إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ
وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا
وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ
إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً
سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا
بَعْدُ …
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ
مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ
مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً،
وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّار.
Kata wasiat itu berasal dari bahasa arab, terambil dari kata was-sha.
Artinya menurut ilmu bahasa ialah pesan, petaruh, nasehat, dan
sebagainya. Adapun pengartiannya menurut istilah syariah ialah pesan
terakhir yang diucapkan dengan lisan atau disampaikan dengan tulisan
oleh seseorang yang akan meninggal dunia berkenaan dengan harta benda
yang ditinggalkannya.
Selain masalah pembagian harta, wasiatpun terkadang menjadi perdebatang
antar ahli waris dari orang yang meninggal dunia. Apakah itu adil? Dia
bukan siapa-siapa kita? Dia tidak pernah berjasa untuk kita? Kapan
wasiat itu dilakukan? Apakah dia berhak mendapatkanya, bagian kita nanti
menjadi kurang?
Untuk menjawab berbagai pertanyaan diatas, mari kita melihat beberapa ayat qur'an dan hadits nabi terkait permasalahan wasiat.
Didalam Al Qur’an disebutkan didalam firman Allah swt :
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ
فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِن
بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا
تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ
فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم مِّن بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ
بِهَا أَوْ دَيْنٍ
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu
itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)
seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang
kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutangmu.” (QS. An Nisaa : 12)
Wasiat Rosululloh Tauhid Jadi Prioritas Utama
Bukti bahwa dakwah tauhid yang seharusnya jadi prioritas adalah sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ,
إنك تأتي قوماً من أهل الكتاب فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله
إلا الله ـ وفي رواية: إلى أن يوحدوا الله ـ فإن هم أطاعوك لذلك، فأعلمهم
أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلك:
فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن
هم أطاعوك لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم، فإنه ليس بينها
وبين الله حجاب
“Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka
ajaklah mereka kepada persaksian bahwa tidak ada tuhan (yang berhak
disembah) selain Allah –dalam riwayat lain: kepada tauhidullah-. Jika
mereka mentaatimu untuk hal tersebut, maka beritahukanlah kepada mereka
bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu setiap
siang dan malam. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut maka
beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka
zakat yang diambil dari orang kaya mereka lalu dibagikan kepada
orang-orang fakir di antara mereka. Jika mereka mentaatimu untuk hal
tersebut maka kamu jauhilah harta mulia mereka. Takutlah kamu terhadap
doa orang yang terzhalimi, karena tidak ada penghalang antara dia dan
Allah” (H.R Bukhari 1395 dan Muslim 19)
Dalam hadist ini terdapat pelajaran tentang tahapan dalam berdakwah,
yakni memulai dari yang paling penting kemudian baru yang lainnya.
Inilah jalan dakwah para rasul, mereka memulainya dengan dakwah kepada
kalimat Laa ilaaha ilallah, karena hal ini merupakan pokok dan asas
bangunan agama seseorang. Jika telah kokoh syahadatLaa ilaaha ilallah,
maka memungkinkan dibangun di atasanya perkara yang lainnya. Adapun jika
syahadatnya belum kokoh, maka tidak bermanfaat amal yang lainnya. Tidak
mungkin Engkau memerintahkan manusia shalat sementara mereka masih
musyrik, Engkau juga tidak bisa memerintahkan puasa, shodaqoh,
menyambung silaturahmi sementara mereka masih menyekutukan Allah, karena
Engkau tidak meletakkan asas yang pertama.
Hal ini berbeda dengan kondisi para dai hari ini yang tidak
memperhatikan tentang dakwah terhadap syahadat Laa ilaaha ilallah.
Mereka mengajak manusia untuk meninggalkan riba, bergaul dengan baik
sesama manusia, berhukum dengan hukum yang Allah turunkan, dan
permasalaha yang lain, namun mereka tidak mengingatkan tentang perkara
tauhid dan tidak memperhatikannya seolah-olah ini bukan sesuatu yang
wajib. Bagaimana pun mereka susah payah berjuang namun amalan mereka
tidak bermanfaat sehingga mereka memperkokoh pondasi dan pokok yang
mendasari perkara-perkara agama yang lain berupa hukum-hukum, sholat,
zakat, haji, dan sebaginya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ
اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ {108}
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha
Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.” (QS.
Yusuf:108)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya untuk memberitahukan
kepada manusia tentang penjelasan manhaj (metode berdakwah) para nabi
dan pengikutnya, yakni berdakwah kepada Allah di atas dasar ilmu. Hal
ini menunjukkan barang siapa yang tidak mengajak kepada Allah di atas
ilmu maka dia bukanlah pengikut Nabi yang sejati walupun dia seorang
fakih yang berilmu.
Tauhid Adalah Sebab Kemenangan di Dunia dan di Akhirat
Para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshor radhiyallahu ta’ala
‘anhum adalah bukti sejarah atas hal ini. Keteguhan para sahabat dalam
mewujudkan tauhid sebagai ruh kehidupan mereka adalah contoh sebuah
generasi yang telah mendapatkan jaminan surga dari Allah serta telah
meraih kemenangan dalam berbagai medan pertempuran, sehingga banyak
negeri takluk dan ingin hidup di bawah naungan Islam. Inilah generasi
teladan yang dianugerahi kemenangan oleh Allah di dunia dan di akhirat.
Wasiat akan pentingnya persatuan dan tercelanya perpecahan
Dengan sabdanya: “sesungguhnya bapak kalian adalah bapak yang satu (dari keturunan Adam alaihi wasallam).
Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu
orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa
golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada
golongan mereka. (QS. Ar-Ruum ayat 31-32)
Dan Allah ta’ala juga berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا
نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ
قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى
شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ
اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Âli ‘Imrân, 3:
103),
Wasiat mengingatkan bahwa kemulyaan manusia bukan terletak apakah ia
orang arab atau non arab, apakah ia orang kulit putih atau hitam tetapi
kemulyaan akan di raih dengan ketakwaan”
Dengan sabdanya: tidak ada kelebihan bagi orang yang berkulit merah atas
orang yang berkuli hitam, dan tidak ada kelebihan atas orang yang
berkulit hitam atas orang yang berkulit merah kecuali dengan takwa.
Dan Allah ta’ala juga menegaskan di dalam Al Qur’an
يأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَـكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنْثَى
وَجَعَلْنَـكُمْ شُعُوباً وَقَبَآئِلَ لِتَعَـرَفُواْ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ
عَندَ اللَّهِ أَتْقَـكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa
di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.(al hujurot 13)
Wasiat akan bahaya ta’ashub atau fanatik golongan, kesukuan, madzhab dan lainnya dalam sabdanya:
لاَ فَضْلَ بَيْنَ الْعَرَبِ وَ اْلأَعْجَمِ إِلاَّ بِاالتَّقْوَى
Tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang asing kecuali takwa
Oleh karena itu rasulullah shalaullahu ala’ahi wasallam pernah marah
kepada kaum muhajirin dan anshar ketika salah satu di antara dua
kelompok itu hampir hampir berperang karena adanya fanatik golongan
sebagimana di sebut dalam sebuah riwayat ‘Amr bin Dinar rahimahullah
dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu 'anhu,ia berkata:
كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى غَزَاةٍ فَكَسَعَ رَجُلٌ
مِنَ الْمُهَاجِرِينَ رَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ فَقَالَ الأَنْصَارِىُّ يَا
لَلأَنْصَارِ وَقَالَ الْمُهَاجِرِىُّ يَا لَلْمُهَاجِرِينَ. فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا بَالُ دَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَسَعَ رَجُلٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ
رَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ. فَقَالَ دَعُوهَا فَإِنَّهَا مُنْتِنَةٌ
”Dahulu kami pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada salah
satu peperangan, Lalu ada seorang laki-laki dari kaum Muhajirin yang
memukul pantat seorang lelaki dari kaum Anshar. Maka orang Anshar tadi
pun berteriak:‘Wahai orang Anshar (tolong aku).’ Orang Muhajirin
tersebut pun berteriak:‘Wahai orang muhajirin (tolong aku).’ Maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:‘Seruan Jahiliyyah
macam apa ini?!.’ Mereka berkata:‘Wahai Rasulullah, seorang muhajirin
telah memukul pantat seorang dari kaum Anshar.’ Beliau
bersabda:‘Tinggalkan hal itu, karena hal itu adalah buruk.’” (HR. Al
Bukhari dan yang lainnya)
Wasiat Rasulullah untuk kembali kepada Al qur'an dan As Sunnah
Di antara wasiat Rasullah terpenting juga adalah suruhan agar umat islam
kembali kepada Al Qur'an dan sunnah dalam setiap permasalahan hidup dan
kehidupan umat manusia karena tidak ada perkara baik atau buruk , atau
perkara yang bisa mengantarkan manusia kedalam sorga dan terhindar dari
api neraka kecuali sudah di jelaskan di dalam Al qur'an dan Sunnah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat:
وَقَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنْ اعْتَصَمْتُمْ
بِهِ كِتَابُ اللَّهِ وَأَنْتُمْ تُسْأَلُونَ عَنِّي فَمَا أَنْتُمْ
قَائِلُونَ؟ قَالُوا نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ
وَنَصَحْتَ، فَقَالَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى
السَّمَاءِ وَيَنْكُتُهَا إِلَى النَّاسِ اللَّهُمَّ اشْهَدْ اللَّهُمَّ
اشْهَدْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ - رواه مسلم
“Kuwariskan kepadamu sekalian suatu pedoman hidup, yang jika kalian
berpegang teguh kepadanya yaitu Al Qur`an. Kalian semua akan ditanya
mengenai diriku, lalu bagaimana nanti jawab kalian?" mereka menjawab:
"Kami bersaksi bahwa Anda benar-benar telah menyampaikan risalah, Anda
telah menunaikan tugas dan telah memberi nasehat kepada kami." Kemudian
beliau bersabda sambil mengangkat jari telunjuknya ke atas langit dan
menunjuk kepada orang banyak: "Ya, Allah saksikanlah, Ya Allah
saksikanlah, ya Allah saksikanlah (HR.Muslim)
Dalam riwayat yang lain:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama
berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
(Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr,
Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim
wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
Dan juga dalam riwayat yang sangat masyhur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat
عَن العِرْبَاض بنِ سَارِيَةَ رضي الله عَنْهُمَا قالَ: وَعَظَنَا رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَوعِظَةً، وَجِلَتْ مِنْهَا
القُلُوْبُ، وذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُوْنُ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
كأنَّها مَوعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فأوْصِنا، قال: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى
اللهِ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ،
وَإنِّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اِخْتْلاَفاً كَثِيْراً،
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ
وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Dari Irbadh bin Sariyah radaullahu a’nhu. berkata: Rasulullah
shalaullahu a’alahi wasallam. pernah memberi peringatan kepada kami yang
membuat hati bergetar dan mata berlinang. Kami lalu berkata, “Ya
Rasulullah, seolah-olah itu peringatan perpisahan. Maka dari itu,
berilah kami wasiat.” Beliau bersabda, “Aku mewasiatkan kepada kalian
untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun yang memerintah
kalian seorang budak. Sesungguhnya siapa saja di antara kalian yang
hidup sesudahku, lalu melihat perselisihan yang banyak, maka kalian
wajib berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang
mendapat petunjuk; gigitlah ia dengan gigi geraham; dan jauhilah oleh
kalian perkara-perkara baru yang diada-adakan sebab semua bid’ah
(perkara baru yang diada-adakan) adalah kesesatan (HR Ahmad, Abu Dawud
Ibn Majah, at-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata: hadis hasan shahih).
Ada lima poin dalam dua hadits ini yang sangat penting yang merupakan kewajian setiap muslim di antaranya:
Wasiat untuk kembali kepada Al qur'an dan sunnah,
Hal ini sebagaimana terkandung dalam firmanNya:
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن
كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
Jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik
akibatnya. [An-Nisa’ : 59]
Allah ta’ala juga berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ. قُلْ أَطِيعُواْ
اللّهَ وَالرَّسُولَ فإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ
الْكَافِرِينَ
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah aku,
niscaya Alloh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Alloh Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” Katakanlah, “Taatilah oleh kamu Alloh dan Rosul,
jika kamu berpaling (dari ketaatan kepada Alloh dan Rosul-Nya) maka
sesung guhnya Alloh tidak mencintai orang-orang yang ka fir.” (QS. Ali
Imron : 31-32)
Rosululloh shalaillahu a’laihi wasallam bersabda:
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kalamulloh (al-Qur’an)
dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (Sunnah),
sejelek-jelek perkara adalah yang baru (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah
sesat.
Dan tidak ada manusia setelah Nabi shalaullahu a’laihi wasallam yang
paling meruju’ kepada Al Qur’an dan As Sunnah melainkan para sahabat dan
hal ini telah di buktikan lewat sejarah yang telah di cacat para ulama,
maka contoh lah mereka karena setiap kebaikan dengan mencontoh salaf
dan setiap keburukan karena mencontoh kholaf (orang-orang belakangan)
Imam Ibnu Khuzaimah (wafat 311 H) berkata:
إِنَّ الدِّيْنَ الاتِّبَاعُ
“Sesungguhnya agama (asasnya) adalah ittiba’ (mengikuti al-Qur’an dan
Sunnah,).” (Lihat al-Faqih wa al-Mutafaqqih kar. Al-Khotib al-Baghdadi:
1/388) Al-Izzi bin Abdussalam رحمه الله berkata:
السَّعَادَةُ كُلُّهَا فِي اتِّبَاعِ الرَّسُولِ صلي الله عليه وسلم
“Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah dalam mengikuti (Fatawa al-lzzi ibn Abdissalam hlm. 319, 353)
Wasiat untuk takwa kepada Allah ta'ala.
Takwa artinya mewujudkan wiqayah (perisai) diri dari kemurkaan dan azab
Allah ta'ala dengan cara menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya.
Umar radaullahu a’nhu pernah bertanya kepada seorang sahabat yang lain
bernama Ubai bin Ka’ab makna taqwa. Lalu Ubai bertanya kepada Umar
:“Adakah engkau pernah melalui satu jalan yang berduri? Jawab Umar:
“Ya”. Tanya Ubai lagi: “Apakah yang kamu lakukan untuk melalui jalan
tersebut?” Jawab Umar : “Aku melangkah dengan waspada dan berhati-hati”.
Balas Ubai : “Itulah yang dikatakan taqwa”.
Menurut Ibnu Abbas : “Al-Muttaqin (yakni orang-orang bertaqwa) ialah
orang-orang beriman yang memelihara diri mereka dari mensyirikkan Allah
dan beramal dengan senantiasa menta’atiNya”.
Menurut Hasan al-Basri : “Orang-orang bertaqwa ialah orang-orang yang
memelihara diri dari melakukan perkara yang diharamkan Allah dan
mengerjakan apa yang difardhukan Allah ke atas mereka”
Wasiat untuk mendengar dan menaati pemimpin.
Rasul shalaullahu a'laihi wasallam. menegaskan pesan ini: “meski yang
memimpin (menjadi amir) kalian adalah seorang budak”. Padahal seorang
budak, secara syar’i tidak boleh dijadikan pemimpin. dan Sabda
Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wassalam,"...Mendengar dan
taat..."Maksudnya, adalah mendengar apabila mereka berbicara dan menaati
apabila mereka memerintahkan sesuatu. Dalam sebuah riwayat:
Wahai manusia bertakwalah kepada Allah hendaklah mendengar dan taat
meskipun yang memerintah kalian seorang budak yang cacat selama tegak
pada kalian kitabullah azza wajall
Allah ta'ala telah memerintahkan kepada hamba hambanya untuk menta'ati penguasa.
وَإِذَا جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ
وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِيالأَمْرِ مِنْهُمْ
لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ
مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya
kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang
ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka
(Rasul dan ulil Amri). kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah
kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil
saja (di antaramu). ( An Nisaa 83)
Allah Ta’ala berfirman,
ا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ
وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ
إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur`an) dan
Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari
Kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (An-Nisa`: 59).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ
وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ
فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَة.
"Wajib atas seorang Muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa)
pada perkara yang ia sukai dan tidak ia sukai, kecuali jika
diperintahkan berbuat maksiat, jika diperintah berbuat maksiat, maka
tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.” (HR. Al-Bukhari no. 7144;
dan Muslim no. 1839).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَطَاعَنِيْ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ وَمَنْ يَعْصِنِيْ فَقَدْ عَصَى
اللّهَ وَمَنْ يُطِعِ الْأَمِيْرَ فَقَدْ أَطَاعَنِيْ وَمَنْ يَعْصِ
الْأَمِيْرَ فَقَدْ عَصَانِيْ.
“Barangsiapa taat kepadaku berarti ia telah menaati Allah, dan
barangsiapa bermaksiat kepadaku berarti ia telah bermaksiat kepada
Allah. Dan barangsiapa yang taat kepada amir (yang Muslim) maka ia taat
kepadaku dan barangsiapa bermaksiat kepada amir, maka ia bermaksiat
kepadaku.” (Muttafaq Alaih).
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ
فَلْيُطِعْهُ إِنْ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا
عُنُقَ الْآخَر
“Dan barangsiapa yang berbaiat kepada seorang pemimpin (penguasa) lalu
bersalaman dengannya (sebagai tanda baiat) dan menyerahkan
ketundukannya, maka hendaklah dia mematuhi pemimpin itu semampunya. Jika
ada yang lain datang untuk mengganggu pemimpinya (memberontak),
penggallah leher yang datang tersebut.” (HR. Muslim no. 1844).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ
فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً
جَاهِلِيَّة
“Siapapun yang melihat sesuatu dari pemimpinnya yang tak disukainya,
hendaklah ia bersabar terhadapnya, sebab siapa yang memisahkan diri
sejengkal dari jama’ah lalu dia mati, kecuali dia mati seperti mati
jahiliyah.” (HR. Al-Bukhari no. 6531 , Muslim no. 3438)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:
مَنْ خَرَجَ مِنْ الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّة
“Barangsiapa keluar dari ketaatan dan tak mau bergabung dgn jama’ah
kemudian ia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah.” (HR. Muslim no.
3436)
Wasiat untuk kembali kepada manhaj para sahabat terkhusus khulafaur
Rasyidin yang mendapat petunjuk. Khulafaur Rasyidin yang disepakati oleh
para ulama adalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiyallâh ‘anhum,
dan ini adalah kandungan ayat At-Taubah 100:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا
عَنْهُ
وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya.
Itulah kemenangan yang besar.(At Taubah 100)
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى
وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيرا
“Dan barang siapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan
ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”
(QS. an-Nisa’ : 115)
Dan Rasulullah shalaullahu a’laihi wasallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik baik manusia adalah kurunku (generasiku), kemudian orang yang
datang setelah mereka, kemu dian orang yang datang setalah mereka“. (HR.
Muslim no. 6635)
Wasiat Terjaganya darah, harta dan kehormatan
عَنْ جَابِرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ حَجَّةِ الْوَدَاعِ : إنَّ
دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ
هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلَا كُلُّ شَيْءٍ مِنْ
أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُوعٌ، وَدِمَاءُ
الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعَةٌ، وَإِنَّ أَوَّلَ دَمٍ أَضَعُ مِنْ دِمَائِنَا
دَمُ ابْنِ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ كَانَ مُسْتَرْضِعًا فِي بَنِي
سَعْدٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ، وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ
وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ
فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ
Dari Jabir bin Abdillah ra, bahwasanya Rasulullah Shalaullahu a’lahi
wasallam berkhutbah dalam Haji Wada’, "Wahai manusia sesungguhnya
menumpahkan darah, merampas harta sesamamu adalah haram sebagaimana
haramnya berperang pada hari ini, pada bulan ini, dan di negeri ini.
Ketahuilah, semua yang berbau Jahiliyah telah dihapuskan di bawah
undang-undangku, termasuk tebusan darah masa jahilijyah. Tebusan darah
yang pertama-tama kuhapuskan adalah darah Ibnu Rabi'ah bin Harits yang
disusukan oleh Bani Sa'ad, lalu ia dibunuh oleh Huzail. Begitu pula
telah kuhapuskan riba jahiliyah; yang mula-mula kuhapuskan ialah riba
yang ditetapkan Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya riba itu
kuhapuskan semuanya (HR. Muslim)
Dalam wasiat Nabi shalaullahu a'lahi wasallam ini ada lima wasiat penting di antaranya:
Wasiat akan terjaganya darah seorang muslim, dimana tidak halal bagi
seorang muslim untuk menumpahkan darah muslim yang lainnya kecuali
dengan hak.
Dan Allah ta’ala berfirman:
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ
قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا
قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ
جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ
بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan
yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh
melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.(Al maidah 32)
Rasulullah bersabda :
ان اول ما يحكم بين العباد فى الدماء
Kasus yang pertama diadili di hadapan Allah pada hari kiamat ialah
masalah darah (pembunuhan)”( Hadits riwayat Bukhari, Muslim, An-Nasai,
Ibnu Majah dan Turmudzi).
إجتنبوا السبع الموبقات وعدد منها قتل النفس التى حرم الله الا بالحق
Rasulullah bersabda : “Jauhilah olehmu tujuh hal yang merusak”. Kemudian
Rasulullah menghitungnya satu per satu, dan salah satu diantaranya
ialah : “Membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan
yang hak”( Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shalaullahu a'alahi wasallam bersabda :
من قتل نفسا معاهدا لم يرح رائحة الجنة, وان ريحها يوجد من مسيرة أربعين عاما
"Barangsiapa yang membunuh kafir dzimmy, ia takkan cium baunya surga,
sedangkan bau surga itu bisa tercium dari jarak perjalanan empat puluh
tahun”( Hadits riwayat Bukhari).
من قتل قتيلا من أهل الذمة لم يرح رائحة الجنة وان ريحها ليوجد من مسيرة أربعين عاما
"Barang siapa membunuh seorang kafir dzimmy, tak dapat mencium baunya
surga. Dan sesungguhnya bau surga itu dapat dicium dalam jarak
perjalanan empat puluh tahun”( Hadits riwayat Imam Ahmad).
Islam mengecam keras pembunuh orang Islam dan ia akan mendapat hukuman
yang paling berat besok di hari kiamat. Allah berfirman mengenai orang
yang membunuh orang Islam:
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka
balasannya ialah jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”.
(QS. 4 : 93).
من حمل علينا السلاح فليس منا
“Barangsiapa mengangkat senjata kepada kita dia bukan termasuk golonganku”( Hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim).
سباب المسلم فسوق وقتاله كفر
“Mencaci orang muslim adalah perbuatan kefasikan, dan membunuhnya adalah
perbuatan kufur”.( Hadits riwayat Bukhari dan Muslim ) dan banyak lagi
dalil dalil yang mengharamkan pertumpahan darah atau pembunuhan.
Wasiat akan terjaganya harta seorang muslim, di mana tidak halal bagi
seorang muslim untuk merampas harta muslim yang lainnya kecuali dengan
hak, Pesan ini sesungguhnya menegaskan dari firman Allah Ta’ala :
وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا
إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ
بِاْلإِثْمِ وأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah kaliam memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang
bathil. Dan janganlah pula kalian membawa urusan harta itu kepada hakim,
agar kamu dapat memakan sebagian dari harta manusia dengan cara yang
dosa sedangkan kalian mengetahui.
Contoh-contoh perbuatan memakan harta secara bathil:
1. Suap-menyuap (sogok-menyogok)
2. Tipuan dalam jual-beli
3. Riba
4. Merampas yang bukan haknya
5. Dusta dalam muamalah
6. Menunda-nunda pembayaran hutang, padahal dia sudah mampu membayarnya
7. Sumpah palsu untuk meyakinkan orang
8. Mengurangi timbangan dan takaran dan lain-lain.
Wasiat akan terjaganya harga diri atau kehormatan seorang muslim, di
mana tidak halal bagi seorang muslim untuk merobek kehormatan seorang
muslim lainnya
Dari shahabat Ibnu Umar radhiyallahu ’anhu, bahwa beliau Shallallahu
’alaihi wasallam bersabda: “Wahai sekalian orang yang beriman dengan
lisannya yang belum sampai ke dalam hatinya, janganlah kalian mengganggu
kaum muslimin, janganlah kalian menjelek-jelekkannya, janganlah kalian
mencari-cari aibnya. Barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya
sesama muslim niscaya Allah akan mencari aibnya. Barang siapa yang Allah
mencari aibnya niscaya Allah akan menyingkapnya walaupun di dalam
rumahnya.” (H.R. At Tirmidzi dan lainnya)
Dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
“Suatu ketika kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ’alaihi
Wasallam mencium bau bangkai yang busuk. Lalu Rasulullah Shallallahu
’alaihi wasallam berkata: ‘Apakah kalian tahu bau apa ini? (Ketahuilah)
bau busuk ini berasal dari orang-orang yang berbuat ghibah.” (H.R.
Ahmad 3/351)
Dari shahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang mencegah
terbukanya aib saudaranya niscaya Allah akan mencegah wajahnya dari api
neraka pada hari kiamat nanti.” (H.R. At Tirmidzi no. 1931 dan lainnya)
Wasiat melarang riba yang merupakan dosa besar yang biasa di lakukan
oleh orang orang jahiiyyah dan salah satu riba di zaman itu adalah
ribnya Abas bin Abdul Muthallib.
Catatan:
Abas bin Abdul Muthallib merupakan salah seorang paman beliau, yang
dahulu melalukan praktek riba jahiliyah. Praktek riba jahiliyah terjadi
pada masa tersebut khususnya ketika memasuki masa dagang, baik pada
musim dinging (as-syita’) maupun pada musim panas (as-shaif). Pada kedua
masa tersebut umumnya masyarakat Arab berdagang ke Syam dan Shan’a
(Yaman), untuk waktu yang cukup lama. Kebiasaan mereka pada waktu
tersebut adalah terjadi transaksi pinjam meminjam diantara mereka untuk
modal perdagangannya. Dan salah satu “tempat peminjaman” yang poluler
pada masa tersebut adalah meminjam ke Abas bin Abdul Muthallib paman
Rasulullah Shalaullahu a’alahi wasallam.
Pada masa tesebut, ketika orang meminjam kepada Abas bin Abdul Muthallib
serta berjanji akan mengembalikan pinjamannya sepulang dari perjalanan
dagangnya (berkisar dua atau tiga bulanan), maka ia harus mengembalikan
uang yang dipinjamnya persis sejumlah sejumlah pinjamannya, tidak kurang
dan tidak lebih. Namun apabila pada waktu yang telah disepakati si
peminjam tidak bisa mengembalikannya dan minta ditangguhkan
pembayarannya, maka barulah pada saat terebut dikenakan tambahan (baca ;
bunga) atas hutangnya tersebut. Atau dengan kata lain, pada saat
tersebut, pinjaman tidak dikenakan bunnnga apabila si peminjam dapat
mengemblikan hutangnya tepat waktu.
Namun apabila pada waktu yang telah ditentukan tidak bisa mengembalikan,
barulah dikenakan bunga. Dan ternyata praktek seperti ini disebut oleh
Rasulullah Shalaullahu a’alahi wasallam sebagai riba jahiliyah. Itulah
sebabnya beliau mengemukakan bahwa, “Begitu pula telah kuhapuskan riba
jahiliyah; yang mula-mula kuhapuskan ialah riba yang ditetapkan Abbas
bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya riba itu kuhapuskan semuanya.”
Allah ta'ala telah berfirman akan bahaya riba:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ
الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى
فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُون
Orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan
penyakit gila. Hal itu karena mereka mengatakan, bahwasanya jual beli
itu adalah seperti riba. Dan Allah menghalalkan jual beli serta
mengharamakaan riba. Maka barangsiapa yang telah datang padanya
peringatan dari Allah ta'ala kemudian ia berhenti dari memakan riba,
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu dan urusannya terserah
keapda Allah. Namun barang siapa yang kembali memakan riba, maka bagi
mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
(Al-Baqarah: 275)
Dalam hadits, Rasulullah shalaulahu a'alahi wasallam juga mengemukakan :
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: (( لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ
هُمْ سَوَاءٌ )) (رواه مسلم)
Dari Jabir ra berkata, bahwa Rasulullah melaknat orang yang memakan
riba, orang yang memberikannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau
berkata, mereka semua adalah sama. (HR. Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (( اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ
وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ
الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ )) (متفق
عليه)
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah berkata, ‘Jauhilah tujuh perkara
yang membinasakan !’ Para sahabat bertanya, ‘Apa saja tujuh perkara
tersebut wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Menyekutukan Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamakaan Allah ta'ala kecuali dengan jalan yang
benar, memakan riba, mamakan harta anak yatim, lari dari medan
peperangan dan menuduh berzina pada wanita-wanita mu’min yang sopan yang
lalai dari perbuatan jahat. (Muttafaqun Alaih).
Dan Secara ringkas tentang bahaya riba adalah:
1. Orang yang memakan riba, diibaratkan seperti orang yang tidak bisa
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan,
lantaran (penyakit gila). (Al baqoroh : 275).
2. Pemakan riba, akan kekal berada di dalam neraka. (Al baqoroh : 275).
3. Orang yang “kekeh” dalam bermuamalah dengan riba, akan diperangi oleh Allah dan rasul-Nya. (Al Baqoroh : 278 – 279).
4. Seluruh pemain riba; kreditur, debitur, pencatat, saksi, notaris
dan semua yang terlibat, akan mendapatkan laknat dari Allah dan
rasul-Nya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan : “Dari Jabir ra bahwa
Rasulullah melaknat pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan
saksi-saksinya.” Kemudian beliau berkata, “ Mereka semua sama!”. (HR.
Muslim)
5. Suatu kaum yang dengan jelas “menampakkan” (baca ; menggunakan)
sistem ribawi, akan mendapatkan azab dari Allah ta’ala. Dalam sebuah
hadtis diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah
bersabda, “Tidaklah suatu kaum menampakkan (melakukan dan menggunakan
dengan terang-terangan) riba dan zina, melainkan mereka menghalalkan
bagi diri mereka sendiri azab dari Allah.” (HR. Ibnu Majah)
6. Dosa memakan riba (dan ia tahu bahwa riba itu dosa) adalah lebih
berat daripada tiga puluh enam kali perzinaan. Dalam sebuah hadits
diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Handzalah ra berkata, bahwa Rasulullah
bersabda, “Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dan ia
mengetahuinya, maka hal itu lebih berat dari pada tiga puluh enam kali
perzinaan.” (HR. Ahmad, Daruqutni dan Thabrani).
7. Bahwa tingkatan riba yang paling kecil adalah seperti seoarng
lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Dalam sebuah hadits
diriwayatkan : “Dari Abdullah bin Mas’ud ra, bahwa Rasulullah bersabda,
“Riba itu tujuh puluh tiga pintu, dan pintu yang paling ringan dari
riba adalah seperti seorang lelaki yang berzina dengan ibu kandungnya
sendiri.” (HR. Hakim, Ibnu Majah dan Baihaqi).
Wasiat agar tidak tidak mengikuti tatacara orang-orang jahiliyyah baik orang-orang musyrikin atau orang-orang kafirin
Allah ta'ala berfirman:
وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْل
"Janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya’ ;
syaikhul islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata ketika mengomentari
ayat: (Hal ini) merupakan larangan yang bersifat mutlak dalam hal
penyerupaan terhadap mereka (orang kafir). Larangan ini juga khusus
menyerupai mereka dalam hal kerasnya hati, sedangkan kerasnya hati
termasuk di antara buah kemaksiatan” (Iqtidlaa’ Shiraathil-Mustaqiim,
1/290).
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
"Bukan termasuk golongan kami orang yang menyerupai kaum selain kami.” (HR. At-Tirmidzi no. 2695)
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031)
Wasiat Rosululloh untuk berbuat baik kepada istri
عَنْ جَابِرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَاتَّقُوا
اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ
وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ
أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ
ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ
رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dari Jabir bin Abdillah ra, bahwasanya Rasulullah shalaullahu a’lahi
wsallam berkhutbah dalam Haji Wada’ Kemudian jangalah dirimu terhadap
wanita. Kamu boleh mengambil mereka sebagai amanah Allah, dan mereka
halal bagimu dengan mematuhi peraturan-peraturan Allah. Setelah itu,
kamu punya hak atas mereka, yaitu supaya mereka tidak membolehkan orang
lain menduduki tikarmu. Jika mereka melanggar, pukullah mereka dengan
cara yang tidak membahayakan. Sebaliknya mereka punya hak atasmu. Yaitu
nafkah dan pakaian yang pantas (HR.Muslim).
Dalam wasiat ini ada anjuran untuk para suami untuk memberikan haknya
terhadap istri istrinya, dan hal ini kandungna dari firman Allah ta’ala:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ
بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka).” (An-Nissa : 34)
Dan kandungan sabda rasulullah shalaullahu a’laihi wasallam:
عن ابن عمرَ رضي اللَّهُ عنهما عن النبي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال :
« كُلُّكُمْ راعٍ، وكُلُّكُمْ مسئولٌ عنْ رعِيَّتِهِ ، والأَمِيرُ رَاعٍ ،
والرَّجُلُ راعٍ علَى أَهْلِ بَيْتِهِ ، والمرْأَةُ راعِيةٌ على بيْتِ
زَوْجِها وولَدِهِ ، فَكُلُّكُمْ راعٍ ، وكُلُّكُمْ مسئولٌ عنْ رعِيَّتِهِ »
متفقٌ عليه .
Dari Ibnu Umar ra. Dari Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam Beliau bersabda
: “Kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban
atas kepemimpinan kalian. Seorang peguasa adalah pemimpin, seorang suami
adalah seorang pemimpin seluruh keluarganya, demikian pula seorang
istri adalah pemimpin atas rumah suami dan anaknya. Kalian adalah
pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan
kalian.” (H.R Bukhari dan Muslim)
Wasiat Rosululloh agar berhati-hati dari jerat tipu daya setan
Dari sulaiman bin 'amr bin Al Ahwash dari bapaknya ia berkata: aku
mendengar Rasulullah shalaullahu a'laihi wasallam berwasiat ketika haji
wada' di hadapan manusia:
أَلَا وَإِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ مِنْ أَنْ يُعْبَدَ فِي
بِلَادِكُمْ هَذِهِ أَبَدًا وَلَكِنْ سَتَكُونُ لَهُ طَاعَةٌ فِيمَا
تَحْتَقِرُونَ مِنْ أَعْمَالِكُمْ فَسَيَرْضَى بِهِ
Ketahuilah sesungguhnya syetan telah putus asa untuk disembah di negeri
kalian ini selamanya, namun akan terjadi ketaatan kepadanya dalam amal
perbuatan yg kalian remehkan sehingga dia akan ridla kepadanya. (HR.
Tirmidzi no. 2085)
Dalam wasiat ini terkandung beberapa poin penting di antaranya:
Wasiat Nabi shalaullahu alaihi wasallam agar berhati hati dari setan dan
mengingatkan bahwa setan tidak akan berhenti untuk menggoda dan
menyesatkan bani adam sampai kiamat di bangkitkan.
Kehebatan para sahabat di zamannya bahwa setan putus asa untuk membuat makar terhadap mereka.
Wasiat Rosululloh anjuran persaudaraan
أَيّهَا النّاسُ اسْمَعُوا قَوْلِي وَاعْقِلُوهُ تَعَلّمُنّ أَنّ كُلّ
مُسْلِمٍ أَخٌ لِلْمُسْلِمِ وَأَنّ الْمُسْلِمِينَ إخْوَةٌ فَلاَ يَحِلّ
لِامْرِئٍ مِنْ
أَخِيهِ إلاَّ مَا أَعْطَاهُ عَنْ طِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ فَلاَ تَظْلِمُنّ أَنْفُسَكُمْ
Wahai manusia, dengarkan ucapanku dan pahamilah, ketahuilah bahwa
sesungguhnya setiap muslim adalah saudara muslim yang lain, dan
sesungguhnya kaum muslimin adalah bersaudara. Seorang mukmin diharamkan
mengambil harta yang lain tanpa izin dan keridloan dari pemiliknya, dan
janganlah sekali-kali berlaku dzalim.(HR.Muslim)
Dan sesungguhnya satu-satunya Ikatan yang benar dan kokoh yang bisa
mengikat umat Islam sebagai umat yang bersaudara adalah Ikatan Akidah
Islam yang benar yang sesuai dengan Al Qur’an dan sunah sesuai dengan
pemahaman para salafushalih karena darinya termaktub persaudaraan yang
agung, bahwa setiap muslim adalah saudara muslim yang lain.
Namun meski demikian ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak
bisa diingkari yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan manusia dalam
keadaan senantiasa berselisih pendapat, sebagaimana yang disebutkan
dalam ayat:
وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ
“Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. ” (Hud: 118)
Hal ini juga sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam: “Yahudi terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, Nasrani
terpecah 71 atau 72 golongan, dan umatku akan terpecah-belah menjadi 73
golongan. ” (Hasan Shahih, HR. Abu Dawud no. 4596, At-Tirmidzi no. 2778
dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Hikmah dari ketetapan bahwa umat ini akan senantiasa berselisih, Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:
وَلَوْ
شَاءَ اللهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةًوَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي
مَا ءَاتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat
(saja). Tetapi Allah akan menguji kalian terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlombalah berbuat kebajikan. ” (Al-Maidah: 48)
Wasiat Rosululloh Tentang Maksimalnya Waris
وَعَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ :
قُلْت يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَنَا ذُو مَالٍ ، وَلَا يَرِثُنِي إلَّا
ابْنَةٌ لِي وَاحِدَةٌ ، أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَيْ مَالِي ؟ قَالَ : لَا
قُلْت : أَفَأَتَصَدَّقُ بِشَطْرِهِ ؟ قَالَ : لَا قُلْت : أَفَأَتَصَدَّقُ
بِثُلُثِهِ ؟ قَالَ : الثُّلُثُ ، وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ ، إنَّك إنْ تَذَرْ
وَرَثَتَك أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً
يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Dan dari Sa’d Bin Abi Waqqash r.a. beliau berkata: Saya berkata:,” Ya
Rasulullah saya orang yang mempunyai harta yang banyak (kaya) dan tidak
ada orang yang mewarisi saya kecuali seorang anak perempuan. Apakah saya
sedekahkan dua pertiga hartaku? Nabi menjawab: jangan! lalu saya
bertanya lagi: Apakah saya sedekahkan separuhnya?, Beliau menjawab,
jangan! Saya bertanya lagi: Apakah saya sedekahkan sepertiganya? Beliau
bersabda: sepertiga itu. Sepertiga itu banyak. Sesungguhnya kamu
tinggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya lebih baik daripada kamu
meninggalkan mereka dalam keadaan mereka melarat yang akan meminta-minta
kepada orang. (Muttafaq Alaih).
HUKUM YANG BISA DIAMBIL
Adapun hukum yang bisa diambil dari hadits ini adalah adanya larangan
wasiat lebih dari sepertiga itu bagi orang yang mempunyai ahli waris.
Dan batas ketentuan ini telah disepakati oleh para ulama (ijmak ulama).
Akan tetapi, masih menjadi perselisihan dalam hal apakah sepertiga itu
paling baik, atau paling sedikit?.
Ibnu Abbas, Imam Syafi’i dan sekelompok ulama lainnya mengatakan, bahwa
yang lebih baik adalah kurang dari sepertiga berdasarkan sabdanya:
“bahwa sepertiga itu, banyak”.
Sedangan menurut Imam Malik, dalam hal orang yang berwasiat itu tidak
mempunyai ahli waris, maka dia disamakan dengan orang yang punya ahli
waris, tidak baik baginya lebih dari sepertiga itu. Ulama al-Hadawiyah
dan ulama Hanafiyah membolehkan wasiat harta seluruhnya. Dan itu berasal
dari pendapat Ibnu Mas’ud. Seandainya ahli waris itu membolehkan wasiat
lebih dari sepertiga, maka wasiat itu sah dan berlaku karena mereka
ahli waris itu menggugurkan hak mereka sendiri. Demikian pula pendapat
mayoritas ulama.
Asbab al-wurud dari hadits ini sudah begitu jelas yaitu tentang seorang
sahabat Rasul SAW yang bernama Sa’d bin Khaulah dalam keadaan sakit pada
waktuhaji wada’. Kemudian Rasul menjenguknya, lalu Sa’d menanyakan hal
itu kepada Rasulullah. Ini menurut riwayat Az-Zuhri. Ada yang mengatakan
bahwa hadits ini turun sewaktu penaklukan kota Mekah. Ini menurut
riwayat At-Tirmidzi dan Uyainah.
Hadits ini adalah termasuk hadits shohih karenamarfu’ kepada Nabi dan sanadnya sudah sambung (muttashil).
Wasiat Rosululloh Tentang Hablumminalloh dan Hablumminannas
Kita mungkin pernah mendengar istilah ulama menyebut “Jawami’ul
Kalim”.Istilah itu memiliki makna: bahasa yang singkat, namun punya
makna yang sangat mendalam. Hal inilah yang sering kita jumpai dalam
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satunya dalam
hadits berikut,
عَنْ أَبِي ذَرّ جُنْدُبْ بْنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ
مُعَاذ بْن جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ
السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ ”
[رواه الترمذي وقال حديث حسن وفي بعض النسخ حسن صحيح]
“Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal
radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada.
Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan
menghapuskan (keburukan). Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang
mulia.” (HR. At-Tirmidzi, dan dia berkata: Hadits Hasan Shahih).
Dalam hadits di atas, terkandung 3 wasiat Nabi yang sangat penting, baik
hubungan manusia kepada Allah maupun hubungan manusia ke sesama
manusia.
1. Perintah Takwa dimana pun kita berada
اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ
Nabi tidak hanya memerintahkan takwa semata, namun bertakwa dimana pun
kita berada, baik di tengah keramaian maupun di sunyi bersendirian.
Inilah takwa yang sebenar benarnya, dan takwa yang paling berat.
Sebagaimana kata Imam Syafi’i rahimahullah
وقال الشافعي : أعزُّ الأشياء ثلاثة : الجودُ من قِلَّة ، والورعُ في خَلوة ، وكلمةُ الحقِّ عند من يُرجى ويُخاف
Imam Syafii mengatakan, “Perkara yang paling berat itu ada 3, dermawan
saat memiliki sedikit harta, meninggalkan hal yang haram saat sendirian
dan mengatakan kebenaran saat berada di dekat orang yang diharapkan
kebaikannya atau ditakuti kejahatannya” (Jami’ Ulum wa Hikam 2/18).
Ketika seorang bersendirian, menyepi tanpa ada yang mengetahui, maka hal
itu akan mendorongnya untuk lebih mudah bermaksiat. Kecuali ia sadar
betul bahwa Allah senantiasa mengawasinya, dan rasa takutnya menjadi
lebih besar sehingga ia tidak berani melakukan kemaksiatan.
Contoh mudah adalah orang yang sedang berpuasa. Ketika berada di
khalayak ramai, ia menahan diri dan mengaku berpuasa. Namun ketika
bersendirian, ia diam-diam berpuka puasa. Hal ini tidak akan terjadi
kecuali ia memiliki rasa takut yang besar kepada Allah.
2. Segera lakukan amal shalih
وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَ
Hadits di atas menjelaskan perintah untuk bersegera melakukan kebaikan
tatkala terjerumus dalam keburukan. Tidak seperti anggapan sebagian
orang, jika sudah terciprat, maka tercebur sekalian saja biar basah. Hal
ini adalah anggapan yang sangat keliru. Bahkan hadits yang mulia ini
menjelaskan perintah untuk segera bertaubat. Karena taubat adalah bagian
dari amal shalih yang paling mulia dan harus disegerakan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31)
Hadits di atas juga menerangkan bahwa perbuatan baik yang dilakukan,
akan menghapuskan dosa. Tentunya dosa yang terhapus hanyalah dosa kecil,
karena dosa besar hanya terhapus jika pelakunya benar-benar telah
bertaubat.
Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضاَنُ إِلَى
رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ
“Shalat 5 waktu, dari Jumat ke Jumat selanjutnya, serta Ramadhan ke
Ramadhan adalah sebagai penghapus dosa di antara waktu itu, selama
menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim No. 233).
Sehingga jelaslah bahwa yang dihapus hanyalah dosa kecil saja. Oleh
karena itu, ketika seorang muslim terjerumus dalam dosa dan maksiat,
maka wajib baginya untuk segera bertaubat dan melakukan amal shalih.
3. Akhlak Mulia kepada manusia
وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Wasiat yang terakhir adalah perintah untuk berakhlak yang mulia kepada
sesama manusia. Setelah 2 wasiat di atas menyebutkan perintah yang
berhubungan antara Allah dan manusia. Contoh gampang dalam berakhlak
mulia adalah senyuman yang diiringi wajah yang berseri dan bertegur sapa
ketika bertemu.
Oleh karena itu, Rasulullah mengkaitkan antara akhlak dengan iman yang
sempurna. Dimana Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi No. 2612, ia berkata: Hadits Shahih).
Bahkan dalam hadits lain juga disebutkan bahwa orang yang paling dekat
dengan Rasulullah pada hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya.
Orang yang memiliki akhlak mulia, tidak hanya dicintai oleh Rasulullah,
namun ia akan dicintai oleh manusia yang lainnya.
Sebagai penutup dan nasihat untuk diri sendiri, maka jagalah 3 wasiat
yang berharga ini. Wasiat yang di dalamnya terdapat hablumminallah dan
hablumminannas. Sehingga kita dapat menjadi insan yang dicintai oleh
Allah, Rasulullah dan manusia.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ، وَتَرْكَ
الْمُنْكَرَاتِ، وَحُبَّ الْمَسَاكِيْنِ، وَأَنْ تَغْفِرَ لِيْ
وَتَرْحَمَنِيْ، وَإِذََا أَرَدْتَ فِتْنَةَ قَوْمٍ فَتَوَفَّنِيْ غََيْرَ
مَفْتُوْنٍ، وَأَسْأَلُكَ حُبَّكَ، وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ عَمَلٍ
يُقَرِّبُنِيْ إِلَى حُبِّكَ.
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu agar aku dapat melakukan
perbuatan-perbuatan baik, meninggalkan perbuatan munkar, mencintai orang
miskin, dan agar Engkau mengampuni dan menyayangiku. Jika Engkau hendak
menimpakan suatu fitnah (malapetaka) pada suatu kaum, maka wafatkanlah
aku dalam keadaan tidak terkena fitnah itu. Dan aku memohon kepada-Mu
rasa cinta kepada-Mu, rasa cinta kepada orang-orang yang mencintaimu,
dan rasa cinta kepada segala perbuatan yang mendekatkanku untuk
mencintai-Mu".
Wallohu A'lam Bisshowab