Sekitar tahun 1512 Ki Ageng Pandan Aran menyerahkan kekuasaan kepada
adiknya, atas bimbingan sang Guru Kanjeng Sunan Kalijogo beliau uzlah,
Perjalanan Ke Jabalkat
Singkat cerita Ki Ageng Pandan Aran akan pergi ke Jabalkat untuk mencari
Sunan Kalijaga. Beliau berpamitan pada kedua istrinya. Baru melangkah
beberapa meter, Ki Ageng menoleh kebelakang. Dan ternyata kedua
istrinya sudah mengikutinya dengan membawa tongkat. Tongkat itu diisi
dengan emas dan berlian. Ki Ageng sudah tahu kalau istrinya membawa
harta, namun Ki Ageng tidak menegurnya.
Dalam perjalanan ke Jabalkat Ki Ageng Pandan Aran selalu berjalan di
depan istrinya. Istrinya Nyai Ageng Kaliwungu jauh di belakang. Di
tengah perjalanan, tepatnya di selatan Semarang Ki Ageng Padang Aran
dicegat 2 orang perampok. Kedua perampok itu menyuruh Kyai Ageng untuk
menyerahkan hartanya. Namun Kyai Ageng tidak membawa apa-apa dan
menyuruh perampok-perampok itu jika ingin harta untuk mengambil tongkat
yang di bawa wanita dibelakang. Di dalamnya terdapat emas dan berlian
tapi jangan sekali-kali kalian mencelakainya karena dia istriku. Ambil
saja tongkatnya dan segeralah pergi.
Tak lama kemudian lewatlah Nyai Ageng dengan membawa tongkat. Dan
perampok-perampok itu langsung merebut tongkat tersebut. Nyai Ageng
menangis sambil berlari menyusul Ki Ageng. Sedangkan istri yang satunya
kembali pulang. Karena sifat perampok itu serakah mereka merasa belum
puas dengan hasil rampasannya. Perampok itu meminta bekal yang di bawa
Ki Ageng bahkan mengancam kalau tidak di beri akan membunuhnya. Kemudian
Ki Ageng Pandan Aran berkata “Wong salah kok iseh tega temen (Bahasa
Indonesia: orang sudah salah kok masih tega). Kata-kata salah tega itu
kemudian sampai sekarang menjadi nama kota Salatiga.
Kemudian Ki Ageng Pandan Aran berujar “keterlaluan kau ini, tindakanmu
mengendus seperti domba saja”. Dan seketika itu kepala dari Sambang
Dalan (nama seorang perampok) berubah menjadi kepala domba. Mengetahui
kepalanya berubah menjadi domba, Sambang Dalan menangis dan menyesal
atas perbuatannya. Dan berjanji akan mengabdi pada Ki Ageng Sejak saat
itu Sambang Dalan di juluki Syeh Domba.
Sedangkan perampok yang satunya lagi rebah ketakutan (dalam bahasa jawa:
ngewel) dan kepalanya berubah menjadi kepala ular. Sejak saat itu dia
di juluki Syeh Kewel. Kedua perampok tadi menjadi santri setia Ki Ageng.
Dan mengikuti Ki Ageng untuk pergi ke Jabalkat
Hari demi hari berlalu, Ki Ageng terus berjalan ke Selatan untuk menuju
Ke Jabalkat. Mereka sudah jauh meninggalkan kota Semarang, namun Ki
Ageng Pandan Aran tetap tegap berjalan sedangkan Nyai Ageng sudah lelah
dan di ikuti oleh muridnya. Pada suatu hari Ki Ageng Pandan Aran
berjalan terus tanpa henti, tanpa menghiraukan istrinya. Nyai Ageng
tertinggal jauh di belakang. Lalu Nyai Ageng berkata “Ojo lali ingsun,
aku ojo ditinggal terus” (bahasa Indonesia: jangan lupa kamu, istrimu
jangan ditinggal terus). Sampai saat ini untuk mengingat hal itu tempat
tersebut diberi nama Boyolali.
Perjalan mereka telah sampai di sebuah desa yang tidak jauh dari
tujuannya. Rombongan Ki Ageng melihat seorang perempuan tua yang
membawa beras. Kemudian Ki Ageng Pandan Aran berkata “Tunggu sebentar
Nyai, kami hanya ingin bertanya dimanakah Jabalkat itu?”. Perempuan itu
menjawab “Kurang lebih sepuluh kilometer lagi ke Timur”. Kemudian Ki
Ageng bertanya lagi “Apakah yang Nyai bawa itu?”. Karena takut di
rampok perempuan itu berbohong dan menjawab bahwa yang dibawanya adalah
wedi (bahasa Indonesia: pasir).
Setelah rombongan Ki Ageng berlalu, perempuan tadi merasa beras yang di
gendongnya semakin berat. Ternyata setelah di lihat, beras yang
dibawanya tadi berubah menjadi wedi (pasir). Perempuan itu menyesal
karena sudah berbohong. Dalam hatinya ia bertanya siapakah rombongan
tadi dan perempuan itu bertekat tidak akan berbohong lagi. Kemudian desa
tempat membuang wedi (pasir) tadi sampai sekarang terkenal dengan nama
Wedi, salah satu nama kecamatan di wilayah Kabupaten Klaten.
Singkat cerita, pada suatu hari Ki Ageng bermalam di salah satu rumah
penduduk desa. Orang ini berjualan srabi, namanya Nyai Tasik orangnya
galak dan kikir. Disini Ki Ageng ikut berjualan srabi dan mengaku
bernama Slamet. Dengan kehadiran Slamet inilah srabi Nyai Tasik laris
sekali. Sampai-sampai banyak orang rela berjam-jam antri untuk membeli
srabi buatan Nyai Tasik.
Suatu hari Nyai Tasik menyuruh Slamet untuk mencari kayu bakar di hutan
karena persediaan kayu bakar sudah habis. Namun anehnya Slamet tidak
mencari kayu bakar tetapi srabi tetap matang. Ternyata tangan Slamet di
masukkan ke dalam tungku untuk memasak srabi. Alangkah terkejutnya Nyai
Tasik mengetahui hal itu.
Dengan kejadian itu Nyai Tasik takut dan tahu bahwa Slamet bukanlah
orang sembarangan. Dengan kejadian itu Ki Ageng Pandan Aran memberi tahu
Nyai Tasik siapa dirinya. Nyai Tasik Pun Bertaubat dan mengikuti
ajaran Kyai Ageng. Dan setelah itu Ki Ageng Pandan Aran melanjutkan
perjalanan Ke Jabalkat. Beliau melanjutkan perjalanan ke arah timur.
Baru melangkah beberapa meter sudah terlihat dari kejauhan Gunung
Jabalkat.
Tibalah Ki Ageng Pandan Aran di sebuah desa. Di desa ini Ki Ageng
merasa haus sekali. Ki Ageng meminta ketimun pada seorang petani. Namun
petani itu berkata bahwa ketimunnya belum berbuah. Tetapi Ki Ageng tahu
bahwa ketimunnya sudah berbuah satu. Lalu Ki Ageng Pandan Aran berkata
“Iki wes jiwoh” (jiwoh=siji awoh). Maka sampai sekarang desa itu
terkenal dengan nama desa Jiwo, terletak di sebelah barat Gunung
Jabalkat.
Setelah Ki Ageng Pandan Aran meninggalkan desa Jiwo, baru beberapa meter
berjalan sudah sampai di kaki Gunung Jabalkat. Kemudian dengan segera
Ki Ageng menaiki gunung tersebut. Setelah sampai di puncak Gunung
Jabalkat, Ki Ageng Pandan Aran terdiam lama menunggu Sunan Kalijogo
Kemudian Ki Ageng Pandan Aran meminta petunjuk Alloh dan sesaat
kemudian terlihat sosok tubuh yang tak lain adalah Sunan Kalijogo Sang
Guru yang sangat dinantikan.
Mulai saat itu Kyai Ageng Pandan Aran tinggal di Jabalkat dan merasa
mendapat perintah untuk menyiarkan agam islam. Lalu Ki Ageng mendirikan
masjid di puncak Gunung Jabalkat. Dan setiap hari Jumat Legi ada
sarasehan. Dengan adanya pengajian ini, rakyat di sekitar mengenalnya
dengan sebutan Kyai Ageng Pandan Aran yang berarti orang yang memberi
pepadang atau penerangan. Dan tempat untuk berkumpul diberi nama
Paseban. Sampai sekarang nama Paseban menjadi nama dukuh atau desa.
Syeh Domba dan Syeh Kewel diberi tugas oleh Kyai Ageng Pandan Aran untuk
mengisi padasan (tempat wudhu) dengan kranjang. Walau tugas itu berat
namun tetap mereka jalani. Mereka harus naik turun gunung untuk membawa
air tesebut. Mereka tetap tabah dan tawakal. Hingga pada suatu hari
Sunan Kalijaga melihat keduanya, kemudian menanyakan kepada Kyai Ageng
“Kedua muridmu itu apakah memang domba dan ular?”. Sunan Pandan Aran
menjawab sebenarnya juga manusia. Dan seketika itu kepala Syeh Domba dan
Syeh Kewel berubah lagi menjadi kepala manusia.
Syeh Domba dan Syeh Kewel semakin mantap beguru kepada Sunan Pandan
Aran, hingga meninggalnya mereka. Syeh Domba meninggal lebih dahulu.
Kyai Ageng Pandan Aran memberi pusaka dan Syeh Domba meninggal karena
menabrak pusaka itu. Konon Syeh domba adalah patih Majapahit karena
patih Majapahit hanya bisa mati dengan pusaka itu. Syeh Domba di
makamkan di Gunung Cakaran. Sedangkan Syeh Kewel di makamkan di Sentana
(di desa Penengahan, sebelah tenggara desa Paseban).
Dalam perjalanan uzlahnya dari urusan duniawi beliau mengajarkan
ilmu-ilmu agama dengan metode patembayatan yang mempunyai makna kurang
lebih musyawaroh. Karena sistim mengajinya dengan metode tersebut beliau
oleh Sang Guru (Sunan Kalijaga) mendapat sebutan Sunan Bayat. Dan
daerah padhepokannya terkenal dengan daerah Bayat yang terletak kurang
lebih 12 km. dari ibukota kabupaten Klaten.
Ki Ageng Sunan Pandan Aran wafat pada tahun 1537 dengan meninggalkan
murid-murid yang sangat terkenal antara lain : Syeikh Dombo, Ki Ageng
Gribig, Nyai Ageng Tasik, Kyai Sabuk Janur, Kyai Sekar Dlimo, Ki Ageng
Semilir, Ki Ageng Majasto, Kyai Kali Datuk, Ki Ageng Konang serta masih
banyak yang lainnya.
Ki Ageng Sunan Pandan Aran merupakan wali penutup atau terakhir dalam kumpulan wali sanga.
Sebagai penghormatan Sultan Hadiwijaya pada tahun 1566 membangun makam beliau
Dan pada tahun 1633 diperluas oleh Sultan Agung dan diberikan
ajaran-ajaran yang tersirat dari tata cara dalam melaksanakan ritual
ziarah dan bentuk bangunan yang ada di makam Ki Ageng Sunan Pandan
Aran,
insyaalloh sebagian akan diuraikan dibawah ini.
Sebelum menguraikan ajaran yang tersirat dari ritual dan bentuk bangunan
makam alangkah baiknya apabila kita mengenang salah satu ajaran Ki
Ageng Sunan Pandanaran sebelum meninggal yaitu :
Syare’at Golo.
Golo terdiri dari dua huruf Jawa Go dan Lo, huruf Go adalah angka 1
dalam angka Jawa dan Lo adalah angka 7, yen sliramu pingin dadi manungsa
kang sampurno nyuwuno pituduh, pitutur, pitulungan marang Dzat kang
Tunggal kanthi nindakno 17 dawuh-E(Terjemahan bebasnya kalau kamu
kepingin menjadi manusia yang sempurna mintalah petunjuk, nasehat dan
pertolongan kepada Dzat yang Maha Esa dengan melaksanakan 17
perintah-Nya(Sholat 17 rokaat).
Dan syareat tersebut diabadikan menjadi nama masjid Golo.
Adapun puncak ajaran dari syareat golo ini terlukis dari penamaan puncak
Jabalkat. Jabalkat dari kata Jabal Uhud yang merupakan kata dari bahasa
Arab dimana Jabal berarti gunung, uhud merupakan kata ganti dari Ahad
yang berarti Esa. Artinya Gunung Keesaan (puncak dari tauhid), apabila
kita bisa benar-benar melaksanakan sholat wajib 17 rokaat sehari.
Sejarah Masjid Golo
Ki Ageng Pandan Aran mendirikan masjid di puncak Gunung Jabalkat. Pada
zaman dahulu, sewaktu Ki Ageng Pandan Aran akan sholat Subuh, raja Demak
(Raden Fatah) merasa tergangggu dengan suara azdan karena mengganggu
tidurnya. Sehingga Raden Fatah menyuruh prajuritnya untuk memperingatkan
adzan Ki Ageng Pandan Aran terlalu malam dan menyuruh untuk menurunkan
masjid. Namun sebelum utusan dari demak itu sampai di Jabalkat, Ki Ageng
Pandan Aran sudah mengetahuinya. Dalam semalam masjid itu sudah berada
di lereng gunung Jabalkat. Sehingga masjid ini disebut juga dengan
Masjid Tiban.
Sampai sekarang masjid itu diberi nama masjid Golo, yang artinya Go=1
Lo=7 (angka jawa). Artinya 17 rekaat sholat sehari semalam. Maksud Sunan
Tembayat yaitu agar manusia melaksankan sholat sehari semalam berjumlah
17 rakaat. Yaitu Isak 4 rakaat, Shubuh 2 rakaat, Dhuhur 4 rakaat, Ashar
4 rakaat, dan Magrib 3 rakaat. Alasan lain penyebab di turunkannya
masjid Golo adalah agar masyarakat lebih mudah jika ingin ke masjid
untuk melaksanakan sholat.
Luas masjid Golo adalah 12x12 m. masjid Golo termasuk masjid purbakala
dan berdirinya tahun berapa tidak diketahui. Secara fisik arsitektur
masjid Golo bercorak Hindu. Terlihat dari pintu masuk masjid. Masjid
Golo terdiri dari empat pilar utama yang berupa stupa (Budha). Tempat
imam pun berbeda dengan masjid kebanyakan. Tempat imam diberi pintu dan
karpet yang digunakan imam, yang terletak paling depan adalah kloso
(tikar) (artinya kloso = ngen nelongso).
Di sebelah utara masjid terdapat sebuah pintu yang namanya adalah pintu
Rosul. Di pintu itu yang boleh lewat adalah Rosul. Namun bukan berarti
harus Rosul tetapi Habib juga boleh lewat. Di dalam masjid terdapat 2
khutbah dan ada payung juga. Alasannya karena sharo’ (perintah ghaib).
Di depan masjid terdapat sebuah gentong. Gentong itulah yang dulu diisi
oleh Syeh Domba dan Syeh Kewel.
Sampai sekarang masjid Golo ini masih berdiri kokoh. Yang letaknya
sebelum kita memasuki kompleks makam Sunan Pandan Aran. Dari jalan
masjid Golo ini sudah kelihatan. Jika kita berziarah kesana kurang
lengkap jika tidak ke masjid Golo ini.
Jika kita berziarah ke makam Sunan Pandan Aran kurang lengkap kalau
tidak membawa pulang oleh-oleh. Oleh-oleh berupa kerajinan maupun
makanan dari orang-orang desa. Kerajinan dan makanan ini mempunyai
sejarah. Misalnya kendi, maksud dari kendi ini adalah jika kita setelah
berziarah pulang dengan membawa air suci dari Sunan Pandan Aran. Karena
kendi ini terbuat dari tanah liat dan mudah pecah, maka sebagai lambang
kendi ini dibuat untuk kenang-kenangan.
Di masa Sunan Pandan Aran Bayat bersama santri-santrinya di masjid Golo
ada santri namanya Syeh Bela-belu (Raden Djoko Dhandhun) . Syeh
Bela-belu ini selalu berdoa agar keinginannya di kabulkan dengan cara
beliau tidak pernah tidur. Jika mengantuk ia makan dan makanan yang di
makannya adalah intip (kerak nasi). Dengan hal ini maka intip (kerak
nasi ) sangat terkenal di daerah sekitar makam.
Setelah berziarah kita wajib menyebarluaskan ajaran dan petuah Sunan
Pandan Aran. Maka tak heran jika banyak peziarah yang pulang dengan
membawa kenang-kenangan kipas. Kipas itu merupakan simbol dari
perlambang penyebarluasan ajaran Sunan Pandan Aran kepada
saudara-saudara kita.
Gunung Cokro Kembang tempat makam Sunan Pandan Arang di semayamkan
terletak di sebelah timur Gunung Jabalkat. Banyak bangunan yang
merupakan petilasan atau peninggalan beliau. Peninggalan-peninggalan itu
antara lain :
1. Gapura Segara Muncar
Gapura Segara Muncar merupakan gapura pertama yang menjadi pintu masuk halaman atau komplek makam Sunan Pandan Aran.
2. Gapura Dhuha
Gapura Dhuha ini adalah gapura yang di lewati ketika para peziarah
menaiki tangga menuju makam Sunan Pandan Aran. ± 250 anak tangga yang
harus kita naiki untuk sampai di gerbang masuk bangsal peristirahatan.
3. Gapura Pangrantungan
Di dalam kompleks makam ini terdapat halaman yang memiliki 2 bangsal
yaitu bangsal Nglebet, sebagai tempat peristirahatan dan untuk menerima
tamu wanita. Yang satunya bangsal Jawi yaitu sebagai tempat
peristirahatan dan untuk menerima tamu pria. Dan diantara tempat itu
terdapat tempat untuk menerima tamu yang berziarah di makam Sunan Pandan
Aran.
Jika kita memasuki kompleks makam maka kita akan melihat sebuah masjid.
Gapura Pangrantungan terdapat di sebelah masjid ini. Setelah melewati
Gapura Pangrantungan maka kita akan memasuki gerbang masuk kompleks
makam para sahabat Sunan Pandan Aran
4. Gapura Panemut
Gapura ini tertera tulisan atau prasasti yang bunyinya “Wisaya Hanata
Wisking Ratu”. Sangkala itu menunjukkan tahun pembuatan, artinya Wisaya =
5, Hanata = 5, Wisik = 5, Ratu = 1. Ini berarti gapura ini didirikan
tahun 1555 Saka.
5. Gapura Pamuncar
6. Gapura Balekencur
7. Gapura Prabayeksa
Gapura ini merupakan gapura terakhir sebelum ke makam Sunan Pandan Aran.
Di dalam kompleks ini terdapat gentong. Gentong ini bernama Gentong
Sinaga yang dulu gentong inilah yang di isi oleh murid Sunan Pandan
Aran. Air di Gentong Sinaga ini dulu digunakan oleh Sunan Pandan Aran
dan para sahabatnya untuk wudhu.
8. Regol Sinaga
Setelah melewati Regol Sinaga inilah kita sudah berada di makam Sunan
Pandan Aran. Makam beliau terketak diantara makam istri dan kerabatnya.
Menurut cerita makam-makm itu ialah makam Nyi Ageng Madalem, Pangeran
Winang, Kyai Kali Datuk, Kyai Sabuk Janur, Kyai Banyubiru, Kyai
Mlanggati, Kyai Panembahan Sumingit Wetan, Kyai Panembahan Masjid Wetan
dan Panembahan Kabul.
Makam Sunan Pandan Aran tertutup oleh bilik sehingga kita hanya bisa melihat bilik tersebut.
RITUAL DAN BANGUNAN MAKAM YANG PENUH DENGAN AJARAN (YANG MEMBANGUN SULTAN AGUNG ):
Makam Ki Ageng Sunan Pandan Aran terletak diperbukitan, masuk dalam
wilayah kalurahan Paseban kecamatan Bayat Kabupaten Klaten. Persisnya 12
km. sebelah selatan ibukota kabupaten Klaten, dan dapat ditempuh
melalui kota Klaten dengan menggunakan kendaraan umum (omprengan) maupun
Bus antar kecamatan jurusan Klaten-Semin dengan ongkos yang terjangkau.
Dari atas perbukitan tempat makam Ki Ageng Pandan Aran kita dapat
melihat pemandangan yang sangat menarik hati. Bukit-bukit disekitarnya
sangat indah dipandang.
Memasuki areal pemakaman kita akan melihat bangunan yang sangat artistik
modifikasi dari bangunan candi lengkap dengan gapura yang penuh dengan
ukiran. Apa yang akan kita lihat ketika ziarah ke makam Sunan Pandan
Aran sebetulnya penuh dengan pendidikan ketauhidan yang sangat dalam.
Namun karena kita masyarakat awam menganggap bahwa ritual dan bangunan
yang ada di makam tersebut penuh dengan tradisi Hindu/Kejawen/Kesepuhan.
Tata cara yang penulis ketahui dan banyak diyakini kebenaranya oleh peziarah antara lain:
Supaya terkabulnya permintaan peziarah diharapakan membawa bunga,
mengitung jumlah tangga naik-turun harus sama, ziarah ke makam kijing
wilangan, ketika pulang dianjurkan untuk membawa bunga Kanthil,
intip(kerak nasi) dan pisang kepok. Dari bentuk bangunan : Tangga yang
dibikin berkelok-kelok , gapura dengan jumlah 11, balai paseban,
genthong Sinaga, gedhong inten (Puncak Makam dimana Sunan Pandan Aran
dimakamkan).
Dan masih banyak lagi ritual ataupun bangunan yang lepas dari pengamatan penulis.
Ritual ziarah Makam Sunan Bayat
Filsafat Membawa Bunga
Tujuan dari ziarah kubur pada hakekatnya adalah salah satu sarana
belajar untuk mengingat-ingat bahwa kitapun akan dikubur/meninggal.
Setelah meninggal apa yang harus kita bawa ?
Marilah kita lihat lagi surat Al-Kahfi ayat : 45-46 yang terjemahan
bebasnya kurang lebih :”Dan berilah perumpamaan kepada mereka(manusia),
kehidupan dunia adalah seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit,
maka tumbuh-tumbuhan menjadi subur karenanya di muka bumi, kemudian
tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan
adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh
adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu, serta lebih baik untuk
menjadi harapan.”
Dari ayat di atas sangatlah jelas apa yang mesti kita bawa ketika
menghadap kepada Dzat yang telah menciptakan dan yang akan menanyakan
pertanggung jawaban kita takala hidup di dunia ini. Bahkan harta dan
anak-anakpun wajib kita pertanggung jawabkan kepada Allah SWT, besok
pada hari pembalasan.
Saat kita melakukan ziarah kubur seolah-olah kita wajib membawa bunga.
Dimakam Ki Ageng Sunan Pandan Aran pun ketika akan naik ke makam kita
dianjurkan untuk membawa bunga Mawar, Kenanga, Kanthil, Melati, layaknya
orang yang akan melakukan sesajen. Tujuan dari membawakan bunga menurut
orang-orang yang mempercayai bahwa arwah setelah meninggal masih
berhubungan dengan keluarga yang masih hidup oleh sebab itu merekapun
membawakan kiriman berupa bunga.
Kitapun masyarakat muslim yang menganut faham ahlussunnah juga mempunyai
kepercayaan bahwa orang yang telah meninggal masih bisa menerima
kiriman do’a, amal perbuatan baik berupa shodaqoh, haji dan amal-amal
lainnya. Sedangkan bunga dari kiriman itu bila kita maknai akan berbunyi
: Mawarno-warno kaindahaning tindak-tanduke mayit kenengno lan
kanthilno ing ati lan tindakno sakbisa-bisamu supoyo ora malati(Berbagai
macam kebaikan /jasa almarhum masukan dalam hatimu agar menghujam
sampai dalam, kenang dan catat dalam hatimu lan laksanakan sekuat-kuatmu
agar kamu tidak mendapat bilahi/tuah).
Dari sini kita bisa memetik pelajaran bahwa bekal kita untuk menghadapi
kematian adalah bunga kehidupan/amal perbuatan kita semasa hidup. Bunga
kehidupan haruslah berdasarkan tuntunan syari’at yang dibawa oleh
Junjungan kita Nabi Muhammad SAW, ke bawah sampai dengan ulama-ulama
sekarang karena kita sudah tidak bertemu langsung dengan junjungan kita
Nabi Muhammad SAW.
Apabila kita ingat bahwa apa yang akan menjadi bekal ketika kita
naik/meninggal tentu kita akan banyak mendekat pada para ulama untuk
mendapatkan petunjuk menghadapi kematian dan agar kita tidak salah
membawa bekal menghadap kepada Sang Khaliq.
Filsafat Menghitung tangga
Ziarah ke makam Sunan Pandan Aran kita harus menaiki tangga, konon
menurut kepercayaan barang siapa yang bisa mengitung jumlah tangga naik
turunnya sama maka orang tersebut akan bahagaia atau bakal tercapai apa
yang diidamkan.
Tangga adalah salah satu alat untuk memanjat bangunan yang tinggi,
sedangkan arwah ketika dicabut diistilahkan dengan diangkatnya roh.
Orang yang telah meninggal tentu akan mengahadapi hari perhitungan. Pada
hari itu banyak orang yang sangat menyesal karena, lalai dengan
peringatan yang telah didengarnya. Untuk itu sebelum datang hari
perhitungan alangkah baiknya apabila kita mau menghitung apa yang telah
kita perbuat. Jika hari ini kita melakukan kesalahan cepat-cepat
melakukan tobat, mohon ampun kepada Dzat Yang Maha Pengapun dan Maha
Penghitung. Ini akan sangat sesuai dengan hadits nabi yang artinya
kurang lebih : “Hitung-hitunglah kesalahan dirimu sebelum kalian
dihitung dan timbanglah kesalahan dirimu sebelum ditimbang nanti di
akhirat.”
Hisab seorang hamba (manusia) terhadap dirinya sendiri adalah dengan
bertaubat, menyesali perbuatannya, dan melepaskan seluruh kemaksiatan
sebelum meninggal dunia. Disamping itu ia juga menambal kekurangan yang
disebabkan oleh sikap sembrono dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban
Allah, mengembalikan hak-hak orang lain yang diambil secara dzalim,
meminta halal kepada orang-orang yang didzalimi dengan lidah atau
tangannya. Sehingga orang tersebut meninggal dunia dengan tanpa membawa
dosa kedzaliman kepada orang lain.
Adapun orang yang mati, sedangkan ia membawa dosa-dosa kedzalimannya,
maka besok (di akhirat) ia akan dikerumuni oleh mereka yang pernah
didzaliminya. Di antara mereka lalu mengatakan: “Inilah dulu orang yang
pernah mendzalimiku (di dunia) pada hari ini dan itu.” Yang lain lagi
mengatakan:”Inilah orang yang pernah mencaci maki aku.” Yang lain
mengatakan: “Inilah orang yang pernah menggunjing kejelekanku, sehingga
aku merasa sakit hati.” Yang lain lagi juga mengatakan: “Inilah dia,
orang yang pernah menjadi tetanggaku, tetapi dia suka menyakiti hatiku
dan tidak pernah memenuhi hak bertetangga.” Masih ada lagi yang
mengatakan: “Inilah dulu orang yang aku membeli sesuatu darinya, akan
tetapi ia menipuku.”
Inilah kondisi di hari kiamat nanti. Para pelaku kedzaliman akan
dipertemukan dengan orang yang pernah didzaliminya. Perbuatuan batil
mereka akan dibalas langsung oleh orang-orang yang pernah didzalimi. Ada
yang membalas dengan tangannya langsung, ada yang meminta ganti rugi,
ada pula yang membalas dengan menyeret kepalanya dan lain sebagainya.
Dalam hal ini Rasululloh SAW pernah bersabda, mendiskripsikan fenomena
tersebut dalam sabdanya: “Apakah kalian tahu siapakah orang yang
bangkrut itu?” Kami (para sahabat) menjawab: “Orang yang bangkrut adalah
orang yang tidak mempunyai dirham, dinar dan kekayaan sama sekali.”
Beliau SAW lalu mengatakan: “Orang yang bangkrut dari golongan umatku
adalah orang yang di hari kiamat kelak datang dengan membawa pahala amal
shalat, puasa dan zakat, akan tetapi ia telah melakukan dosa mencaci
maki orang ini, menuduh orang ini, memakan harta orang ini, mengalirkan
darah orang ini, memukul orang ini.
Maka akhirnya, orang-orang tersebut diberikan pahala dari orang yang
pernah berbuat dzalim itu. Apabila amal kebaikannya telah habis sebelum
diputuskan apa yang akan menimpa padanya, maka dosa-dosa mereka yang
pernah didzalimi akan ditimpakan kepadanya. Akhirnya iapun dilempar ke
neraka.”
Sangat beruntunglah orang yang bisa menghisap/menghitung apa yang telah
diterima dan apa yang telah diberikan-Nya, syukur-syukur bisa sama
antara pemberian dan yang telah diterimanya. Dan lebih beruntung lagi
orang yang tidak tahu apa yang telah diterima dan yang telah diberikan.
Filsa Kijing wilangan / Mengitung batu-bata dan mengukur makam (ndepani makam* Jawa)
Di sebelah barat makam induk (Gedong inten) terdapat beberapa makam
salah satunya makam penderek Ki Ageng Sunan Pandan Aran yang beranama ki
Sebata. Makam ini menjadi satu komplek dengan makam Ki Ageng Dampo
Awang, kedua makam ini dipercaya oleh masyarakat umum bahwa masing
masing mempunyai kekeramatan sendiri-sendiri.
Makam Ki Ageng Sebata dipercaya bahwa apabila kita bisa menghitung
jumlah batu bata yang menjadi kijingnya, berulang-ulang dan jumlahnya
selalu sama. Maka maksud kita bakal tercapai.
Perlu kita cermati dan perhatikan benar-benar bahwa kata Sebata sepadan
(istilah sekarang plesetan) dengan kata sepata dalam bahasa Indonesia
berarti Sumpah.
Sebagai umat Islam kita tentu ingat dalam al-Qur’an surat Al A’raaf ayat
172-174 Allah SWT. telah berfirman yang artinya: “Dan (ingatlah),
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikan itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesusngguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan), atau agar kamu
tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah
mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak
keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah engkau akan
membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?”. Dan
demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu, agar mereka kembali (kepada
kebenaran).
Juga dalam surat ar-Ra’du: 16 yang artinya :
“Katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah”
Katakanlah: “Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari
selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak
(pula) kemudharatan bagi mereka sendiri?” Katakanlah: “Adakah sama orang
buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang
benderang; apakah mereka menjadikan sekutu bagi Allah yang dapat
menciptakan seperti ciptaan-Nya itu serupa menurut pandangan mereka?”
Katakanlah: “Allah adalah pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang
Maha Esa lagi Maha perkasa”
Setelah kita lahir dan memasuki usia baligh kita wajib mengucapkan lagi
sumpah itu, dan menjadi salah satu rukun dari rukun Islam yang pertama.
Sumpah kita kepada Dzat yang Maha Esa yang disebut dengan Syahadat. Kita
benar-benar dianggap orang Islam jika telah bersumpah dengan lisan dan
membenarkan dengan hati, dimanisfestasikan dalam kehidupan kita
sehari-hari.
Sudah selayaknya apabila Sultan Agung memberikan ajaran agar orang bisa
mengitung sumpahnya itu sudah selaraskah dengan hati dan perbuatannya.
Jika lisan, hati dan perbuatan selalu selaras maka akan beruntunglah
kita sebagai manusia.
Makam ki Ageng Dampo Awang dipercaya apabila kita akan menjadi mulia
apabila kita bisa depani (mengembangkan lengan tangan selebar-lebarnya)
dan bisa sampai antara maesan di kepala dan kaki, maka akan cepat
terkabul apa yang menjadi cita-cita kita.
Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa ki Dampo Awang adalah salah satu
orang kepercayaan Ki Ageng Sunan Pandan Aran yang berasal dari negeri
seberang (Cina). Kita sebagai orang ajam (Jawa) tentu sangat asing
dengan ajaran Islam yang menggunakan bahasa Arab. Namun apabila kita mau
berusaha untuk menghembangkan dada dan mau depani mengukur dengan cara
belajar yang sungguh-sungguh maka akan tercapailah apa yang kita idamkan
hidup bahagia dunia dan akhirat.
Filsafat Bunga kanthil, Intip/Kerak nasi dan Pisang Kepok
Setelah berdo’a dan menabur bunga di dalam makam induk kita dianjurkan
untuk mencari bunga yang telah kita sebar di atas makam dan bunga yang
kita cari adalah bunga kanthil.
Maksud dari ritual tersebut, setelah kita mempunyai bekal/bunga
kehidupan yang kita tebar di atas dunia ini seyogyanya kita mempunyai
satu amalan yang perlu kita istiqomahkan.
Mencari bunga kanthil di makam Ki Ageng Pandan Aran mempunyai pengertian
hendaklah kita pelajari apa yang telah ditinggalkan oleh almarhum, dan
kita masukan dalam lubuk hati sedalam-dalamnya agar benar-benar
kemanthil-manthil. Dan menjadi salah satu amalan kita.
Contoh yang paling mudah adalah pelajaran Syare’at golo yang telah
disebutkan diatas. Apabila kita mau renungi ajaran dari syareat golo
kita akan benar-benar menjadi seorang muslim. Karena tiang dari agama
kita adalah Sholat seperti tersebut dalam hadits nabi Muhammad SAW. Yang
artinya kurang lebih : “Sholat adalah tiang agama …….. “
Setelah kita ziarah ketika keluar dari areal makam tersedia buah tangan
yang menjadi ciri khas makam Ki Ageng Sunan Pandan Aran berupa intip
(kerak nasi) dengan rasa asin maupun manis serta pisang kepok (gedang
kepok).
Intip atau kerak nasi adalah nasi yang paling bawah dan paling matang
sendiri bahkan sampai hangus mempunyai rasa yang khas apalagi bila
dijemur sampai kering kemudian digoreng dengan diberi rasa asin atau
manis.
Maksud dari oleh-oleh intip ini adalah belajarlah/membacalah kamu sampai
benar-benar paham (mengerak/ngintip) baru kamu boleh pulang dengan
membawa ilmu yang benar-benar matang jangan hanya setengah-setengah.
Pisang kepok/gedang kepok mempunyai arti gek ndang kapok.
Maksudnya setelah kita mengetahui dosa-dosa dan kesalahan-kesalhan kita
cepat-cepatlah bertobat, dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama
pada kesempatan yang lain.
Dalam surat Ali Imron ayat 133-135 Allah SWT telah berfirman yang
artinya kurang lebih :”Dan bersegeralah kalian menuju ampunan dari
Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang mau menafkahkan
(hartanya) diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang mau
menahan amarahnya. Dan memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila
melakukan perbuatan keji(fahisyah) atau menganiaya diri sendiri, mereka
ingat akan Allah lalu mmemohon ampun atas dosa-dosa mereka. Dan siapa
lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”
Dan dari sahabat Anas bin Malik r.a, dia berkata: Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda: Allah berfirman: “Wahai ibnu Adam (manusia),
sesungguhnya (meskipun) kamu tidak memohon dan mengharap kepada-Ku atas
apa yang ada padamu, Aku tidak peduli. Wahai ibnu Adam (manusia),
seandainya dosa-dosamu telah memenuhi kolong langit, kemudian kamu mau
mohon ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni. Sesungguhnya jika kamu
telah berbuat dosa kepada-Ku seluas bumi, kemudian kamu mendatangi-Ku
dengan tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, niscaya kamu akan Aku
dekati dengan ampunan.
Sesungguhnya pintu-pintu surga tertutup semuanya sampai hari kebangkitan
dan penggiringan manusia, kecuali pintu taubat. Ia akan selalu terbuka
siang dan malam untuk orang-orang yang mau bertaubat. Kapan saja mereka
bertobat, mau kembali dan menghentikan dari sesuatu yang dilarang.
Bahkan Tuhan kita yang mempunyai Keagungan dan Kemuliaan akan turun tiap
malam pada sepertiga malam yang terakhir seraya memanggil-manggil
hamba-Nya: “Apakah ada diantara hamba-Ku yang mau bertaubat, apakah ada
diantara hamba-Ku yang mau memohon ampun ‘beristighfar’.
Orang-orang yang mau bertaubat sesungguhnya cukup mendapatkan kemulian
dan derajat dari Allah, sebab secacra khusus Allah menegaskan akan
kecintaan-Nya kepada mereka, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an
al-Karim:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang mau bertaubat dan
mencintai orang-orang yang mau mensucikan diri” (QS. Al-Baqoroh: 222)
Allah SWT juga berfirman kepada orang-orang yang bermaksiat:
“Mengapa mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan memohon ampun
kepada-Nya ? Padahal Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang” (QS.
Al-Maidah: 74)
Ada suatu riwayat ketika iblis la’natullah dikeluarkan dari surga dan
diberi batas tempo, ia berkata: “Ya Tuhanku, demi keluhuran-Mu dan
keagungan-Mu, saya tidak akan pernah berhenti untuk membujuk dan
menggoda manusia, selagi di dalamnya masih ada ruhya”. Allah pun lalu
menjawab: “Demi keluhuran dan keagungan-Ku, Aku tidak akan menghalangi
taubatnya selagi ruh masih ada di dalam tubuhnya.
Oleh karena itu kami memohon rahmat-Mu, wahai Tuhan dan Pencipta kami.
Dan kami memohon dengan rahmat-Mu, wahai Dzat yang Maha Pengasih
diantara yang pengasih, agar kami dijaga dari berbagai musibah cobaan
(fitnah)