حدثنا إسماعيل قال: حدثني مالك، عن إسحاق بن عبد الله بن أبي طلحة: أن أبا مرة مولى عقيل بن أبي طالب أخبره: عن أبي واقد الليثي:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم بينما هو جالس في المسجد والناس معه، إذ
أقبل ثلاثة نفر، فأقبل إثنان إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وذهب واحد،
قال: فوقفا على رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأما أحدهما: فرأى فرجة في
الحلقة فجلس فيها، وأما الآخر: فجلس خلفهم، وأما الثالث فأدبر ذاهبا، فلما
فرغ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (ألا أخبركم عن النفر الثلاثة؟ أما
أحدهم فأوى إلى الله فآواه الله، وأما الآخر فاستحيا فاستحيا الله منه،
وأما الآخر فأعرض فأعرض الله عنه). [462].
Ismail menceritakan kepadaku, beliau berkata, Malik menceritakan
kepadaku, dari Ishak bin Abdullah bin Abi Tholhah sesungguhnya Abu
Marrah budak dari Aqil bin Abi Thalib memberikan informasi kepadaku Dari
Abi Waqid Al Laitsi r.a., dia berkata : “ Pada suatu waktu Rasulullah
saw sedang duduk di masjid kemudianh datanglah tiga rombongan manusia,
yang dua kelompok menghadap rasulullah saw, sedang yang satunya melihat
tempat senggang dalam majelis itu, maka duduklah mereka. Sedangkan yang
lain duduk di belakang mereka, sedangkan kelompok ketiga pergi dan
berpaling. Setelah itu Rasulullah saw bersabda: “ Adakah belum aku
beritahukan kepadamu tentang tiga kelompok manusia tersebut ?. adapun
kelompok pertama adalah mencari keridhoan Allah swt, maka Allah ridho
pula kepada mereka, adapun yang lainnya mereka malu kepada Allah, maka
Allahpun malu kepada mereka. Sedangkan yang satunya lagi mereka
berpaling dari keridhoan Allah, maka Allahpun berpaling dari mereka.
(HR. Bukhori, Bab Orang yang duduk ketika sampai kesuatu majelis, dan
Orang yang melihat celah dalam halaqoh lalu ia duduk di dalamnya).
Hadis di atas menceritakan tentang keutamaan bermajelis ilmu, bahkan
dalam hadis lain Rasulullah mensifati majelis ilmu dengan sebutan
Riyadhul Jannah ( taman surga ). Dimanapun kita berada apabila kita
lewat atau melihat halaqatul ilmi ( majelis ta’lim ) maka seyogyanya
kita berhenti sejenak dan bergabung didalamnya dengan tujuan mencari
ridho Allah swt, jika itu kita lakukan maka Allahpun akan Ridho terhadap
kita. Subtansi hadis tersebut adalah merangsang para pencari ilmu agar
mencintai majelis ta’lim, sekolah, kampus ataupun tempat-tempat ilmu
lainnya.
Sekaligus larangan bagi kita untuk berpaling dari majelis ilmu, dengan
kata lain bahwa pulang dari kampus ketika ada dosen adalah termasuk
dalam kategori orang yang berpaling dari keridhoan Allah. Ketika kita
berpaling dari keridhoan Allah maka Allahpun akan berpaling dari kita.
Ketika Allah berpaling dari kita, siapa lagi yang kita harapkan akan
memberikan pertolongan kepada kita ?.
روي عن النبي صلى الله عليه وسلم: من اهان خمسة خسر خمسة : من استخف با
العلماء خرالدين، ومن استخف با الامراء خسرالدنيا ومن ستخف با الجيران
خسرالمنا فع ومن استخف با الاقرباء خسرا المودة، ومنن استخف بأ صله خسر طيب
المعيثة (رواه البخاري)
“Diriwayatkan dari Nabi SAW. Barang siapa yang merendahkan lima hal,
maka akan rugi pada lima hal: satu siapa yang meremehkan ulama, maka
akan rugi dalam hal agama, dan barang siapa yang merendahkan pemimpin,
akan rugi hal dunia, dan siapa yang meremehkan tetangga, akan rugi
kebaikannya”. (H.R. Bukhari
Berhasil menjadi pengusaha sukses...
Tapi gagal menjadi ayah-ibu, wah… dampaknya bisa puluhan tahun, bahkan
sampai akhirat. Indikator keberhasilan mendidik anak itu bukan anak
sudah bisa jadi apa, anak sudah sehebat apa, anak sekaya apa, atau
lainnya yang hanya bisa diukur dengan materi. Hati-hati karena hal itu
melenakan. Sebab semua itu tidak ada artinya bila meninggalkan luka atau
tidak meninggalkan kedamaian di hati orang tua kala usia senja atau
justru menggerus amalan orang tua di akhirat kelak akibat kelakuan
anaknya.
Islam mempunyai dasar dan tata cara tersendiri dalam mendidik anak. Karena dalam Islam, anak memiliki peran yang sangat penting.
Dalam Islam, sesungguhnya anak-anak adalah titipan dari Allah Subhanahu
Wa Ta’ala kepada kita. Sebagai titipan-Nya, anak adalah harapan di masa
depan. Merekalah kelak yang akan menjadi pengaman dan pelopor masa depan
agama dan bangsa.
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi kita mendidik mereka
menjadi generasi unggul dan tangguh di masa depan. Lebih dari itu,
AllahSubhanahu Wa Ta’ala juga memerintahkan kita sebagai orang tua untuk
menjauhkan mereka dari api neraka kelak.
Bagaimana cara memenuhi kewajiban itu?
Yaitu dengan mendidik anak-anak sesuai dengan perintah-Nya dan teladan dari Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Al-Quran dan Hadits telah memberikan panduan yang jelas dalam mendidik anak.
Hadits-hadits pendidikan di bawah ini adalah sebagian dari nasehat bapak pendidikan umat Islam Nabi Muhammad SAW, di antaranya:
Hadits tentang berbakti kepada ibu-bapak
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اَللهُ عَنْهُ قَالَ: اَقْبَلَ رَجُلٌ اِلَى
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: اُبَايِعُكَ
عَلَى الهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ اَبْتَغِى الآجْرَ مِنَ اللهِ قَالَ: هَلْ
مِنْ وَالِدَيْكَ اَحَدٌ حَيٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: فَارْجِعْ اِلَى
وَالِدَيْكَ فاَحْسِنْ صُحْبَتَهُماَ (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairota r.a. berkata: Ada seorang laki-laki menghadap kepada
Rasulullah SAW lalu ia berkata : Saya berjanji kepada engkau, wahai
Rasulullah untuk berhijrah dan berjuang agar mendapatkan pahala dari
Allah. Beliau bersabda: Apakah salah seorang dari kedua orang tuamu
masih hidup? Laki-laki itu menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda pula:
Pulanglah kamu kepada kedua orang tuamu dan dampingilah keduanya dengan
baik." (H.R. Muslim)
Surat Al-Baqoroh ayat 223
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ
شِئْتُمْۖوَقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا
أَنَّكُم مُّلَاقُوهُ ۗوَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ﴿٢٢٣﴾
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki . Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”
Hadits tentang tanggung jawab kepala rumah tangga
عَنِ عَائِشَةٍ رَضِيَ الله ُعَنْهَا قَالَتْ: دَخَلَتْ هِنْدٌ بِنْتُ
عُتْبَةِ اِمْرَأَةُ أَبِى سُفْيَانَ عَلَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَمَ فَقَالَتْ : يَا رَسُوْلَ اللهِ اَنْ أَبَا سُفْيَانَ
رَجُلٌ شَحِيْحٌ لَا يُعْطِيْنِيْ مِنَ النَفَقَةِ مَا يَكْفِيْنِى
وَيَكْفِى اِبْنِى اِلَّا مَاأَخَذَتْ مِنْ مَالِهِ بِغَيْرِ عَلَّمَهُ,
فَهَلْ عَلىَّ فِى ذَلِكَ مِنْ جُنَاحِ؟ فَقَالَ: خُذِى مِنْ مَالِهِ
بِالمْعَرْوُفْيِ مَا يَكْفِيْكَ وَمَا يَكْفِي بَنِيْكَ. (متفق عليه)
“Aisyah RA menceritakan, bahwa pada suatu kali datanglah Hindun binti
‘Utbah, yaitu isteri Abu Sufyan menemui Rasulullah SAW seraya berkata,
“Hai Rasulullah! Abu Sufyan itu ialah laki-laki yang kikir, sehingga
tidak diberinya saya nafkah yang memadai untukku, kecuali hanya dengan
mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah saya berdosa dengan
begitu?” Jawab Beliau, “Ambillah sebagian hartanya itu dengan niat baik
secukupnya yaitu untukmu dan anak-anakmu.” (Mutafaq ‘Alaih)
Hadits tentang tugas-tugas istri atau ibu
وَاْلاِمْرَأَةُ فِى اْليَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ, وَهِىَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه البخاري ومسلم)
“Dan seorang istri adalah penanggung jawab (pemimpin) di dalam rumah
suaminya dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya atas tugas dan
kewajiban itu.” (HR. Bukhori dan Muslim)
حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ
الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تَنَاتَجُ الْإِبِلُ
مِنْ بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّ مِنْ جَدْعَاءَ قَالُوا يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ قَالَ اللَّهُ أَعْلَمُ
بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ (رواه أبو داود)
Menceritakan kepada kami Al-Qa’nabi dari Malik dari Abi Zinad dari
Al–A’raj dari Abu Hurairah berkata Rasulullah saw bersabda : “Setiap
bayi itu dilahirkan atas fitroh maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasroni sebagaimana unta yang melahirkan dari unta
yang sempurna, apakah kamu melihat dari yang cacat?”. Para Sahabat
bertanya: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapat tuan mengenai orang yang
mati masih kecil?” Nabi menjawab: “Allah lah yang lebih tahu tentang apa
yang ia kerjakan”. (H.R. Abu Dawud)
KANDUNGAN HADITS
Setiap anak dilahirkan atas fitrohnya yaitu suci tanpa dosa, dan apabila
anak tersebut menjadi yahudi atau nasrani, dapat dipastikan itu adalah
dari orang tuanya. Orang tua harus mengenalkan anaknya tentang sesuatu
hal yang baik yang harus dikerjakan dan mana yang buruk yang harus
ditinggalkan. Sehingga anak itu bisa tumbuh berkembang dalam pedndidikan
yang baik dan benar.
Dalam proses pendidikkan anak ini, adakalanya orang tua bersikap keras
dalam mendidik anak. Contohnya, pada umur tujuh tahun orang tua
mengingatkan anaknya untuk melakukan sholat dan pada saat umur sepuluh
tahun, orang tua boleh memukulnya ketika sianak tersebut tidak
mengerjakan sholat.
Ketika anak tersebut oleh orang tuanya dijadikan seorang muslim maka
anak tersebut harus menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang
muslim. Salah satunya adalah berbakti kepada kedua orang tuanya seperti
firman Allah SWT.
“dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya”. (Q.S Al-ankabuut).
Alangkah tepat andai firman Allah tersebut kita baca berulang-ulang dan
kita renungkan dalam-dalam. Sehingga Allah berkenan mengaruniakan cahaya
hidayahnya kepada kita, mengaruniakan kesanggupan untuk mengoreksi diri
dan mengaruniakan kesadaran untuk bertanya: “Telah seberapa besarkah
kita memuliakan ibu bapak?”. Boleh jadi kita sekarang mulai mengabaikan
orang tua kita. Bisa saja saat ini mereka tengah memeras keringat
banting tulang mencari uang agar studi kita sukses. Sementara kita
sendiri mulai malas belajar dan tidak pernah menyesal ketika mendapatkan
nilai yang pas-pasan. Bahkan, dalam shalat lima waktunya atau
tahajudnya mereka tak pernah lupa menyisipkan doa bagi kebaikan kita
anak-anaknya.
Tetapi, berapa kalikah dalam sehari semalam kita mendoakannya? Shalat
saja kita sering telat dan tidak khusyuk Rasulullah SAW menempatkan ibu
“tiga tingkat” di atas bapak dalam hal bakti kita pada keduanya. Betapa
tidak, sekiranya saja kita menghitung penderitaan dan pengorbanan mereka
untuk kita, sungguh tidak akan terhitung dan tertanggungkan. Orang
bijak mengatakan, “Walau kulit kita dikupas hingga telepas dari tubuh
tidak akan pernah bisa menandingi pengorbanan mereka kepada kita.”
Jadi orang tua itu berperan penuh dalam proses mendidik anaknya, apabila
anak itu sampai tidak mengenal agama (mengenal Allah) maka itu
merupakan kelalaian orang tua.
Surat At- Tahrim ( 66: 6 )
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ
لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ﴿٦﴾
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.”
Tentang ayat :
قُواْأَنفُسَكُمْوَأَهْلِيكُمْنَاراً
“Jagalah diri dan keluarga kamu dari api (neraka)’
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Talhah, dari Ibn `Abbas radhiallahu 'anhu:
Dia berkata, "Bekerja dalam ketaatan kepada Allah, menghindari
ketidaktaatan kepada Allah, dan jagalah keluarga kalian untuk selalu
taat dan mengingat Allah, maka Allah akan menyelamatkan kalian dari
neraka".
Mujahid berkata :
"Bertaqwalah kepada Allah dan jagalah keluarga kalian agar bertaqwa kepada Allah".
Qatadah berkata:
"Dia diperintah untuk taat kepada Allah, untuk tidak mendurhakai Allah,
dan dia diperintah agar keluarganya mematuhi perintah Allah, dan dia
membantu keluarganya untuk bertindak diatas perintah Allah. Ketika
melihat ketidaktaatan, dia cegah keluarganya dan melarang keluarganya
dari melakukan hal tersebut".
Ad-Dahhak dan Muqatil berkata:
"Ini adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk mengajari keluarga
dekatnya, budak-budak laki-laki dan perempuan, terhadap apa-apa yang
telah Allah wajibkan bagi mereka, dan apa-apa yang telah Allah larang
bagi mereka".
وَقُودُهَاالنَّاسُوَالْحِجَارَةُ
'berbahan bakar manusia dan batu'.
Hal ini menggambarkan bahwa manusia, anak cucu Adam, akan menjadi bahan bakar api neraka.
Sedangkan:
وَالْحِجَارَةُ
“batu’
Hal ini menggambarkan berhala-berhala yang disembah oleh manusia. Firman Allah Ta'ala:
إِنَّكُمْوَمَاتَعْبُدُونَمِندُونِاللَّهِحَصَبُجَهَنَّمَأَنتُمْلَهَاوَارِدُونَ
"Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya"[Al Anbiyaa:98].
Abdullah bin Mas`ud, Mujahid, Abu Ja`far Al-Baqir and As-Suddi berkata:
"Ini adalah batu belerang yang lebih busuk dari mayat busuk".
عَلَيْهَامَلَـئِكَةٌغِلاَظٌشِدَادٌ
“penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, (dan) keras”
Maknanya: para malaikat berperilaku tegas, karena rahmat (rasa belas
kasihan) telah dibawa keluar dari hati mereka untuk orang-orang yang
kafir kepada Allah.
شِدَادٌ
“keras”
Maknanya: sangat kuat, sangat perkasa.
لاَّيَعْصُونَاللَّهَمَآأَمَرَهُمْوَيَفْعَلُونَمَايُؤْمَرُونَ
“dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa-apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Maknanya : Apapun perintah Allah, mereka bergegas mematuhi-Nya, tanpa
penundaan bahkan hanya sekejap mata. Mereka selalu memenuhi perintah
Allah, mereka disebut Az-Zabaniyah, yang berarti, para penjaga dan
penjaga neraka.
Abdullah Nasis Ulwan dalam bukunya pendidikan anak dalam islam
mengatakan bahwa surah ini adalah sebagai perintah untuk melakukan
pendidikan anak dengan perhatian/pengawasan . Makna perhatian adalah
mencurahkan segenap perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek
akidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan
sosial.
Surat Lukman ( 31: 13 )
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِۖإِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ﴿١٣﴾
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
(Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar".
Kata ya’izhuhu terambil dari kata wa’zb yaitu nasehat menyangkut
berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang
mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman.
Penyebutan kata ini sesudah kata“dia berkata” untuk memberi gambaran
tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak membentak,
tetapi penuh kasih sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesranya
kepada anak. Kata ini juga mengisyaratkan bahwa nasihat itu dilakukan
dari saat ke saat.
Kata “bunnayya” adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya
adalah “ibny” dari kata “ibn” yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut
mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat
diatas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih
sayang terhadap peserta didik.
Luqman memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/
mempersekutukan Allah. Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran
tentang wudhu’ dan keesaan Tuhan. Bahwa redaksi pesannya berbentuk
larangan, jangan mempersekutukan Allah untuk menekan perlunya
meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan yang baik.
Surat An- Nisa’ ( 4: 9 )
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا
خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
﴿٩﴾
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan
yang benar.
Surat At- Thur ( 52: 21 )
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ
أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم
مِّن شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ ﴿٢١﴾
Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka
dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka , dan
Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap
manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.
Hadits tentang pendidikan terhadap anak
حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ هِشَامٍ يَعْنِي الْيَشْكُرِيَّ حَدَّثَنَا
إِسْمَعِيلُ عَنْ سَوَّارٍ أَبِي حَمْزَةَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهُوَ
سَوَّارُ بْنُ دَاوُدَ أَبُو حَمْزَةَ الْمُزَنِيُّ الصَّيْرَفِيُّ عَنْ
عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ ,قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ
بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا
وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Berkata Mu’ammal ibn Hisyam Ya’ni al Asykuri, berkata Ismail dari Abi
Hamzah, berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud Abu Hamzah Al
Muzanni Al Shoirofi dari Amru ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya
berkata, berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika
berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan
sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki
dan perempuan) dari tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud)[
Seorang ayah mempunyai tugas dan kewajiban terhadap anaknya yaitu,
mengurus segala hajat dan keperluan mereka manakala membutuhkan. Seperti
dalam hadits Nabi SAW:
عَنْ أَبِى مَسْعُوْدٍ البَدْرِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِي
صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِذَا اَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى
اَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ (رواه متفق عليه)
“Dari Abu Mas’ud Badri r.a. dari Nabi SAW bersabda: apabila seorang
lelaki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan rela maka yang
demikian itu suatu sedekah baginya.” (HR. Mutafaq ‘Alaih)
Lebih dari itu, seorang ayah harus mendidik anak-anaknya, mengurus
segala keperluan hidupnya, membimbingnya kepada akhlak yang terpuji,
kelakuan yang baik dan perangai yang mulia, di samping memelihara dan
menjauhkan mereka dari perkara-perkara yang sebaliknya. Juga ,
memuliakan semua perintah dan larangan agama, menyampingkan urusan
keduniaan, melebihkan dan mengutamakan urusan akhirat.
Tugasnya yang lain ialah, memberi nama yang baik kepada anaknya,
memilihkan istri dari keturunan orang-orang yang berbudi pekerti yang
baik dan sholih, agar menjadi ibu yang diberkati oleh anaknya kelak.
Hendaklah seorang ayah berlaku adil dalam pemberiannya kepada
anak-anaknya. Tidak boleh melebihkan seorang atas lainnya, karena
membedakan kasih sayang dan mengikuti kehendak hawa nafsunya sendiri.
Orang yang mengabaikan pendidikan anak-anaknya sebagaimana tersebut di
atas, tidak memperhatikan pengajaran atas mereka, malah membuka pintu
hatinya agar senantiasa cinta dunia dan tunduk di bawah kekuasaannya,
sehingga anak-anak itu mendurhakai mereka dan tidak mengikuti petunjuk
ajarannya, maka janganlah ia menyalahkan orang lain selain diri sendiri.
Kerugian itu selalu menimpa orang yang alpa dan lalai. Di zaman ini,
terlalu banyak anak-anak yang durhaka dan tidak mau mendengar perkataan
ibu-bapaknya tersebar dimana-mana. Apabila kita teliti, penyebabnya
tidak lain karena kelalaian ibu-bapaknya yang telah menyia-nyiakan
pemeliharaan anak-anak itu sejak kecil.
Ungkapan-ungkapan Luqman patut dijadikan teladan oleh siapapun pada
zaman ini, sistematika nasehatnya yang dikemas dengan indah, tersusun
dengan teratur dan didukung oleh contoh dan budi pekerti yang amat
mulia, sehingga terhujam kedalam hati. Ia mulai menaburkan nasihatnya
dengan tauhid/ mengesakan Allah, mengajak untuk mendekatkan diri kepada
Allah (beribadah) dan menanankan budi pekerti yang mulia (akhlak al-
karimah) sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman [31]:13 di atas.
Luqman meneruskan wasiat kepada putra- putranya untuk senantiasa
memelihara dan memupuk rasa keimanan kepada Allah dengan senantiasa
mengadakan komunikasi dengan Allah melalui ibadah shalat, mengerjakan
yang baik dan mencegah yang mungkar dan bersabar atas segala sesuatu
yang menimpanya.
Lebih lanjut, luqman mengingatkan putra- putranya untuk menjaga,
memelihara dan menampilkan akhlak yang mulia. Saling mengasihi diantara
mereka, tidak sombong dan angkuh, apalagi sampai membuang muka. Hal ini
digambarkan dalam firman-Nya:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ ﴿١٨﴾ وَاقْصِدْ فِي
مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ
الْحَمِيرِ ﴿١٩﴾
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Luqman berkata pada putra- putranya “pilihlah delapan macam perkataan para Nabi a.s” :
1. Apabila engkau sedang melakukan shalat, maka peliharalah hatimu
2. Apabila engkau sedang berada dalam rumah orang lain, maka peliharalah matamu.
3. Apabila engkau berada ditengah- tengah manusia, maka jagalah mulutmu.
4. Apabila engkau sedang berada dalam hidangan, maka peliharalah orang di sekelilingmu.
5. Ingatlah dua hal dan lupakanlah dua hal, dua hal yang harus
diingat adalah Allah swt dan mati. Sedangkan dua hal yang harus
dilupakan ialah kebaikanmu terhadap orang lain dankejelekan orang lain
terhadap kamu.
Disamping itu pula, ternyata luqmanul hakim sangai piawai dalam
menanamkan rasa kepercayaan diri dan sikap istiqamah kepada putra-
putranya dalam beramal shaleh ditengah- tengah terjangan badai godaan
yang sangat besar. Hal ini patut ditiru oleh para orang tua, guru pada
saat ini ditengah derasnya arus informasi yang susah dibendung,
pergeseran budaya yang telah merusak tatanan kehidupan dan merebaknya
peredaran obat- obat terlarang.
Tugas-tugas istri ialah fardhu’ain. Para ulama dalam hal ini sepakat,
Syaikh Al Ghazali ulama Mesir kontemporer yang sering membela hak-hak
perempuan menyatakan: ”Betapapun juga, prinsip dasar yang harus kita
ikuti atau kita upayakan agar selalu dekat padanya ialah “rumah”. Saya
benar-benar merasa gelisah pada kebiasaan para ibu rumah tangga yang
meninggalkan (membiarkan) anak-anaknya tinggal dan diasuh oleh para
pembantu atau diserahkan pada tempat penitipan anak. Nafas seorang ibu
memiliki pengaruh yang luar biasa dalam menumbuhkan dan memelihara
perilaku kebajikan dalam diri anak-anaknya.
Tugas seorang ibu yang paling utama adalah melahirkan, menyusui hingga
membesarkan anak. Setelah melahirkan peran ibu sangat dibutuhkan oleh
bayi yaitu pemberian ASI yang cukup. Mulai dari mengandung hingga proses
menyusui, pendidikan sudah mulai diajarkan. Berdasarkan pandangan yang
diteliti, bahwa bayi yang baru lahir khususnya pada hari-hari dan
bulan-bulan pertama, akan ditemukan sosok tubuh yang tulangnya masih
lemah dan urat-uratnya masih lemas. Dia ibarat adonan roti yang
terhidang di hadapan kita, siap dipolakan sesuai dengan keinginan kita.
Setiap aspek kesehatan yang berkaitan dengan pertumbuhannya secara
wajar, wajib diikuti dan harus diperhatikan, khususnya mengenai
kebersihan dan kesucian, waktu musim, pergantian udara dan lain
sebagainya.
Bayi bukanlah hanya sekedar badan, akan tetapi bayi itu tersusun atas
badan wadak (tubuh) serta badan halus (ruh). Pengembangan potensi yang
dimiliki keduanya sangat dipengaruhi oleh bentuk perlakuan dan kebiasaan
keseharian. Yakni sebagaimana dilukiskan dalam sebuah syair:
فاَلْنَفْسُ كَالطِّفْلِ اِنْ تُهْمِلْهُ شَبَّ عَلَي# حُبِّ الرَّضَاعِ وَاِنْ تَفْطِمْهُ يَنْفَطِمُ #
“Jiwa, bagaikan bayi mungil. Jika engkau biarkan menyusu, cenderung
untuk menyusu hingga dewasa. Dan andaikan engkau sapih, niscaya dia akan
tersapih.”
Demikianlah, kehidupan kejiwaan akan merekam berbagai isyarat, nada,
gerak, profil, gambaran serta wajah. Dari sini akan tampak peranan
seorang ibu dalam mewarnai perilaku sang anak. Dia adalah lembaga
pendidikan yang pertama, yang mengajar muridnya secara individual.
Sedangkan gerak dan kebiasaan keseharian, merupakan mata pelajaran.
Pelajaran yang disapaikan oleh sang ibu terhadap anaknya merupakan
peletakan batu pertama bagi pondasi kehidupan sang bayi untuk masa
sekarang maupun masa yang akan datang.
Secara rasional, ibadah berupa shalat, puasa maupun yang lain, berperan
mendidik pribadi manusia hingga kesadaran dan pikirannya terus-menerus
berfungsi dalam semua pekerjaan. Pada hakikatnya semua pekerjaan yang
dilakukan oleh manusia, apabila tidak ditimbang dengan neraca keridhaan
Allah, maka perbuatan tersebut akan berubah menjadi malapetaka bagi yang
melakukannya.
Sejak dini, seorang anak sudah harus dilatih ibadah, diperintah melakukannya dan diajarkan hal-hal yang haram serta yang halal.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah
kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah
yang memberi rezeki kepadamu. Dan akhirat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertaqwa.”(Q.S. Thaha: 132)
Kalau shalat belum diwajibkan atas anak-anak yang masih kecil mengingat
mereka belum berstatus mukallaf. Islam mewajibkan kepada orang tua atau
walinya untuk melatih mereka dan memerintahkannya kepada mereka. Islam
menekankan kepada kaum muslimin, untuk memerintahkan anak-anak mereka
menjalankan shalat kepada mereka telah berusia tujuh tahun. Hal ini
dimaksudkan agar mereka senang melakukannya dan sudah terbiasa semenjak
kecil. Sehingga apabila semangat beribadah sudah bercokol pada jiwa
mereka, niscaya akan muncul kepribadian mereka atas hal tersebut.
Dengan demikian, diharapkan ia punya kepribadian dan semangat keagamaan
yang tinggi. Tujuan mengajarkan wudhu dan menunaikan shalat fardhu pada
waktunya, pada dasarnya adalah mengajarkan ketaatan, disiplin, kesucian
dan kebersihan. Demikian pula dengan membiasakan anak-anak kecil
menunaikan puasa, adalah dalam rangka supaya mereka sabar dalam
beribadah dan dalam menghadapi beban-beban kehidupan.
كل مولود يولد على الفطرة فأبوه يهودا نه او ينصرانه واويمجسانه (رواه مسلم)
“Setiap bayi itu lahir atas kesucian, maka kedua orangtuanya lah yang
akan menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi”. (H.R. Muslim)
وعن عمروبن شعيب عن ابيه عن جدهرضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم: مروااولادكم با الصلاة وهم ابناء سنين واضربوهم عليها وهم ابناء
عشر، وفرقوا بينهم فى المضاجع (حديث رواه ابودود با سناد حسن)
“Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya RA berkata:
Rasulullah SAW bersabda: perintahkan anak-anakmu untuk melaksanakan
shalat, ketika mereka sampai di usia 7 tahun, kemudian pukul mereka
karena meninggalkan shalat jika telah sampai usia 10 tahun dan pisahkan
diantara mereka di tempat tidurnya”. (H.R. Abu Daud)
Orang Tua Sebagai Pendidik Utama Dan Pertama
1. Orang tua yang menentukan anaknya nanti
عن أبى هُرَيْرَةَ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِىُّ صلى الله
عليه وسلم: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (الْبُخَارِيّ
وَمُسْلِم)
Dari Abu Hurairah berkata: Nabi saw bersabda: “Setiap yang lahir,
dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka orang tuanyalah yang
menentukan apakan dia menjadi seorang Yahudi, Nasrani, atau Najusi” (H.R
Bukhari dan Muslim)
2. Orang tua memberikan contoh untuk memenuhi hak dan kewajiban
عن أبى هُرَيْرَةَ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رسول اللهِ صلى الله
عليه وسلم:مِنْ حَقِّ الْوَلَدِ عَلَى الْوَالِدِ ثَلاَثَةٌ أَن يُحَسَّنَ
اِسْمَهُ إِذَا وَلَدَ وَأَنْ يُعَلِّمَهُ الْكِتَابَةَ إِذَا عَقَلَ
وَأَنْ يُزَوَّجَهُ إِذَا أَدْرَكَ (الحاكم)
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda:”Diantara kewajiban
orang tua terhadap anaknya ada tiga, yaitu: memberinya namay yang baik
jika lahir, mengajarkan kitab (al-Qur’ân) kepadanya jika telah mampu
(mempelajarinya), dan menikahkannya jika telah dewasa”. (H.R. Hakim)
3. Orang tua mendidik anaknya untuk beribadah
عنْ ابْنِ عُمَروَابْنِ العْاَصِ قال: قال رَسولُ الله ص.م: مُرُوْا
أََوْلاَدَكُمْ باِلصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاء سَبْعَ سِنِيْنِ
وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاء عَشْر وَفَرقوُاْ بَيْنَهُمْ
فىِ المَضَاجِعِ )أبو داود(
Dari Ibnu ‘Amr bin Ash, ia berkata: Rasulullah bersabda “Perintahkanlah
anak-anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan pukullah mereka
ketika berumur 10 tahun. Pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya” (H. R
Abu Daud)
4. Orang tua mendidik anak untuk mencintai Nabi dan keluarganya
قال رسول الله ص.م: أَدّبُوْ أَوْلاَدَكُمْ عَلىَ ثَلاَثِ خِصَالٍ حُبّ
نبَِيِّكُمْ وحبّ اَلِ بَيْتِهِ وَتِلاَوَةِ القُرْأَنِ (الطبراني)
“Rasulullah bersabda, didiklah anak-anak kalian atas 3 perkara;
mencintai nabi, mencintai keluarga nabi, dan mencintai membaca
Al-Qur’an”. (H.R. al- Tabrani)
5. Orang tua harus mengajarkan keberanian kepada anaknya
قال عمر ابن الخطاب: عَلِّمُوْا أَوْلاَدَكُمْ السِّبَاحَةَ وَالرّمَايَةَ
ومُرُوْهُمْ فَليثيبُوْا عَلىَ ظُهُوْرِالخَيلِ وَثبًا )البيهقي(
“Umar bin Khatab berkata “Ajarkanlah anak-anak kalian berenang, memanah,
dan perintahlah mereka agar pandai menunggang kuda” (H.R Baihaqi)
Anak adalah amanat dari Allah swt. Konsekuensinya bahwa amanat itu mesti
di jaga. Salahsatu bentuk menjaga dan memelihara anak sebagai amanat
Allah adalah mendidiknya. Ironisnya, sekarang para orang tua menilai
bahwa pendidikan anaknya adalah tanggungjawab guru di sekolah. Padahal
pertemuan anak didik dengan pendidiknya di sekolah terbatas oleh waktu.
Oleh karena itu dalam islam, orang tua tidak bisa berlepas tangan dari
tanggungjawab mendidik anaknya. Orang tua adalah pendidik pertama. Hal
ini dicontohkan ketika anak dalam kandungan islam mengajarkan agar
banyak membacakan surat Yusuf misalnya, atau ketika lahir diadzani dan
diqomati. Bagaimana masa depan seorang anak akan terkait dengan
pendidikan yang diberikan orang tuanya. Anak bisa menjadi orang yang
saleh atau salah tergantung perhatian orang tua terhadap pendidikan yang
diberikan kepada anaknya. Hal ini senada dengan hadis nomor satu.
Realisasi orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anaknya
adalah melalui cara mendidik anaknya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat,
yaitu:
1. Pendidikan tentang ibadah, yang diwakili oleh hadis nomor tiga
2. Sejarah dan kecintaan terhadap Rasulullah, yang diwakili oleh hadis nomor empat
3. Pendidikan tentang akidah yang benar, diwakili oleh hadis nomor satu
4. Pendidikan tentang tanggungjawab untuk melaksanakan kewajiban dan menghargai hak orang lain, dua
5. Pendidikan yang menumbuhkan keberanian dan kesehatan, diwakili oleh hadis nomor lima.
Tentu bukan hanya sekedar itu, karena cakupan ilmu itu luas. Namun jika
kita perhatikan, kelima hadis tersebut bersentuhan langsung dengan
kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya. Indikasinya, dalam hadis
tesebut menyinggung-nyinggung kataأَوْلاَدَ atau َأَبَوَاه . dan kelima
hadis tersebut nampaknya sudah mewakili tiga komponen jenis pendidikan
yang dikembangkan pakar pendidikan barat bernama Bloom, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
Hadits lain tentang hal pendidikan anak
وعن ابن عبا س رضي الله تعلا عنها انه قال : للعلماء درجات فوق درجاة
المؤمنين بسبعما ئة درجا ت. ما بين الد رجتين خمسا ما ئة سنة. يقا ل: الئلم
افضل من الئمل بخمسة او جة : الاول الئلم بغير عمل يكون والئمل بغير علم
لا يكون. و الثا ني الئلم بغير عمل ينفع والئمل بغير علم لا ينفع. والثا لث
الئملل لازم والئمل صفة الئباد. والصفة الله افضل من صفة الئباد. (اخرجه
درة الناصحين) (رواه احمد)
“Dari Ibnu Abbas RA berkata: bagi orang-orang yang berilmu (ulama)
beberapa derajat diatas derajat orang mukmin dengan berbanding 700
derajat. Antara derajat yang satu dengan yang lain mencapai 500 tahun
dikatakan: “ilmu lebih utama dari amal melalui 5 sistem: 1) Ilmu tanpa
amal pun tetap ada, dan amal tanpa ilmu tak akan bisa, 2) Ilmu tanpa
amal bisa manfaat, dan amal tanpa ilmu tak ada manfaatnya, 3) Amal
adalah permistian, dan ilmu yang menerangi seperti lampu, 4) Ilmu adalah
ucapan para nabi, 5) Ilmu adalah sifat Allah, dan amal adalah sifatan
hamba, sementara sifat Allah lebih utama dari sifatan Hamba”. (Durrotun
Nasihin) (H.R. Ahmad)
وقال ابن مسعود رضي الله عنه : عليكم بالئلم قبل ان يرفع ور فعه موت رءاته
فوالذي نفس بيده ليعدن رجا ل قتلوا في سبيل الله شهداء انتبشهم الله علماء
لما يرون من كرا مثهم فان احدا لم يعلد عا لما وانما الئلم باالتعلم. (رواه
الترمذ)
“Ibnu Mas’ud RA berkata: kalian mesti berilmu (menguasai ilmu) sebelum
mati menjemput. Maka demi “dzat” yang menguasai diri yang menyayangi
seseorang yang meninggal di jalan Allah dengan mati syahid. Sesungguhnya
Allah akan membangkitkannya (ulama) karena kemuliaannya. Sesungguhnya
seorang dilahirkan tanpa ilmu dan ilmu bisa di dapat melalui
dipelajari”. (H.R. Tirmidzi)
حدثنا سعيد بن عفير قال: حدثنا ابن وهب، عن يونس، عن ابن شهاب قال: قال حميد بن عبد الرحمن: سمعت معاوية خطيبا يقول:
سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: (من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين،
وإنما أنا قاسم والله يعطي، ولن تزال هذه الأمة قائمة على أمر الله، لا
يضرهم من خالفهم، حتى يأتي أمر الله).
Hamid bin Abdirrahman berkata, aku mendengar Muawwiyah berkata, aku
mendengar Rasulullah saw Bersabda:” Barangsiapa yang dikehendaki oleh
Allah menjadi orang yang baik, maka Allah akan memberikan kepadanya
pengetahuan dalam Agama, sesungguhnya aku adalah orang yang membagi
sementara Allah adalah sang pemberi, umat ini tidak akan pernah berhenti
menegakkan perintah Allah, dan tidak akan medhoroti mereka, orang-orang
yang menentangnya sampai datang hari kiamat.
(HR. Bukhori, Bab Siapapun yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka Allah pahamkan ia dalam masalah agama).
Hadis di atas menerangkan kepada kita bahwa kehendak Allah untuk
menjadikan kita baik,itu digantungkan dengan kepahaman kita menyangkut
agama. Ilmu agama adalah ilmu yang berkaitan dengan akhlak, maka dengan
semakin tinggi pemahaman seseorang terhadap masalah agama maka akan
semakin baik pula akhlak dan perilakunya yang puncaknya bisa
mengantarkannya menjadi orang yang takut kepada Allah semata. Kalau
dewasa ini kita sering melihat seseorang yang dalam pengetahuan agamanya
namun dia justeru makin tenggelam dalam kesesatan, itu dikarenakan ia
salah dalam mengaplikasikan ilmunya. Dia hanya pandai beretorika namun
hampa dari pengamalan. Imam Ali Karramallahu Wajhah pernah berkata,”
Bahwa yang dikatakan orang Alim bukanlah orang yang banyak ilmunya,
namun yang dinamakan orang alim adalah orang yang bias mengamalkan
ilmunya.” Rasulullah memberikan peringatan kepada kita dengan sabdanya “
barangsiapa makin tambah ilmunya namun tidak bertambah hidayahnya, maka
ia semakin bertambah jauh dari Allah swt.” Bahkan Allah dengan tegas
mengatakan bahwa yang disebut ulama hanyalah orang yang takut kepadaNya
semata.” Innama Yakhsyallaha min ibaadihil ulamaa’.”
Jadi hadis di atas harus dipahami bahwa orang yang dapat mengamalkan
ilmu agamanya itulah orang yang dikehendaki Allah menjadi baik.
عن ابي درداء قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: فضل العا لم
على العابد كفضل القمر على الكو كب، وانما االعلماء ورثة الآ نبياء, وان
الآ نبياء لم يورثوا دينارا ولادرهما، انما ورثوالعلم، فمن اخده اخد بحظ
وكفر (رواه ابو داود والتر مذى)
“Dari Abi Darda ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW beliau
bersabda: keutamaan orang alim dibanding ahli ibadah adalah seperti
keutamaan bulan dibanding bintang-bintang, sesungguhnya para ulama itu
pewaris para Nabi, dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan
tidak pula dirham, sesungguhnya mereka mewariskan ilmu, maka barang
siapa mengambil warisan itu berarti ia mengambil bagian yang sempurna”.
(H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).
عن ابى هريرة رضى الله عنه ان رسول الله قال: ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له طريقا الى الجنة (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW bersabda: Dan barang siapa
menjalani akan suatu jalan, untuk mencari ilmu pengetahuan, maka Allah
akan memudahkan baginya jalan menuju syurga”. (H.R. Muslim)
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: من
تعلم با با من العلم ليعلم الناس اعطي ثواب سبعين صديقا (رواه ابو داود)
“Ibnu Mas’ud RA berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, Barang
siapa yang mempelajari satu bab dari ilmu dengan tujuan untuk
menyampaikan kepada umat manusia, maka ia diberi pahala seperti tujuh
puluh sodikin”. (H.R. Abu Daud)
عن انس بن مالك رضي الله عنه ان النبي صلى الله عليه وسلم قال: اطلب العلم
ولو باالصين، فان طلب العلم فريضة على كل مسلم، ان الملا ئكة تضع اجنتها
الطا لب العلم رضا بما يطلب (رواه ابن عبد البر)
“Dari Anas bin Malik RA sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: carilah
ilmu meskipun di negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu adalah
fardu / wajib bagi setiap muslim, sesungguhnya malaikat meletakkan
sayap-sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu karena rela terhadap apa
yang ia tuntut”. (H.R. Ibnu Abdil Bar)
وعن امامة رضي الله عنها قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اقرب
الناس من درجة النبوة اهل العلم والجهاد، اما اهل العلم فد لعا الناس على
ما جاءت به الرسول واما اهل الجهاد فجاهدوا باسيا فهم على ما جاءت به الرسل
(رواه درقطن)
“Dari Umamah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: orang paling dekat
derajatnya dari para Nabi ialah ahkul ilmi (yang berilmu) dan pejuang,
jika orang yang berilmu memberi petunjuk pada manusia melalui apa yang
datang dari Rasul (ilmu), dan kalau pejuang berjuanglah dengan
pedangnya, seperti yang ditunjukkan Rasul”. (H.R. Daruqutni)
وعن معاوية رضي الله عنها قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من
ارادا الدنيا فعليه با العلم ومن اردالا خرة فعليه با العلم ومن ارد هما
فعليه با العل (رواه الدار قطنى)
“Dari Mu’awiyah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa
menginginkan (kebahagiaan) duniawi maka dia harus (mempunyai ilmu) dan
barang siapa yang (menginginkan) kebahagiaan akhirat, maka dia harus
mempunyai ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka harus
mempunyai ilmu”. (H.R. Daruqutni)
Pentingnya Niat Dalam Mencari Ilmu
عن امير المؤمنين ابى حفص عمربن الخطاب رضي الله تعالى عنه قال سمعت رسول
الله صلى الله عليه وسلم يقول: انما الاعمال با النيات وانما لكل امرء ما
نوى فمن كا نت هجرته الى الله ورسوله فحجرته الى الله ورسوله ومن كا نت
هجرته لدنيا يصيبها اومرأة ينكحها فهجرته الى ما ها جر اليه (رواه شيخين)
“Dari Amirul mu’minin Abi Hapsin, Umar bin Khatab RA ia berkata: Saya
mendengar Rasulullah SAW beliau bersabda: Sesungguhnya syah atau
tidaknya suatu amal (perbuatan taat) tergantung pada niat, dan bagi tiap
orang punya niat, maka barang siapa yang niatnya hijrah menuju Allah
dan Rasulnya maka ia akan hijrah pada Allah dan Rasulnya, dan bagi yang
niatnya hijrah menuju dunia, akan sampai pada dunia, atau pada wanita
maka ia akan menikahinya, alhasil hijrahnya seseorang tergantung apa
yang di tujunya”. (H.R. Bukhari Muslim)
وعن رسول الله صلى الله عليه وسلم : كم من عمل يتصد ر بصورة اعمال الدنيا
ويسير بحسن النية من اعمال الأخرة، وكم من عمل يتصدر بصورة اعمال الأخرة ثم
يصير من اعمال الدنيا بسؤ النية (حديث حسن صحيح)
“Dari Rasulullah SAW: beberapa amal yang berupa amal dunia, tetapi
dengan baik niatnya akhirnya menjadi amal akhirat, dan banyak pula yang
berupa amal akhirat kemudian jadi amal dunia karena jelek niatnya”.
(Hadits Hasan)
Peserta Didik Harus Dihormati
1. Memberikan kemudahan kepada peserta didik
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِ ص.م قال: يَسَّرُوْا وَلاَ تُعًسِّرُوْا وَبَشِّرُوْا وَلاَ تُنَفِّرُوْا )البخارى(
Dari Anas, dari Nabi saw beliau bersabda:”mudahkanlah dan jangan
dipersulit, gembirakanlah dan jangan membuat mereka takut”. (H.R
Bukhari)
2. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bisa mengulang pelajaran
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النّبي ص.م: أَنّهُ كان إِذا سَلّمَ سَلّمَ ثلاثاً وِإذَا تَكَلّمَ بِكَلِمَةٍ أعادها ثَلاَثًا )البخارى(
Dari Anas, dari Nabi saw: ” apabila beliau mengucapkan salam, beliau
mengucapkan salam tiga kali, dan apabila beliau mengucapkan satu
kalimat, maka beliau mengulangnya tiga kali”.( HR Bukhari)
3. Memperlakukan peserta didik dengan penuh kasih sayang
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها: قال رسول الله ص.م:……….ياَعَائِشَةُ عَلَيْكِ باِلرِّفْقِ وَإيّاك وَالْعَنْفَ وَالْفَحْشَ (البخاري)
Dari ‘Aisyah r.a: Rasulullah saw bersabda: …..Ya ‘Aisyah hendaklah kamu
bersikap kasih sayang dan hati-hatilah terhadap sikap kejam dan
keji”.(H.R Bukhari)
4. Peserta didik harus diarahkan kepada kebenaran jika melakukan kesalahan
قال رسول الله ص.م:ياَغُلاَمُ سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِيْنِيْكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ (البخاري والمسلم)
Rasulullah saw bersabda: “Hai anak, sebutlah nama Allah (sebelum makan)
dan makanlah dengan tangan kanan serta makanlah dulu apa yang ada di
dekatmu”. (H.R Bukhari dan Muslim)
5. Peserta didik harus didik sesuai usia dan kemampuan mereka
قال رسول الله ص.م: اَدِّبُوْا اَوْلاَدَكُمْ بِقَدْرِ عُقُوْلِهِمْ (الحديث)
Rasulullah saw bersabda: “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan kemampuan akal mereka”. (al-Hadis)
Faktor keberhasilan pendidikan atau pembelajaran, salahsatunya
ditentukan oleh kesiapan anak didik dalam menerima materi. Peserta didik
mampu menerima materi pembelajaran apabila suasana dan kondisi anak
siap menerima materi. Untuk menyiapkan peserta didik agar bisa menerima
materi ini, perlu dibangun suasana yang membuat peserta didik nyaman dan
merasa dihargai. Dan hal itu akan terkait dengan metode dan prinsip
penyampaikan bahan ajar yang diunakan oleh pendidik. Ada empat hal yang
perlu diperhatikan dalam rangka menciptakan kondisi nyaman bagi peserta
didik, sehinga pembelajaran bisa efektif.
Pertama, hendaknya guru memberikan kemudahan kepada murid agar mereka
dapat memahami materi yang disampaikan. Hal ini termaktub dalam hadis
kesatu.
Kedua, memberikan kesempatan kepada peserta didik agar bisa mengulangi pelajaran. Seperti ynag dijelaskan dalam hadis ketiga.
Keempat, jika ada kesalahan atau kekurangan pada peserta didik,
hendaklah guru tersebut mengarahkannya kepada hal yang benar. Hal ini
seperti yang dikisahkan dalam hadis nomor empat. Pada saat itu ada
seorang anak yang hendak makan tangannya kesana-kemari dan tidak sopan,
Rasul yang saat itu hadir disana menegurnya, kemudian memerintahkan
kepada anak tersebut untuk makan dengan tangan kanan dan dimulai dari
makanan yang paling dekat dengannya.
Kelima, materi yang diberikan sesuai dengan tingkatan usia atau daya
nalar peserta didik. Hal ini diterangkan dalam hadis kelima.
Pendidikan Merupakan Tanggungjawab Bersama
1. Semua orang wajib menuntut ilmu
عن أبي هريرة ، رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (ابن ماجه)
Dari Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah saw bersabda: “Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap Muslim”. (H.R Ibnu Majah)
2. Semua pihak harus saling membantu dalam pelaksanaan pendidikan
عَنِ النُّعمانِ بن بشيرٍ ، عنِ النَّبيِّ - صلى الله عليه وسلم - ، قال :
مَثَلُ المُؤْمِنِيْنَ فيِ تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ
كَمَثَلِ الجَسَدِ ، إذا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ ، تَدَاعَى لَهُ سَاَئرُ
الجَسَدِ باِلحُمَّى وَالسَّهْرِ . ( لمسلم)
Dari Nu’man bin Basyir, dari Nabi saw bersabda: “perumpamaan orang-orang
mu’min dalam saling menyayangi, saling mengasihi, dan berlemah lembut,
seperti satu tubuh. Jika satu bagian sakit, maka bagian yang lainnya
merasakan sakit dengan panas dan demam”.(H.R Muslim)
3. Semua pihak bisa terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai kapasitasnya
عن ابن مسعود, عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:اغد عالما أو متعلما أو محبا أو مستمعا ولا تكن الخامس فتهلك (الحديث)
Dari Ibnu Masud, dari Rasulullah saw bersabda: “Jadilah pengajar,
ataupun pelajar, pendengar, dan pencinta (ilmu) tetapi janganlah menjadi
yang kelima, maka nanti kamu bisa celaka”. (al-Hadis)
4. Masyarakat bisa berperan dalam pendidikan sebagai seorang pengajar walaupun hanya dengan meluruskan sebuah kesalahan
عَنْ أَبِي سَعِيد الْخُدْرِيِّ قَالَ : سَمِعْت رَسُول اللَّه صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُول " مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أَضْعَف الْإِيمَان " (مُسْلِم)
Dari Abu Sa’id Khudriyi berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang melihat sebuah kemungkaran, maka rubahlah dengan
tangan (kekuasaan)nya, jika tidak mampu, rubahlah dengan lisannya, jika
tidak mampu, rubahlah dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman”.
(H.R Muslim)
5. Masyarakat bisa berperan dalam pendidikan dengan berperan sebagai donatur
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: جاَهِدُواالمُشْرِكِيْنَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ (النسائ)
Rasulullah saw bersabda: “Berjihadlah kamu melawan kemusyrikan (termasuk
kebodohan) dengan harta, jiwa, dan lidahmu”. (H.R an-Nasai)
Pendidikan adalah ujung tombak pemberdayaan sumber daya manusia. Baik
tidaknya penyelenggaraan pendidikan akan berpengaruh terhadap kemajuan
sebuah negara. Konsekuensi dari hal tersebut bahwa semua pihak
bertanggungjawab atas pendidikan. Hadis pertama di atas tentang
kewajiban menuntut ilmu bagi setiap pribadi muslim merupakan indikasi
akan hal ini. Begitu sentralnya peran masyarakat dalam pendidikan
sehingga Rasul memberikan opsi pilihan sejauhmana potensi kita
terlibatdalam penyelenggaraan pendidikan. Nabi saw menyataan kita bisa
terlibat sebagai pengajar, peserta didik, pendengar atau mungkin
pencinta ilmu yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Masyarakat bisa terlibat dalam dunia pendidikan sebagai pendidik
walaupun hanya membenarkan kesalahan yang dilakukan seseorang atau
kelompok, dan itupun sesuai potensi dan kemampuan kita baik dengan cara
diplomasi, aksi atau bahkan dengan nurani.
Keterlibatan masyarkat sebagai peserta didik juga merupakan bagian dari
dukungan terhadap dunia pendidikan. Dan peran ini yang mutlak bisa
dilakukan oleh setiap muslim yang diindikasikan dengan perintah
kewajiban untuk mencari ilmu bagi setiap orang.
Jika tidak bisa berperan lansung dalam proses pembelajaran, maka
masyarakat bisa berperan sebagai pendudukang kegiatan pendidikan.
Perannya bisa sebagai pendegar, dalam hal ini penulis istilahkan
pendengar dalam hadis tesebut sebagai pengawas dalam proses pendidikan.
Hal ini sesuai dengan hadis Rasul nomor dua yang menyatakan gambaran
keindahan kehidupan mastarakat muslin adalah saling tolong (banu) dalam
setiap kegiatan mereka, terutama dalam hal pendidikan. Atau mungkin bisa
berperan sebagai donatur. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa
permasalahan dana juga sangat berpengaruh dalam pendidikan. Oleh karena
itu Rasul menyatakan sumbangan dana bagi pendidikan juga bisa dinilai
sebagai jihad melawan kemusyrikan, sebab kemusyrikan muncul dikarenakan
kebodohan tentang ajaran islam.
Kelima hadis sejalan dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (UU SNP) Bab XV yang menyebutkan:
1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi perseorangan,
kelompok, keluarga, oranisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan.
2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Pendidikan Agama Harus Diperhatikan
1. Pentingnya pendidikan shalat (ibadah)
عنْ ابْنِ عُمَروَابْنِ العْاَصِ قال: قال رَسولُ الله ص.م: مُرُوْا
أََوْلاَدَكُمْ باِلصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاء سَبْعَ سِنِيْنِ
وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاء عَشْر وَفَرقوُاْ بَيْنَهُمْ
فىِ المَضَاجِعِ )أبو داود(
Dari Ibnu ‘Amr bin Ash, ia berkata: Rasulullah bersabda “Perintahkanlah
anak-anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan pukullah mereka
ketika berumur 10 tahun. Pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya” (H. R
Abu Daud)
2. Pentingnya pendidikan al-Qurân
عن عثمان أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: خَيْركُمْ مَنْ تَعَلَّمَ
الْقُرْآن وَعَلَّمَهُ )الْبُخَارِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ
وَابْنُ مَاجَهْ (
Dari Usman, bahwasannya Rasulullah saw bersabda: “Sebaik-baik kamu
adalah orang yang belajar al- Qurân dan mengajarkannya”. (H.R Bukhari,
Turmudzi, al-Nasai, dan Ibnu Majah)
3. Pentingnya pengetahuan agama islam untuk menjaga fitrah manusia
عن أبى هُرَيْرَةَ رَضِيَّ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِىُّ صلى الله
عليه وسلم: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ (الْبُخَارِيّ
وَمُسْلِم)
Dari Abu Hurairah berkata: Nabi saw bersabda: “Setiap yang lahir,
dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka orang tuanyalah yang
menentukan apakan dia menjadi seorang Yahudi, Nasrani, atau Najusi” (H.R
Bukhari dan Muslim)
4. Pentingnya pendidikan tentang etika pergaulan
عن أَنَسِ بنِ مالك قال : جَاءَ شَيْخٌ يُرِيْدُ النَِّبيَّ صلى الله عليه و
سلم فَأَبْطَأَ القَوْمُ عَنْهُ أَنْ يُوَسِّعُوْا لَهُ لَيْسَ ِمنّا مَنْ
لمَ ْيَرْحَمْ صَغِيْرَنا وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا (التِّرْمِذِيُّ)
Dari Anas bin Malik berkata: Seorang laki-laki tua ingin bertemu dengan
Rasul, tetapi orang-orang tidak mau melapangkan jalan baginya. Maka
Rasulpun bersabda: “Bukan termasuk umat kami, orang yang tidak mencintai
yang lebih muda dan tidak menghormati yang lebih tua”. (H.R Turmudzi)
5. Pentingnya ilmu agama tentang keindahan dan kebersihan
عن عبد الله بن مسعود قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إِنّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الجَمَالَ
(رواه مسلم)
Dari abdullah bin mas’ud berkata: Rasulullah s.a.w.
bersabda:“sesungguhnya Allah itu maha indah dan menyukai keindahan”.
(H.R. muslim)
6. Ilmu agama merupakan kunci kesuksesan dunia dan akhirat
من اراد الدّنيا فعليه بالعلم و من اراد الاْخرة فعليه بالعلم ومن اراد هما فعليه بالعلم (الحديث)
“Barang siapa yang mengiginkan dunia (kebagiaan hidup di dunia), maka
hendakalah ia menguasai ilmunya, dan barang siapa yang menghendaki
akhirat (kebahagiaan hidup di akhirat), hendakalah ia menguasai ilmunya,
dan barang siapa yang menghendaki keduanya (dunia dan akhirat),
hendakalah ia menguasai ilmunya”. (hadits Nabi)
Sebenarnya tidak ada istilah ilmu agama dan ilmu umum dalam islam, sebab
semua ilmu sumbernya dari Allah yang ditulis dalam al-Qurân,
digambarkan di alam, dan dijelaskan oleh Sunah Nabi saw. Tetapi pesatnya
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan barat membuat manusia
terlena dan cenderung melupakan ilmu yang sifatnya petunjuk ibadah, baik
ibadah secara vertikal maupun horizontal. Padahal tujuan penciptaan
manusia adalah untuk beribadah kepada penciptanya.
Pentingnya pendidikan agama ini, terkait dengan apa yang harus diajarkan
dan apa hikmahnya harus diajarkan. Terakit dengan apa yang harus
diajarkan tentu tidak lepas dari sifat ibadah yang dilakukan manusia itu
sendiri. Pertama, yang diajarkan tentu ilmu agama yang sifatnya
‘ubudiyah (ibadah vertikal). Hadis tentang perintah mengajarkan salat
dan belajar al- Qurân di atas merupakan bagian dari ilmu yang harus
diajarkan dalam rangka mendukung tugas manusia di dunia ini. Sehingga
begitu pentingya mengajarkan salat, usia 10 tahun harus diberi sanksi
jikaxsi anak masih main-main dengan salatnya. Pentingnya belajar tentang
al- Qurân ditandai dengan keharusan untuk mengajarkannya, bahkan orang
yang mempelajari kitab suci kita ini disebut sebagai sebaik-baiknya
orang muslim. Kedua, tentu terkait dengan ilmu agama masalah mu’amalah
secara umum atau ibadah secara horizontal. Hal ini diisyaratkan dengan
hadis nomor empat dan lima, yang terkait dengan etika pergaulan dan
perlunya menjaga kebersihan dan keindahan.
Pemberian pendidikan agama sebenarnya untuk kebaikan umat muslim
sendiri, karena ilmu agama dalam rangka menjaga fitrah manusia dalam
seperti yang disebutkan hadis nomor tiga, dan dalam rangka mengantarkan
mausia untuk mencapai cita-citanya seperti digambarkan hadis keenam di
atas.
Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq