عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَ ضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ, وَلَمْ
يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِهِ, مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ ) رَوَاهُ
مُسْلِمٌ.
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Barangsiapa mati, sedang ia tidak pernah berjihad dan tidak
mempunyai keinginan untuk jihad, ia mati dalam satu cabang kemunafikan."
(HR. Muttafaq Alaihi)”
َوَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (
جَاهِدُوا اَلْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ, وَأَنْفُسِكُمْ,
وَأَلْسِنَتِكُمْ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ
اَلْحَاكِمُ.
“Dari Anas bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Berjihadlah melawan kaum musyrikin dengan hartamu, jiwamu dan lidahmu."
(Riwayat Ahmad dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Hakim)”
Allah ta'ala berfirman:
وَعَدُوَّكُمْ اللَّهِ عَدُوَّ بِهِ تُرْهِبُونَ الْخَيْلِ رِبَاطِ وَمِنْ قُوَّةٍ مِنْ اسْتَطَعْتُمْ مَا لَهُمْ وَأَعِدُّوا
إِلَيْكُمْ يُوَفَّ اللَّهِ سَبِيلِ فِي شَيْءٍ مِنْ تُنْفِقُوا وَمَا
يَعْلَمُهُمْ اللَّهُ تَعْلَمُونَهُمُ لا دُونِهِمْ مِنْ وَآخَرِينَ
تُظْلَمُونَ لا وَأَنْتُمْ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang
orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya
akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya
(dirugikan).” (QS al Anfal:60)
Meskipun begitu, tidak dapat diingkari bahwa jihad dapat pula mengambil
bentuk peperangan, tetapi jihad di dalam pengertian ini bersifat
kondisional, bukan pengertian satu-satunya. Yang jelas bahwa jihad
sebagai cara untuk memelihara dan mempertahankan ajaran Islam dalam
kehidupan masyarakat harus dilaksanakan secara terus-menerus. Karena itu
pula maka jihad dalam pelaksanaannya harus bermotifkan tekad yang bulat
untuk mencari ridha Allah. Di dalam hal ini, Al-Qur’an menya-takan
bahwa pengerahan tenaga, pikiran, dan harta benda secara optimal tidak
boleh menyim-pang dari jalan yang diridhai oleh Alloh.
SATU di antara wujud jihad yang paling ditekankan oleh Allah Ta’ala di
dalam Al-Qur’an adalah jihad harta dan jiwa. Bahkan dalam sejarah Islam
di masa Rasulullah jihad harta dan jiwa ini menjadi amalan dominan kaum
Muslimin kala itu.
اَلْـجِهَادُ : مُـحَارَبَةُ الْكُفَّارِ وَهُوَ الْمُغَالَبَةُ
وَاسْتِفْرَاغُ مَا فِـيْ الْوُسْعِ وَالطَّاقَةِ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ.
“Jihad adalah memerangi orang kafir, yaitu berusaha dengan
sungguh-sungguh mencurahkan kekuatan dan kemampuan, baik berupa
perkataan atau perbuatan.”
Dikatakan juga:
اَلْـجِهَادُ وَالْمُجَاهَدَةُ: اِسْتِفْرَاغُ الْوُسْعِ فِـيْ مُدَافَعَةِ الْعَدُوِّ.
“Jihad artinya mencurahkan segala kemampuan untuk memerangi musuh.”
JIHAD ADA TIGA MACAM
1. Jihad melawan musuh yang nyata.
2. Jihad melawan setan.
3. Jihad melawan hawa nafsu.
Tiga macam jihad ini termaktub di dalam Al-Qur-an, di antaranya:
Firman Allah Azza wa Jalla,
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ
عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ
هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ
الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ
فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ
مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ
“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.
Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu
dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah
menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam
(Al-Qur-an) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan
agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah
shalat dan tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah.
Dia-lah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik
penolong.” [Al-Hajj/22 : 78]
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan
berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu
adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” [At-Taubah/9: 41]
Juga firman-Nya.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا
أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ
يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ
يُهَاجِرُوا ۚ وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ
النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ ۗ
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad
dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang
memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada Muhajirin),
mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang
yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit
pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (Tetapi) jika
mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka
kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah
terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan.” [Al-Anfaal/8: 72]
Menurut al-Hafizh Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqalani rahimahullah
(wafat th. 852 H), “Jihad menurut syar’i adalah mencurahkan seluruh
kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir.”
Istilah jihad digunakan juga untuk melawan hawa nafsu, melawan setan,
dan melawan orang-orang fasik. Adapun melawan hawa nafsu yaitu dengan
belajar agama Islam (belajar dengan benar), lalu mengamalkannya,
kemudian mengajarkannya. Adapun jihad melawan setan dengan menolak
segala syubhat dan syahwat yang selalu dihiasi oleh setan. Jihad melawan
orang kafir dengan tangan, harta, lisan, dan hati. Adapun jihad melawan
orang-orang fasiq dengan tangan, lisan, dan hati.
Perkataan al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
جَاهِدُوْا الْمُشْرِكِيْنَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ.
“Berjihadlah melawan orang-orang musyrikin dengan harta, jiwa, dan lisan kalian."
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah adalah, “Mencurahkan
segenap kemampuan untuk mencapai apa yang dicintai Allah Azza wa Jalla
dan menolak semua yang dibenci Allah.”
Definisi ini mencakup seluruh macam jihad yang dilaksanakan seorang
Muslim, yaitu meliputi ketaatannya kepada Allah Azza wa Jalla dengan
melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhkan
larangan-larangan-Nya. Kesungguhan mengajak (mendakwahkan) orang lain
untuk melaksanakan ketaatan, yang dekat maupun jauh, Muslim atau orang
kafir dan bersungguh-sungguh memerangi orang-orang kafir dalam rangka
menegakkan kalimat Allah.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat th. 751 H) berkata, “Aku mendengar
Syaikh kami berkata, ‘Jihad melawan hawa nafsu adalah prinsip (dasar
yang dibangun di atasnya) jihad melawan orang-orang kafir dan
orang-orang munafik. Karena sesungguhnya seseorang tidak akan mampu
berjihad (melawan) orang kafir dan munafik, sehingga dia berjihad
melawan dirinya dan hawa nafsunya lebih dahulu sebelum melawan mereka
(orang kafir dan munafik).’”
Keutamaan Jihad
Dan, Muslim yang melakukan jihad harta dan jiwa Allah Ta’ala tegaskan
sebagai Muslim yang sesungguhnya. Firman Alloh Subhanahu Wata'ala ;
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ
لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar” (QS. Al-Hujurat
[49]: 15).
إِنَّ اللّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم
بِأَنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَيَقْتُلُونَ
وَيُقْتَلُونَ وَعْداً عَلَيْهِ حَقّاً فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ
وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللّهِ فَاسْتَبْشِرُواْ
بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta
mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada
jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi)
janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar” (QS. At-Taubah [9]: 111).
Al-'Imad ibnu Katsir berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan bahwa Dia
memberi ganti dari jiwa dan harta benda para hamba-Nya yang beriman
dengan surga karena mereka telah rela mengorbankannya di jalan-Nya. ini
merupakan karunia, kemuliaan dan kebaikan-Nya." Oleh karenanya al-Hasan
al-Bashri dan Qatadah mengatakan: "Allah telah membeli mereka, demi
Allah, Dia menghargai mereka sangat mahal."
Al-Hasan berkata lagi, "Dengarkan jual-beli yang menguntungkan yang
telah Allah ajak setiap mukmin melakukan jual-beli ini." Dalam perkataan
beliau yang lain, "Sesungguhnya Allah telah memberikan dunia kepadamu
maka belilah surga dengan sebagiannya." (Dinukil dari tafsir al-Baghawi)
Allah Ta'ala berfirman lagi tentang jual beli yang menguntungkan ini,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ
تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ
ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ يَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu)
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah
dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu
mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan
kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan
(memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah
keberuntungan yang besar." (QS. Al-Shaff: 10-12)
Ini merupakan pesan dan arahan Dzat Mahapenyayang kepada hamba-hamba-nya
yang beriman, supaya mereka melakukan jual beli menguntungkan yang bisa
menyelamatkan dari azab yang neraka yang pedih dan mendapatkan
kenikmatan yang abadi. Jual beli tersebut adalah "Kamu beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya."
Iman yang sempurna adalah pembenaran terhadap perintah-perintah Allah
dalam hati yang diikuti dengan ketundukan anggota badan mengerjakan
amal-amal shalih. Dan di antara amal shalih yang paling agung adalah
berjihad di jalan-Nya. Oleh karenanya Allah berfirman sesudahnya, "dan
berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu." Yaitu dengan
menginfakkan sebagian harta dan mengorbankan jiwa untuk menghadapi
musuh-musuh Islam dengan tujuan untuk menolong agama Allah dan
meninggikan kalimat-Nya.
Pada ringkasnya untuk mendapatkan kenikmatan surga dan dihindarkan dari
siksa neraka seseorang harus beriman kepada Allah dan Rasul-Nya lalu
berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa-Nya. Lalu kenapa masih ada
orang yang bercita-cita masuk surga tapi masih pelit dengan hartanya
dan terlalu sayang dengan jiwanya dari berjihad di jalan Allah?
. . . ringkasnya untuk mendapatkan kenikmatan surga dan dihindarkan dari
siksa neraka seseorang harus beriman kepada Allah dan Rasul-Nya lalu
berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa-Nya. . .
. . . kenapa masih ada orang yang bercita-cita masuk surga tapi masih
pelit dengan hartanya dan terlalu sayang dengan jiwanya dari berjihad di
jalan Allah?
Al-Hakim telah meriwayatkan dalam Mustadraknya (no. 2421) dari hadits
Basyir bin al-Khashashiyyah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku pernah
mendatangi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam untu berbai'at masuk
Islam. Maka beliau mensyaratkan kepadaku:
تَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ وَتُصَلِّي الْخَمْسَ ، وَتَصُوْمُ رَمَضَانَ وَتُؤَدِّي
الزَّكَاةَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ وَتُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
"Engkau bersaksi tiada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, engkau shalat lima waktu, berpuasa
Ramadhan, mengeluarkan zakat, berhaji ke Baitullah, dan berjihad di
jalan Allah."
Dia melanjutkan, "Aku berkata: 'Wahai Rasulullah, ada dua yang aku tidak
mampu; Yaitu zakat karena aku tidak memiliki sesuatu kecuali sepuluh
dzaud (sepuluh ekor unta) yang merupakan titipan dan kendaraan bagi
keluargaku. Sedangkan jihad, orang-orang yakin bahwa yang lari (ketika
perang) maka akan mendapat kemurkaan dari Allah, sedangkan aku takut
jika ikut perang lalu aku takut mati dan ingin (menyelamatkan) diriku."
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menggenggam tangannya lalu menggerak-gerakkannya. Lalu bersabda,
لَا صَدَقَةَ وَلَا جِهَادَ فَبِمَ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ ؟
"Tidak shadaqah dan tidak jihad? Dengan apa engkau masuk surga?"
Basyir berkata, "Lalu aku berkata kepada Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi
Wasallam-, aku berbaiat kepadamu, maka baitlah aku atas semua itu."
(Imam al-Hakim berkata: Hadits shahih. Al-Dzahabi menyepakatinya.
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memberikan pelajaran berharga kepada
Basyir, juga kepada kita semua, tentang hakikat baiat atas Islam. Bahwa
Islam tidak mencukupkan bagi pemeluknya untuk memperhatikan diri
pribadinya sendiri, berleha-leha setelah ikrar atas keislaman. Tapi ia
harus memperhatikan agamanya dan memperjuangkan syriatnya dengan harta
dan jiwanya. Karenanya kita lihat, saat Basyir mengajukan keberatan atas
dua syarat yang berkaitan dengan pengorbanan jiwa dan hartanya –padahal
ia siap menerima syarat-syarat lainnya-, maka Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam menggenggamkan tangannya dan tidak mau menerima baiat,
karena barang dagangan Allah itu mahal harganya. Oleh karenanya beliau
menyampaikan, "Orang yang tidak mau mengorbankan jiwa dan hartanya di
jalan Allah, maka dengan apa ia masuk surga?"
Banyak sekali ayat yang memerintahkan agar berjihad, bahkan ditandaskan
belum diakui mukmin sebelum nampak dalam jihad. Firman-Nya:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوْا وَلَمَّا يَعْلَمِ الله الَّذِيْنَ
جَاهَدُوْأ مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوْا مِنْ دُونِ اللهِ وَلاَرَسُولِهِ
وَلاَالمُؤْمِنْيْنَ وَلِيْجَةً وَاللهُ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang
Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di
antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah,
Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” Qs.9:16
Dengan nada bertanya, Allah SWT mengingatkan umat manusia, agar jangan
menyangka bahwa keimanannya akan langsung diakui tanpa diuji
kebenarannya dan tanpa dimintai buktinya.
Menurut al-Zuhaili Istifham atau kalimat tanya pada ayat ini merupakan
istifham inkari, yang menunjukkan penyangkalan atau larangan.Dengan
kata lain pertanyaan tersebut bermakna: Janganlah kamu mengira pengakuan
keimanan itu akan langsung diakui tanpa ujian sebagai buktinya!
Ada pula yang berpendapat bahwa kata tanya ini berfungsi tawbikh
(celaan) terhadap orang yang menyangka akan dibiarkan pengakuannya tanda
ada pembuktian. Sebagian lagi berpendapat sebagai bantahan yang
mengandung arti:
كيف تحسبون أنكم تتركون
Bagaimana mungkin kalian mengira akan dibiarkan begitu saja mengaku beriman!
وَلَمَّا يَعْلَمِ الله الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا مِنْكُم
Padahal Allah belum menyaksikan orang yang berjihad dari kalanganmu!
Artinya, sebagai manusia belum bisa diakui mu’min, kalau mereka belum
membuktikan keimanannya dengan jihad. Jihad merupakan tanda bukti
keimanan. Jihad juga merupakan sebagian dari ujian keimanan. Siapa yang
siap berjihad, berarti lulus ujian keimanannya. Allah SWT berfirman:
الم أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ
لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya
Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya
Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui
orang-orang yang dusta.”Qs.29:1-3
Orang yang mati tidak berjihad, belum tentu dianggap mukmin. Perhatikan hadits berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ بِهِ
نَفْسَهُ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ
“Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Rasul SAW bersabda: Barangsiapa yang
mati tidak berperang di jalan Allah, dan tidak mempunyai program dirinya
dalam jihad, mati pada suatu cabang dari kemunafikan.” Hr. Muslim
(206-261H), Abu Dawud(202-275H), al-Nasa`iy (215-303H).
Hanyalah orang yang lulus ujian jihad yang dianggap mukmin yang benar. Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ
لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka
berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah
orang-orang yang benar.” Qs.49:15.
Secara garis besarnya, ’مُجَاهِد itu terdiri atas satuan tugas: (1) yang
membidangi medan kekuasaan, angkatan perang, pertahanan dan keamanan
dikelompokan pada الغَزْو العَسْكَرِي, (2) satuan tugas yang membidangi
pendidikan, sosial, budaya, politik, ekonomi, kesehatan dan da’wah,
الغَزْو الفِكْري . Kedua satuan tugas itu tersirat pada ayat:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ
كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ
يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” Qs.9:122.
Ada beberapa hadits yang menunjukkan tentang keutamaan jihad fii
sabiilillaah, di antaranya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata,
قِيْلَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا يَعْدِلُ
الْجِهَادَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ؟ قَالَ : « لَا
تَسْتَطِيْعُوْنَهُ ». قَالَ : فَأَعَادُوْا عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ
ثَلَاثًا . كُلُّ ذَلِكَ يَقُوْلُ : « لَا تَسْتَطِيْعُوْنَهُ ». وَقَالَ
فِيْ الثَّالِثَةِ : « مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ كَمَثَلِ
الصَّائِمِ الْقَائِمِ الْقَانِتِ بِآيَاتِ اللهِ . لَا يَفْتُرُ مِنْ
صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ حَتَّى يَرْجِعَ الْمُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
تَعَالَى » .
Dikatakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: Amalan apa yang
setara dengan jihad fii sabiilillah? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata: “Kalian tidak bisa (mengerjakan amalan yang setara dengan
jihad).” Para shahabat mengulangi pertanyaan tersebut dua kali atau tiga
kali, dan Nabi tetap menjawab: “Kalian tidak bisa (mengerjakan amalan
yang setara dengan jihad).” Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda pada kali yang ketiga: “Perumpamaan orang yang berjihad di
jalan Allah itu seperti orang yang berpuasa, shalat, dan khusyu’ dengan
(membaca) ayat-ayat Allah. Dia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya
sampai orang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala itu kembali.”
... رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُوْدُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْـجِهَادُ فِـي سَبِيْلِ اللهِ.
“... Pokoknya perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad fii sabiilillaah.”
رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ، وَإِنْ
مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِيْ كَانَ يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ
عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ.
“Orang yang menjaga di tapal batas sehari semalam lebih baik dari puasa
dan shalat malam selama sebulan. Dan jika ia mati, maka mengalirlah
(pahala) amal yang biasa ia kerjakan, diberikan rizkinya, dan dia
dilindungi dari adzab (siksa) kubur dan fitnahnya"
عَلَيْكُمْ بِالْجِهَادِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ –تَبَارَكَ وَتَعَالَى-،
فَإِنَّ الْـجِهَادَ فِـيْ سَبِيْلِ اللهِ بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ
الْـجَنَّةِ ، يُذْهِبُ اللهُ بِهِ مِنَ الْهَمِّ وَالْغَمِّ.
“Wajib atas kalian berjihad di jalan Allah Tabaaraka wa Ta’ala, karena
sesungguhnya jihad di jalan Allah itu merupakan salah satu pintu dari
pintu-pintu Surga, Allah akan menghilangkan dengannya dari kesedihan dan
kesusahan."
Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma berkata,
إِنَّ أَفْضَلَ الْعَمَلِ بَعْدَ الصَّلَاةِ اَلْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى.
“Sesungguhnya seutama-utama amal sesudah shalat adalah jihad di jalan Allah Ta’ala.”
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Orang-orang yang berjihad di
jalan Allah Azza wa Jalla, mereka adalah tentara Allah. Dengan mereka,
Allah Azza wa Jalla menegakkan agama-Nya, melawan serangan
musuh-musuh-Nya, menjaga kehormatan Islam dan melindungi-nya. Merekalah
adalah orang-orang yang memerangi musuh-musuh Allah agar agama ini
seluruhnya menjadi milik Allah semata dan hanya kalimat Allah yang
tertinggi. Mereka telah mengorbankan diri mereka dalam rangka mencintai
Allah Azza wa Jalla, membela agama-Nya, meninggikan kalimat-Nya serta
melawan para musuh-Nya. Mereka mendapat limpahan pahala dari setiap
orang yang mereka lindungi dengan pedang-pedang mereka dalam setiap
perbuatan yang mereka kerjakan, walaupun mereka tetap tinggal di dalam
rumah mereka. Mereka mendapat pahala seperti pahala orang yang beribadah
kepada Allah Azza wa Jalla, dengan sebab jihad dan penaklukan mereka,
karena mereka yang menyebabkan orang bisa beribadah kepada Allah Azza wa
Jalla.
Allah Azza wa Jalla telah memposisikan penyebab ke tingkatan pelaku
dalam ganjaran dan dosa. Dan karena inilah masing-masing yang mengajak
kepada petunjuk yang benar (akan mendapat pahala yang besar) dan seorang
yang mengajak kepada kesesatan mendapat dosa yang semisal dari orang
yang mengikuti mereka.
Dan telah jelas ayat-ayat Al-Qur-an dan nash-nash hadits yang mutawatir
yang memerintahkan untuk berjihad. Dan pujian bagi orang-orang yang
berjihad juga kabar gembira bagi mereka bahwa di sisi Rabb mereka
terdapat berbagai macam kemuliaan dan pemberian-pemberian yang
berlimpah. Dan cukuplah dari dalil tersebut firman Allah Azza wa Jalla,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
“Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu
perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih?”
[Ash-Shaff/61: 10]
Sehingga jiwa-jiwa menjadi rindu untuk mencapai perniagaan yang
menguntungkan ini yang ditunjukkan oleh Allah Rabb semesta alam Yang
Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana yang berfirman,
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ
“(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu...” [Ash-Shaff/61: 11]
Seakan-akan jiwa bersifat kikir terhadap kehidupannya dan kelangsungan hidupnya, maka Allah Azza wa Jalla melanjutkan,
ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“... Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.” [Ash-Shaff/61: 11]
Artinya bahwa jihad itu lebih baik bagi kalian dari pada kesenangan
kalian terhadap kehidupan dan kesehatan. Sepertinya jiwa berkata, “Apa
yang kami dapatkan dari jihad?” Allah Azza wa Jalla menjawab,
يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
“Niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu...” [Ash-Shaff/61: 12]
Selain ampunan dari-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ
طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“... dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam Surga
‘Adn. Itulah kemenangan yang agung.” [Ash-Shaff: 12]
Seolah-olah jiwa bertanya, “Itu balasan di akhirat, sedang di dunia apa
balasan bagi kami?” Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawab dengan
berfirman,
وَأُخْرَىٰ تُحِبُّونَهَا ۖ نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan
dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita
gembira kepada orang-orang mukmin.” [Ash-Shaff/61: 13]
Demi Allah, betapa manisnya untaian kata-kata di atas. Betapa lekatnya
di hati. Betapa kuat daya tariknya bagi hati. Betapa halusnya masuk ke
dalam hati seorang pecinta. Betapa agungnya kekayaan hati dan
kehidupannya ketika ia bersentuhan dengan makna ayat-ayat di atas. Kita
berdo’a meminta karunia dari Allah Ta’ala karena Dia Maha Dermawan dan
Maha Mulia."
Rasulullah SAW juga bersabda:
السَّاعِي فِي الصَّدَقَةِ بِالْحَقِّ كَالْمُجَاهِدِ فيِ سَبِيْلِ اللهِ.
“Orang yang berusaha mengumpulkan zakat dengan cara yang haq itu laksana mujahid fi sabilillah”.
Beliau Rosululloh juga bersabda:
«الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي اللَّهِ».
“Seorang mujahid ialah orang yang melawan hawa nafsunya karena Allah".
Demikian pula sabda beliau Rosululloh lainnya yang berbunyi:
الْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى دِمَائِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ ْ.
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ, وَالْمُسْلِمُ مَنْ
سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ.
“Seorang mukmin ialah orang yang manusia merasa bahwa harta dan jiwa
mereka aman darinya, dan seorang muhajir ialah orang yang meninggalkan
apa yang dilarang Allah, sedang seorang muslim ialah orang yang kaum
muslimin selamat dari lisan dan tangannya” .
Jihad fi sabilillah bisa bermacam-macam bentuknya, yang membedakan satu
sama lain adalah ketulusan niat dan sejauh mana keselarasannya dengan
syari’at.
Sebagaimana yang diriwayatkan dalam As Sunan, dari Muadz bahwa Rasulullah bersabda:
الْغَزْوُ غَزْوَانِ فَأَمَّا مَنِ ابْتَغَى وَجْهَ اللَّهِ وَأَطَاعَ
الإمَامَ وَأَنْفَقَ الْكَرِيمَةَ وَاجْتَنَبَ الْفَسَادَ كَانَ نَوْمُهُ
وَنُبْهُهُ أَجْرًا كُلُّهُ وَأَمَّا مَنْ غَزَا فَخْرًا وَرِيَاءً
وَسُمْعَةً وَعَصَى الإمَامَ وَأَفْسَدَ فِي الأَرْضِ فَإنَّهُ لاَ
يَرْجِعُ بِالْكَفَافِ.
“Perang itu ada dua; orang yang berperang karena mencari ridha Allah,
kemudian ia taat kepada komandannya, menginfakkan yang paling berharga,
dan menghindari kerusakan, maka baik tidur maupun terjaganya akan
mendapat pahala; adapun orang yang berperang karena ketenaran, riya’,
dan sum’ah, kemudian membangkang kepada komandan serta berbuat kerusakan
di muka bumi, maka ia tidak akan pulang tanpa memikul dosa”