandenglah tangannya dan menyepilah berdua. Jika diterima, memang itulah yang diharapkan; namun jika tidak, maka orang tersebut telah melaksakan kewajibannya’. Engkau wahai Hisyaam, kamu sungguh orang yang lancang karena engkau berani melawan penguasa Allah. Tidakkah engkau takut jika penguasa itu membunuhmu lalu jadilah engkau orang yang dibunuh penguasa Allah tabaaraka wa ta'ala?” [Musnad Al-Imam Ahmad, 3/403-404].

Takhrij :

Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnahno. 1096 dari jalan Baqiyyah bin Al-Waliid dan Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 4/1393 dari jalan Shadaqah bin ‘Abdillah Ad-Dimasyqiy; keduanya dari Shafwaan bin ‘Amru, selanjutnya seperti sanad di atas.

Keterangan ringkas perawi yang meriwayatkan hadits di atas :

1.      ‘Iyaadl bin Ghanm; ia adalah Ibnu Zuhair bin Abi Syaddaad bin Rabii’ah Al-Fihriy, seorang shahabat mulia yang ikut menyaksikan perjanjian Hudaibiyyah. Wafat pada tahun 20 H di Syaam [lihat Tajriid Asmaaush-Shahabah 1/431 no. 4669, Usudul-Ghaabah 4/315-317 no. 4161, dan Al-Ishaabah 5/50-51 no. 6135].

2.      Hisyaam bin Hakiim; ia adalah Ibnu Hizaam bin Khuwailid bin Asad Al-Qurasyiy Al-Asadiy, seorang shahabat mulia yang sangat bersemangat dalamamar ma’ruf nahi munkar. Beliau masuk Islam pada saat Fathu Makkah [Tajriidu Asmaaish-Shahaabah 2/120 no. 1362, Tahdziibul-Kamaal, 30/194-198 no. 6573, dan Al-Ishaabah 6/285 no. 8964].

3.      Syuraih bin ‘Ubaid Al-Hadlramiy. Al-‘Ijliy berkata : “Seorang tabi’iy dari Syaam yang tsiqah”. Duhaim berkata : “Tsiqah”. An-Nasaa’iy berkata : “Tsiqah” [Tahdziibul-Kamaal, 12/446-448 no. 2726]. Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah, akan tetapi banyak memursalkan hadits. Wafat setelah tahun 100 H” [Taqriibut-Tahdziib– bersama At-Tahriir 2/111 no. 2775].

4.      Shafwaan; ia adalah Ibnu ‘Amru bin Harim As-Saksakiy, Abu ‘Amr Al-Himshiy. Ahmad bin Hanbal berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Abu Haatim mengatakan bahwa Yahyaa bin Ma’iin memujinya. ‘Amru bin ‘Aliy berkata : “Tsabt dalam hadits”. Al-‘Ijliy, Duhaim, Abu Haatim, An-Nasaa’iy, Ibnul-Mubaarak, dan yang lainnya mentsiqahkannya. [lihat : Tahdziibut-Tahdziib, 13/201-207 no. 2888]. Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah” [Taqriibut-Tahdziib – bersama At-Tahriir 2/142 no. 2938].

5.      Abul-Mughiirah; ia adalah ‘Abdul-Qudduus bin Al-Hajjaaj Al-Khaulaaniy, Abul-Mughiirah Asy-Syaamiy Al-Himshiy. Ia seorang perawi tsiqah yang dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya [Al-Mughniy fii Ma’rifati Rijaal Ash-Shahiihain hal. 158 no. 1347].

Sanad hadits ini adalah lemah, karena keterputusan antara Syuraih dengan ‘Iyaadl dan Hisyaam.

Akan tetapi lafadh : “’Orang yang paling keras siksaannya adalah orang-orang yang paling keras menyiksa manusia di dunia’ adalah shahih. Al-Imam Ahmad membawakan hadits dari jalan lain sebagai berikut :

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنِ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ هِشَامَ بْنَ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ وَجَدَ عِيَاضَ بْنَ غَنْمٍ وَهُوَ عَلَى حِمْصَ يُشَمِّسُ نَاسًا مِنْ النَّبَطِ فِي أَدَاءِ الْجِزْيَةِ فَقَالَ لَهُ هِشَامٌ مَا هَذَا يَا عِيَاضُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يُعَذِّبُ الَّذِينَ يُعَذِّبُونَ النَّاسَ فِي الدُّنْيَا

Telah menceritakan kepada kami Abul-Yamaan : Telah menceritakan kepada kami Syu’aib, dari Az-Zuhriy : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Urwah bin Az-Zubair : Bahwasannya Hisyaam bin Hakiim bin Hizaam mendapatkan 'Iyaadl bin Ghanm di Himsh menjemur rakyat jelata dalam masalah pembayaran jizyah. Lalu Hisyaam berkata kepadanya : “Wahai 'Iyaadl, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Allah tabaaraka wa ta’ala menyiksa orang yang menyiksa manusia di dunia’ [Al-Musnad, 3/404].

Sanad hadits ini shahih sesuai dengan persyaratan Muslim.

Al-Imam Muslim juga membawakan hadits semakna sebagai berikut :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ هِشَامِ بْنِ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ قَالَ مَرَّ بِالشَّامِ عَلَى أُنَاسٍ وَقَدْ أُقِيمُوا فِي الشَّمْسِ وَصُبَّ عَلَى رُءُوسِهِمْ الزَّيْتُ فَقَالَ مَا هَذَا قِيلَ يُعَذَّبُونَ فِي الْخَرَاجِ فَقَالَ أَمَا إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُعَذِّبُ الَّذِينَ يُعَذِّبُونَ فِي الدُّنْيَا

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyaats, dari Hisyaam bin ‘Urwah, dari ayahnya, dari Hisyaam bin Hakiim  bin Hizaam, ia berkata : Aku pernah melewati beberapa orang di Syam yang dijemur di bawah terik matahari sedangkan kepala mereka dituangi minyak. Kemudian Hisyam bertanya : “Mengapa mereka ini dihukum ?”. Dikatakan : “Mereka disiksa karena masalah pajak (kharaj)”. Hisyaam berkata : “Sesungguhnya saya pernah mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Sesungguhnya Allah akan menyiksa orang-orang yang menyiksa orang lain di dunia" [Shahih Muslimno. 2613].

Sedangkan lafadh hadits : ‘Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dalam suatu perkara, maka jangan dilakukan dengan terang-terangan. Akan tetapi gandenglah tangannya dan menyepilah berdua. Jika diterima, memang itulah yang diharapkan; namun jika tidak, maka orang tersebut telah melaksakan kewajibannya’ ; maka ia mempunyai beberapa penguat sebagai berikut :

1.    Al-Imam Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (no. 1097) berkata :

حدثنا محمد بن عوف حدثنا محمد بن اسماعيل ثنا أبي عن ضمضم بن زرعة عن شريح بن عبيد قال قال جبير بن نفير قال قال عياض بن غنم لهشام بن حكيم أو لم تسمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : .....(الحديث)....

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Auf : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ismaa’iil : Telah menceritakan ayahku, dari Dlamdlam bin Zur’ah, dari Syuraih bin ‘Ubaid, ia berkata : Telah berkata Jubair bin Nufair, ia berkata : Telah berkata ‘Iyaadl bin Ghanm kepada Hisyaam bin Hakiim : “Tidakkah engkau pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘….(al-hadits)….”.

Muhammad bin ‘Auf adalah seorang tsiqah lagi haafidh. Muhammad bin Ismaa’iil bin ‘Ayyaasy, ia seorang perawi yang lemah. Abu Haatim mengkritiknya bahwa ia tidak pernah mendengar riwayat dari ayahnya. Sedangkan ayahnya (Ismaa’iil bin ‘Ayyaasy) adalah perawi tsiqah dan haditsnya shahih jika ia meriwayatkan dari orang-orang Syaam atau penduduk negerinya. Jika ia meriwayatkan dari selain itu, maka dla’iif. Di sini, ia meriwayatkan hadits dari Dlamdlam bin Zur’ah, satu negeri dengan Ismaa’iil. Dlamdlam bin Zur’ah adalah perawi yang di-tautsiq Ibnu Ma’iin, Ahmad bin Muhammad bin ‘Iisaa, Ibnu Hibbaan, dan Ibnu Numair. Namun Abu Haatim mendla’ifkannya. Perkataan yang benar, ia adalah perawi tsiqah. Adapun jarh Abu Haatim adalah jenis jarh mubham (tidak dijelaskan sebabnya), sehingga tidak diterima jika telah tetap pen-tautsiq-annya. Syuraih bin ‘Ubaid Al-Hadlramiy, ia adalah perawi tsiqah – namun disifati banyak memursalkan hadits. Jubair bin Nufair, ia perawi tsiqah lagi jaliil. Dikatakan, ia mendapati masa kepemerintahan Al-Waliid bin ‘Abdil-Malik (86 H). Antara Syuraih dan Jubair adalah semasa (mu’asharah), sehingga riwayat Syuraih ini dihukumi bersambung.

Kesimpulannya, riwayat ini lemah dari faktor Muhammad bin Ismaa’iil bin ‘Ayyaasy.

Muhammad bin Ismaa’iil mempunyai mutaba’ah dari ‘Abdul-Wahhaab bin Adl-Dlahhaak; sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Ma’rifatush-Shahaabah hal. 2162 no. 5425 dari Muhammad bin ‘Aliy : Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin Muhammad bin Hammaad : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Wahhaab bin Adl-Dlahhaak : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin ‘Ayyaasy, selanjutnya seperti sanad di atas.

Namun sayangnya ‘Abdul-Wahhaab bin Adl-Dlahhaak adalah perawi matruuk [At-Taqriib – bersama At-Tahriir 2/397 no. 4257].

2.    Al-Imam Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (1098) berkata :

حدثنا محمد بن عوف ثنا عبد الحميد بن إبراهيم عن عبدالله بن سالم عن الزبيدي عن الفضيل بن فضالة يرده إلى ابن عائذ برده ابن عائذ إلى جبير بن نفير عن عياض بن غنم قال لهشام بن حكيم : ...........(الحديث).....

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Auf : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Hamiid bin Ibraahiim, dari ‘Abdullah bin Saalim, dari Az-Zubaidiy, dari Al-Fudlail bin Fadlaalah, ia mengembalikannya kepada Ibnu ‘Aaidz, dan Ibnu ‘Aaidz mengembalikannya kepada Jubair bin Nufair, dari ‘Iyaadl bin Ghanm, ia berkata kepada Hisyaam bin Al-Hakiim : “…..(al-hadits)….”.

‘Abdul-Hamiid bin Ibraahiim adalah perawi lemah. Hapalannya tercampur setelah kitab-kitabnya hilang. ‘Abdullah bin Saalim Al-Asy’ariy, ia seorang perawi yang tsiqah. Az-Zubaidiy, ia adalah Muhammad bin Al-Waliid Az-Zubaidiy; seorang perawi tsiqah. Ibnu ‘Aaidz, ia adalah ‘Abdurrahmaan bin ‘Aaidz Al-Azdiy; seorang perawi tsiqah.

Kesimpulannya, riwayat ini lemah dari faktor ‘Abdul-Hamiid bin Ibraahiim.

‘Abdul-Hamiid bin Ibraahiim mempunyai mutaba’ah dari ‘Amru bin Al-Haarits Al-Himshiy. Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 17/367 no. 1007, Al-Haakim 3/290, dan Al-Bukhaariy dalam At-Taariikh Al-Kabiir 7/18-19 dari jalan Ishaaq bin Ibraahiim bin Zibriiq, dari ‘Amru bin Al-Haarits Al-Himshiy, dari ‘Abdullah bin Saalim, selanjutnya seperti sanad di atas.

Mengenai Ishaaq bin Ibraahiim bin Zibriiq, Abu Haatim berkata : “Syaikh”. Ibnu Ma’iin memujinya dengan berkata : “Tidak mengapa dengannya (laa ba’sa bihi)” [Al-Jarh wat-Ta’diil 2/209 no. 711]. An-Nasaa’iy – sebagaimana dinukil Al-Mizziy – mengatakan : “Tidaktsiqah”. Namun dalam riwayat Ibnu ‘Asaakir sebagaimana yang dibawakan oleh Ibnu Badraan dalam At-Tahdziib (2/407), An-Nasaa’iy berkata : “Tidak tsiqah, jika ia meriwayatkan dari ‘Amru bin Al-Haarits”. Jadi ketidaktsiqahan ini di-taqyid dalam periwayatan dari ‘Amru. Muhammad bin ‘Auf memutlakkan kedustaan terhadapnya. Abu Dawud mengikuti Muhammad bin ‘Auf dengan perkataannya : “Tidak ada apa-apanya”. Namun perkataan keduanya ini perlu ditinjau kembali, sebab Al-Bukhaariy (dalam Shahih-nya dengan periwayatan mu’allaq), Abu Haatim, Al-Fasaawiy, dan yang lainnya membawakan riwayatnya dimana tidak ada keraguan bahwa mereka tidaklah meriwayatkan dari para pendusta yang dikenal kedustaaannya. Al-Haakim (Al-Mustadrak 3/290) dan Ibnu Hibbaan (Ats-Tsiqaat 8/113) men-tautsiq-nya. Perkataan yang benar di sini adalah bahwa Ishaaq bin Ibraahiim bin Zibriiq adalah shaduuq; riwayatnya lemah jika berasal dari ‘Amr bin Al-Haarits.

Adapun ‘Amr bin Al-Haarits; Ibnu Hibbaan berkata : “Mustaqiimul-hadiits” [Ats-Tsiqaat, 8/480]. Jika Ibnu Hibbaan telah men-jazm-kan satu penta’dilan dalam Ats-Tsiqaat, maka ta’dil tersebut diakui. Adz-Dzahabiy mentsiqahkannya (Al-Kaasyif 2/73 no. 4136), sedangkan Ibnu Hajar mengatakan : “Maqbuul” [At-Taqriib – bersama At-Tahriir 3/89 no. 5001].

Hadits ini dengan keseluruhan jalannya adalah shahih li-ghairihi.

Nasihat dalam Islam menduduki tempat yang sangat penting, karena nasihat merupakan inti syari’at Allah yang diturunkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana sabdanya :

عَنْ تَميمٍ الدَّاريِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أنَّ النَّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال : (( الدِّينُ النَّصيحَةُ ثلاثاً )) ، قُلْنا : لِمَنْ يا رَسُولَ اللهِ ؟ قالَ : (( للهِ ولِكتابِهِ ولِرَسولِهِ ولأئمَّةِ المُسلِمِينَ وعامَّتِهم

Dari Tamiim Ad-Daariy radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Agama itu nasihat” – tiga kali – . Kami (para shahabat) bertanya : “Kepada siapa wahai Rasulullah ?”. Beliau bersabda :“(Nasihat) kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin, dan seluruh kaum muslimin” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 55, Al-Humaidiy no. 837, Ahmad 4/102, An-Nasaa’iy 7/156-157, Ibnu Hibbaan no. 4575, Abu ‘Awaanah 1/36-37, Ath-Thabaraaniy no. 1260 & 1263, Al-Baghawiy no. 3514, dan yang lainnya].

Hampir semua sisi Islam tersentuh dalam hadits nasihat di atas, termasuk dalam hal ini nasihat kepada penguasa kaum muslimin dan rakyatnya.

Al-Haafidh Ibnu Rajab rahimahullah berkata :

وأما النصيحة لأئمة المسلمين فحب صلاحهم ورشدهم وعدلهم وحب اجتماع الأمة عليهم وكراهة افتراق الأمة عليهم والتدين بطاعتهم في طاعة الله عز وجل والبغض لمن رأى الخروج عليهم وحب إعزازهم في طاعة الله عز وجل

“Adapun nasihat untuk para pemimpin kaum muslimin adalah dalam bentuk cinta kebaikan, petunjuk, dan keadilan mereka; cinta persatuan umat kepada mereka, benci perpecahan umat kepada mereka, mentaati mereka dalam taat kepada Allah ‘azza wa jalla, marah kepada orang yang keluar dari ketaatan terhadap mereka, dan cinta keperkasaan (kemauan keras) mereka dalam taat kepada Allah ‘azza wa jalla” [Jaami’ul-‘Ulum wal-Hikam, 1/232].

Al-Haafidh Ibnu Shalah rahimahullah berkata :

والنصيحة لأئمة المسلمين : معاونتُهم على الحق ، وطاعتُهم فيه ، وتذكيرهم به ، وتنبيههم في رفق ولطف ، ومجانبة الوثوب عليهم ، والدعاء لهم بالتوفيق وحث الأغيار على ذلك

“Nasihat untuk para pemimpin kaum muslimin adalah membantu mereka di atas kebenaran, taat kepada mereka dalam hal tersebut, mengingatkan mereka kepada hal tersebut, menasihati/mengingatkan mereka dengan santun dan lemah lembut, tidak menyerang mereka, mendoakan kebaikan untuk mereka, dan lain-lain” [Lihat :Shiyaanatu Shahiih Muslim, hal. 223-224 – melalui perantaraan Jaami’ul-‘Ulum wal-Hikam, 1/233].

Inti nasihat kepada pemimpin kaum muslimin (dan juga kaum muslimin seluruhnya) adalah ajakan berbuat baik dan pelarangan dari perbuatan munkar. Ketika Allah dan Rasul-Nya memerintahkan manusia untuk berbuat sesuatu, tentu akan turun pula petunjuk bagaimana melaksanakan sesuatu itu. Sungguh mustahil jika perkara yang besar tersebut tidak diatur oleh Syaari’; sedangkan dalam buang air kecil saja, Islam telah menerangkan adab-adabnya.

Al-Haafidh Ibnu Rajab rahimahullah berkata saat menerangkan aturan umum Islam dalam menasihati kaum muslimin :

وكان السَّلفُ إذا أرادوا نصيحةَ أحدٍ ، وعظوه سراً حتّى قال بعضهم : مَنْ وعظ أخاه فيما بينه وبينَه فهي نصيحة، ومن وعظه على رؤوس الناس فإنَّما وبخه

“Adalah generasi salaf jika ingin menasihat seseorang, mereka menasihatinya secara rahasia, hingga salah seorang dari mereka berkata : ‘Barangsiapa menasihati saudaranya secara empat mata, itulah nasihat. Barangsiapa yang menasihatinya di depan manusia, sungguh ia sedang menjelek-jelekkannya” [Jaami’ul-‘Ulum wal-Hikam, 1/236, tahqiq : Dr. Muhammad Al-Ahmadiy Abun-Nuur; Daarus-Salaam, Cet. 2/1424 H, Kairo].

Al-Imam Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata :

من وعظ أخاه سراً فقد نصحه وزانه ، ومن وعظه علانية فقد فضحه وخانه

“Barangsiapa yang menasihat saudaranya secara sembunyi-sembunyi, sungguh ia telah menasihatinya sekaligus mempercantiknya. Namun, barangsiapa yang menasihati saudaranya secara terang-terangan (di hadapan orang banyak), sungguh ia telah membuka aibnya dan juga mengkhianatinya” [Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam  Hilyatul-Auliyaa’, 9/140].

Jika ini prinsip dasar dalam nasihat kepada kaum muslimin, lantas bagaimana halnya dengan pemimpin mereka yang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda tentangnya :

السُّلْطَانُ ظِلُّ اللهِ فِي الْأَرْضِ، فَمَنْ أَكْرَمَهُ أَكْرَمَهُ اللهُ، وَمَنْ أَهَانَهُ أَهَانَهُ اللهُ.

“Sulthan (pemimpin kaum muslimin) adalah naungan Allah di muka bumi. Barangsiapa yang memuliakannya, maka Allah akan muliakan pula ia. Dan barangsiapa yang menghinakannya, maka Allah akan hinakan pula ia”[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim no. 1024; hasan lighairihi. Lihat Dhilaalul-Jannah hal. 492; Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 1/1400] ?

Tentu saja apa yang dianjurkan untuk dilakukan kepada kaum muslimin lebih ditekankan lagi kepada pemimpin mereka.

Islam telah memberikan syari’at yang penuh hikmah dalamkaifiyah menasihati penguasa muslim. Satu syari’at yang menjadi ciri Ahlus-Sunnah dalam meredam fitnah dan menginginkan kebaikan yang luas bagi kaum muslimin.

عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ قِيلَ لِأُسَامَةَ لَوْ أَتَيْتَ فُلَانًا فَكَلَّمْتَهُ قَالَ إِنَّكُمْ لَتُرَوْنَ أَنِّي لَا أُكَلِّمُهُ إِلَّا أُسْمِعُكُمْ إِنِّي أُكَلِّمُهُ فِي السِّرِّ دُونَ أَنْ أَفْتَحَ بَابًا لَا أَكُونُ أَوَّلَ مَنْ فَتَحَهُ

Dari Abu Waail ia berkata : Dikatakan kepada Usaamah (bin Zaid) : “Seandainya engkau temui Fulan (yaitu 'Utsmaan bin 'Affaan radliyallaahu 'anhu) lalu kamu berbicara dengannya". Usaamah berkata : "Sesungguhnya kalian telah memandang bahwa aku tidak berbicara dengannya kecuali aku perdengarkan kepada kalian semua. Sungguh aku sudah berbicara kepadanya secara rahasia, sedangkan aku tidak ingin membuka satu pintu (fitnah) dimana aku menjadi orang yang pertama membukanya” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. dan Muslim no. 2989].

Usaamah bin Zaid radliyallaahu ‘anhu tidak ingin menjadi sumber fitnah baru di kala banyak kaum muslimin terfitnah oleh dusta yang dihembuskan kaum munafikin pada masa pemerintahan Khalifah ‘Utsmaan bin ‘Affaan radliyallaahu ‘anhu, dimana beliau dan para pejabat yang mendampinginya dituduh telah banyak melakukan penyelewengan (dan sungguh jauh sangkaan mereka itu – Abu Al-Jauzaa’).

Sebagian kaum muslimin menyangka bahwa nasihat yang diberikan kepada penguasa secara sembunyi-sembunyi (rahasia) adalah jika kesalahan penguasa tersebut juga dilakukan sembunyi-sembunyi. Jika tidak, maka boleh menasihatinya secara terang-terangan – bahkan mencelanya – berdasarkan hadits :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Aku mendengar Rasulullahshallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Setiap umatku dimaafkan (dosanya) kecuali orang-orang yang menampak-nampakkannya. Dan sesungguhnya diantara menampak-nampakkan (dosa) adalah seorang hamba yang melakukan amalan di waktu malam sementara Allah telah menutupinya kemudian di waktu pagi dia berkata : 'Wahai fulan semalam aku telah melakukan ini dan itu, ' padahal pada malam harinya (dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya. Ia pun bermalam dalam keadaan (dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya dan di pagi harinya ia menyingkap apa yang telah ditutupi oleh Allah” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6069 dan Muslim no. 2990].

Ini keliru, bertentangan dengan apa yang dipahami para shahabat radliyallaahu ‘anhum. Hadits Abu Hurairah di atas adalah hukum umum, sedangkan hadits ‘Iyaadl bin Ghanm telah men-takhshish-nya. Bukankah kekeliruan ‘Iyaadl bin Ghanm yang diingkari Hisyaam bin Hakiim jenis kekeliruan yang nampak lagi tidak tersembunyi ? Setelah menyadari kekeliruannya akibat pengingkaran Hisyaam tersebut, ‘Iyaadl pun mengingkari kaifiyah pengingkaran (nasihat) tersebut karena ia anggap bertentangan dengan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang perintah untuk menasihati penguasa secara sembunyi-sembunyi (rahasia). Setelah itu, Hisyaam bin Hakiim pun tunduk dan menerima hadits yang disampaikan ‘Iyaadl sebagai wujudtaslim-nya kepada sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman :

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” [QS. Al-Ahzaab : 36].

Perhatikan pula riwayat berikut :

عن سعيد بن جبير قال قلت لابن عباس آمر إمامي بالمعروف قال إن خشيت أن يقتلك فلا فإن كنت فاعلا ففيما بينك وبينه

Dari Sa’iid bin Jubair ia berkata : Aku bertanya kepada Ibnu ‘Abbaas : “Apakah aku perlu mengajak pemimpinku kepada kebaikan ?”. Ibnu ‘Abbaas menjawab : “Jika engkau takut ia akan membunuhmu, maka tidak usah. Namun jika kamu memang harus melakukannya, maka lakukanlah (ajakan/nasihat tersebut) hanya antara engkau dan ia saja” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan no. 7186, Ibnu Abi Syaibah 15/75, dan Ibnu Abid-Dunyaa dalam Al-Amru bil-Ma’ruuf wan-Nahyi ‘anil-Munkar hal. 113; shahih].

Perhatikan pula riwayat berikut :

عَنْ سَعِيدُ بْنُ جُمْهَانَ قَالَ لَقِيتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أَوْفَى وَهُوَ مَحْجُوبُ الْبَصَرِ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ قَالَ لِي مَنْ أَنْتَ فَقُلْتُ أَنَا سَعِيدُ بْنُ جُمْهَانَ قَالَ فَمَا فَعَلَ وَالِدُكَ قَالَ قُلْتُ قَتَلَتْهُ الْأَزَارِقَةُ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْأَزَارِقَةَ لَعَنَ اللَّهُ الْأَزَارِقَةَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ كِلَابُ النَّارِ قَالَ قُلْتُ الْأَزَارِقَةُ وَحْدَهُمْ أَمْ الْخَوَارِجُ كُلُّهَا قَالَ بَلَى الْخَوَارِجُ كُلُّهَا قَالَ قُلْتُ فَإِنَّ السُّلْطَانَ يَظْلِمُ النَّاسَ وَيَفْعَلُ بِهِمْ قَالَ فَتَنَاوَلَ يَدِي فَغَمَزَهَا بِيَدِهِ غَمْزَةً شَدِيدَةً ثُمَّ قَالَ وَيْحَكَ يَا ابْنَ جُمْهَانَ عَلَيْكَ بِالسَّوَادِ الْأَعْظَمِ عَلَيْكَ بِالسَّوَادِ الْأَعْظَمِ إِنْ كَانَ السُّلْطَانُ يَسْمَعُ مِنْكَ فَأْتِهِ فِي بَيْتِهِ فَأَخْبِرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فَإِنْ قَبِلَ مِنْكَ وَإِلَّا فَدَعْهُ فَإِنَّكَ لَسْتَ بِأَعْلَمَ مِنْهُ

Dari Sa'iid bin Jumhaan ia berkata : Aku menemui Abdullah bin Abi Aufaa, ketika itu ia tidak bisa melihat. Kemudian aku mengucapkan salam atasnya. Ia bertanya : "Siapakah engkau?". Aku menjawab : "Aku adalah Sa'iid bin Jumhaan." Ia bertanya lagi : "Apakah yang dilakukan oleh ayahmu?". Aku menjawab : "Ia telah dibunuh oleh kelompok Al-Azariqah." Ia pun berkata, "Semoga Allah melaknati kelompok Al-Azariqah. Semoga Allah melaknati kelompok Al-Azariqah. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah menceritakan kepada kami, bahwa mereka itu adalah anjing-anjingnya neraka". Aku bertanya : "Apakah hanya kelompok Al-Azariqah saja, ataukah semua kaum Khawarij?". Ia ia menjawab : "Ya, benar. Semua kaum Khawarij". Aku berkata : "Sesungguhnya para penguasa tengah mendhalimi rakyat dan berbuat tidak adil kepada mereka". Akhirnya Abdullah bin Abi Aufa menggandeng tanganku dan menggenggamnya dengan sangat erat, kemudian berkata : "Duhai celaka kamu wahai Ibnu Jumhaan. Hendaklah kamu selalu bersama As-Sawaadul-A'dham, hendaklah kamu selalu bersama As-Sawaadul-A'dham. Jika engkau ingin penguasa itu mendengar nasihatmu, maka datangilah rumahnya dan beritahulah dia apa-apa yang kamu ketahui hingga ia menerimanya. Jika tidak, maka tinggalkanlah, karena kamu tidak lebih tahu daripada dia” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/382-383; hasan].

Inilah yang seharusnya diamalkan oleh kaum muslimin dalam muamalahnya terhadap penguasa muslim.

Al-Haafidh Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :

وقوله ومناصحة أئمة المسلمين هذا ايضا مناف للغل والغش فإن النصيحة لا تجامع الغل إذ هي ضده فمن نصح الأئمة والأمة فقد برئ من الغل وقوله ولزوم جماعتهم هذا ايضا مما يطهر القلب من الغل والغش فإن صاحبه للزومه جماعة المسلمين يحب لهم ما يحب لنفسه ويكره لهم ما يكره لها ويسوؤه ما يسؤوهم ويسره ما يسرهم وهذا بخلاف من انجاز عنهم واشتغل بالطعن عليهم والعيب والذم لهم كفعل الرافضة والخوارج والمعتزلة وغيرهم فإن قلوبهم ممتلئة نحلا وغشا ولهذا تجد الرافضة ابعد الناس من الاخلاص اغشهم للائمة والامة واشدهم بعدا عن جماعة المسلمين

“Dan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘dan nasihat kepada para pemimpin kaum muslimin’; hadits ini mengandung pengertian menghilangkan sifat iri dan dengki, karena nasihat tidak mungkin bersatu dengan kedengkian, bahkan ia (nasihat) adalah lawannya. Oleh karena itu, barangsiapa yang menegakkan nasihat kepada para imam dan rakyat biasa, berarti dia telah terlepas dari sifat dengki. Adapun sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘dan tetap berpegang kepada al-jama’ah mereka’; ini juga termasuk satu hal yang bisa membersihkan hati dari sifat iri dan dengki. Karena pelakunya, dengan menetapi jama’ah kaum muslimin, berarti dia mencintai mereka sebagaimana cintanya kepada diri sendiri. Dan akan menyakitkannya apa yang membuat mereka sakit. Akan membuatnya mudah (lapang) apa yang memudahkan mereka. Hal ini berbeda jauh dengan keadaan orang yang menentang (membelot) dari imam dan menyibukkan diri dengan celaan-celaan kepada mereka, serta (membeberkan) aib dan menghinakan mereka, seperti tindakan Rafidlah, Khawarij, Mu’tazillah, dan yang sejenis dengan mereka; karena hati mereka telah dipenuhi dengan rasa dengki. Oleh karena itu kamu akan dapati bahwa Rafidlah adalah sejauh-jauh manusia dari rasa ikhlash dan sedengki-dengki manusia terhadap para penguasa dan rakyat jelata, serta sejauh-jauh manusia dari jama’ah kaum muslimin….” [Miftah Daaris-Sa’adah, 1/72-73; Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah].

Al-Haafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata saat menjelaskan hadits Usaamah radliyallaahu ‘anhumaa:

قال المهلّب : أرادوا من أسامة أن يكلم عثمان، وكان من خاصته، وممن يختلف عليه في شأن الوليد بن عقبة، لأنه كان ظهر عليه ريح نبيذ، وشهر أمره، وكان أخا عثمان لأمه، وكان يستعمله، فقال أسامة : (قد كلمته سراً دون أن أفتح بابًا) أي : باب الإنكار على الأئمة علانية، خشية أن تفترق الكلمة .

وقال عياض : مراد أسامة : أنه لا يفتح باب المجاهرة بالنكير على الإمام؛ لما يخشى من عاقبة ذلك، بل يتلطّف به، وينصحه سرًا، فذلك أجدر بالقبول

“Telah berkata Muhallab : ‘Mereka menginginkan agar Usaamah berbicara dengan ‘Utsmaan karena Usaamah termasuk orang yang dekat dengan ‘Utsmaan, dan berselisih dengannya dalam perkara Al-Waliid bin ‘Uqbah karena tercium darinya bau khamr, dan telah masyhur perkara tersebut. Ia (al-Waliid) juga merupakan saudara seibu ‘Utsmaan dan ‘Utsmaan mengangkatnya sebagai salah satu pegawainya. Usamah berkata : ‘Sungguh aku telah mengajaknya berbicara akan tetapi aku tidak mau membuka sebuah pintu’. Artinya pintu pengingkaran kepada penguasa secara terang-terangan karena khawatir akan memecah-belah persatuan.

‘Iyaadl berkata : ‘Maksud Usaamah adalah ia tidak mau membuka pintu terang-terangan dalam mengingkari seorang pemimpin karena khawatir akibat buruk yang ditimbulkanya. Akan tetapi ia bersikap lemah-lembut kepadanya (‘Utsmaan) dan menasihatinya secara diam-diam. Yang demikian tentu lebih dapat diterima” [Fathul-Baariy, 13/52].

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata :

ولكنه ينبغي لمن ظهر له غلط الإمام في بعض المسائل أن يناصحه ولا يظهر الشناعة عليه على رؤوس الأشهاد بل كما ورد في الحديث أنه يأخذ بيده ويخلو به ويبذل له النصيحة ولا يذل سلطان الله وقد قدمنا في أول كتاب السير هذا أنه لا يجوز الخروج على الأئمة وإن بغوا في الظلم أي مبلغ ما أقاموا الصلاة ولم يظهر منهم الكفر البواح والأحاديث الواردة في هذا المعنى متواترة ولكن على المأموم أن يطيع الإمام في طاعة الله ويعصيه في معصية الله فإنه لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق.

“Akan tetapi, barangsiapa yang mengetahui kesalahan seorang imam (penguasa) dalam sebagian permasalahan, sudah selayaknya menasihati tanpa mempermalukannya di hadapan khalayak umum. Namun caranya adalah sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits :“Hendaklah ia mengambil tangan penguasa itu dan mengajak berduaan dengannya, mencurahkan nasihat kepadanya, dan tidak menghinakan penguasa Allah”. Telah kami paparkan diawal buku As-Siyar bahwa tidak boleh memberontak kepada imam-imam (pemerintah) kaum muslimin walaupun mereka sampai berbuat kedhaliman apapun selama mereka menegakkan shalat dan tidak nampak kekufuran yang nyata dari mereka. Hadits-hadits yang diriwayatkan dengan makna seperti ini adalahmutawatir. Namun wajib bagi orang yang dipimpin untuk mentaati imam dalam ketaatan kepada Allah dan mendurhakainya bila ia mengajak bermaksiat kepada Allah. Sebab tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq” [As-Sailul-Jarar, hal. 965; Daar Ibni Hazm, Cet. 1].

Ibnun-Nahhaas rahimahullaah berkata :

وَيَخْتَارُ الْكَلَامَ مَعَ السُّلْطَانِ فِي الْخَلْوَةِ عَلَى الْكَلَامِ مَعَهُ عَلَى رُؤُوسِ الْأَشْهَادِ، بَلْ يَوَدُّ لَوْ كَلَّمَهُ سِرًَّا، وَنَصَحَهُ خُفْيَةً مِنْ غَيْرِ ثَالِثٍ لَهُمَا.

“Dan hendaknya (seseorang) memilih pembicaraan (dalam rangka nasihat) kepada penguasa di tempat yang bebas/jauh dari khalayak. Bahkan lebih disukai kalau ucapan itu disampaikan secara sembunyi-sembunyi dan menasihatinya dengan diam-diam tanpa orang ketiga antara keduanya” [Tanbiihul-Ghaafiliin, hal. 64].

Cakra Dalam Tubuh Manusia


Tubuh manusia terdiri atas dua jenis, yaitu tubuh fisik dan juga tubuh energi (esoterik). Secara kasatmata, tubuh fisiklah yang tampak jelas karena bisa kita lihat keberadaannya. Berbeda dengan tubuh energi manusia yang keberadaannya tidak bisa dipandang secara nyata. Di dalam tubuh energi manusia, terdapat titik-titik tertentu yang berfungsi untuk mengatur dan menciptakan energi sehingga dapat bersinergi dengan tubuh fisik agar bisa digunakan untuk beraktivitas, berpikir, dan bergerak dengan baik. Titik inilah yang dikenal dengan istilah cakra.

Cakra adalah titik pusat energi yang ada di dalam tubuh bioplasmik manusia. Pengetahuan tentang cakra ini sebenarnya berasal dari timur. Negara-negara barat termasuk Eropa pada awalnya tidak menganut keyakinan ini, dengan kata lain mereka tidak percaya dengan adanya cakra. Namun seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, baik di bidang kesehatan, kedokteran modern atau bela diri, orang – orang barat mulai banyak yang setuju dengan konsep adanya titik cakra dalam tubuh manusia. Bahkan, mereka sudah menciptakan alat yang bisa melihat cakra dalam waktu yang sangat singkat. Cakra tidak lagi dilihat secara mata batin, tetapi benar-benar muncul dalam olah digital.

Cakra tidak terlihat dalam tubuh fisik. Kalau tubuh manusia dibedah, anda tidak akan menemukan bagian cakra. Mengapa ? Karena cakra letaknya ada pada tubuh bioplasmik.

Tubuh bioplasmik adalah cetakan tubuh fisik manusia, yang benar-benar menyerupai tubuh fisik. Ada kepala, lengan, kaki, badan, dan sebagainya. Disebut bio karena hidup, dan plasmik berasal dari istilah plasma.. Plasma disini tidak sama dengan plasma darah. Plasma adalah istilah untuk menyebut bahan keempat dalam pembentukan suatu unsur fisika, selain padat, cair, dan gas. Wujud tubuh bioplasmik itulah yang muncul ke permukaan tubuh fisik manusia, dan kemudian disebut dengan aura.

Diyakini ada 365 titik cakra dalam tubuh manusia, tetapi jumlah titik cakra yang utama (mayor) hanya ada tujuh. Yang tujuh ini sudah dianggap mewakili cakra lain yang jumlahnya ratusan itu. Masing-masing orang berbeda pendapat tentang apa saja tujuh titik cakra manusia. Tetapi saya sendiri meyakini, tujuh titik cakra (menurut versi keilmuan saya), tujuh titik cakra itu adalah :

- Cakra Mahkota
- Cakra Ajna
- Cakra Hidung
- Cakra Tenggorokan
- Cakra Jantung
- Cakra Solar Plexux
- Cakra Kundalini

Salah satu fungsi cakra adalah untuk menyerap energi hidup atau prana alam yang ada di jagad raya. Tanpa prana alam, semua makhluk hidup akan mati. Energi prana alam inilah yang membuat manusia, hewan, dan tumbuhan bisa hidup dan menikmati dunia.

TUJUH CHAKRA UTAMA

1. Chakra Mahkota (Sahasrara)

Warna : Violet
Posisi : di sisi bagian atas kepala, daerah otak dan system syaraf (ubun-ubun).
Elemen : pemikiran
Tanda astro : Capricorn, Pisces
Kelenjar : Pineal (aktif selaras dengan pituitary)
Organ : Cerebral cortex, central nervous system
Fungsi : Integrasi dan Pemahaman
Disfungsi : depresi, mengasingkan diri, ketidakmampuan untuk belajar dan mengerti

Chakra ini adalah pusat masuknya energi Illahi ke seluruh lapisan tubuh & kesadaran. Seseorang yang chakra mahkotanya berkembang secara sempurna akan banyak mengetahui rahasia alam. Menjaga agar chakra ini selalu bersih amatlah penting agar energi spiritual dapat diterima secara terus menerus oleh seluruh tubuh. Apabila chakra mahkota yang terbuka dengan lebar maka seseorang dapat melakukan perjalanan astral dengan lebih mudah.

2. Chakra Mata Ketiga (Ajna)

Warna : Biru indigo (nila)
Posisi : di antara kedua mata (dahi/kening)
Elemen : cahaya
Tanda astro : Sagitarius, Aquarius, Pisces
Kelenjar : Pituary (aktif selaras dengan pineal)
Organ : mata
Fungsi : Penglihatan, intuisi, penyatuan
Disfungsi : sakit kepala, mimpi buruk, gangguan penglihatan

Chakra ini memberikan energi ke kedua mata, hidung & kelenjar pituitary. Disebut chakra mata ketiga karena chakra yang berkembang aktif & bersih dapat memberikan pewaskitaan (clairvoyance) atau kekuatan psikis lainnya. Selain pewaskitaan, chakra ini merupakan titik pemusatan & pengatur dari chakra-chakra di bawahnya. Chakra ini sering disebut pula berkaitan erat dengan pengetahuan duniawi & pengetahuan surgawi (spiritual). Seringkali manusia yang telah mencapai taraf kewaskitaan terpesona oleh sensasi tersebut & lupa akan tujuan utamanya & lama terhambat pada kesadaran di tahap ini.

3. Chakra Tenggorokan (Vishudda)

Warna : Biru muda
Posisi : tenggorokan
Elemen : Ether
Tanda astro : Gemini, Taurus, Aquarius
Kelenjar : Thyroid dan Parathyroid
Organ : leher, bahu, lengan, tangan, telinga
Fungsi : komunikasi, energi ekspresif, kemauan untuk menyatukan symbol-simbol ke bentuk yang ideal (kuasa dan tenaga untuk memilih)
Disfungsi : problem thyroid (gondok), masalah pendengaran, leher, dan kerongkongan

Chakra ini memiliki 16 lembar daun. Secara fisik chakra ini memberikan energi pada kelenjar thyroid & parathyroid. Chakra ini merupakan pusat penciptaan yang lebih tinggi (kreativitas) & hubungan antar manusia. Seseorang dengan chakra tenggorokan yang berkembang akan memiliki pengertian yang mendalam mengenai hubungan antar sesama sehingga mempunyai hubungan yang baik dengan sesamanya. Kemampuan untuk berekspresi secara lisan juga dipengaruhi oleh chakra ini. Chakra jantung yang yang bersih & terhubung dengan chakra tenggorokan yang bersih pula akan mengakibatkan seseorang akan dapat mengekspresikan seluruh isi hati dengan baik. Sifat-sifat yang berkenaan dengan chakra tenggorokan yang berkembang dengan baik antara lain adalah kepasrahan, keberhasilan, kelimpahan & kesejahteraan serta pengembangan pengetahuan duniawi.

4. Chakra Jantung (Anahata)

Warna : Hijau
Posisi : tengah dada
Elemen : Udara
Tanda astro : Leo, Libra
Kelenjar : Thymus
Organ : jantung, paru-paru, lengan, tangan
Fungsi : mencintai diri, mencintai orang lain, pemenuhan hajat hidup, energi mental, kesadaran dan penyembuhan
Disfungsi : gangguan jantung, asma, dan paru-paru

Chakra ini memiliki 12 lembar daun. Chakra jantung adalah chakra yang amat penting dalam spiritual karena dihubungkan sebagai lambang cinta kasih & penyembuhan. Secara fisik chakra jantung mengatur jantung & kelenjar thymus. Chakra jantung merupakan pusat dari seluruh perasaan halus seperti kasih sayang & cinta kasih. Seseorang dengan chakra jantung yang kecil, kotor atau terhambat akan memiliki kecenderungan egois, sombong, fanatik, tamak/rakus, munafik, & gelisah. Sedangkan chakra jantung yang berkembang dengan baik menyebabkan seseorang penuh dengan rasa cinta kasih & kasih sayang serta dapat berempati terhadap sesama.

5. Chakra Pusar (Manipura)

Warna : Kuning
Posisi : pinggang, perut (pusar/plexus solaris)
Elemen : Api
Tanda astro : Leo, Sagitarius, Gemini
Kelenjar : pancreas, adrenals
Organ : perut, hati, kantong empedu
Fungsi : pertumbuhan, penyembuhan, menerima dan mengeluarkan energi, tenaga bagi kemauan, tenaga personal
Disfungsi : gangguan pencernaan, borok, kencing manis, hypoglycemia, gangguan hati, metabolisme yang menyebabkan kegemukan

Chakra ini amat penting dalam mempertahankan vitalitas seseorang. Chakra ini memiliki 10 lembar daun. Chakra pusar berkaitan erat dengan sifat-sifat yang membawa kecenderungan seperti iri hati, rasa malu, tidak puas, murung, benci & takut (kekurangan rasa aman). Seseorang dengan chakra pusar yang berkembang & bersih maka akan dapat mengatasi hal-hal seperti tersebut di atas & mengubahnya menjadi suatu yang positif seperti rasa aman, puas, gembira, nyaman & percaya diri.

6. Chakra Seks (Svadhisthana)

Warna : Jingga
Posisi : di bawah perut, abdomen (pada tulang pelvis)
Elemen : Air
Tanda astro : Cancer, Sagitarius, Scorpio
Kelenjar : ovarium, testicle
Organ : kandungan, alat kelamin, ginjal, kandung kemih, sistem sirkulasi
Fungsi : asimilasi, seksual, kesenangan, keinginan, gaya hidup yang memanjakan emosi
Disfungsi : gangguan kandung kemih dan ginjal, gangguan alat kelamin dan problem seksual, gangguan pinggang

Chakra sex memiliki 6 lembar daun. Chakra seks berhubungan dengan penciptaan atau reproduksi & mempengaruhi aktivitas seksual seseorang. Chakra seks berkaitan erat dengan chakra tenggorokan yang berfungsi dalam penciptaan kreativitas atau ide. Seseorang dengan Chakra seks yang bersih dan aktif akan memiliki pikiran yang lebih positif serta percaya diri. Sebaliknya seseorang akan menjadi tidak perduli, kasar, berpikir negatif (kurang kreatif), termasuk seks menyimpang jika chakra seksnya kotor & terhambat

7. Chakra Dasar (Maludara)

Warna : Merah
Posisi : di antara alat kelamin dan anus (ujung tulang ekor)
Elemen : Tanah
Tanda astro : Aries, Taurus, Scorpio, Capricorn
Kelenjar : adrenals dan suprarenals
Organ : paha, kaki, tulang, usus besar
Fungsi : survival, gaya hidup yang mengutamakan energi fisik
Disfungsi : konstipasi, wasir, kegendutan, penyakit pegal pada pinggang radang sendi, gangguan lutut, anorexia nervosa

Chakra dasar mempunyai 4 lembar daun yang merupakan pusat energi dari tubuh fisik, kehidupan materi & keinginan untuk hidup. Chakra dasar yang aktif maka seseorang akan cenderung untuk hidup dengan penuh semangat & motivasi & sebaliknya chakra dasar yang kecil, kotor & terhambat maka akan hidup bermalas-malasan tanpa semangat bahkan memiliki kecenderungan untuk mudah putus asa bahkan bunuh diri.

HUBUNGAN CHAKRA DENGAN UMUR

Di awal kehamilan seorang ibu, chakra dalam janin telah aktif dan memulai perkembangan. Pada keadaan tertentu, pikiran spiritual seorang anak telah mewujud. Di tahun pertama seorang anak yang pertama kali aktif adalah chakra pertama (mahkota), tahun ke-2 adalah chakra ke-2 , dan seterusnya hingga tahun ke 7. Tujuh tahun pertama disebut dengan fase “give the breast-feeding”, yaitu fase dimana seorang anak akan selalu melakukan aktivitas “mencoba” dan meniru kondisi-kondisi yang ia terima. Kemudian di fase 7 tahun berikutnya disebut fase “vital energy”, yaitu fase dimana seorang anak telah siap menjumpai dan menerima iklim pelajaran. Setelah itu terjadi “kilas balik” perkembangan Chakra dimana terjadi “pengurangan” yang mengarah pada “tanah”. Artinya, pada tahun ke 8 seorang anak yang aktif adalah chakra ke-7, di tahun ke 9 seorang anak yang aktif adalah chakra ke-6, demikian seterusnya. Setiap 7 tahun sekali (7, 14, 21, dst) adalah fase yang sangat penting dimana akan selalu terjadi perubahan “reverse-forward” ditinjau dari perkembangan aktivitas chakra, yang sangat berpengaruh pada apa yang terjadi pada manusia.

Cara membuka cakra pada dasarnya sangat mudah. salah satu cara yang lazim digunakan adalah meditasi cakra. Meditasi cakra merupakan salah satu langkah sederhana untuk mengaktifkan dan membuka cakra. Bagi Anda yang suka melakukan meditasi, maka bisa lakukan meditasi cakra dengan cara yang sangat sederhana.

1. Luangkan waktu 15-20 menit setiap hari, 2. Niatkan diri untuk membuka masing-masing cakra, mulai cakra mahkota hingga cakra dasar, 3. Fokuskan pengamatan pada masing-masing cakra, 4. Imajinasikan adanya cahaya putih dari atas yang mulai membuka masing-masing cakra, 5. Jika sudah akhir dengan syukur dan tersenyum.

Begitu mudah bukan? Namun, memang diperlukan ketelatenan agar cakra Anda benar-benar terbuka secara sempurna. Jika hanya melakukannya sekali saja, maka efeknya tidak terasa.

Setidaknya Anda lakukan selama 21 hari berturut-turut. Anda bisa melakukannya pada pagi hari sebelum Anda beraktivitas kuliah atau bekerja.

Meski demikian, ada juga cara praktis yang bisa Anda gunakan. Salah satunya dengan meminum kapsul aktivasi cakra yang fungsinya untuk membuka dan mengaktifkan cakra-cakra tubuh Anda. Bahkan, aktivasi cakra ini pun dilengkapi dengan berbagai manfaat sesuai dengan kebutuhan Anda.

Ada 9 cara membuka cakra-cakra yang mempunyai khasiat dan manfaat tertentu. Cara praktisnya yaitu dengan menggunakan kapsul aktivasi cakra. Di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Aktivasi cakra kekayaan

Aktivasi cakra kekayaan merupakan cara membuka cakra-cakra yang berkaitan dengan kekayaan. Ketika beberapa cakra tertentu Anda aktif yang berkaitan dengan kerezekian, maka Anda pun bisa lebih mudah untuk mendapatkan kekayaan dan keberlimpahan sesuai dengan harapan Anda.

Beberapa cakra yang terbuka atau aktif adalah cakra ajna, cakra mahkota, cakra tenggorokan, cakra jantung, dan cakra dasar. Beberapa cakra tersebut secara otomtasi akan terbuka dan dominan aktif sehingga kemudahan mendapatkan kekayaan bisa terwujud.

Cakra ajna membantu mengasah intuisi. Usaha atau pekerjaan apa yang sesuai. Cakra mahkota berkaitan dengan pemikiran dan ide-ide kreatif. Cakra tenggorokan merupakan kemampuan berkomunikasi dengan pelanggan.

Cakra jantung berhubungan dengan cinta kasih sayang. Saat pusat cinta kasih aktif, maka banyak orang yang suka dengan Anda. Dan cakra dasar berhubungan keberuntungan.

2. Aktivasi cakra keberuntungan

Aktivasi cakra keberuntungan untuk membuka segala keberuntungan dalam hidup Anda. beberapa cakra yang lebih dominan aktif adalah cakra dasar, cakra jantung, dan cakra tenggorokan.

Cakra dasar berperan sebagai pusat keberuntungan. Cakra jantung sebagai pusat cinta kasih sehingga memancarkan kasih sayang terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

Sedangkan cakra tenggorokan merupakan pusat komunikasi agar bisa mempersuasi banyak orang. Dengan begitu Anda lebih mudah mempengaruhi orang lewat komunikasi agar mereka mau tunduk dan patuh terhadap perintah atau permintaan Anda.

3. Aktivasi cakra cinta kasih

Kapsul aktivasi cakra cinta kasih ini berfungsi untuk menumbuhkan energi cinta kasih di dalam diri Anda. Ketika diri Anda terpancar pesona cinta kasih, maka energi pengasihan selalu terpancar dalam diri Anda. Cakra yang aktif adalah cakra jantung karena  cakra ini merupakan pusat cinta dan kasih.

4. Aktivasi cakra kesehatan

Cakra yang paling dominan adalah cakra solar pleksus. Karena cakra ini yang bertanggung jawab penuh atas fisik tubuh manusia. Ketika cakra solar pleksus lebih dominan aktif, maka kesehatan tubuh Anda bisa terjaga. Bahkan bisa menyembuhkan berbagai jenis penyakit.

5. Aktivasi cakra spiritual

Spiritualitas berkaitan erat dengan cakra dominan cakra mahkota dan cakra ajna. Kedua cakra ini memiliki peran penting untuk menumbuhkan daya spiritual hubungannya dengan Tuhan.

6. Aktivasi cakra kewibawaan

Sikap kewibawaan berhubungan erat dengan beberapa cakra tertentu. Di antaranya adalah cakra mahkota, cakra tenggorokan, cakra jantung, dan cakra dasar.

7. Aktivasi cakra kecerdasan

Kecerdasan setiap orang tidaklah sama. Ada perbedaan antara satu orang dengan orang yang lain. Hal ini pun juga dipengaruhi oleh cakra tertentu, terutama cakra cakra mahkota dan cakra jantung.

8. Aktivasi cakra percaya diri

Begitu juga dengan kepercayaan diri. Ada beberapa cakra tertentu yang bisa berpengaruh terhadap munculnya kualitas kepercayaan diri seseorang. Di antaranya adalah cakra tenggorokan, cakra solar pleksus, dan cakra seks.

9. Aktivasi power cakra  

Aktivasi Power Cakra ini berbeda dengan aktivasi cakra yang lain. Keseluruhan cakra aktif secara dominan sehingga memiliki semua manfaat dari kapsul aktivasi cakra.

Terkadang, memang ada orang yang ingin menggunakan meditasi cakra sebagai langkah untuk mengaktifkan dan membuka cakranya. Jika Anda memang ingin melakukan meditasi cakra, silakan bisa dilakukan langkah sederhana di atas, tetapi manfaatnya luar biasa.

Hukum Menahan Kentut Saat Sholat


Tujuan dari shalat adalah kita mencapai kekhususan dan juga penghayatan yang tinggi akan adanya Allah dan segala perintah Allah melalui agama Islam. Untuk itu, seharusnya ketika seorang muslim ingin buang angin atau kentut, begitupun dengan buang air kecil atau buang air besar, biasanya konsentrasi ataupun fokus akan terganggu. Hal ini karena secara alamiah manusia pasti akan memprioritaskan hukum alam ini, hingga terbuang. Untuk itu, sebaiknya memang lebih baik melakukan buang air atau buang angin sebelum shalat, agar shalat tidak terganggu.

Memang sering kali kali ketika di tengah-tengah shalat tiba-tiba kepengin kentut. Karena di tengah-tengah shalat, maka kita pun biasanya berusaha sekuat mungkin untuk menahan kentut tersebut agar jangan sampai keluar.

Sepanjang pengetahuan kami, persoalan menahan kentut di tengah shalat tidak pernah dibicarakan secara langsung dalam hadits Rasulullah saw, tetapi yang kami temukan adalah hadits yang terkait menahan keinginan untuk makan ketika makanan telah disuguhkan dan menahan kencing atau buang air besar ketika dalam shalat.

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْاَخْبَثَانِ

“Tidak ada shalat di hadapan makanan, begitu juga tidak ada shalat sedang ia menahan air kencing dan air besar (al-akhbatsani)”. (H.R. Muslim)

Yang dimaksud dengan “tidak ada shalat” adalah tidak sempurna shalatnya (seseorang). Sedang maksud “di hadapan makanan” adalah ketika makanan dihidangkan dan ia ingin memakannya. Begitu juga ketika menahan air kencing dan buang air besar.

Imam Nawawi ketika memberikan komentar terhadap hadits tersebut berkata :

كَرَاهَةُ الصَّلَاةِ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ الَّذِي يُرِيْدُ أَكْلَهُ ، لِمَا فِيْهِ مِنْ اِشْتِغَالِ الْقَلْبِ بِهِ وَذَهَابِ كَمَالِ الْخُشُوْعِ، وَكَرَاهَتُهَا مَعَ مُدَافَعَةِ الْأَخْبَثِيْنَ وَهُمَا : الْبَوْلُ وَالْغَائِطُ، وَيُلْحَقُ بِهَذَا مَا كَانَ فِي مَعْنَاهُ يَشْغَلُ الْقَلْبَ وَيُذْهِبُ كَمَالَ الْخُشُوْعِ

Makruh hukumnya shalat di hadapan makanan yang hendak di santap karena dapat membimbangkan hati dan menghilangkan konsentrasi yang sempurna. Dak makruh shalat sambil menahan dua kotoran, yakni buang air kecil dan buang air besar. Dan disamakan hukumnya dengan ini sesuatu yang termasuk dalam pengertiannya, yaitu yang dapat membimbangkan hati dan dapat menghilangkan konsentrasi yang sempurna. (Kitab syarhu An-Nawawi alaa muslim juz, 2  halaman, 321)

Jadi, yang menjadi illah al-hukm atau alasan hukum kemakruhannya adalah hilangnya kekhusu’an. Sehingga dari sini dapat dipahami bahwa sesuatu yang menimbulkan hilangnya kemakruhan seperti kasus di atas dapat dihukumi sama. Sebagaimana dikemukakan oleh Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi. Lebih lanjut menurut beliau kemakruhan tersebut menurut pandangan dari kalangan madzhab syafii dan selainnya, dengan catatan  selagi waktu shalat itu masih longgar.

وَفِي رِوَايَةٍ لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْاَخْبَثَانِ فِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ كَرَاهَةُ الصَّلَاةِ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ الَّذِي يُرِيدُ أَكْلُهُ لِمَا فِيهِ مِنَ اشْتِغَالِ الْقَلْبِ بِهِ وِذِهَابِ كَمَالِ الْخُشُوعِ وَكَرَاهَتِهَا مَعَ مُدَافَعَةِ الْأَخْبَثَيْنِ وَهُمَا الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَيُلْحَقُ بِهَذَا مَا كَانَ فِي مَعْنَاهُ مِمَّا يُشْغِلُ الْقَلْبَ وَيُذْهِبُ كَمَالَ الْخُشُوعِ وَهَذِهِ الْكَرَاهَةُ عِنْدَ جُمْهُورِ أَصْحَابِنَا وَغَيْرُهُمْ إِذَا صَلَّى كَذَلِكَ وَفِي الْوَقْتِ سَعَةٌ

“Dalam sebuah riwayat dikatakan: ‘Tidak ada shalat di hadapan makanann, begitu juga tidak shalat sedang ia menahan air kencing dan air besar’. Dalam hadits-hadits ini mengandung kemakruhan shalat ketika makanan dihidangkan dimana orang yang sedang shalat itu ingin memakannya. Hal ini dikarenakan akan membuat hatinya kacau dan hilangnya kesempurnaan kekhusu’an. Kemakruhan ini juga ketika menahan kencing dan buang air besar. Dan di-ilhaq-kan dengan hal tersebut adalah hal sama yang mengganggu hati dan menghilangkan kesempurnaan kekhusu’an. Hukum kemakruhan ini menurut mayoritas ulama dari kalangan kami (madzhab syafii) dan lainnya. Demikian itu ketika waktu shalatnya masih longgar”. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Muslim bin al-Hajjaj, Bairut-Dar Ihya` at-Turats al-‘Arabi, cet ke-2, 1393 H, juz, 5, h. 46)

Berpijak dari keteranngan ini maka ketika ada seseorang yang menahan kentut ketika menjalankan shalat maka shalatnya menjadi makruh sepanjang waktunya masih longgar. Yaitu, apa bila ia membatalkan shalat dan masih ada sisa waktu untuk menjalankan shalat yang telah dibatalkan. Sebab, menahan kentut dalam shalat juga termasuk hal yang bisa merusak atau menghilangkan kekhusu’an.

Karenanya, ketika orang tersebut melakukan shalat dalam keadaan seperti itu maka ia melakukan hal yang dimakruhkan. Sedang menurut madzhab syafii dan mayoritas ulama shalatnya tetap sah, namun disunnahkan untuk mengulanginya. Sedangkan menurut madzhab zhahiri shalatnya batal sebagaimana dikemukan oleh Qadli Iyadl.

وَإِذَا صَلَّى عَلَى حَالِهِ وَفِي الْوَقْتِ سَعَةٌ فَقَدْ ارْتَكَبَ الْمَكْرُوهَ وَصَلَاتُهُ صَحِيحَةٌ عِنْدَنَا وَعِنْدَ الْجُمْهُورِ لَكِنْ يُسْتَحَبُّ اِعَادَتُهَا وَلَا يَجِبُ وَنَقَلَ الْقَاضِي عِيَاضٌ عَنْ أَهْلِ الظَّاهِرِ أَنَّهَا بَاطِلَةٌ

“Dan ketika ia melakukan shalat dalam kondisi seperti itu dan waktunya masih longgar maka sesungguhnya ia telah melakukan perkara yang dimakruhkan, sedang shalatnya menurut kami dan mayoritas ulama adalah sah akan tetapi sunnah baginya untuk mengulangi shalatnya. Sedangkan Qadli Iyadl menukil pendapat dari kalangan zhahiriyah bahwa shalatnya adalah batal”. (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Muslim bin al-Hajjaj, Bairut-Dar Ihya` at-Turats al-‘Arabi, cet ke-2, 1393 H, juz, 5, h. 46)

Jika kita menahan buang angin (kentut) dan kita yakin belum keluar (tidak kentut) sedikitpun karena pertahannya kuat, maka kita dipandang masih mempunyai wudhu. Dalam hadits disebutkan :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَوَجَدَ حَرَكَةً فِى دُبُرِهِ أَحْدَثَ أَوْ لَمْ يُحْدِثْ فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ فَلاَ يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيْحًا

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Jika salah seorang diantara kamu sedang shalat lalu merasakan adanya gerakan dalam duburnya, apakah membatalkan wudhu atau tidak, ia tidak jelas, maka hendaknya ia jangan membatalkan shalatnya sehingga mendengar bunyinya dan mencium baunya.  (H. R. Abu Daud no. 177 dan lainnya)

Dalam hal ini Sayid Sabiq menjelaskan dalam kitabnya Fiqhus Sunnah :

وَلَيْسَ السَّمْعُ أَوْ وِجْدَانُ الرَّائِحَةِ شَرْطًا فِي ذَلِكَ، بَلِ الْمُرَادَ حُصُوْلُ اْليَقِيْنِ وَبِخُرُوْجِ شَئْ ٍمِنْهُ

Dan bukan mendengar bunyi suara atau mencium bau (kentut) yang dijadikan syarat dalam masalah itu, tetapi yang dimaksud di sini adalah adanya keyakinan terhadap yang keluar dari dubur itu.  (Kitab fiqhus Sunnah juz, 1 halaman, 52)

Kalau kita yakin benar-benar merasakan buang angin maka harus wudhu lagi dan mengulangi shalatnya, seperti disebutkan dalam sebuah hadits :

عَنْ عَلِىِّ بْنِ طَلْقٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا فَسَا أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَلْيَنْصَرِفْ فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُعِدِ الصَّلَاةَ

Dari Ali bin Thariq, ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Jika salah seorang diantara kamu kentut dalam shalat, maka batalkanlah shalatnya, lalu berwudhulah dan mengulangi lagi shalatnya. (H. R. Abu Daud no. 205)

Doa Bismillaah Kubro


Termaktub dalam sebuah Hadits

وَ اَخْــرَجَ الـدَّ يــْـلَـمِى عَنِ ا بْــنِ مَـسْـعُـوْدِ رَضِيَ الـلّــــهُ عَــنْــهُ قَـالَ رَسُـوْ لَ الـلّـــــهِ صَــلَّى الـلّــــــهُ عَــلَــيْــهِ وَ سَــلَّـمَ : مَنْ قَــرَاءَ لبِـسْـــــــمِ الـلّـــــــهِ الـرَّحْـمـنِ الـرَّ حِــيْـــــــمِ. كَــتَـبَ لَـــــهُ بِكُــلِّ حَـرْفٍ اَ رْ بـَــعَــةُ اَلاَ فٍ حَسَـنَـةٍ وَ مْحَى عَــنْـهُ اَرْ بَــعَـةَ اَ لاَ فِ سَــيِّــــئَــةٍ وَ رَ فَـــعَ لَــهُ اَرْ بـَــعَــةُ اَ لاَ فِ دَ رَجَــــــةٍ

“Diriwayatkan oleh Ad-Dailamy. Dari Ibnu Mas’ud Ra. bahwa bersabda Rasulullah Saw : “Barang siapa membaca Bismillahir-Rohmaanir-Rohiim, maka dituliskan baginya tiap-tiap huruf 4000 kebajikan dan dihapuskan darinya 4000 keburukan. Dan diangkatkan untuknya 4000 Derajat”. (Ad-Dailamy)

Basmalah, merupakan bacaan (dzikir) yang kerap kali kita lantunkan. Basmalah adalah istilah dari penyebutan Bismillah, seperti hamdalah istilah dari Al Hamdulillah dan hauqalah istilah dari lahaula wala quwwata illa billah. Ia merupakan penggalan salah satu ayat dalam surat An Naml dan sebagai ayat pertama yang membuka surat Al Fatihah. Lebih dari itu, basmalah sebagai pembuka dari seluruh surat-surat Al Qur'an kecuali surat At Taubah (Al Bara'ah), namun bukan bagian dari surat-surat tersebut kecuali pada surat Al Fatihah.

Membacanya pun akan mendapat balasan (pahala) sebagaimana pahala membaca ayat-ayat yang lain dalam Al Qur'an.

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ، فَذَكَرَ اللهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: لَا مَبِيتَ لَكُمْ، وَلَا عَشَاءَ، وَإِذَا دَخَلَ، فَلَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ دُخُولِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ، وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ

“Jika seseorang masuk rumahnya dan dia mengingat nama Allah ketika masuk dan ketika makan, maka setan akan berteriak: ‘Tidak ada tempat menginap bagi kalian dan tidak ada makan malam.’ Namun jika dia tidak mengingat Allah ketika masuk maka setan mengatakan, ‘Kalian mendapatkan tempat menginap’ dan jika dia tidak mengingat nama Allah ketika makan maka setan mengundang temannya, ‘Kalian mendapat jatah menginap dan makan malam’.” (HR. Muslim).

Doa Basmalah Kubro

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ  بِفَضْلِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ,وَأَسْأَلُكَ بِعَظَمَة بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, وأَسْأَلُكَ بِجَلاَلِ وَثَنَاءِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, وَأَسْأَلُكَ بِهَيْبَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, وَبِحُرْمَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, وَبِجَبَرُوتِ وَمَلَكُوتِ وَكِبْرِيَاءِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, وَبِعَِةِ وَقُوَّةِ وَقُدْرَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, إرْفَعْ قَدْرِى بِسِرِّ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ.  اللَّهُمَّ  يَسِّرْ أَمْرِى وَاجْبُرْ كَسْرِى وَأَغْنِ فَقْرِى أَسْأَلُكَ وَأطِلْ عُمْرِى مَعَ الصِّحَّةِ وَالْعَافِيَةِ  بفَضْلِكَ وَكَرَمِكَ وَإحْسَانِكَ يَا مَنْ هُوَ كهيعص . حمعسق. الم  . المر المص : بِسِرِ اسْمِ الله الأَ عْظَمِ.  الله الّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الحَيُّ القَيُّوْمُ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ ذُو الجَــلاَلِ وَ الإِكْرَامِ, أَسْأَلُكَ بِجَلاَلِ الهَيْبَةِ وَبِعِزَّةِ العِزَّةِ, وَ أَسْأَلُكَ بِكِبْرِيَاءِ العَظَمَةِ وَبِجَبَرُوتِ القُدْرَةِ أَنْ تَجْعَلَنِى مِنَ الذِيْنَ لاَ خَوفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ, وَ أَسْأَلُكَ بِحُسْنِ الْبَهَاءِ وَبِإِشْرَاقِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ أَنْ تُدْخِلَنِى بِرَحْمَتِكَ فِى جَنَّاتِ النَّعِيْمِ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ, اللَّهُمَّ  أَسْأَلُكَ بِسِرِّ هَذَا كُلِّهِ أَنْ تَقْضِيَ لِى جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ, وَاَنْ تُطَهِّرَنِى  مِنْ جَمِيْعِ السَّـيِّـئَاتِ, وَأَنْ تُنْجِيْنِى مِنْ جَمِيْعِ الأَهْوَالِ وَالآفَاتِ وَتَرْفَعَنِى  عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَات وَأَنْ تُبَلِّغَنِى  أَقْصَى الغَايَات مِنْ جَمِيْعِ الخَيْرَاتِ فِي الحَيَاةِ وَبَعْدَ المَمَات, وَ أَسْأَلُكَ يَا اللهُ أَنْ تُفَرِّجَ عَنِّى مَا أَنَا فِيْهِ وَأَنْ تُقَدِّرَلِى اْلخَيْرَ فِيْمَا اُرِيْدُهُ وَأَنْوِيْهِ, وَاَنْ تَعْصِمَنِى مِنَ الْفِتَنِ وَاْلمَعَاصِى وَاْلفَحْشَاءِ, وَأَنْ تَحْفَظَنِى وَأَهْلِى وَذُرِّيَّتِى وَمَنْ تَحْتَ حَوْزَتِى مِنْ كُلِّ سُوءٍ وَشَرٍّ وَبَلاَءٍ, وَاَنْ تَنْصُرَنِى عَلَى جَمِيْعِ اْلحُسَّادِ وَاْلمَاكِرِيْنَ وَاْلأَعْدَاءِ يَا رَبَّ العَالَمِيْن.

Alloohumma innii as-aluka bifadhli bismillaahir-rahmaanir-rahiim, wa as-aluka bi’azhamati bis-millaahir-rahmaanir-rahiim, wa as-aluka bijalaali wa tsanaa-i  bismillaahir-rahmaanir-rahiim, wa as-aluka bihaibati bismillaahir-rahmaanir-rahiim, wa as-aluka bihurmati bismillaahir-rahmaanir-rahiim, wajabaruuti wa malakuuti wa kibriyaa-i bismillaahir-rahmaanir-rahiim, wa bi’izzati wa quwwati wa qudrati bismillaahir-rahmaanir-ra-hiim. Irfa’ qadrii bisirri bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Alloohumma yassir amrii wajbur kasrii wa aghni faqrii wa athil ‘umrii ma’as-shihhati wal ‘aafiyati bifadhlika wa karamika wa ihsaanika. Yaa man huwa kaaf haa yaa ‘aiin shaad, haa miim ‘aiin siin qaaf, alif laam miim, alif laam miim raa, alif laam miim shaad, bisirris-millaahil a’zham.

Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyuuml ‘aliyyul ‘azhiimu dzul jalaali wal ikraam. As-aluka bijalaalil haibati wa bi’izzatil ‘izzati, wa as-aluka bikibriyaa-il ‘azhamati wa bijabaruutil qudrati, an taj’alanii minalladziina laa khaufun ‘alaihim walaa hum yahzanuun. Wa as-aluka bihusnil ba-haa-i wa bi-isyraaqi wajhikal kariimi, an tudkhi-lanii birahmatika fii jannaatin-na’iim, yaa rabbal ‘aalamiin. Alloohumma as-aluka bisirri haadzaa kullihii an taqdhiya lii jamii’il haajaat, wa an tuthahhiranii min jamii’is-sayyi-aat, wa an tun-jiinii min jamii’il ahwaali wal aafaat, wa an tarfa-’anii ‘indaka a’lad-darajaat, wa an tuballighanii aqshal ghaayaati min jamii’il khairaati fil hayaati wa ba’dal mamaat. Wa as-aluka yaa Allooh, an tufarrija ‘annii maa ana fiihi, wa an tuqaddira liyal khaira fiimaa uriiduhuu wa anwiihi, wa an ta’shimanii minal fitani wal ma’aashii wal fakh-syaa-i, wa an tahfazhanii wa ahlii wa dzurriyyatii wa man tahta hauzatii min kulli suu-in wa syar-rin wa balaa-in. Wa an tanshuranii ‘alaa jamii’il hussaadi wal maakiriina wal-a’daa-i, yaa rabbal ‘aalamiin.

 “Ya Allah! Aku memohon kepada-Mu dengan (perantaraan) keutamaan Bismillaahir-rahmaanir-rahiim; aku memohon kepada-Mu dengan (peranta-raan keagungan Bismillaahir-rahmaanir-rahiim; aku memohon kepada-Mu dengan perantaraan keagu-ngan dan keterpujian Bismillaahir-rahmaa-nir-ra-hiim; aku memohon kepada-Mu dengan perantaraan kemuliaan Bismillaahir-rahmaanir-rahiim; dengan (perantaraan) kehormatan Bismil-laahir-rahmaanir-rahiim; dengan perantaraan keperkasaan, kemuliaan dan kebesaran Bismillaa-hir-rahmaanir-rahiim; serta dengan perantaraan kekuatan dan kekuasaan Bismil-laahir-rahmaanir-rahiim; serta angkatlah derajatku dengan perantaraan rahasia  Bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Ya Allah! Permudahlah urusanku, tam-ballah kekuranganku,  cukupilah kebutuhanku dan panjang-kanlah umurku disertai kesehatan dan kese-jahteraan, berkat karunia, kemuliaan dan kebaikan-Mu, Wahai Tuhan Yang Dia-lah Kaff Haa Yaa ‘Aiin Shaad, Haa Miim ‘Aiin Siin Qaaf, Alif Laam Miim, Alif Laam Miim Raa, Alif Laam Miim Shaad; berkat rahasia Asma’ Allah Yang teragung.

Allah, tiada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup Kekal lagi terus menerus mengurusi makhluk-Nya, Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung, Pemilik Keagungan dan Kemuliaan; aku memohon kepada-Mu dengan perantaraan keagungan kehebatan /  kehor-matan-Mu dan kemuliaan kemuliaan-Mu. Aku memohon kepada-Mu berkat keagungan Keagungan-Mu dan keperkasaan Kekuasaan-Mu; kiranya Engkau menja-dikan aku termasuk orang-orang yang tidak ada kekhawatiran buat mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Aku memohon kepada-Mu berkat bagus-nya keindahan (Mu) dan berkat bersinarnya Wajah-Mu yang Mulia, kiranya Engkau memasukkan aku dengan rahmat-Mu kedalam surga na’im-Mu, wahai Tuhan sekalian alam. Ya Allah! Aku memohon kepada-Mu berkat rahasia ini semua, kiranya Engkau mengabulkan seluruh hajat keperluanku; kiranya Engkau hapuskan bagiku dari semua keburukan/dosa; kiranya Engkau selamatkan aku dari semua kegentingan dan bencana kiranya Engkau angkat aku pada derajat yang tertinggi di sisi-Mu; kiranya Engkau sampaikan aku pada batas terakhir cita-citaku dari seluruh kebaikan, baik sewaktu hidup (di dunia) maupun setelah wafat. Aku memohon kepada-Mu, Ya Allah, kiranya Engkau melapangkan dariku apa-apa (kesusahan) yang aku ada didalamnya; kiranya Engkau takdirkan kebaikan untukku pada (persoalan) apa saja yang aku kehendaki dan aku ingini; kiranya Engkau pelihara aku dari fitnah, kemaksiatan dan perbuatan keji; kiranya Engkau menjaga aku, keluargaku, anak ketu-runanku dan orang-orang yang di bawah perlin-dunganku dari semua keburukan, kejahatan dan ben-cana; dan kiranya Engkau menolongku mengatasi semua orang yang hasud, penipu dan musuh. Wahai Tuhan sekalian alam.

Doa Nabi Sulaiman Menundukkan Hewan dan Jin

  Nabiyullah Sulaiman  'alaihissalam  (AS) merupakan Nabi dan Rasul pilihan Allah Ta'ala yang dikaruniai kerajaan yang tidak dimilik...