Kudus awalnya kota di tepi Sungai Gelis,dan salah satu kota di Pulau
Muria, bernama Kota Tajug. Disebut "Tajug" karena struktur atas Menara
Kudus yang berbentuk 'Tajug'. Warga hidup dari bertani, membuat batu
bata, menangkap ikan,dan berdagang. Setelah kedatanganSunan Kudus, Kota
itu dikenal sebagai "Al-Quds" yang berarti "Kudus". Kota Tajug memang
sudah lama menjadi kota perdagangan,tapi karena posisinya agak jauh dari
Selat Muria, tidak ada pelabuhan besar di Kota Tajug, hanya pelabuhan
transit, yang nanti akan transit lagi ke Pelabuhan Tanjung Karang di
tepi Selat Muria.Pada saat itu, Selat Muria masih dalam dan lebar,
sebagai jalan pintas perdagangan. Pelabuhan Tanjung Karang adalah
pelabuhan transit penghubung ke pelabuhan Demak, Jepara dan Juwana.
Komoditas utama export Pelabuhan Tanjung Karang adalah kayu yang berasal
dari muria,yang juga digunakan sebagai salah satu material pembangunan
Masjid Agung Demak.
Pedagang dari Timur Tengah, Tiongkok, dan pedagang antar pulau dari
sejumlah daerah di Nusantara berdagang kain, barang pecah belah, dan
hasil pertanian di Tajug, tepatnya di Pelabuhan Tanjung Karang. Warga
Tajug juga terinspirasi filosofi yang dihidupi Sunan Kudus,Gusjigang.
Gus berarti bagus, ji berartimengaji, dan gang berarti berdagang.
Melalui filosofi itu, Sunan Kudus menuntun masyarakat menjadi orang
berkepribadian bagus, tekun mengaji, dan mau berdagang. Dari pembauran
lewat sarana perdagangan dan semangat ”gusjigang” itulah masyarakat
Kudus mengenal dan mampu membaca peluang usaha. Dua di antaranya usaha
batik dan jenang.Kini, selat muria sudah hilang ditelan
sedimentasi,begitupun dengan Pelabuhan Tanjung Karang,hilang dan hancur
ditelan sedimentasi.
Berdirinya Masjid Menara Kudus sebagai Hari Jadi Kabupaten Kudus. Masjid
Menara Kudus tidak lepas dari peran Sunan Kudus sebagai pendiri dan
pemrakarsa. Sebagaimana para walisongo yang lainnya, Sunan Kudus
memiliki cara yang amat bijaksana dalam dakwahnya. Di antaranya, dia
mampu melakukan adaptasi dan pribumisasi ajaran Islam di tengah
masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dengan mayoritas beragama
Hindudan Buddha. Pencampuran budaya Hindu dan Budha dalam dakwah yang
dilakukan Sunan Kudus, salah satunya dapat kita lihat pada masjid Menara
Kudus ini. Masjid ini didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini
dapat diketahui dari inskripsi (prasasti) pada batu yang lebarnya 30 cm
dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid yang ditulis dalam
bahasa Arab.
Sebenarnya,banyak orang salah paham dengan menara kudus.Masyarakat
berpikir bahwa menara kudus dibangun bersama dengan Masjid Menara
Kudus,padahal tidak.Menara kudus sudah ada dari zaman hindu buddha,dan
umurnya jauh lebih tua dari Masjid Menara Kudus.Kini, kejayaan dan
kemakmuran Kota Kudus karena perdagangan,terulang lagi karena
Industri,dan posisi Kudus yang strategis sebagai lalu lintas perdagangan
jawa.Terletak di jalur Pantura ,atau AH2(Asian Highway 2) membuat Kota
kudus ramai,dan maju.Bahkan Kudus adalah yang paling maju di Karesidenan
Pati dan di Semenanjung Muria.Pendapatan perkapita Kudus juga yang
tertinggi di jawa tengah,karena hasil industri yang besar,serta penduduk
yang tidak terlalu banyak,tapi dengan kepadatan penduduk yang relatif
tinggi.
Sejarah Kota Kudus tidak terlepas dari Sunan Kudus. Karena keahlian dan
ilmunya, maka Sunan Kudus diberi tugas memimpin para Jamaah Haji,
sehingga beliau mendapat gelar “Amir Haji” yang artinya orang yang
menguasai urusan para Jama’ah Haji. Beliau pernah menetap di Baitul
Maqdis untuk belajar agama Islam. Ketika itu disana sedang berjangkit
wabah penyakit, sehingga banyak orang yang mati. Berkat usaha Ja’far
Shoddiq, wabah tersebut dapat diberantas.
Atas jasa-jasanya, maka Amir di Palestina memberikan hadiah berupa
Ijazah Wilayah, yaitu pemberian wewenang menguasai suatu daerah di
Palestina. Pemberian wewenang tersebut tertulis pada batu yang ditulis
dengan huruf arab kuno, dan sekarang masih utuh terdapat di atas Mihrab
Masjid Menara Kudus.
Peran Sunan Kudus
Beliau lahir di Jipang Panolan yang letaknya di sebelah utara kota Blora , sekitar tahun 1400 dengan nama Ja'far Shodiq.
Ayahnya bernama Raden Usman Haji yang bergelar dengan sebutan Sunan Ngudung.
Ja'far Shodiq mengajarkan agama Islam khususnya di sekitar Kudus dan di Jawa Tengahpesisir Utara pada umumnya.
Ia adalah seorang ulama yang ahli dalam menyiarkan agama Islam dengan ilmu
Tauhid
Usul
Hadits
Sastra Mantiq
dan Fiqih.
Karena itulah ia mendapat gelar sebagai Waliyyul 'Ilmi , bahkan menurut
sebagaian riwayat ia termasuk salah seorang Pujangga yang berinisiatif
mengarang cerita-cerita pendek yang berisi fisafat dan berjiwa agama.
Salah satu ciptaannya yang terkenal adalahGending Maskumambang dan Mijil.
Menurut sejarah , pada abad VIII juga hidup seorang wali yang terkenal di Iran , yang namanya juga Ja'far Shodiq.
Tapi Ja'far Shodiq yang ini adalah seorang Imam Syi'ah yang keenam.
Imam Ja'far Shodiq yang terkenal di Iran ini tidak saja sebagai seorang
Imam dari Kaum Syi'ah , akan tetapi juga sebagai seorang yang terkemuka
didalam soal-soal hukum maupun ilmu pengetahuan lainnya.
Jadi Ja'far Shodiq yang di Iran bukanlah Ja'far Shodiq yang menjadi salah seorang anggotaWalisongo di Jawa.
Guru - Gurunya
Disamping belajar agama pada ayahnya ,
Ja'far Shodiq juga belajar kepada beberapa ulama terkenal lainnya , seperti
Kyai Telingsing
Ki Ageng Ngerang
dan Sunan Ampel.
Nama asli Kyai Telingsing adalah Ling Sing.
Ia seorang ulama dari Cina yang datang ke Pulau Jawa bersama Laksamana Jendral Cheng Hon.
Dalam sejarah disebutkan bahwa Jendral Cheng Hoo yang beragama Islam itu
datang ke Jawa untuk mengadakan tali persahabatan dan menyebarkan agama
Islam melalui perdagangan.
Di Jawa , Ling Sing atau The Ling Sing akhirnya dipanggilTelingsing.
Ia tinggal di sebuah daerah subur yang terletak di antara Sungai Tanggulangin dan Sungai Juwana sebelah Timur.
Di daerah tersebut , Telingsing tidak hanya mengajarkan agama Islam saja
tetapi juga mengajarkan Seni Ukir yang indah pada penduduk sekitar.
Banyak yang datang berguru seni kepada Kyai Telingsing , termasuk Ja'far Shodiq itu sendiri.
Dengan belajar kepada ulama dari Cina itu , Raden Ja'far Shodiq mewarisi
bagian dari sifat positif masyarakat Cina , yaitu ketekunan dan
kedisiplinan dalam mengejar atau mencapai cita-cita.
Hal ini berpengaruh besar bagi kehidupan dakwah Ja'far Shodiq di masa
mendatang , yaitu tatkala menghadapi masyarakat yang kebanyakan masih
beragama Hindu dan Budha.
Selanjutnya Raden Ja'far Shodiq berguru pada Sunan Ampel di Surabaya selama beberapa tahun.
Strategi Dakwah
Ja'far Shodiq termasuk pendudukung gagasanSunan Kalijaga dan Sunan
Bonang yang menerapkan strategi dakwah kepada masyarakat sebagai berikut
:
» Membiarkan dulu adat istiadat dan kepercayaan lama yang sukar di ubah.
Mereka sepakat untuk tidak menggunakan jalan kekerasan atau radikal menghadapi masyarakat yang demikian.
» Bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi mudah dirubah , maka segera dihilangkan.
» Tut Wuri Handayani.
Mengikuti dari belakang terhadap kelakuan dan adat rakyat tetapi di usahakan untuk dapat mempengaruhi sedikit demi sedikit.
» Tut Wuri Hangiseni.
Mengikuti dari belakang sambil mengisi ajaran agama Islam.
» Mengambil ikan tetapi tidak membuat keruh airnya.
Menghindarkan konfrontasi secara langsung atau secara keras di dalam cara menyiarkan agama Islam.
» Tidak menghalau masyarakat dari umat Islam.
Bagi kalangan umat Islam yang sudah tebal imannya harus berusaha menarik
simpati masyarakat non-muslim agar mau mendekat dan tertarik dengan
ajaran dengan cara melaksanakan ajaran Islam secara lengkap.
Yang secara otomatis tingkah laku dan gerak-gerik mereka sudah merupakan dakwah nyata yang dapat memikat masyarakat non-musilm.
Pada akhirnya akan mengubah atau boleh saja merubah adat serta kepercayaan masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Strategi dakwah tersebut diterapkan oleh Sunan Kalijaga ,
Sunan Bonang ,
Sunan Muria ,
Sunan Kudus ,
dan Sunan Gunung Jati.
Karena siasat mereka inilah akhirnya mereka disebut Kaum Abangan atau Aliran Tuban.
Sedangkan pendapat Sunan Ampel , Sunan Giri , dan Sunan Drajat disebut Kaum Putihan atau Aliran Giri.
Namun atas inisiatif Sunan Kalijaga ,
kedua pendapat yang berbeda itu pada akhirnya dapat di kompromikan.
Merangkul Masyarakat Hindu
Pada suatu hari Ja'far Shodiq membeli seekor Sapi{riwayat lain disebut Kebo Gumarang}.
Sapi itu berasal dari Hindia yang dibawa pedagang asing.
Kemudian sapi tersebut ditambatkan pada halaman rumahnya.
Rakyat Kudus yang mengetahui hal tersebut tergerak hatinya untuk ingin
tahu apa yang akan dilakukan Ja'far Shodiq terhadap sapi tersebut.
Karena sapi dalam pandangan Hindu adalahHewan Suci yang menjadi
kendaraan para Dewadan menyembelih sapi merupakan perbuatan dosa yang
dikutuk para Dewa.
Dalam sekejar halaman rumah Ja'far Shodiq di banjiri rakyat , baik yang beragama Islam maupun Hindu.
Ja'far Shodiq keluar dari rumahnya ,
"Sedulur-sedulur yang saya hormati ,
segenap sanak-kadang yang saya cintai.
Saya melarang saudara-saudara menyakiti apalagi menyembelih sapi.
Karena di waktu saya masih kecil , saya pernah mengalami saat yang berbahaya , hampir mati kehausan.
Lalu seekor sapi datang menyusui saya", kata Ja'far Shodiq.
Mendengar cerita tersebut para pemeluk agama Hindu terkagum-kagum.
Mereka menyangka Ja'far Shodiq adalah titisanDewa Wisnu.
"Demi rasa hormat saya kepada hewan yang pernah menolong saya , maka
dengan ini saya melarang penduduk Kudus menyakiti atau menyembelih
sapi", Ja'far Shodiq menjelaskan lebih lanjut yang kontan membuat para
penduduk terpesona dengan kisah tersebut.
Setelah para penduduk lebih cermat mendengarkan dan ingin lebih tahu tentang cerita tersebut.
Maka Ja'far Shodiq menlanjutkan ceritanya dengan mengatakan bahwa di
antara surat-suratAl-Qur'an juga ada surat yang dinamakan Surat Sapi
atau dalam Bahasa Arabnya Al-Baqarah.
Masyarakat semakin penasaran dan tertarik.
Kok ada sapi didalam Al-Qur'an . . ?
Dalam setiap bercerita ,
Ja'far Shodiq tidak pernah menyelesaikannya.
Ia takut orang akan jenuh mendengarnya karena terlalu lama.
Tapi justru hal itulah membuat mereka penasaran dan ingin tahu lebih banyak lagi.
Akhirnya masyarakat jadi sering mendengarkan keterangan Ja'far Shodiq
tentang surat Al-Baqarah dan mendengarkan ceramahnya tentang agama
Islam.
Kemudian Ja'far Shodiq membuat masjid yang tidak jauh berbeda dengan candi-candi milik orang Hindu.
Masjid Menara Kudus yang unik dan antik itu hingga sekarang dikagumi orang di seluruh dunia karena keanehannya.
Bentuknya yang mirip candi itulah membuat orang-orang Hindu pada masa
itu merasa akrab dan tidak takut atau segan untuk masuk kedalam masjid
guna mendengarkan ceramah atau cerita Ja'far Shodiq.
Merangkul Masyarakat Budha
Setelah masjid berdiri , maka Ja'far Shodiq membuat Padasan atau tempat wudhu dengan pancuran yang berjumlah delapan.
Masing-masing pancuran diatasnya diberi arcakepala Kebo Gumarang.
Hal ini sesuai dengan ajaran Budha
"Sanghika Marga" atau Jalan Berlipat Delapan , yaitu
» Harus Memiliki Pengetahuan Yang Benar
» Mengambil Keputusan Yang Benar
» Berkata Yang Benar
» Hidup Dengan Cara Yang Benar
» Bekerja Dengan Benar
» Beribadah Dengan Benar
» Menghayati Agama Dengan Benar
Karena usahanya itu pun membuat umat Budha penasaran hingga mereka
berdatangan ke masjid untuk mendengarkan keterangan Ja'far Shodiq.
Dalam legenda dikisahkan bahwa Raden Ja'far Shodiq atau Sunan Kudus itu
suka mengembara , baik ke tanah Hindustan maupun ke tanah Suci Mekkah.
Sewaktu berada di Mekkah , ia menunaikan ibadah haji yang kebetulan disana ada wabah penyakit yang sulit teratasi.
Bahkan penguasa Negeri Arab kala itu sampai mengadakan sayembara.
Bagi siapa saja yang berhasil melenyapkan wabah penyakit itu akan diberi hadiah cukup besar jumlahnya.
Sudah banyak orang yang mencoba tapi tidak pernah berhasil hingga pada suatu hari Sunan Kudus menghadap penguasa negeri itu.
Kedatangan Sunan Kudus atau Ja'far Shodiq ini disambut dengan sinis oleh mereka.
"Dengan apa Tuan akan melenyapkan wabah penyaki ini . . ?", tanya Sang Amir.
" Dengan doa . . ! ", jawab Sunan Kudus.
"Hanya doa . . ?
Kami sudah puluhan kali melakukannya.
Di tanah Arab ini banyak ulama dan syekh-syekh ternama , tapi mereka tak
pernah berhasil mengusir wabah penyakit ini", kata Sang Amir.
"Saya mengerti memang tanah Arab ini gudangnya para ulama.
Tapi jangan lupa ada saja kekurangannya sehingga doa mereka tidak terkabulkan", kata Sunan Kudus.
"Hemm , sungguh berani Tuan berkata demikian.
Lalu apa kekurangan mereka . . ?", tanya Sang Amir dengan nada berang.
"Anda sendiri yang menyebabkannya", kata Sunan Kudus dengan tenang.
"Anda telah menjanjikan hadiah yang menggelapkan mata hati mereka sehingga doa mereka tidak ikhlas.
Mereka berdoa hanya karena mengharapkan hadiah", kata Sunan Kudus menjelaskan lebih lanjut.
Sang Amir pun terbungkam seribu bahasa dengan perkataan tersebut.
Sunan Kudus lalu dipersilahkan melaksanakan niatnya.
Kesempatan itu tidak di sia-siakan oleh Sunan Kudus yang kemudian secara khusus ia berdoa dan membaca beberapa amalan.
Dalam tempo singkat wabah penyakit yang mengganas di negeri Arab telah menyingkir.
Bahkan beberapa orang yang menderita sakit keras secara mendadak langsung sembuh.
Bukan main senangnya hati Sang Amir dan rasa kagum mulai menjalar di hatinya.
Hadiah yang telah di janjikannya hendak diberikan kepada Sunan Kudus , tetapi ditolak secara halus oleh Sunan Kudus.
Akhirnya karena dipaksa dan Sang Amir gak enak kalau tidak memberikan
hadiah kepada Sunan Kudus , apalagi Sang Amir terlanjur berjanji.
Maka sebagai gantinya , Sunan Kudus hanya meminta sebuah Batu yang berasal dari Baitul Maqdis dan Sang Amir pun mengizinkannya.
Kemudian batu tersebut dibawa ke tanah Jawa dan dipasang pada tempat
pengimaman Masjid Kudus yang di dirikannya sewaktu kembali dari tanah
suci.
Masjid yang ia dirikan sewaktu rakyat Kudus masih banyak beragama Hindu dan Budha.
Masjid tersebut dinamakan Kudus , maka Raden Ja'far Shodiq pada akhirnya disebut Sunan Kudus.
Karena masjid tersebut memiliki menara yang unik , orang-orang akhirnya menyebut masjid itu dengan sebutan Masjid Menara Kudus.
Silsilah Sunan Kudus
Seperti kita ketahui bahwa walisongo masih keturunan Rasulullah - melalui jalur Fatimah az-Zahra
dan Ali bin Abi Thalib.
» Imam Husain
» Ali Zainal Abidin
» Muhammad al-Baqir
» Ja'far ash-Shadiq
» Ali al-Uraidhi
» Muhammad al-Naqib
» Isa ar-Rumi
» Ahmad al-Muhajir
» Ubaidullah
» Alwi Awwal
» Muhammad Sahibus Saumiah
» Alwi ats-Tsani
» Ali Khali' Qasam
» Muhammad Shahib Mirbath
» Alwi Ammi al-Faqih
» Abdul Malik Azmatkhan
» Abdullah Khan
» Jamaludin Akbar al-Husaini atau Syekh Jumadil Qubro
» Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
» Raden Rahmat atau Sayyid Ahmad Rahmatillah atau Sunan Ampel
» Siti Syarifah atau Nyai Ageng Maloka atau Nyai Ageng Manyuran yang menjadi istri Raden Usman Haji atau Sunan Ngudung
» Raden Ja'far Shodiq atau Sunan Kudus.
Sunan Kudus diperkirakan lahir pada tahun 1400 dan wafat pada tahun 1550 dalam posisi sujudsewaktu memimpin sholat subuh.
Makam Sunan Kudus di sekitar Masjid Menara Kudus yang beliau dirikan
pada tahun 1549 , di Desa Kauman Kecamatan Kota Kabupaten Kudus Jawa
Tengah.
Sunan Kudus memohon kepada Amir Palestina yang sekaligus sebagai gurunya
(Sayid Alhasany) untuk memindahkan wewenang wilayah tersebut ke pulau
Jawa. Permohonan tersebut dapat disetujui dan Ja’far Shoddiq pulang ke
Jawa. Setelah pulang, Ja’far Shoddiq mendirikan Masjid di daerah Kudus
pada tahun 956 H atau 1548 M. Semula diberi nama Al Manar atau Masjid Al
Aqsho, meniru nama Masjid di Yerussalem yang bernama Masjidil Aqsho.
Kota Yerussalem juga disebut Baitul Maqdis atau Al-Quds.
Dari kata Al-Quds tersebut kemudian lahir kata Kudus, dan Ja'far Shodiq
pun disebut dengan Sunan Kudus yang kemudian digunakan untuk nama kota
Kudus sekarang. Masjid buatan Sunan Kudus tersebut dikenal dengan nama
masjid Menara di Kauman Kulon. Sejak Sunan Kudus bertempat tinggal di
daerah itu, jumlah kaum muslimin makin bertambah sehingga daerah
disekitar Masjid diberi nama Kauman, yang berarti tempat tinggal kaum
muslimin.
Ada cerita rakyat di Kudus tentang 'apa sebab masyarakat Kudus sampai
sekarang tidak menyembelih sapi'?. Sebelum kedatangan Islam, daerah
Kudus dan sekitarnya merupakan Pusat Agama Hindu. Dahulu Sunan Kudus
ketika dahaga pernah ditolong oleh seorang pendeta Hindu dengan diberi
air susu sapi. Maka sebagai rasa terima kasih, Sunan Kudus waktu itu
melarang menyembelih binatang sapi dimana dalam agama Hindu, sapi
merupakan hewan yang dimuliakan.
Hari Jadi Kota Kudus di tetapkan pada tanggal 23 September 1549 M dan
diatur dalam Peraturan Daerah (PERDA) No. 11 tahun 1990 tentang Hari
Jadi Kudus yang di terbitkan tanggal 6 Juli 1990 yaitu pada era Bupati
Kolonel Soedarsono. Hari jadi Kota Kudus dirayakan dengan parade,
upacara, tasyakuran dan beberapa kegiatan di Al Aqsa / Masjid Menara
yang dilanjutkan dengan ritual keagamaan seperti doa bersama dan tahlil.
Wisata alam
Air Terjun Monthel, di Desa Colo
Air Terjun Gonggomino, di Desa Rahtawu
Air Tiga Rasa Rejenu, di Desa JapanDukuh Rejenu
Wisata sejarah
Masjid Menara Kudus, di Desa Kauman
Masjid Bubrah, di desa Demangan
Tugu Identitas Kudus, di DesaGetaspejaten
Museum Kretek, di Desa Getaspejaten
Museum Situs Patiayam, di Desa Terban
Museum Sunan Kudus, di Desa Kauman
Goa Jepang, di Desa Colo
Goa Siluman, di Desa Terban
Kelenteng Hok Hien Bio Kudus, di DesaPloso
Wisata religi (ziarah)
Makam Sunan Kudus, di Desa Kauman
Makam Sunan Muria, di Desa Colo
Makam Sunan Kedu, (dia berasal dari daerah Kedu dan menjadi murid Sunan Kudus), di Desa Gribig
Makam Syeh Syadzili (dekat Air Tiga Rasa), di Desa Japan
Makam Kyai Telingsing (Merupakan guruSunan Kudus dan sesepuh dari Kota
Kudus yang berasal dari China dengan nama asli The Ling Sing), di
DesaSunggingan
Makam Keluarga Trah Tjondronegoro III dan Keluarga Besar R.A. Kartini, di DesaKaliputu
Makam Mbah Tanggulangin, di Dukuh Plenyian Desa Demaan
Makam Sedo Mukti, di Desa Kaliputu
Makam Sosro Kartono & para Bupati, di Desa Kaliputu
Sejarah Kyai Telingsing
Sebelum berdirinya Kerajaan Islam di Demak, terjadilah kejadian yang
menggemparkan di daerah Kudus. Peristiwa itu terjadi pada diri Kanjeng
Sunan Sungging.
Pada suatu hari Kanjeng Sunan Sungging bermain layang-layang tersiratlah
niat beliau untuk melihat dan berkeliling Wilayah Nusantara. Maka
mulailah beliau merambat melalui benang layang-layang yang sedang
melayang diangkasa. Pada waktu Kanjeng Sunan Sungging sampai
ditengah-tengah angkasa, putuslah benang tersebut dan melayanglah beliau
bersama layang-layang tersebut hingga sampai ke Tiongkok.
Selang beberapa tahun, Kanjeng Sunan Sungging mempersunting seorang
gadis Tiongkok. Dalam beberapa tahun kemudian hamillah istri tersebut
dan melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama The Ling Sing. Setelah
The Ling Sing menginjak dewasa, maka ayahandanya Kanjeng Sunan Sungging
memberi petuah kepada anak tersebut. Apabila engkau ingin menjadi orang
yang mulia di dunia dan akherat, maka ikutilah jejakku. Apakah yang
ayahanda maksudkan ? Pergilah kau ke Kudus yang termasuk wilayah
Nusantara, disanalah aku pernah berdiam.
Maka berangkatlah The Ling Sing ke Kudus. Setelah ia sampai ketempat
yang dituju, maka mulailah The Ling Sing menyiapkan diri untuk membenahi
sekelilingnya dan berdakwah.
Dimana pada waktu itu masyarakat Kudus masih kuat memeluk agama hindu.
The Ling Sing yang lebih terkenal dengan sebutan Kyai Telingsing yang
telah lama berdakwah telah lanjut usia dan ingin segera mencari
penggantinya. Pada suatu hari Kyai Telingsing berdiri sambil menengok
kekanan dan kekiri. (bahasa Jawa Ingak-Inguk) seperti mencari sesuatu.
Tiba-tiba Sunan Kudus muncul dari arah selatan, dan secara tiba-tiba
Sunan Kudus membangun masjid dalam waktu yang amat singkat, bahkan ada
yang mengatakan masjid itu muncul dengan sendirinya. Berhubung dengan
hal tersebut desa tempat masjid tersebut berdiri dinamakan desa Nganguk
dan masjidnya dinamakan masjid nganguk wali.
Akhirnya kedua tokoh tersebut bekerja sama dalam mengembangkan dakwah di
Kudus. Dan dengan taktik dan siasat dari Kyai Telingsing dan Ja’far
Shodiq (Sunan Kudus) akhirnya berhasillah cita-cita keduanya untuk
menyebarkan Islam di Kudus.
Pada suatu hari Sunan Kudus akan kedatangan rombongan tamu dari
Tiongkok. Maka dipanggillah Kyai Telingsing untuk membuat sebuah
kenang-kenangan kepada tamu tersebut. Oleh Kyai telingsing dibuatlah
sebuah kendi yang bertuliskan indah di dalamnya. Setelah kendi tersebut
jadi, maka segera diberikan kepada Sunan Kudus. Sunan Kudus setelah
melihat kendi yang menurutnya kurang bagus dan biasa-biasa saja yang
tidak pantas untuk dihadiahkan kepada tamu dari Tingkok tersebut,
wajahnya berubah sinis dan menerimanya dengan kurang berkenan dan
dilemparlah kendi tersebut.
Setelah kendi tersebut pecah, terdapatlah lukisan yang indah, dimana
ditengah-tengahnya tertulis kalimat syahadat. Seketika itu
terperanjatlah beliau menunjukkan kekagumanya, sehingga beliau
menyadari, betapa kyai Telingsing adalah seorang yang memiliki karomah.
Diantara sabda dari Kyai Telingsing, “Sholat Sacolo Saloho Donga
sampurna", artinya : Sholat adalah sebagai do’a yang sempurna Lenggahing
panggenan
Tersetihing ngaji artinya : Menempatkan diri pada sesuatu yang benar, suci dan terpuji.
Beliau kini makamnya di kampung sunggingan-Kudus. Ada sebagian orang
yang mengatakan kalau beliau adalah seorang pemahat yang masuk dalam
aliran Sun Ging. Dari nama Sun Ging inilah kemudian terjadi kata
Nyungging yang artinya memahat atau mengukir, dan dari kata Sung Ging
itu pulalah terjadi namanya Sunggingan sampai saat Ini.