حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ
اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ
اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا
لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا
الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي
الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ
بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ
وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah Maha Raja Tunggal dan Abadi, Pencipta alam
semesta dari tiada dan menjadikan kerajaan langit dan bumi sebagai
lambang keluhuran Ilahi, mengenalkan kita kepada keluhuran Allah. Semua
yang dicipta Allah dari langit dan bumi, matahari dan bulan, siang dan
malam, daratan dan lautan, hewan dan tumbuhan,tiadalah kesemua itu
kecuali sebagai tanda keluhuran Allah, tanda keagungan Allah, yang
mengenalkan kita kepada Dzat-Nya Yang Maha Luhur. Ketahuilah bahwa
seluruh alam semesta ini berdzikir mengagungkan nama-Nya, mensucikan
nama-Nya, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
( الحشر : 24 )
“ Apa yang ada di langit dan bumi bertasbih kepada-Nya, dan Dialah Yang Mahaperkasa Maha bijaksana”. ( QS. Al Hasyr : 24 )
Sungguh Allah tidak membutuhkan pujian dan tidak pula butuh disucikan
namun bagiku dan kalian yang banyak mensucikan nama Allah dan memuji
Allah maka ia akan dibuat terpuji oleh Allah, disucikan dari dosa,
disucikan dari hal-hal yang hina, dan dimuliakan hingga sampai kepada
puncak-puncak keluhuran, itulah balasan bagi mereka yang memuji dan
mensucikan Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala berfirman
dalam hadits Qudsi riwAyat Shahih Muslim :
يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ مُحْرِمًا بَيْنَكُمْ فَلا تَظَّالَمُوا
“ Wahai hamba-hamba-Ku telah Kuharamkan perbuatan zhalim (jahat) kepada
diri-Ku, dan telah Kuharamkan pula perbuatan zhalim diantara kalian,
maka janganlah kalian saling menzhalimi”.
Semua manusia yang setiap butir selnya diciptakan oleh Allah dari tiada,
yang siang dan malamnya selalu dalam bimbingan dan naungan anugerah
Allah, didalam rahmat Allah diseru oleh Allah bahwa semua hamba dalam
kegelapan dan kesalahan kecuali orang yang telah diberi hidayah
(petunjuk) oleh Allah, maka mohonlah petunjuk kepada Allah.
Seseorang yang telah mendapatkan bimbingan keluhura namun ia terus
meminta kepada Allah untuk ditunjukkan kepada jalan keluhuran, maka
Allah akan memberinya petunjuk lagi ke jalan yang indah, sehingga ia
terus terbimbing kepada hal yang semakin indah tiada berakhir. Oleh
sebab itu kita diperintah oleh Allah dalam setiap rakaat untuk membaca
surat Al Fatihah, yang mana dalam surat itu terdapat ayat :
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
( الفاتحة : 6 )
“ Tunjukkan kami ke jalan yang lurus”. ( QS. Al Fatihah : 6 )
Meskipun kita telah diberi petunjuk ke jalan yang benar berupa Islam,
namun kita terus meminta agar ditunjukkan ke jalan yang lurus, mengapa?
karena kita selalu dalam godaan syaitan, selalu terjebak dalam kehinaan
dan maksiat, maka terus meneruslah meminta kepada Allah agar Allah
memberikan ampunan kepada kita, kekuatan dan kemampuan kepada kita untuk
menjauhi segala larangan-Nya dan mengerjakan hal-hal yang
diperintah-Nya. Jika Allah tidak memberikan hal itu kepada kita, maka
lemahlah kita dari taat kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam hadits
qudsi :
يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا
الَّذِي أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيْعًا فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ
“ Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian dalam kesalahan di siang dan
malam, dan Aku lah Yang Maha Mengampuni semua dosa-dosa, maka mohonlah
pengampunan kepada-Ku akan Kuampuni dosa-dosa kalian”
Sungguh indahnya Rabbul ‘alamin Yang menawarkan pengampunan kepada
hamba-Nya yang berbuat salah. Allah Maha Mengetahui bahwa manusia adalah
tempat kesalahan di siang dan malam, kecuali para nabi dan rasul yang
ma’sum, jauh dari kesalahan dan Allah adalah Yang mengampuni dosa-dosa
dan menerima taubat hamba-hamba-Nya. Jadi jika ada yang protes kalau
ceramah saya, atau Ustadz Khairullah atau yang lainnya jika menyampaikan
ceramah ada yang salah atau yang lainnya maka hal itu hal itu wajar,
karena kami adalah manusia biasa bukan nabi atau rasul yang terbebas
dari kesalahan. Maka jika bukan nabi atau rasul pastilah terdapat
kesalahan. Kemudian Allah berfirman dalam hadits qudsi :
يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُ فَاسْتَطْعِمُونِي
أُطْعِمْكُمْ ، يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُ ،
فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ
“ Wahai hamba-hamba-Ku kalian semua dalam kelaparan kecuali yang telah
Kuberi makan, maka mintalah makan kepada-Ku Aku akan member kalian
makan, wahai para hamba-Ku, kalian semua tanpa pakaian ( telanjang )
kecuali orang yang telah Aku berikan pakaian kepadanya, maka mintalah
pakaian kepada-Ku Aku akan member kalian pakaian”.
Tentunya makanan disini mempunyai makna yang dalam, bahwa makanan yang
kita makan jika Allah tidak memberikan manafaatnya kepada kita maka
makanan itu bisa menjadi racun atau penyakit bagi tubuh kita. Dan jika
ketika akan memakan makanan tanpa mengucapkan basmalah, dan setelah
selesai makan tidak mengucapkan hamdalah maka makanan itu akan menjadi
racun bagi dirinya. Maka mintalah makanan kepada Allah, banyak
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah namun mereka tetap
mendapatkan makanan dan bisa makan namun bisa jadi makanan yang mereka
makan membawa bahaya atau penyakit baginya. Begitu pula mohonlah kepda
Allah makanan rohani, banyak diantara kita yang siang dan malam lewat
dalam kegembiraan, jika ia tidak diberi santapan rohani maka ia akan
mersa dalam kesedihan walaupun sebenarnya dia dalam kegembiraan, dia
akan melewati siang dan malamnya dalam keadaan sedih,susah, kesal dan
gundah. Sebaliknya banyak orang yang dalam kesempitan, kesedihan dan
musibah namun jika Allah memberikan kelapangan dalam hatinya maka ia
akan lewati hari-harinya dengan sabar dan doa maka musibahnya akan
segera disingkirkan oleh Allah dan digantikan dengan kenikmatan dan jika
ia lewati kenikmatannya dengan bersyukur dan banyak berbuat baik maka
Allah akan tumpahkan kenikmatan-Nya , merekalah orang-orang yang Allah
berikan kepadanya santapan rohani. Dan Allah berfirman supaya hamba
meminta pakaian kepada-Nya. Semua orang merasa bisa membeli pakaian,
namun pakaian disini mempunyai makna yang sangat dalam yaitu pakaian
yang menutupi aib-aib manusia, banyak orang yang memakai pakaian
setebal-tebalnya namun aib-aibnya tetap terlihat. Allah subhanahu
wata’ala Maha Mampu menutupi aib hamba-hamba-Nya, dan sebaik-baik
pakaian adalah ketakwaan sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ
( الأعراف : 26 )
“ Dan pakaian takwa itulah yang lebih baik”.( QS. Al A’raf : 26 )
Begitu pula dengan Pakaian ketakwaan itulah pakaian yang paling mulia
dari pakaia n yang lainnya, tentunya pakaian yang lain juga kita pakai,
namun jika kita menggunakan pakaian ketakwaan tentunya siang dan malam
kita penuh dengan dosa dan kesalahan yang terus menumpuk dari hari ke
hari, maka pakain ketakwaan itu adalah bekal kita untuk menghadap Allah
subhanahu wata’ala. Maka mintalah kepada-Nya pakaian dan pakaian khusus
adalah pakaian ketakwaan. Kemudian Allah berfirman dalam hadits qudsi :
إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوْا ضَرِّيْ فَتَضُرُّوْنِيْ، وَلَنْ تَبْلُغُوْا نَفْعِيْ فَتَنْفَعُوْنِيْ
Sungguh sebaik-baik semua tidak akan bisa memberi manfaat atau berguna
untuk Allah. Semua manusia berbuat baik maka hal itu tidak akan membawa
manfaat bagi Allah subhanahu wata’ala. Allah Maha melimpahkan manfaat,
Allah tidak butuh sesuatu apapun dari kita. Begitu pula jika semua
manusia berbuat kemungkaran maka hal itu tidak akan bisa membuat Allah
rugi. Kita bisa merugikan orang lain namun tidak bisa membuat Allah rugi
atau beruntung. Dan firman Allah dalam hadits qudsi :
يَا عِبَادِي ، لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ
وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ مِنْكُمْ لَمْ يَزِدْ
ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا . يَا عِبَادِي ، لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ
وَآخِرَكُمْ ، وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ ، كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ
رَجُلٍ مِنْكُمْ لَمْ يَنْقُصْ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا
“ Wahai hamba-Ku, jika semua golongan manusia dan jin dari golongan
pertama hingga terakhir berbuat baik dengan hati yang paling bertakwa
sekalipun hal itu tidak akan menambah sedikit pun kerajaan-Ku. Whai
hamba-hamba-Ku jika seluruh jin dan manusia dari golongan pertama dan
terkahir berbuat jahat maka hal itu tidak pula mengurangi kerajaan-Ku
sedikitpun”
Maksudnya, bahwa Allah tidak butuh sesuatu kepada kita namun kita yang
selalu butuh kepada Allah dalam setiap waktu dan saat, kita selalu
membutuhkan bantuan Allah karena jika Allah tidak membantu kita, saat
ini kita tenang-tenang saja mungkin saja ada seribu makhluk yang sedang
berniat jahat kepada kita, mungkin ada sihir yang sedang dikirim kepada
kita, atau ada fitnah yang sedang dilontarkan kepada kita, atau mungkin
ada rencana jahat untuk mencelakakan kita tanpa kita ketahui, namun hal
itu tersingkirkan karena kekuatan Allah yang melindunginya. Allah Maha
Tau setiap getaran hati hamba-Nya, niat-niat hamba-Nya. Misalnya ada
yang hadir di majelis ini barangkali dengan niat mencopet, sehingga
pencopet pun membawa jadwal maulid yang akhirnya setiap majelis ada yang
kehilangan handphone atau yang lainnya, yang hadir maulid semakin ramai
dan copetnya pun semakin ramai. Allah Maha Tau tentang hal itu,
mengetahui niat dalam hati kita. Ada yang hadir dengan niat copet dan
ikut desak-desakan dengan orang yang mau bersalaman namun bukan untuk
bersalaman tapi untuk mengambil dompet atau handphone, maka waspadalah
dalam hal ini jangan sampai kebobolan. Namun ingat Allah subhanahu
wata’ala Maha Luhur dan Maha Melihat perbuatan hamba-hamba-Nya.
Firman Allah dalam hadits qudsi :
يَا عِبَادِي ، لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ ، وَإِنْسَكُمْ
وَجِنَّكُمُ اجْتَمَعُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ ، فَسَأَلُونِي ،
فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مِنْكُمْ مَا سَأَلَ لَمْ يَنْقُصْ ذَلِكَ
مِنْ مُلْكِي إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْبَحْرُ أَنْ يَغْمِسَ فِيهِ
الْمِخْيَطُ غَمْسَةً وَاحِدَةً
“ Wahai hamba-hamba-Ku, jika manusia dan jin dari yang pertama hingga
yang terakhir berkumpul dalam satu tempat yang luas, kemudian meminta
kepada-Ku kemudian aku berikan kepada semua yang meminta apa yang mereka
minta, maka hal itu tidak mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun kecuali
seperti sehelai benang yang dicelupkan ke dalam lautan sekali celupan”
Seluruh hajat hamba tiada artinya di hadapan Allah, jika Allah berikan
semua hajat itu maka hal itu tidak akan mengurangi kerajaan Allah
sedikitpun. Berbeda halnya jika kita memberikan sesuatu yang kita miliki
maka sesuatu itu akan berkurang dari kita. Namun Allah pencipta segala
sesuatu, jika Allah berkehendak untuk menciptakan sesuatu maka akan
tercipta. Sebagaimana firman-Nya :
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
( يس : 82 )
“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya
berkata kepadanya, “jadilah!”, maka jadilah sesuatu itu”. (QS. Yasiin :
82 )
Kemudian Allah berfirman dalam hadits qudsi :
يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أَحْفَظُهَا عَلَيْكُمْ ، فَمَنْ
وَجَدَ خَيْرًا ، فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ ، وَمَنْ وَجَدَ
غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُوْمَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ
“ Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya hal itu adalah amal-amal kalian,
maka barangsiapa yang mendapatkan kebaikan (surga), maka hendaknya ia
memuji Allah, dan jika ia mendapatkan selain itu ( neraka) maka jangan
salahkan yang lain kecuali dirinya sendiri”
Maksudnya jika kita mendapatkan surga maka kita hendaknya memuji Allah,
karena setiap pahala kita dikalikan 10 hingga 100 kali lipat dan banyak
dosa-dosa yang dihapus Allah. Namun jika dengan hal itu masih tetap
mendapat neraka, padahal dalam setiap shalat ada penghapusan dosa, dalam
istighfar ada penghapusan dosa, membaca dzikir ada penghapusan dosa,
hadir di majelis dzikir ada penghapusan dosa dan semua perbuatan baik
diberi pahala dan penghapusan dosa, tetapi masih masuk neraka juga, maka
jangan salahkan selain dirinya sendiri.
Saudara saudariku yang kumuliakan
Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam riwayat Shahih Al Bukhari :
لَايُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“ Tidak sempurna iman salah seorang diantara kalian sampai aku lebih dicintainya dari orang tuanya, anaknya dan semua manusia”
Maka belum sempurna iman seseorang sehingga Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dicintainya lebih dari semua orang. Nabiyullah Ibrahim
AS ketika diberi ujian oleh Allah subhanahu wata’ala untuk menyembelih
anaknya, mana yang lebih ia cintai, Allah subhanahu wata’ala atau
anaknya?!, maka nabi Ibrahim pun menjalankan perintah Allah, namun
sebelum ia menyembelih nabi Ismail, Allah subhanahu wata’ala memerintah
malaikat Jibril untuk menahan tangan nabi Ibrahim kemudian menggantikan
sembelihannya dengan seekor domba. Allah ingin menguji sampai dimana
keimanan dan kecintaan nabi Ibrahim kepada Allah, maka dikatakan oleh
Rasulullah bahwa ummat ini harus lebih mencintai nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam dari semua manusia. Al Imam Ibn Hajar Al
Asqalani berkata dalam kitab Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa
iman mempunyai tingkatan, dan semakin seseorang cinta kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam maka semakin sempurna imannya dan di saat
itulah ia mencapai tangga kesempurnaan iman, dan terus mencintai
Rasulullah.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لَايُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى
أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ
أَجْمَعِيْنَ
( صحيح البخاري )
Sabda Rasulullah saw : “Belum sempurna iman kalian, hingga aku lebih
dicintainya, dari ayah ibunya, dan anaknya, dan seluruh manusia” (Shahih
Bukhari)
Ancaman Bagi Orang Yang Mencintai Sesuatu Melebihi cintanya kepada Rasulullah
Allah mengancam siapa saja yang mencintai seseorang, baik itu orang tua,
anak, istri, kerabat, atau harta benda dan tempat tinggal melebihi
kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya serta jihad di jalan-Nya. Hal
ini sebagaimana firman Allah ta’ala:
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ
وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا
وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ
إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ
فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي
الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan
yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai,
adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di
jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-NYA”. dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS.
At-Taubah: 24).
Ahlus Sunnah wal Jama’ah sepakat tentang wajibnya mencintai dan
mengagungkan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam melebihi
kecintaan dan pengagungan terhadap seluruh makhluk Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Akan tetapi dalam mencintai dan mengagungkan beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam tidak boleh melebihi apa yang telah ditentukan
syari’at, karena bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam seluruh
perkara agama akan menyebabkan kebinasaan.
Wajibnya Mencintai Dan Mengagungkan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Pertama-tama, wajib bagi setiap hamba mencintai Allah dan ini merupakan
bentuk ibadah yang paling agung. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah.” [Al-Baqarah:165]
Ahlus Sunnah mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
mengagungkannya sebagaimana para Sahabat Radhiyallahu anhum mencintai
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih dari kecintaan mereka kepada
diri dan anak-anak mereka, sebagaimana yang terdapat dalam kisah ‘Umar
bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, yaitu sebuah hadits dari Sahabat
‘Abdullah bin Hisyam Radhiyallahu anhu, ia berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِدٌ
بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ
لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ وَالَّذِي نَفْسِيْ
بِيَدِهِ، حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ. فَقَالَ لَهُ
عَمَرُ: فَإِنَّهُ اْلآنَ، وَاللهِ، َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ
نَفْسِي. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلآنَ يَا
عُمَرُ.
“Kami mengiringi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau
menggandeng tangan ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu. Kemudian
‘Umar berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: ‘Wahai
Rasulullah, sungguh engkau sangat aku cintai melebihi apa pun selain
diriku.’ Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: ‘Tidak, demi
yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga aku sangat engkau cintai
melebihi dirimu.’ Lalu ‘Umar berkata kepada beliau: ‘Sungguh sekaranglah
saatnya, demi Allah, engkau sangat aku cintai melebihi diriku.’ Maka
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ‘Sekarang (engkau benar),
wahai ‘Umar.’”
Berdasarkan hadits di atas, maka mencintai Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam adalah wajib dan harus didahulukan daripada kecintaan
kepada segala sesuatu selain kecintaan kepada Allah, sebab mencintai
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah mengikuti sekaligus
keharusan dalam mencintai Allah. Mencintai Rasulullah adalah cinta
karena Allah. Ia bertambah dengan bertambahnya kecintaan kepada Allah
dalam hati seorang mukmin, dan berkurang dengan berkurangnya kecintaan
kepada Allah.
Orang yang beriman akan merasakan manisnya iman apabila hanya Allah dan Rasul-Nya yang paling ia cintai.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانِ، مَنْ
كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ
يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِللهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ
يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا
يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ.
“Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka
ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) hendaknya Allah dan
Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya. (2) Apabila ia mencintai
seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah. (3) Ia tidak suka untuk
kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagai-mana ia
tidak mau untuk dilemparkan ke dalam api.”
Mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengharuskan adanya
penghormatan, ketundukan dan keteladanan kepada beliau serta
mendahulukan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam atas segala
ucapan makhluk, serta mengagungkan Sunnah-sunnahnya.
Al-‘Allamah Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata: “Setiap
kecintaan dan pengagungan kepada manusia hanya dibolehkan dalam rangka
mengikuti kecintaan dan pengagungan kepada Allah. Seperti mencintai dan
mengagungkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya ia
adalah penyempurna kecintaan dan pengagungan kepada Rabb yang
mengutusnya. Ummatnya mencintai beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
karena Allah telah memuliakannya. Maka kecintaan ini adalah karena Allah
sebagai konsekuensi dalam mencintai Allah.”
Maksudnya, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala meletakkan kewibawaan dan
kecintaan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena itu tidak
ada seorang manusia pun yang lebih dicintai dan disegani dalam hati para
Sahabat kecuali Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam."
‘Amr bin al-‘Ash -sebelum ia masuk Islam- berkata: “Sesungguhnya tidak
ada seorang manusia pun yang lebih aku benci dari-pada Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam.” Namun setelah ia masuk Islam, tidak ada
seorang manusia pun yang lebih ia cintai dan lebih ia agungkan daripada
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia mengatakan: “Seandainya aku
diminta untuk menggambarkan pribadi beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
kepada kalian tentu aku tidak mampu melakukannya sebab aku tidak pernah
menajamkan pandanganku kepada beliau sebagai pengagunganku kepada
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.”
‘Urwah bin Mas’ud berkata kepada kaum Quraisy: “Wahai kaumku, demi
Allah, aku telah diutus ke Kisra, kaisar dan raja-raja, namun aku tidak
pernah melihat seorang raja pun yang diagungkan oleh segenap rakyatnya
melebihi pengagungan para Sahabat Radhiyallahu anhum kepada Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Demi Allah, mereka tidak memandang dengan
tajam kepada beliau sebagai bentuk pengagungan mereka kepadanya
Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta tidaklah beliau berdahak kecuali
ditadah dengan telapak tangan salah seorang dari mereka, kemudian
dilumurkan pada wajah dan dadanya. Lalu tatkala beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam berwudhu’, maka hampir saja mereka saling membunuh
karena berebut sisa air bekas wudhu’ beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam.”
Konsekuensi Dan Tanda-Tanda Cinta Kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
1. Mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengharuskan
adanya pengagungan, memuliakan, meneladani beliau dan mendahulukan sabda
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam atas segala ucapan makhluk serta
mengagungkan Sunnah-sunnahnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesung-guhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Al-Hujuraat: 1]
2. Mentaati apa yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam perintahkan.
Allah memerintahkan setiap Muslim dan Muslimah untuk taat kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena dengan taat kepada
beliau menjadi sebab seseorang masuk Surga. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ
وَذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah dan
Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di
dalamnya sungai sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah
kemenangan yang besar.” [An-Nisaa': 13]
3. Membenarkan apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sampaikan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak berkata menurut hawa nafsunya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰإِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
[An-Najm: 3-4]
4. Menahan diri dari apa yang dilarang dan dicegah oleh beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“...Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” [Al-Hasyr: 7]
5. Beribadah sesuai dengan apa yang beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
syari’atkan, atau dengan kata lain ittiba’ kepada beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam.
Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah dan tidak boleh
dikurangi. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam diutus oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala untuk mengajarkan ummat Islam tentang bagaimana cara
yang benar dalam beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu 'alaihi
wa sallam telah menyampaikan semuanya. Oleh karena itu, ummat Islam
wajib ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam agar
mereka mendapatkan kecintaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, kejayaan dan
dimasukkan ke dalam Surga-Nya.
Ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hukumnya adalah
wajib, dan ittiba’ menunjukkan kecintaan seorang hamba kepada Allah Azza
wa Jalla.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ
اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.’” [Ali ‘Imran: 31]
Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H): “Ayat ini
adalah pemutus hukum bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah
namun tidak mau menempuh jalan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,
maka orang itu dusta dalam pengakuannya tersebut hingga ia mengikuti
syari’at dan agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
dalam semua ucapan dan perbuatannya.”
Tanda-tanda Cinta Kepada Rasulullah
Cinta Rasul tidaklah berupa peringatan-peringatan tertentu pada
saat-saat tertentu. Cinta itu haruslah benar-benar murni dari lubuk hati
seorang mukmin dan senantiasa terpatri di hati. Sebab dengan cinta
itulah hatinya menjadi hidup, melahirkan amal shalih dan menahan dirinya
dari kejahatan dan dosa.
Adapun diantara tanda-tanda cinta sejati kepada Rasulullah adalah sebagai berikut:
a. Berkeinginan Keras untuk Dapat Melihat dan Bertemu dengn Rasulullah , dan Merasa berat Bila Kehilangan Kesempatan itu
tanda dan bukti cinta Rasul ini sdh diwujudkan oleh para sahabat dengan sempurna.
b. Mentaati beliau dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Pecinta sejati Rasul manakala mendengar Nabi rmemerintahkan sesuatu akan
segera menunaikannya. Ia tak akan meninggalkannya meskipun itu
bertentangan dengan keinginan dan hawa nafsunya. Ia juga tidak akan
mendahulukan ketaatannya kepada isteri, anak, orang tua atau adat
kaumnya. Sebab kecintaannya kepada Nabi lebih dari segala-galanya. Dan
memang, pecinta sejati akan patuh kepada yang dicintainya.
Adapun orang yang dengan mudahnya menyalahi dan meninggalkan
perintah-perintah Nabi serta menerjang berbagai kemungkaran maka pada
dasarnya dia jauh lebih mencintai dirinya sendiri. Sehingga kita
saksikan dengan mudahnya ia meninggalkan shalat lima waktu, padahal Nabi
rsangat mengagungkan perkara shalat, hingga ia diwasiatkan pada
detik-detik akhir sakaratul mautnya. Dan orang jenis ini, akan dengan
ringan pula melakukan berbagai larangan agama lainnya. Na’udzubillah
min dzalik.
b. Menolong dan mengagungkan beliau dan sunnahnya.
Dan ini telah dilakukan oleh para sahabat sesudah beliau wafat. Yakni
dengan mensosialisasikan, menyebarkan dan mengagungkan sunnah-sunnahnya
di tengah-tengah kehidupan umat manusia, betapapun tantangan dan resiko
yang dihadapinya.
c. Tidak menerima sesuatupun perintah dan larangan kecuali melalui
beliau Rosululloh rela dengan apa yang beliau tetapkan, serta tidak
merasa sempit dada dengan sesuatu pun dari sunnahnya.
Hal ini sebagaimana Allah berfirman:
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ
بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ
وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمَا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa:
65).
Adapun selain beliau, hingga para ulama dan shalihin maka mereka adalah
pengikut Nabi. Tidak seorang pun dari mereka boleh diterima perintah
atau larangannya kecuali berdasarkan apa yang datang dari Nabi.
d. Mengikuti beliau Rosululloh dalam segala halnya.
Dalam hal shalat, wudhu, makan, tidur , bergaul, dsb. Juga berakhlak
dengan akhlak beliau dalam kasih sayangnya, rendah hatinya,
kedermawanannya, kesabaran dan zuhudnya, dsb. Allah berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzaab:
21)
e. Memperbanyak mengingat dan shalawat atas Nabi
Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَآمَنُوا صَلُّوا عَلَي هِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيما
Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman bershalawat salamlah kepadanya. (QS Al-Ahzab
33: 56)
Tidak ada keraguan bahwa membaca shalawat dan salam adalah bagian dari
pernghormatan (tahiyyah), maka ketika kita diperintah oleh Allah untuk
membaca shalawat -yang artinya mendoakan Nabi Muhammad- maka wajib atas
Nabi Muhammad melakukan hal yang sama yaitu mendoakan kepada orang yang
membaca shalawat kepadanya. Karena hal ini merupakan ketetapan dari
ayat:
فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
Maka lakukanlah penghormatan dengan penghormatan yang lebih baik atau kembalikanlah penghormatan itu. (QS. An Nisa’: 86)
Doa dari Nabi inilah yang dinamakan dengan syafaat. Semua ulama telah
sepakat bahwa doa nabi itu tidak akan ditolak oleh Allah. Maka tentunya
Allah akan menerima Syafaat beliau kepada setiap orang yang membaca
shalawat kepadanya.
Banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan membaca shalawat kepada Nabi. Diantaranya:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ
Barangsiapa berdoa (menulis) shalawat kepadaku dalam sebuah buku maka
para malaikat selalu memohonkan ampun kepada Allah pada orang itu selama
namaku masih tertulis dalam buku itu.
مَنْ سَرَّهُ أنْ يُلْقِى اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ رَاضٍ فَلْيُكْثِرْ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ
Barangsiapa yang ingin merasa bahagia ketika berjumpa dengan Allah dan
Allah ridlo kepadanya, maka hendaknya ia banyak membaca shalawat
kepadaku (Nabi).
مَا أكْثَرَ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِيْ حَيَاتِهِ أَمَرَ اللهُ جَمِيْعَمَخْلُوْقَاتِهِ أنْ يَسْتَغْقِرُوا لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ
Barangsipa membaca shalawat kepadaku di waktu hidupnya maka Allah
memerintahkan semua makhluk-Nya memohonkan maaf kepadanya setelah
wafatnya.
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ ثُمَّ تَقًرَّقُوْا مِنْ غَيْرِ ذِكْرِ اللهِ
وَصَلَاةٍعَلَى النَّبِيِّ إلَّا قَامُوْا عَنْ أنْتَنَ مِنْ حِيْفَةٍ
Mereka yang berkumpul (di suatu majlis) lalu berpisah dengan tanpa
dzikir kepada Allah dan membaca shalawat kepada nabi, maka mereka
seperti membawa sesuatu yang lebih buruk dari bangkai.
Para ulama sepakat (ittifaq) diperbolehkannya menambahkan lafadz
'sayyidina' yang artinya tuan kita, sebelum lafadz Muhammad. Namun
mengenai yang lebih afdhol antara menambahkan lafadz sayyidina dan tidak
menambahkannya para ulama berbeda pendapat.
Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dan Syeik Ibnu Abdis Salam lebih memilih bahwa
menambahkan lafadz sayyidina itu hukumnya lebih utama, dan beliau
menyebutkan bagian ini melakukan adab atau etika kepada Nabi. Beliau
berpijak bahwa melakukan adab itu hukumnya lebih utama dari pada
melakukan perintah (muruatul adab afdholu minal imtitsal) dan ada dua
hadits yang menguatkan ini.
Dalam hal shalawat Nabi bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
“Barangsiapa bershalawat atasku sekali, niscaya Allah bershalawat atasnya sepuluh kali.” (HR. Muslim I/306 no.408).
Adapun bentuk shalawat atas Nabi adalah sebagaimana yang beliau ajarkan.
Salah seorang sahabat bertanya tentang bentuk shalawat tersebut, beliau
menjawab: “Ucapkanlah:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَّمَدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
( Ya Allah, bershalawatlah atas Muhammad dan keluarga Muhammad)” (HR. Al-Bukhari No. 6118, Muslim No. 858).
f. Mencintai orang-orang yang dicintai Nabi .
Seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Aisyah, Fathimah radhiallahu anhum
dan segenap orang-orang yang disebutkan hadits bahwa beliau shallallahu
alaihi wasalam mencintai mereka. Kita harus mencintai orang yang
dicintai beliau dan membenci orang yang dibenci beliau. Lebih dari itu,
hendaknya kita mencintai segala sesuatu yang dicintai Nabi, termasuk
ucapan, perbuatan dan sesuatu lainnya.
Di antara tanda cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
adalah dengan mengamalkan Sunnahnya, menghidupkan, dan mengajak kaum
Muslimin untuk mengamalkannya, serta berjuang membela As-Sunnah dari
orang-orang yang mengingkari As-Sunnah dan melecehkannya.
Wajibnya Mentaati Dan Meneladani Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Kita wajib mentaati Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan
menjalankan apa yang diperintahkannya dan meninggalkan apa yang
dilarangnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari syahadat (kesaksian)
bahwa beliau adalah Rasul (utusan) Allah. Dalam banyak ayat Al-Qur-an,
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kita untuk mentaati Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antaranya ada yang diiringi
dengan perintah taat kepada Allah, sebagaimana firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya...” [An-Nisaa': 59]
Dan masih banyak lagi contoh yang lain. Di samping itu terkadang
perintah tersebut disampaikan dalam bentuk tunggal, tidak dibarengi
kepada perintah yang lain, sebagaimana dalam firman-Nya:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa mentaati Rasul, maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” [An-Nisaa': 80]
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan taatlah kepada Rasul supaya kamu diberi rahmat.” [An-Nuur: 56]
Tekadang pula Allah mengancam orang yang mendurhakai Rasul-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang melanggar perintah Rasul takut akan
ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa adzab yang pedih.” [An-Nuur: 63]
Artinya hendaknya mereka takut jika hatinya ditimpa fitnah kekufuran,
nifaq, bid’ah atau siksa pedih di dunia, baik berupa pembunuhan, had,
pemenjaraan atau siksa-siksa lain yang dise-gerakan. Allah telah
menjadikan ketaatan dan mengikuti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam sebagai sebab hamba mendapatkan kecintaan Allah dan ampunan atas
dosa-dosanya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan ketaatan kepada Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam sebagai petunjuk dan mendurhakainya sebagai suatu
kesesatan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا
“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk.” [An-Nuur: 54]
Allah mengabarkan bahwa pada diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam terdapat teladan yang baik bagi segenap ummatnya. Allah
berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
kedatangan hari Kiamat dan dia banyak menyebut Nama Allah.” [Al-Ahzaab:
21]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ayat yang mulia ini adalah
pokok yang agung tentang meneladani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam berbagai perkataan, perbuatan dan perilakunya. Untuk itu,
Allah تَبَارَكَ وَتَعَالَى memerintahkan manusia untuk meneladani sifat
sabar, keteguhan, kepahlawanan, perjuangan dan kesabaran Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menanti pertolongan dari Rabb-nya k
ketika perang Ahzaab. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat
kepada beliau hingga hari Kiamat.”
Dalam Al-Qur-an, Allah telah menyebutkan ketaatan kepada Rasul
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan meneladaninya sebanyak 40 kali.
Demikianlah, karena jiwa manusia lebih membutuhkan untuk mengetahui apa
yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bawa dan mengikutinya daripada
kebutuhan kepada makanan dan minuman, sebab jika seorang tidak
mendapatkan makanan dan minuman, ia hanya berakibat mati di dunia
sementara jika tidak mentaati dan mengikuti Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, maka akan mendapat siksa dan kesengsaraan yang abadi.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar kita mengikutinya
dalam melakukan berbagai ibadah dan hendaknya ibadah itu dilakukan
sesuai dengan cara yang beliau contohkan. Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي.
“Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.”
Juga sabdanya Shallallahu 'alaihi wa sallam:
خُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُم.
“Ambillah dariku manasik (haji)mu.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَن عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أَمرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak berdasarkan perintah kami, maka amalan itu tertolak.”
Dan sabdanya Shallallahu 'alaihi wa sallam:
مَن رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.
“Barangsiapa yang membenci Sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.”
Buah Kecintaan kepada Rasulullah
Kecintaan sejati kepada Rasulullah menyebabkan seseorang merasakan
manisnya iman. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang
diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dan Muslim dari Anas , dari Nabi
beliau bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اِلإِيْمَانِ : أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا
“Ada tiga perkara yang bila seseorang memilikinya, niscaya akan
merasakan manisnya iman, ‘Yaitu, kecintaannya pada Allah dan RasulNya
lebih dari cintanya kepada selain keduanya……”. (HR. Bukhari I/14 no.16,
21 dan 6542, dan Muslim I/66 no.43).
Orang yang mencintai Rasulullah dengan benar akan dikumpulkan oleh Allah
bersama-sama dengan beliau di akhirat kelak. Hal ini berdasarkan hadits
shohih berikut ini:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ «
وَمَا أَعْدَدْتَ لِلسَّاعَةِ ». قَالَ حُبَّ اللَّهِ وَرَسُولِهِ قَالَ «
فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ ».
قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرِحْنَا بَعْدَ الإِسْلاَمِ فَرَحًا أَشَدَّ مِنْ
قَوْلِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
». قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَأَبَا بَكْرٍ
وَعُمَرَ فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ
بِأَعْمَالِهِمْ.
Dari Anas bin Malik Radhiallahu 'Anhu, ia berkata: “seseorang datang
menemui Rasulullah dan berkata: “Wahai Rasulullah, kapan akan terjadi
hari kiamat?” beliau bersabda: “Apa yang telah engkau persiapkan untuk
menghadapinya?” ia menjawab: “kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Lali beliau bersabda: “sesungguhnya engkau akan bersama-sama dengan
orang yang engkau cintai.” (HR. Muslim IV/2032no.2639, dan Ahmad III/192
no.13016).
Bagaimana Agar kita Mencintai Rasulullah?
Terdapat beberapa kiat dan amalan yang dapat dilakukan agar kita mampu
mewujudkan kecintaan sejati kepada Rasulullah. Di antaranya:
a. Hendaknya kita ingat bahwa Nabi adalah orang yang paling baik dan
paling berjasa kepada kita, bahkan hingga dari orang tua kita sendiri.
Beliaulah yang mengeluarkan kita dari kegelapan kepada cahaya, yang
menyampaikan agama dan kebaikan kepada kita, yang memperingatkan kita
dari kemungkaran. Dan kalau bukan karena rahmat Allah yang mengutus
beliau, tentu kita telah tenggelam dalam kesesatan.
b. Renungkanlah perjalanan hidup Nabi, jihad dan kesabarannya serta apa
yang beliau korbankan demi tegaknya agama ini, dalam menyebarkan tauhid
serta memadamkan syirik, sungguh suatu upaya yang tidak bisa dijangkau
oleh siapapun.
c. Renungkanlah keagungan akhlak Nabi, sifat dan sikapnya yang sempurna,
rendah hati kepada kaum mukminin dan keras terhadap orang-orang munafik
dan musyrikin, pemberani, dermawan dan penyayang. Cukuplah sanjungan
Allah atas beliau:
وَ إِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sungguh engkau memiliki akhlak yang agung”
(QS. Al Qolam : 4)
d. Mengetahui kedudukan beliau di sisi Allah.Beliau Rosululloh adalah
orang yang paling mulia di antara segenap umat manusia, penutup para
Nabi, yang diistimewakan pada hari Kiamat atas segenap Nabi untuk
memberikan syafa’at uzhma (agung), yang memiliki maqam mahmud (kedudukan
terpuji), orang yang pertama kali membuka pintu Surga serta berbagai
keutamaan beliau lainnya.
Demikianlah penjelasan singkat tentang cinta sejati kepada Rasulullah.
Mudah-mudahan kita bisa mengambil pelajaran dan mengamalkannya dalam
kehidupan kita sehari-hari hingga akhir hayat sehingga kita digolongkan
oleh Allah ke dalam orang-orang yang jujur dan setia dalam mencintai,
mengikuti dan membela Nabi, dan dikumpulkan dalam satu majlis bersama
Nabi di dalam surga-Nya. Amin.
يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم …لاَإلهَ
إلَّاالله…لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ…لاَ إِلهَ إِلَّا
الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ…لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ
وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ…مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا
وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ
اْلأمِنِيْنَ.
Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq