Napak tilas di makam Ki Ageng Penjawimenjadi satu momen wisata sejarah
untuk mengenang tokoh besar yang memimpin Kabupaten Pati pasca-wafatnya
Adipati Tondonegoro karena kekosongan pemimpin. Ki Panjawi atau Ki Ageng
Penjawi adalah keturunan ke 5 dari Bhre Kertabhumimelalui garis ayahnya
Ki Ageng Ngerang III, ibunya adalah Raden Ayu Panengah putri Sunan
Kalijaga dari isteri putri Aria Dikara.
Semasa anak-anak sampai dewasa Ki Panjawi menerima gemblengan ilmu
keagamaan dan ilmu pemerintahan (ilmu tentang tata pemerintahan yang
dikuasai oleh Walisongo adalah mengadopsi gayakhilafah atau kesultanan
islam jajirah Arab), disamping mendapatkan bekal ilmu dari Sunan
Kalijaga, Ki Panjawi juga mendapatkan bimbingan ilmu spiritual dari
Nenek dan Kakek-buyutnya yang masih keturunan Sunan Gresik.
Seperti halnya Sunan Kalijaga adalah anggota Walisongo yang dalam
kegiatan lainnya menjadi Penasehat Raja/Kesultanan yang hidup di 3
generasi, Ki Penjawi juga selalu menjadi penasehat sahabat-sahabatnya
yang juga kerabat dekatnya, seperti Ki Ageng Pamanahan,Panembahan
Senopati, maupun murid-muridnya.
Ki Panjawi memilki putri yang bernamaPutri Waskita Jawi yang menjadi
permaisuri Panembahan Senopati dengan gelar Kanjeng Ratu Mas, jadi Ki
Penjawi juga disamping sebagai penasehat Panembahan Senopati besama-sama
Ki Juru Martani dan Ki Ageng Pemanahan, Ia juga mertua yang dihormati
Panembahan Senopati.
Ki Ageng Penjawi adalah salah seorang yang mendapatkan hadiah berupa
tanah di Kabupaten Pati dari Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya karena
jasanya menumpas Pangeran Arya Penangsang bersama dengan Ki Ageng
Pemanahan, Ki Juru Mertani, dan Danang Sutawijaya.
Menurut penelusuran sejarah dari Direktori Pati, Kabupaten Pati pertama
didirikan oleh Adipati Kembangjoyo yang saat itu menyatukan Kadipaten
Carangsoka dengan Paranggaruda menjadi Kadipaten Pesantenan. Setelah
Adipati Kembangjoyo wafat, kepemimpinan Kadipaten Pesantenan Pati
dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Tombronegoro. Setelah itu,
Tombronegoro dilanjutkan oleh anaknya bernama Raden Tondonegoro.
Namun, Adipati Tondonegoro tidak memiliki anak sehingga kepemimpinan
Kabupaten Pati dilanjutkan oleh para pembesar Kabupaten Pati, di
antaranya Ki Ageng Plangitan, Ki Ageng Ronggowongso, dan Ki Ageng
Jiwonolo. Bersamaan dengan itu, Ki Ageng Penjawi dihadiahi kekuasaan di
tanah Pati oleh Joko Tingkir sebagai Raja Pajang dan Ki Ageng Penjawi
disambut hangat oleh para pejabat dan masyarakat Pati.
Ki Ageng Penjawi lantas memiliki anak bernama Jayakusuma yang kemudian
oleh Panembahan Senopati (pendiri dan raja Mataram Islam) mendapat
julukan Raden Pragola. Adipati Pragola dikaruniai anak kemudian dijuluki
Adipati Pragola 2.
Ki Ageng Penjawi sendiri merupakan keturunan Ki Ageng Ngerang, tokoh
penyebar agama Islam di wilayah timur Pati atau Juwana yang merupakan
guru Sunan Muria. Harus diakui, dari Ki Ageng Penjawi inilah kemudian
lahir Raden Mas Jolang (Raja kedua Kesultanan Mataram) setelah
kepemimpinan Panembahan Senopati.
Ki Ageng Penjawi memiliki putri bernama Waskita Jawi atau Roro Sari
bergelar Ratu Mas yang diperistri oleh Penembahan Senopati pendiri
Kesultanan Mataram dan dari perkawinan tersebut lahir Raden Mas Jolang
yang meneruskan tahta ayahnya sebagai raja Kesultanan Mataram. Raden Mas
Joyang bergelar Penembahan Hanyakrawati.
Melihat sejarah tersebut, Ki Ageng Penjawi termasuk salah seorang tokoh
yang berpengaruh di jagat Nusantara. Di Kabupaten Pati sendiri, kabarnya
Ki Ageng Penjawi memimpin dengan baik dan bijaksana sehingga dihormati
oleh banyak kalangan. Terlebih, putranya bernama Wasis Joyokusumo
bergelar Adipati Pragola Pati merupakan sosok tokoh sakti yang berani
menentang pemerintahan Panembahan Senopati (kakak iparnya sendiri)
karena Panembahan Senopati memiliki permaisuri lagi dari Madiun.
Dari sini, pecah perang antara Kabupaten Pati melawan Kesultanan
Mataram. Mataram sendiri dibantu oleh negeri-negeri bawahan Mataram
seperti Jepara, Kudus, Blora, dan Rembang. Meskipun begitu, Adipati
Pragola sempat memukul mundur dan membuat pasukan Mataram kalang kabut
kembali ke wilayahnya sebelum akhirnya Adipati Pragola kalah karena
jumlah pasukan bala tentara dan wilayahnya kecil.
Sayangnya, makam Ki Ageng Penjawi tidak terawat. Pihak Pemerintah
Kabupaten Pati sendiri tidak memperhatikan tokoh yang memiliki peran
penting dalam sejarah perkembangan Kabupaten Pati ini. Kalau makam-makam
lainnya diberikan papan dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan
Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Pati, makam Ki Ageng Penjawi malah
tidak.
Untuk itu, napak tilas di makam Ki Ageng Penjawi menjadi penting untuk
"melawan lupa" terhadap sejarah perkembangan Kabupaten Pati dari zaman
ke zaman. Bahwa setelah kekosongan pemerintahan Kabupaten Pati lantaran
Adipati Tondonegoro yang memiliki keturunan untuk melanjutkan tahta
kepemimpinan di Pati, Ki Ageng Penjawi tampil mengisi kekosongan
kepemimpinan Kabupaten Pati tersebut dan memiliki keturunan yang
kemudian menjadi raja kedua di Mataram.
Makam Ki Ageng Penjawi terletak di sekitar Desa Randukuning (sebelah
barat Desa Parenggan), Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, tepatnya
berlokasi di dalam pemukiman warga masuk gang Jalan Penjawi. Jalan
Penjawi diambil dari nama besar Ki Ageng Penjawi.
Makam Adipati Pragola terletak di Dukuh Sani, Desa Tamansari, Kecamatan
Tlogowungu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Wisata sejarah di sini
mengingatkan kita pada nilai perjuangan seorang tokoh pembesar Pati yang
dalam perjalanan panjang sejarahnya membela bumi mina tani ini dengan
hingga titik darah penghabisan.
Kenapa harus wisata sejarah atau wisata religi? Apa manfaatnya? Tentu
saja untuk mengenang jasa-jasanya pada masa lampau sekitar tahun 1600 an
saat memimpin Kadipaten Pati, terutama perjuangannya melawan Mataram di
mana Adipati Pragola yang bernama lengkap Wasis Joyokusumo bersama
seluruh elemen masyarakat Pati ingin mempertahankan kedaulatan Pati
tanpa berada di bawah kekuasaan Mataram (sekarang Yogyakarta).
makam Adipati Pragola yang berada di puncak tertinggi perbukitan kawasan
Sendang Sani terdiri dari sejumlah tokoh penting, misalnya Nawang
Wulan, Nawangsih, termasuk istri Pragola.
Sementara itu, menurut sumber catatan yang kami temukan di buku sejarah
Pati, kompleks makam Pragola tak lain adalah Adipati Pragola kedua,
yaitu putra Wasis Jayakusuma. Sayangnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Pati sama sekali tidak membedakan dan menjelaskan apakah makam yang
terletak di puncak bukit Sendang Sani itu Pragolo yang kesatu atau
kedua.
Suasana makam
Diakui atau tidak, suasana makam Adipati Pragola menyimpan sejuta
misteri, mitos, kisah, cerita dan legenda yang bercampur padu. Kesan
menyeramkan seketika menyelimuti pengunjung, meski sebetulnya bukan
menjadi persoalan. Di sekeliling terdapat tempat pemakaman umum.
Jalan menuju makam dibuat semacam jalan setapak berundak yang terbuat
dari batu semen berwarna hitam. Benar-benar eksotis. Sampai pada
kompleks makam para pembesar Pati, di sana dikelilingi tembok yang
terbuat dari batu bata merah yang sudah diselimuti lumut hijau.
Pada bagian pintu, terdapat besi berjeruji yang dikunci. Di dalam tembok
kotak besar inilah terdapat tokoh-tokoh dan salah satu di antaranya
Adipati Pragola. Kembali kami sayangkan, penjelasan teks dari Pemkab
Pati samasekali belum memadahi untuk menjelaskan siapa saja yang ada di
dalam kompleks makam.
"Makam Pragola Pati". Hanya teks itu yang dipampang dalam papan besi
berwarna putih bertuliskan biru. Padahal, di sana terdapat sekitar 10
tokoh yang boleh jadi penting untuk diketahui publik.