Doro adalah sebuah kota kecamatan kecil yang berada di arah timur kota
Kabupaten Pekalongan yang berpusat di Kajen. Sebagai kota kecil yang
berada di bawah kaki gunung Rogojembangan, Doro memiliki suhu relatif
sejuk.
Selain tanaman industri seperti karet, pinus dan teh, Doro juga dikenal
sebagai penghasil buah durian dan rambutan, bersanding dengan kecamatan
Karanganyar di sebelah barat, serta kecamatan Talun di sebelah timur.
Secara umum wilayah Doro lebih didominasi area perkebunan daripada area
pertanian.
Di tengah area perkebunan karet, di desa Rogoselo, terdapat sebuah situs
(areal temuan benda purbakala), yang dikenal oleh masyarakat sebagai
patung Baron Sceber.
Keberadaan patung Baron Sceber, telah melahirkan cerita rakyat yang
kental dengan hal-hal irrasional. Misalnya cerita tentang pertarungan
antara Baron Sceber dengan Ki Ageng Atas Angin atau Ki Ageng Penatas
Angin, biasa juga disebut Ki Penatas Angin.
Sekilas Legenda “Baron Sceber”
Baron van Sceber, begitu nama lengkapnya, adalah seorang prajurit dari
Spanyol. Baron Sceber merasa iri kepada kakaknya yang menjadi raja,
sementara dari tahun ke tahun ia hanya menjadi prajurit biasa. Karena
ambisinya menjadi raja, iamemutuskan mengembara mencari daerah baru,
menaklukkan rajanya, kemudianmenjadi penguasa di daerah baru tersebut.
Dalam pengembaraannya, untuk memenuhi ambisinya, Baron Scebermengabdi
pada Belanda yang memiliki daerah jajahan sangat luas di nusantara.
Pengabdiannya pada Belanda membawanya ke tanah Jawa. Ambisinya menjadi
raja yang meledak-ledak, membawanya ke depan Pendopo Agung kerajaan
Mataram
Di depan Pendopo Agung, Baron Sceber menantang Panembahan Senapati
dengan taruhan yang menang akan menjadi penguasa di Jawa. Dalam
pertarungan sengit, Baron Sceber kalah dan melarikan diri ke Pati.
Di Pati, Baron berulah kembali dan menantang Adipati Jaya Kusuma.
Pertarungan tidak dapat dielakkan. Kembali Baron kalah, lantas melarikan
diri ke Pekalongan disusul oleh istrinya yang datang sambil menggendong
bayi.
Sampai di tepi sungai Nggoromanik, di Pekalongan, Baron bertemu dengan
Ki Ageng Atas Angin. Ambisi Baron menjadi penguasa tak pernah padam,
karena itu terhadap Ki Ageng Atas Angin pun dia melayangkan tantangan.
Tantangan pertama berupa pertarungan udara. Dalam pertarungan udara ini
Baron menggunakan pesawat yang cukup canggih di masa itu. Baron merasa
unggul berada di udara, karena dia pikir Ki Ageng Atas Angin tak mungkin
bisa mengimbanginya.
Tetapi yang terjadi sungguh di luar dugaan, karena tiba-tiba saja tubuh
Ki Ageng Atas Angin melesat ke udara, dan pertarungan di atas udara pun
tak terelakkan.
Dalam pertarungan udara yang berlangsung seru, Ki Penatas Angin berhasil
memaksa Baron Sceber turun ke darat. Belum puas atas kekalahannya dalam
pertarungan udara, Baron melanjutkan dengan pertarungan darat. Dalam
pertarungan darat pun Baron menelan kekalahan. Akhirnya sebagai
pertarungan pungkasan atau terakhir, diputuskan untuk diadakan adu
kesaktian dengan cara menyelam di dasar sungai. Pertarungan jenis ini
pun dimenangi oleh Ki Ageng Penatas Angin.
Baron Sceber benar-benar orang yang keras kepala, ia tetap tidak mau
menyerah dan merencanakan jenis pertarungan baru. Tapi sebelum ia
melaksanakan niatnya, Ki Ageng Penatas Angin sudah hilang kesabaran dan
mengutuknya menjadi batu.
Istrinya yang terkejut melihat perubahan tubuh suaminya menjadi batu, ia
menjerit histeris seraya berlari memeluk tubuh suaminya. Karena
perbuatannya itu, akhirnya ia juga ikut menjadi batu.
Sampai sekarang ada dua patung (arca) batu di situ. Satu patung diyakini
sebagai patung Baron Van Sceber, patung satunya lagi diyakini sebagai
patung Nyi Baron Sceber.
Penamaan Tempat
Keberadaan patung berupa tubuh (Bhs. Jawa: raga/rogo) yang terbuat dari
batu (Bhs. Jawa: selo), telah melahirkan nama tempat tersebut menjadi
Rogoselo, yang berarti tubuh dari batu.
Secara fisik patung Baron Sceber ini hanya berupa patung setengah badan,
dibuat kasar dengan bentuk kepala besar dan sepasang mata yang dipahat
melototlebar (menyerupai raksasa dalam dongeng-dongeng).
Gambaran patung yang demikian juga mirip dengan deskripsi wajah tokoh
butodalam dunia pewayangan. Karena itu orangjuga menyebut nama situs
tersebut dengan nama situs Watu Buto.
Kearifan Lokal
Kajian dari versi cerita rakyat (juga dalam Babad Baron Scender di
Cirebon) akan menisbikan fakta: Bagaimana halnya dengan keberadaan batu
lumpang, menhir, dan lingga-yoni serta umpak-umpak yang terdapat dalam
area situs?
Temuan barang-barang lain di area situs menunjukkan bahwa ada korelasi
tak terpisahkan antara patung dengan barang-barang lain tersebut.
Korelasi antara cerita rakyat dengan keberadaan situs merupakan kearifan
lokal yang berfungsi menjaga keselarasan budaya lokal dalam
persinggungannya dengan budaya dari luar.
Kajian secara ilmiah dengan mendasarkan pada fisik patung dan
benda-benda lain dalam area situs akan memberikan pencerahan bagi peran
serta wilayah Pekalongan dalam catatan sejarah awal hubungan
Indonesia–India dan masuknya pengaruh Hindu/Budha di Indonesia.
Akulturasi Budaya
Interaksi yang kemudian menjelma menjadi akulturasi budaya antara
Indonesia–India (salah satunya) dapat dilihat dari situs Rogoselo. Fakta
ini dapat dipahami mengingat pantai utara Jawa merupakan jalur
perdagangan kuno antara India–Cina–Indonesia. Meskipun jarang diungkap
dalam pembahasan sejarah, tetapi bukti-bukti tertua anasir-anasir
Hindu/Budha telah berkembang seiring dengan perkembangan budaya lokal.
Mustahil, jika pengaruh Hindu/Budha dari India mengarah pada daerah
dataran Tinggi Dieng dan Kedu tanpa melalui perantara daerah-daerah
pesisir. Dengan beranalogi pada cerita rakyat Aji Saka sesungguhnya
dapat ditelisik bahwa Aji Saka meninggalkan Sembada di sebuah daerah
(pesisir?) untuk selanjutnya berjalan ke arah selatan bersama Dora.
Makna yang tersirat dari cerita rakyat ini memberikan gambaran awal-mula
persentuhan budaya/agama Hindu/Budha di daerah-daerah pesisir yang
menjadi jalur perdagangan.
Jika prasasti Sojomerto di kecamatan Reban dianggap sebagai “sabda Aji
Saka” (yang kemudian dikenal sebagaihuruf Jawa), dikaitkan dengan situs
Ganesha di Wonotunggal, prasasti di Blado, Yoni di Talun, situs Gedong
dan Nagapertala, dan situs Rogoselo, maka pengkajian sejarah lokal
masuknya pengaruh Hindu/Budha di daerah Pekalongan akan dapat memberikan
kontribusi bagi penulisan sejarah ulang sejarah Indonesia Masa
Hindu/Budha.
Legalitas Situs
Situs ”Baron Sceber” atau situs Watu Buto terletak di dukuh Kaum desa
Rogoselo, terletak kurang lebih 14 km ke arah Barat Daya kecamatan Doro.
Berada di hutan karet milik PTP IX Blimbing.
Situs ”Baron Sceber” berupa: batu lumpang, dua buah patung dwarapala,
lingga-yoni, umpak-umpak dan menhir. Nama situs ”Baron Sceber” diambil
dari legenda yang berkembang di masyarakat yang menyebutkan patung ini
merupakan penjelmaan dari seorang prajurit Belanda yang bernama Baron
Van Sceber dan istrinya yang dikutuk Ki Ageng Atas Angin akibat kalah
perang.
Pelestarian dan Pemanfaatan Situs
Mengingat begitu penting artinya keberadaan situs sebagai cagar budaya,
maka perlu adanya upaya penyelamatan terhadap benda-benda peninggalan
budaya agar dapat menjadi kebanggan bangsa dan sekaligus menjadi sumber
pembelajaran dan penelitian bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Upaya penyelamatan yang dimaksud berupa:
Pertama, perawatan. Perawatan intensif diperlukan mengingat bahwa
benda-benda peninggalan budaya dapat hancur di alam terbuka. Kerusakan
benda-benda peninggalan budaya yang disebabkan oleh faktor alam, kondisi
iklim yang selalu berubah-ubah selama berabad-abad, perlu mendapat
perhatian serius.
Perawatan yang minim, menyebabkan situs “Baron Sceber” ditumbuhi lumut
yang akan mempercepat proses kerusakan. Lebih memprihatinkan lagi adalah
batu lumpang dan lingga-yoni yang berada di luar pagar. Keduanya
tertutup semak sehingga tidak semua orang dapat mengenalinya sebagai
situs sejarah.
Kedua, keamanan. Keamanan diperlukan sebagai upaya penyelamatan
benda-benda budaya dari tangan-tangan jahil manusia yang tidak
bertanggungjawab.Akibat kurangnya keamanan, banyak peninggalan budaya
yang raib dicuri orang.Pencurian terjadi karena benda-benda tersebut
memiliki nilai sejarah yang tidak tergantikan dengan benda serupa yang
dibuat pada masa sekarang. Akibatnya banyak orang yang tergiur karena
nilai ekonomisnya yang kadang tidak masuk akal.
Mengenalkan kepada masyarakat tentang benda peninggalan sejarah bukan
berarti memberi peluang bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab
untuk sekehendak hati mencuri benda-bendatersebut. Mengenalkan yang
dimaksud adalah menyosialisasikan pemanfaatan benda-benda bersejarah
kepada siswa dan guru serta masyarakat sebagai sumber pembelajaran dan
penelitian, yang akhirnya dengan belajar dari sejarah, akar kebudayaan
bangsa Indonesia akan tetap terjaga sebagai jati diri bangsa.
Situs “Baron Sceber”
Situs “Baron Sceber” terletak 14 kilometer dari kecamatan Doro atau
sekitar 35 kilometer dari pusat Kota Pekalongan ke arah Selatan,
tepatnya berada di kawasan perkebunan PTP IX Blimbing di dukuh Kaum,
desa Rogoselo.
Secara geografis daerah ini diapit oleh dua sungai besar yaitu sungai
Sengkarang di bagian Barat dan sungai Welo di bagian Selatan. Kedua
sungai ini berhulu di pegunungan Kendeng.
Memasuki areal situs, terbentang sungai Nggoromanik (anak cabang sungai
Welo), yang dalam legenda diceritakan sebagai tempat berlangsungnya
pertarungan antara Baron Sceber dengan Ki Ageng Atas Angin. Benda-benda
peninggalan budaya yang terdapat pada situs ”Baron Sceber”, antara
lain:
1. Batu Lumpang
Bentuknya bulat, dengan diameter 84 cm, tinggi 49 cm, pada bagian
tengah terdapat lubang dengan kedalaman 20 cm. Oleh masyarakat disebut
sebagai Batu Lumpang karena bentuknya yang menyerupai lumpang atau
alat penumbuk padi. Fungsi sesungguhnya dari benda ini belum diketahui
secara pasti.
2. Patung ”Baron Sceber” dan istrinya
Terdapat dua buah patung batu, yang satu menghadap ke arah sungai, tinggi 146 cm, lingkar kepala 189 cm, lingkar badan 305 cm.
Sementara yang sebuah lagi terletak 3 meter dari patung pertama, arah
kiri, tinggi 87 cm, lingkar kepala 175 cm, lingkar badan 237 cm. Kedua
patung ini (seperti) dalam keadaan setengah jongkok. Hiasan atau ornamen
pada kedua patung tampak kasar dan sudah aus termakan usia. Bagian
kepala bergelung, kedua mata melotot, tangan kanan membawa gada (oleh
masyarakat dikatakan sedang menggendong bayi) dan tangan kiri agak
ditekuk ke belakang. Hal yang agak aneh, di antara kedua patung
terdapat batu mirip menhir (jaman Megalithikum), bergaris melingkar
sejajar pada ujungnya.
3. Umpak–umpak atau batu pondasi.
Dari situs patung, ke arah Timur pada tanah yang agak tinggi,
berjarak 20 sampai 30 meter. Di tempat ini terdapat tiga buah
umpak–umpak, satu dalam keadaan utuh dengan sisi 61 cm, tinggi 27 cm,
pada bagian tengah terdapat lubang. Dimungkinkan lubang ini untuk
menyangga kayu sebagai bagian daritubuh candi. Satu umpak–umpak dalam
keadaan rusak dan satu lagi hanya sebagian yang terlihat di bawah akar
pohon.
4. Lingga-yoni
Pada tepi tanah agak tinggi ke arah Timur, terdapat lingga yoni
yang tersembunyi di bawah rumpun bambu dengan kondisi semakin aus.
Secara fisik tinggi yoni 71 cm, sisi bagian bawah 24 cm, dan sisi
bagian atas 30 cm. Sedang lingga bergaris tengah 68 cm, dan tinggi 72
cm dipahat secara kasar.
Dalam mitologi Hindu, lingga yoni diumpamakan sebagai alat kelamin
laki-laki dan perempuan menggantikan keberadaan Dewa Syiwa dalam
sebuah candi utama untuk melambangkan kesuburan.
5. Menhir
Kurang lebih 1 km dari lingga yoni ke arah timur, terdapat tugu–tugu
monolith seperti tugu batu peringatan pada jaman Megalitikum.
Sayangnya, sekarang sudah dibangun cungkup besar yang tidak boleh
dibuka untuk umum.
Pertanyaannya, mengapa keberadaan lingga yoni (kebudayaan masa Hindu)
dapat bersebelahan dengan hasil kebudayaan Megalithikum, yang merupakan
hasil budaya zaman prasejarah? Dimungkinkan telah terjadi akulturasi
kebudayaan antara Hindu dan kebudayaan zaman Megalithikum. Untuk
memastikan adanya korelasi antara keduanya, tentunya diperlukan
penelitian lanjutan yang lebih intensif oleh ahli terkait.
Kesimpulan
Dari uraian di muka dapatlah disimpulkan, bahwa:
1) Situs ”Baron Sceber” terletak di Dukuh Kaum Desa Rogoselo Kecamatan
Doro Kabupaten Pekalongan, di perkebunan karet milik PTP IX Blimbing,
2)Dalam Situs ”Baron Sceber” terdapat benda-benda bersejarah seperti
batu lumpang, lingga yoni, dua patung dwarapala, dan umpak-umpak
membuktikan persinggungan budaya asli dengan anasir-anasir Hindu secara
damai,
3) Untuk menjaga kelestarian situs dibutuhkan perawatan intensif
sehingga benda purbakala yang ada di dalamnya terhindar dari kerusakan
karena faktor alam dan juga terhindar dari jarahan tangan-tangan jahil,
4) Pemanfaatan benda purbakala di area situs sebagai sumber belajar
sejarah dan sumber penanaman nilai-nilai kebangsaan bagi siswa, guru dan
masyarakat,
5) Memelihara kearifan lokal yang ada untuk menjaga keselarasan antara
alam, manusia, Tuhan beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.