Inilah surat yang dikatakan dalam beberapa hadits seperti sepertiga Al
Qur’an yaitu surat Al Ikhlash. Pada kesempatan kali ini kita akan
sedikit mengupas mengenai surat ini. Pada awalnya kita akan melihat
dahulu tafsiran ayat-ayat yang ada pada surat tersebut. Setelah itu kita
akan melihat keutamaan surat ini. Terakhir, kita akan mengkaji waktu
kapan saja surat Al Ikhlash dibaca. Semoga bermanfaat.
Surah al ikhlas diturunkan di kota Mekah sehingga dikatakan sebagai
surat Makiyah. Surat al ikhlas menjadi pusat dalam ajaran substantif
Islam yang mengajarkan tentang keesaan Tuhan. Dalam kajian akademis,
surat al ikhlas memiliki arti dan makna bahwa ajaran Islam yang dibawa
Nabi Muhammad adalah monoteistik (Tuhan esa), bukan politeistik (banyak
Tuhan).
Oleh karena itu, arti dan makna surat al ikhlas beserta terjemahannya
ini ditulis bertujuan untuk mengetahui secara hakiki tentang hakikat,
arti dan makna surat al ikhlas agar bisa dimengerti umat Islam. Dengan
demikian, setiap kali umat muslim membaca bacaan surat al ikhlas, ia
tahu arti beserta makna kandungan surat al ikhlas untuk kemudian
diresapi di dalam hati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4
(yang artinya) :
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Pengenalan
Surat ini dinamakan Al Ikhlas karena di dalamnya berisi pengajaran
tentang tauhid. Oleh karena itu, surat ini dinamakan juga Surat Al Asas,
Qul Huwallahu Ahad, At Tauhid, Al Iman, dan masih banyak nama lainnya.
Surat ini merupakan surat Makiyyah dan termasuk surat Mufashol. Surat Al
Ikhlas ini terdiri dari 4 ayat, surat ke 112, diturunkan setelah surat
An Naas. (At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim)
Ada dua sebab kenapa surat ini dinamakan Al Ikhlash.Yang pertama,
dinamakan Al Ikhlash karena surat ini berbicara tentang ikhlash. Yang
kedua, dinamakan Al Ikhlash karena surat ini murni membicarakan tentang
Allah.
Perhatikan penjelasan berikut ini.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan bahwa orang-orang musyrik mengutus Amir bin Tufail kepada
Nabi Muhammad SAW, menyampaikan amanah mereka kepada Nabi, ia berkata:
“Engkau telah memecahbelahkan keutuhan kami, memaki-maki “tuhan” kami,
berubah agama nenek moyangmu. Jika engkau miskin dan mau kaya kami
berikan engkau harta dan jika engkau gila akan kami obati. Jika engkau
wanita cantik akan kami kawinkan engkau dengannya”. Rasulullah SAW
menjawab:
لست بفقير ولا مجنون ولا هويت امرأة أنا رسول الله أدعوكم من عبادة الأصنام
إلى عبادته. فأرسلوه ثانية وقالوا: قل له بين لنا جنس معبودك. امن ذهب أو
من فضة؟ فأنزل الله هذه السورة
“Aku tidak miskin, tidak gila, tidak ingin kepada wanita. Aku adalah
Rasul Allah, mengajak kamu meninggalkan penyembahan berhala dan mulai
menyembah Allah Yang Maha Esa”, kemudian mereka mengutus utusannya yang
kedua kalinya dan bertanya kepada Rasulullah. Terangkanlah kepada kami
macam Tuhan yang engkau sembah itu. Apakah Dia dari emas atau perak?”,
lalu Allah menurunkan surah ini. (HR. Dahhak)
Surat ini turun sebagai jawaban kepada orang musyrik yang menanyakan
pada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Sebutkan nasab atau
sifat Rabbmu pada kami?’. Maka Allah berfirman kepada Nabi Muhammad
shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Katakanlah kepada yang menanyakan tadi, …
[lalu disebutkanlah surat ini]’(Aysarut Tafasir, 1502). Juga ada yang
mengatakan bahwa surat ini turun sebagai jawaban pertanyaan dari
orang-orang Yahudi (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, At Ta’rif bi
Suratil Qur’anil Karim, Tafsir Juz ‘Amma 292). Namun, Syaikh Muqbil
mengatakan bahwa asbabun nuzul yang disebutkan di atas berasal dari
riwayat yang dho’if (lemah) sebagaimana disebutkan dalam Shohih Al
Musnad min Asbab An Nuzul.
Saatnya memahami tafsiran tiap ayat.
Tafsir Ayat Pertama
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1)
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Kata (قُلْ) –artinya katakanlah-. Perintah ini ditujukan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan juga umatnya.
Al Qurtubhi mengatakan bahwa (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) maknanya adalah :
الوَاحِدُ الوِتْرُ، الَّذِي لَا شَبِيْهَ لَهُ، وَلَا نَظِيْرَ وَلَا صَاحَبَةَ، وَلَا وَلَد وَلَا شَرِيْكَ
Al Wahid Al Witr (Maha Esa), tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada
yang sebanding dengan-Nya, tidak memiliki istri ataupun anak, dan tidak
ada sekutu baginya.
Asal kata dari (أَحَدٌ) adalah (وَحْدٌ), sebelumnya diawali dengan huruf
‘waw’ kemudian diganti ‘hamzah’. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an, Adhwaul
Bayan)
Tafsir Ayat Kedua
اللَّهُ الصَّمَدُ (2)
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masiir mengatakan bahwa makna Ash Shomad ada empat pendapat:
Pertama, Ash Shomad bermakna:
أنه السيِّد الذي يُصْمَدُ إليه في الحوائج
Allah adalah As Sayid (penghulu), tempat makhluk menyandarkan segala hajat pada-Nya.
Kedua, Ash Shomad bermakna:
أنه الذي لا جوف له
Allah tidak memiliki rongga (perut).
Ketiga, Ash Shomad bermakna:
أنه الدائم
Allah itu Maha Kekal.
Keempat, Ash Shomad bermakna:
الباقي بعد فناء الخلق
Allah itu tetap kekal setelah para makhluk binasa.
Dalam Tafsir Al Qur’an Al Azhim (Tafsir Ibnu Katsir) disebutkan beberapa perkataan ahli tafsir yakni sebagai berikut.
Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah :
الَّذِي يَصْمُدُ الخَلَائِقُ إِلَيْهِ فِي حَوَائِجِهِمْ وَمَسَائِلِهِمْ
Seluruh makhluk bersandar/bergantung kepada-Nya dalam segala kebutuhan maupun permasalahan.
Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas mengatakan mengenai
(اللَّهُ الصَّمَدُ) :
هو السيد الذي قد كمل في سؤدده، والشريف الذي قد كمل في شرفه، والعظيم الذي
قد كمل في عظمته، والحليم الذي قد كمل في حلمه، والعليم الذي قد كمل في
علمه، والحكيم الذي قد كمل في حكمته وهو الذي قد كمل في أنواع الشرف
والسؤدد، وهو الله سبحانه، هذه صفته لا تنبغي إلا له، ليس له كفء، وليس
كمثله شيء، سبحان الله الواحد القهار.
Dia-lah As Sayyid (Pemimpin) yang kekuasaan-Nya sempurna. Dia-lah Asy
Syarif (Maha Mulia) yang kemuliaan-Nya sempurna. Dia-lah Al ‘Azhim (Maha
Agung) yang keagungan-Nya sempurna. Dia-lah Al Halim (Maha Pemurah)
yang kemurahan-Nya itu sempurna. Dia-lah Al ‘Alim (Maha Mengetahui) yang
ilmu-Nya itu sempurna. Dia-lah Al Hakim (Maha Bijaksana) yang sempurna
dalam hikmah (atau hukum-Nya). Allah-lah –Yang Maha Suci- yang Maha
Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan. Sifat-Nya ini tidak
pantas kecuali bagi-Nya, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak ada
yang semisal dengan-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Al A’masy mengatakan dari Syaqiq dari Abi Wa’il bahwa Ash Shomad bermakna:
{ الصَّمَدُ } السيد الذي قد انتهى سؤدده
”Pemimpin yang paling tinggi kekuasaan-Nya”. Begitu juga diriwayatkan dari ’Ashim dari Abi Wa’il dari Ibnu Mas’ud semacam itu.
Malik mengatakan dari Zaid bin Aslam, ”Ash Shomad adalah As Sayyid (Pemimpin).”
Al Hasan dan Qotadah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (الباقي بعد خلقه) Yang Maha Kekal setelah makhluk-Nya (binasa).
Al Hasan juga mengatakan bahwa
Ash Shomad adalah
الحي القيوم الذي لا زوال له
Yang Maha Hidup dan Quyyum (mengurusi dirinya dan makhlukNya) dan tidak mungkin binasa.
’Ikrimah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah yang tidak mengeluarkan sesuatupun dari-Nya (semisal anak) dan tidak makan.
Ar Robi’ bin Anas mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (الذي لم يلد ولم
يولد) yaitu tidak beranak dan tidak diperanakkan. Beliau menafsirkan
ayat ini dengan ayat sesudahnya dan ini tafsiran yang sangat bagus.
Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Sa’id bin Al Musayyib, Mujahid, Abdullah bin
Buraidah, ’Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ’Atho’ bin Abi Robbah, ’Athiyyah
Al ’Awfiy,
Adh Dhohak dan As Sudi mengatakan bahwa
Ash Shomad adalah (لا جوف له) yaitu tidak memiliki rongga (perut).
Al Hafizh Abul Qosim Ath Thobroni dalam kitab Sunnahnya -setelah
menyebut berbagai pendapat di atas tentang tafsir Ash Shomad- berkata,
”Semua makna ini adalah shohih (benar). Sifat tersebut merupakan sifat
Rabb kita ’Azza wa Jalla. Dia-lah tempat bersandar dan bergantung dalam
segala kebutuhan. Dia-lah yang paling tinggi kekuasaan-Nya. Dia-lah Ash
Shomad tidak ada yang berasal dari-Nya. Allah tidak butuh makan dan
minum. Dia tetap kekal setelah para makhluk-Nya binasa. Baihaqi juga
menjelaskan yang demikian.” (Diringkas dari Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Tafsir Ayat Ketiga
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3)
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
Kalimat (لَمْ يَلِدْ) sebagaimana dikatakan Maqotil,
”Tidak beranak kemudian mendapat warisan.” Kalimat (وَلَمْ يُولَدْ)
maksudnya adalah tidak disekutui. Demikian karena orang-orang musyrik
Arab mengatakan bahwa Malaikat adalah anak perempuan Allah . Kaum Yahudi
mengatakan bahwa ’Uzair adalah anak Allah. Sedangkan Nashoro mengatakan
bahwa Al Masih (Isa, pen) adalah anak Allah. Dalam ayat ini, Allah
meniadakan itu semua.” (Zadul Masiir)
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Maha Suci Dia dari mempunyai anak.
Ayat ini juga menentang dakwaan orang-orang musyrik Arab yang
mengatakan bahwa malaikat-malaikat adalah anak-anak perempuan Allah dan
dakwaan orang Nasrani bahwa Isa anak laki-laki Allah.
Dalam ayat lain yang sama artinya Allah berfirman:
فاستفتهم ألربك البنات ولهم البنون أم خلقنا الملائكة إناثا وهم شاهدون ألا إنهم من إفكهم ليقولون ولد الله وإنهم لكاذبون
"Tanyakanlah (ya Muhammad) kepada mereka (orang-orang kafir Mekah)
“Apakah untuk Tuhanmu anak-anak perempuan dan untuk mereka anak-anak
laki-laki, atau apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa
perempuan dan mereka menyaksikan (nya)? Ketahuilah bahwa sesungguhnya
mereka dengan kebohongannya benar-benar mengatakan: “Allah beranak”. Dan
sesungguhnya mereka benar-benar orang yang berdusta." (Q.S. As Saffat:
149-152).
Dan Dia tidak beranak, tidak pula diperanakkan. Dengan demikian Dia
tidak sama dengan makhluk lainnya, Dia berada tidak didahului oleh tidak
ada. Maha suci Allah dari apa yang tersebut. Ibnu ‘Abbas berkata: “Dia
tidak beranak sebagaimana Maryam melahirkan Isa A.S. dan tidak pula
diperanakkan. Ini adalah bantahan terhadap orang-orang Nasrani yang
mengatakan Isa Al Masih adalah anak Allah dan bantahan terhadap
orang-orang Yahudi yang mengatakan Uzair adalah anak Allah.
Tafsir Ayat Keempat
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Maksudnya adalah tidak ada seorang pun sama dalam setiap sifat-sifat
Allah. Jadi Allah meniadakan dari diri-Nya memiliki anak atau dilahirkan
sehingga memiliki orang tua. Juga Allah meniadakan adanya yang semisal
dengan-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 293)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan makna ayat: ”dan tidak
ada seorangpun yang setara dengan Dia” yaitu tidak ada yang serupa
(setara) dengan Allah dalam nama, sifat, dan perbuatan.
Ringkasnya, surat Al Ikhlash ini berisi penjelasan mengenai keesaan Allah serta kesempurnaan nama dan sifat-Nya.
Keutamaan Surah Al-Ikhlas
Surah ini meliputi dasar yang paling penting dari risalah Nabi Muhammad
SAW yaitu mentauhidkan Allah SWT dan mensucikanNya serta meletakkan
pedoman umum dalam beramal sambil menerangkan amal perbuatan yang baik
dan yang jahat, menyatakan keadaan manusia sesudah mati mulai dari sejak
berbangkit sampai dengan menerima balasanNya berupa pahala dan dosa.
Telah diriwayatkan dalam hadis, “Bahwa surah ini sebanding dengan
sepertiga Alquran,” karena barang siapa menyelami artinya dengan
bertafakur yang mendalam, niscaya jelaslah kepadanya bahwa semua
penjelasan dan keterangan yang terdapat dalam Islam tentang tauhid dan
kesucian Allah dari segala macam kekurangan merupakan perincian dari isi
surah ini.
Dalam hadis lainnya juga dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah
bersabda bahwa pahala membaca surah Al-Ikhlas sama dengan membaca
sepertiga Al-Qur’an sehingga membaca 3x surah Al-Ikhlas sama dengan
mengkhatam Al-Qur’an. Kisah terkait hadits itu terekam dalam beberapa
kisah. Seperti kisah ketika Nabi bertanya kepada sahabatnya untuk
mengkhatam Al-Qur’an dalam semalam. Umar menganggap mustahil hal itu,
namun begitu Alimenyanggupinya. Umar kemudian menganggap Ali belum
mengerti maksud Nabi karena masih muda. Ali kemudian membaca surah
Al-Ikhlas sebanyak 3 kali dan Nabi Muhammad membetulkan itu. Dalam
hadits-hadits terkait hal ini, keutamaan surah Al-Ikhlas sangat memiliki
peran dalam Al-Qur’an sehingga sekali membacanya sama dengan membaca
sepertiga Al-Qur’an.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ :
أَنَّ رَجُلاً سَمِعَ رَجُلاً يَقْرَأُ #قل هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ #
يُرَدِّدُهَا، فَلَمَّا أَصْبَحَ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وسَلَّم فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، وَكَأَنَّ الرَّجُلَ
يَتَقَالُّهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَتَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ.
رواه البخاري وَزَادَ في رواية : أَنَّ رَجُلاً قَامَ فِي زَمَنِ
النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يَقْرَأُ مِنْ السَّحَرِ قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، لَا يَزِيدُ عَلَيْهَا. فَلَمَّا أَصْبَحْنَا أَتَى
الرَّجُلُ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم وَسَلَّمَ نَحْوَهُ .
Dari Abu Sa'id Al-Khudri Rodhiyallohu 'Anhu (Abu Sa’id al-Khudri
berkata) Seseorang sahabat mendengar seorang membaca Qul huwallahu ahad
berulang-ulang. Esok paginya sahabat ini datang kepada Nabi dan
menceritakan kejadian semalam sambil mempertanyakannya. Rasulullah saw
menjawab: "Demi jiwaku yang ada di TanganNya, sesungguhnya surah itu
sama dengan sepertiga al-Qur’an.Dalam riwayat al-Bukhari yang lain
diceritakan bahwa: Pada zaman Nabi saw seorang sahabat melakukan
pengobatan dari pengaruh sihir dengan membaca Qul huwa Allahu Ahad,
tanpa menambah nambah. Ketika pagi, sahabat tersebut datang kepada Nabi
saw, nabipun menjawab seperti hadis diatas (Demi jiwaku yang ada di
Tangannya, sungguh surah itu sama dengan sepertiga al-Qur’an)."
Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (hadis no. 4627), Abu Dawud
(hadis no. 1244), al-Nasa’i (hadis no. 985) dll. Surah al-Ikhlas adalah
surah ke-112
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم لأَصْحَابِهِ :
أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ ثُلُثَ الْقُرْآنِ فِي لَيْلَةٍ ؟
فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ وَقَالُوا: أَيُّنَا يُطِيقُ ذَلِكَ يَارَسُولَ
اللَّهِ ؟ فَقَالَ :اللَّهُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ ثُلُثُ الْقُرْآنِ
رواه البخاري
Dari Abu Sa'id Al-Khudri Rodhiyallohu 'Anhu. Rosululloh Sholallohu
'Alaihi Wasallam Bersabda "Adakah diantara kalian yang tidak mampu untuk
membaca sepertiga al-Qur’an dalam semalam ?. Para sahabatpun merasa
keberatan dan berkata: Siapa yang kuat melaksanakan hal itu hai
Rasulullah ?. Rasulullah saw pun menjawab: Allahu al-samad (surat
al-ikhlas) sama seperti sepertiga al-Qur’an."
Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (hadis no. 4628) dan Ahmad (hadis no. 10631).
Begitu juga dalam hadits:
عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «
أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ فِى لَيْلَةٍ ثُلُثَ الْقُرْآنِ ».
قَالُوا وَكَيْفَ يَقْرَأُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ قَالَ « (قُلْ هُوَ اللَّهُ
أَحَدٌ) يَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ ».
Dari Abu Darda’ dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, beliau
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Apakah seorang di antara kalian
tidak mampu untuk membaca sepertiga Al Qur’an dalam semalam?” Mereka
mengatakan, ”Bagaimana kami bisa membaca seperti Al Qur’an?” Lalu Nabi
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Qul huwallahu ahad itu
sebanding dengan sepertiga Al Qur’an.”
(HR. Muslim no. 1922)
An Nawawi mengatakan, dalam riwayat yang lainnya dikatakan :
”Sesungguhnya Allah membagi Al Qur’an menjadi tiga bagian. Lalu Allah
menjadikan surat Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) menjadi satu
bagian dari 3 bagian tadi.”
Lalu Al Qodhi mengatakan bahwa Al Maziri berkata,
”Dikatakan bahwa maknanya adalah Al Qur’an itu ada tiga bagian yaitu membicarakan
(1) kisah-kisah, (2) hukum, dan (3) sifat-sifat Allah.
Sedangkan surat Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) ini berisi
pembahasan mengenai sifat-sifat Allah. Oleh karena itu, surat ini
disebut sepertiga Al Qur’an dari bagian yang ada. (Syarh Shohih Muslim,
6/94)
Apakah Surat Al Ikhlas bisa menggantikan sepertiga Al Qur’an?
Maksudnya adalah apakah seseorang apabila membaca Al Ikhlas sebanyak tiga kali sudah sama dengan membaca satu Al Qur’an 30 juz?
[Ada sebagian orang yang meyakini hadits di atas seperti ini.]
Jawabannya:
Tidak. Karena ada suatu kaedah: “Sesuatu yang bernilai sama, belum tentu bisa menggantikan.”
Itulah surat Al Ikhlas. Surat ini sama dengan sepertiga Al Qur’an, namun
tidak bisa menggantikan Al Qur’an. Salah satu buktinya adalah apabila
seseorang mengulangi surat ini sebanyak tiga kali dalam shalat, tidak
mungkin bisa menggantikan surat Al Fatihah (karena membaca surat Al
Fatihah adalah rukun shalat, pen). Surat Al Ikhlas tidak mencukupi atau
tidak bisa menggantikan sepertiga Al Qur’an, namun dia hanya bernilai
sama dengan sepertiganya.
Bukti lainnya adalah seperti hadits :
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ
الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ عَشْرَ
مِرَارٍ كَانَ كَمَنْ أَعْتَقَ أَرْبَعَةَ أَنْفُسٍ مِنْ وَلَدِ
إِسْمَاعِيلَ
”Barangsiapa mengucapkan (لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ
لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ)
sebanyak sepuluh kali, maka dia seperti memerdekakan emat budak
keturunan Isma’il.”
(HR. Muslim no. 7020)
Pertanyaannya : Apakah jika seseorang memiliki kewajiban kafaroh, dia cukup membaca dzikir ini?
Jawabannya :
Tidak cukup dia membaca dzikir ini. Karena sesuatu yang bernilai sama belum tentu bisa menggantikan.
(Diringkas dari Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah 97-98, Tafsir Juz ‘Amma 293)
Keutamaan Kedua :
Membaca Al-Ikhlas 10x menyebabkan Allah membangunkan rumah di surga
“Barang siapa membaca surah al Ikhlash hingga selesai 10x, maka Allah membangunkan baginya sebuah rumah di surga.”
[HR. Ahmad]
Keutamaan Ketiga:
Membaca surat Al Ikhlash sebab mendapatkan kecintaan Allah
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdurrahman bin Wahb telah
menceritakan kepada kami pamanku yaitu Abdullah bin Wahb, telah
menceritakan kepada kami Amru bin Harits dari Sa'id bin Abu Hilal bahwa
Abu Rijal Muhammad bin Abdurrahman, telah menceritakan kepadanya dari
ibunya Amrah binti Abdurrahman, saat itu ia berada di rumah Aisyah,
isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dari Aisyah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengutus seorang lelaki dalam suatu
sariyyah (pasukan khusus yang ditugaskan untuk operasi tertentu).
Laki-laki tersebut ketika menjadi imam shalat bagi para sahabatnya
selalu mengakhiri bacaan suratnya dengan "QUL HUWALLAHU AHAD." Ketika
mereka pulang, disampaikan berita tersebut kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam, maka beliau bersabda:
"Tanyakanlah kepadanya kenapa ia melakukan hal itu?" Lalu mereka pun menanyakan kepadanya. Ia menjawab,
"Karena didalamnya terdapat sifat Ar Rahman, dan aku senang untuk selalu
membacanya." Mendengar itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Beritahukanlah kepadanya bahwa Allah Ta'ala juga mencintainya."
(HR. Bukhari)
Ibnu Daqiq Al ’Ied menjelaskan perkataan Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam ”Kabarkan padanya bahwa Allah mencintainya”. Beliau mengatakan,
”Maksudnya adalah bahwa sebab kecintaan Allah pada orang tersebut adalah
karena kecintaan orang tadi pada surat Al Ikhlash ini. Boleh jadi dapat
kitakan dari perkataan orang tadi, karena dia menyukai sifat Rabbnya,
ini menunjukkan benarnya i’tiqodnya (keyakinannya terhadap Rabbnya).”
(Fathul Bari)
Faedah dari hadits di atas:
Ibnu Daqiq Al ’Ied menjelaskan, ”Orang tadi biasa membaca surat selain
Al Ikhlash lalu setelah itu dia menutupnya dengan membaca surat Al
Ikhlash (maksudnya: setelah baca Al Fatihah, dia membaca dua surat,
surat yang terakhir adalah Al Ikhlash, pen). Inilah yang dia lakukan di
setiap raka’at. Kemungkinan pertama inilah yang nampak (makna zhohir)
dari hadits di atas. Kemungkinan kedua, boleh jadi orang tadi menutup
akhir bacaannya dengan surat Al Ikhlash, maksudnya adalah surat Al
Ikhlas khusus dibaca di raka’at terakhir. Kalau kita melihat dari
kemungkinan pertama tadi, ini menunjukkan bolehnya membaca dua surat
(setelah membaca Al Fatihah) dalam satu raka’at.” Demikian perkataan
Ibnu Daqiq. (Fathul Bari)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ :
أَقْبَلْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فَسَمِعَ رَجُلًا
يَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : وَجَبَتْ. قُلْتُ: وَمَا وَجَبَتْ ؟
قَالَ: الْجَنَّةُ
رواه مالك وأحمد والترمذي
Saya (Abu Hurairah) bersama-sama Nabi mendengar seorang membaca Qul
huwa Allahu ahad Allahu al-samad (surah al-Ikhlas). Maka Rasulullah saw
bersabda: Wajiblah. Sayapun bertanya: Apa yang wajib ?. Jawab baginda:
Surga.
Hadis hasan, diriwayatkan oleh Malik (hadis no. 435), Ahmad (hadis no.
7669 dan 10498) dan al-Tirmizi (hadis no. 2822) yang berpendapat bahwa
hadis ini Hasan Gharib .
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ :
كَانَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءَ، فَكَانَ
كُلَّمَا افْتَتَحَ سُورَةً يَقْرَأُ لَهُمْ فِي الصَّلَاةِ فَقَرَأَ
بِهَا افْتَتَحَ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْهَا،
ثُمَّ يَقْرَأُ بِسُورَةٍ أُخْرَى مَعَهَا. وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي
كُلِّ رَكْعَةٍ. فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ فَقَالُوا: إِنَّكَ تَقْرَأُ
بِهَذِهِ السُّورَةِ ثُمَّ لَا تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ
بِسُورَةٍ أُخْرَى، فَإِمَّا أَنْ تَقْرَأَ بِهَا وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا
وَتَقْرَأَ بِسُورَةٍ أُخْرَى. قَالَ: مَا أَنَا بِتَارِكِهَا، إِنْ
أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِهَا فَعَلْتُ وَإِنْ كَرِهْتُمْ
تَرَكْتُكُمْ. وَكَانُوا يَرَوْنَهُ أَفْضَلَهُمْ وَكَرِهُوا أَنْ
يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ. فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وسَلَّم أَخْبَرُوهُ الْخَبَرَ، فَقَالَ: يَا فُلَانُ، مَا يَمْنَعُكَ
مِمَّا يَأْمُرُ بِهِ أَصْحَابُكَ، وَمَا يَحْمِلُكَ أَنْ تَقْرَأَ هَذِهِ
السُّورَةَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ ؟ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي
أُحِبُّهَا.فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ: إِنَّ حُبَّهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ
رواه الترمذي وأحمد والدارمي
Seorang sahabat dari kalangan Ansor menjadi imam salat di masjid Quba,
Setiap rakaat dia membaca Qul huwa Allah. Pada raka’at pertama dia
membacanya setelah al-Fatihah, pada reka’at kedua dia akan membaca dua
surat setelah al-Fatihah, satu diantaranya adalah Qul huwa Allah.
Setelah kejadian ini terus berulang, para sahabat (jamaahnya)
mempertanyakannya dan berkata: Kami melihat kamu selalu membaca surah
ini, sementara kami berpendapat bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan
sampai kamu membaca surah yang lain, baik kamu membaca kedua surah itu
sekaligus atau kamu meninggalkan surah itu (al-Ikhlas) untuk digantikan
dengan surah yang lain. Sahabat ini menjawab: Saya tidak akan
meninggalkannya. Jika kalian senang kalau saya yang menjadi imam, akan
saya lanjutkan. Namun jika kalian tidak menyenanginya, saya tidak akan
menjadi imam shalat kalian lagi. Kenyataannya, mereka memandangnya
sebagai orang yang paling afdal di antara mereka, dan mereka tidak
senang kalau diimami oleh orang lain. Ahirnya, mereka menemui Rasulullah
saw dan menceritakan hal ini. Rasulullah saw pun menanyakan sahabat itu
: Hai Pulan, apa yang menyebabkan kamu enggan untuk melakukan saran
sahabat-sahabat kamu, dan apa yang membawa kamu untuk selalu membaca
surah ini (al-Ikhlas) di setiap raka’at ? Dia menjawab : Wahai
Rasulullah, saya mencintainya. Rasulullah saw pun menjawab :
Sesungguhnya mencintainya itu akan membawa kamu ke syurga.
Hadis sahih, diriwayat al-Tirmizi (Hadis no. 2826), Ahmad (hadis no.
11982 dan 12054) dan al-Darimi (hadis no. 3300). al-Tirmizi berkata:
Hadis ini Hasan Gharib Sahih.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَالَ :
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنَامَ عَلَى فِرَاشِهِ فَنَامَ عَلَى يَمِينِهِ ثُمَّ
قَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ مِائَةَ مَرَّةٍ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ
الْقِيَامَةِ يَقُولُ لَهُ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَا عَبْدِيَ
ادْخُلْ عَلَى يَمِينِكَ الْجَنَّةَ
رواه الترمذي
Anas ibn Malik ra berkata: Rasulullah saw bersabda:Barangsiapa yang
ingin tidur di atas tempat tidurnya kemudian memiringkan posisinya ke
kanan, lalu membaca surah Qul Huwa Allahu Ahad (surah al-Ikhlas) 100
kali, maka ketika hari kiamat nanti Allah swt akan berkata kepadanya:
Wahai hamba-Ku, masuklah ke surga di sebelah kananmu
Hadis da’if, diriwayatkan oleh al-Tirmizi dengan jalan yang sama, yaitu melalui Hatim bin Maimun (hadis no. 2823).
Anjuran Waktu Dalam Membaca Surat Ikhlash
Pertama: waktu pagi dan sore hari.
Pada waktu ini, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash bersama dengan
maw’idzatain (surat Al Falaq dan surat An Naas) masing-masing sebanyak
tiga kali. Keutamaan yang diperoleh adalah: akan dijaga dari segala
sesuatu (segala keburukan).
Dari Mu’adz bin Abdullah bin Khubaib dari bapaknya ia berkata,
خَرَجْنَا فِى لَيْلَةِ مَطَرٍ وَظُلْمَةٍ شَدِيدَةٍ نَطْلُبُ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِيُصَلِّىَ لَنَا فَأَدْرَكْنَاهُ فَقَالَ «
أَصَلَّيْتُمْ ». فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا فَقَالَ « قُلْ ». فَلَمْ أَقُلْ
شَيْئًا ثُمَّ قَالَ « قُلْ ». فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا ثُمَّ قَالَ « قُلْ
». فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَقُولُ قَالَ « (قُلْ هُوَ اللَّهُ
أَحَدٌ) وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ حِينَ تُمْسِى وَحِينَ تُصْبِحُ ثَلاَثَ
مَرَّاتٍ تَكْفِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ »
Pada malam hujan lagi gelap gulita kami keluar mencari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk shalat bersama kami, lalu kami
menemukannya. Beliau bersabda, “Apakah kalian telah shalat?” Namun
sedikitpun aku tidak berkata-kata. Beliau bersabda, “Katakanlah“. Namun
sedikit pun aku tidak berkata-kata. Beliau bersabda, “Katakanlah“. Namun
sedikit pun aku tidak berkata-kata. Kemudian beliau bersabda,
“Katakanlah“. Hingga aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku
katakan?” Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah
(bacalah surat)
QUL HUWALLAHU AHAD DAN QUL A’UDZU BIRABBINNAAS DAN QUL
A’UDZU BIRABBIL FALAQ ketika sore dan pagi sebanyak tiga kali, maka
dengan ayat-ayat ini akn mencukupkanmu (menjagamu) dari segala
keburukan.” (HR. Abu Daud no. 5082 dan An Nasai no. 5428.
Kedua: sebelum tidur.
Pada waktu ini, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq, An
Naas dengan terlebih dahulu mengumpulkan kedua telapak tangan, lalu
keduanya ditiup, lalu dibacakanlah tiga surat ini. Setelah itu, kedua
telapak tangan tadi diusapkan pada anggota tubuh yang mampu dijangkau
dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Cara seperti tadi
diulang sebanyak tiga kali.
Dari ‘Aisyah, beliau radhiyallahu ‘anha berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى
فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ
فِيهِمَا ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ
الْفَلَقِ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا
مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ
وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di
setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua
telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat
Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul
a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua
telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai
dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang
demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017)
Ketiga: ketika ingin meruqyah (membaca do’a dan wirid untuk penyembuhan ketika sakit).
Bukhari membawakan bab dalam shohihnya ‘Meniupkan bacaan ketika ruqyah’.
Lalu dibawakanlah hadits serupa di atas dan dengan cara seperti dijelaskan dalam point kedua.
عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ نَفَثَ فِى كَفَّيْهِ بِقُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَبِالْمُعَوِّذَتَيْنِ جَمِيعًا ، ثُمَّ يَمْسَحُ
بِهِمَا وَجْهَهُ ، وَمَا بَلَغَتْ يَدَاهُ مِنْ جَسَدِهِ . قَالَتْ
عَائِشَةُ فَلَمَّا اشْتَكَى كَانَ يَأْمُرُنِى أَنْ أَفْعَلَ ذَلِكَ بِهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Apabila Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak tidur, beliau akan meniupkan ke
telapak tangannya sambil membaca QUL HUWALLAHU AHAD (surat Al Ikhlas)
dan Mu’awidzatain (Surat An Naas dan Al Falaq), kemudian beliau
mengusapkan ke wajahnya dan seluruh tubuhnya. Aisyah berkata, “Ketika
beliau sakit, beliau menyuruhku melakukan hal itu (sama seperti ketika
beliau hendak tidur, -pen).” (HR. Bukhari no. 5748)
Jadi tatkala meruqyah, kita dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al
Falaq, An Naas dengan cara: Terlebih dahulu mengumpulkan kedua telapak
tangan lalu keduanya ditiup lalu dibacakanlah tiga surat tersebut.
Setelah itu, kedua telapak tangan tadi diusapkan pada anggota tubuh yang
mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan.
Cara seperti ini diulang sebanyak tiga kali.
Keempat: wirid seusai shalat (sesudah salam).
Sesuai shalat dianjurkan membaca surat Al Ikhlash, Al Falaq dan An Naas masing-masing sekali. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata,
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ الْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan padaku untuk
membaca mu’awwidzaat di akhir shalat (sesudah salam).” (HR. An Nasai
no. 1336 dan Abu Daud no. 1523). Yang dimaksud mu’awwidzaat adalah
surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas sebagaimana dikatakan oleh Ibnu
Hajar Al Asqolani. (Fathul Bari, 9/62)
Kelima: dibaca ketika mengerjakan shalat sunnah fajar (qobliyah shubuh).
Ketika itu, surat Al Ikhlash dibaca bersama surat Al Kafirun. Surat Al
Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah,
sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.
Dari’ Aisyah radhiyallahu ‘anha,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتِ السُّوْرَتَانِ يَقْرَأُ بِهِمَا فِي رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ
الفَجْرِ : { قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ } وَ { قُلْ يَا أَيُّهَا
الكَافِرُوْنَ
“Sebaik-baik surat yang dibaca ketika dua raka’at qobliyah shubuh adalah
Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) dan Qul yaa ayyuhal kaafirun
(surat Al Kafirun).” (HR. Ibnu Khuzaimah 4/273. Syaikh Al Albani
mengatakan dalam Silsilah Ash Shohihah bahwa hadits ini shahih. Lihat As
Silsilah Ash Shohihah no. 646). Hal ini juga dikuatkan dengan hadits
Ibnu Mas’ud yang akan disebutkan pada point berikut.
Keenam: dibaca ketika mengerjakan shalat sunnah ba’diyah maghrib.
Ketika itu, surat Al Ikhlash dibaca bersama surat Al Kafirun. Surat Al
Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah,
sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
مَا أُحْصِى مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
يَقْرَأُ فِى الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَفِى الرَّكْعَتَيْنِ
قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ بِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Aku tidak dapat menghitung karena sangat sering aku mendengar bacaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat pada shalat dua
raka’at ba’diyah maghrib dan pada shalat dua raka’at qobliyah shubuh
yaitu Qul yaa ayyuhal kafirun (surat Al Kafirun) dan qul huwallahu ahad
(surat Al Ikhlash).” (HR. Tirmidzi no. 431)
Ketujuh: dibaca ketika mengerjakan shalat witir tiga raka’at.
Ketika itu, surat Al A’laa dibaca pada raka’at pertama, surat Al Kafirun
pada raka’at kedua dan surat Al Ikhlash pada raka’at ketiga.
Dari ‘Abdul Aziz bin Juraij, beliau berkata, “Aku menanyakan pada
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, surat apa yang dibaca oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam (setelah membaca Al Fatihah) ketika shalat
witir?”
‘Aisyah menjawab,
كَانَ يُوتِرُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ
يَقْرَأُ فِى الأُولَى بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَفِى
الثَّانِيَةِ بِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَفِى الثَّالِثَةِ بِ
(قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada raka’at pertama:
Sabbihisma robbikal a’la (surat Al A’laa), pada raka’at kedua: Qul yaa
ayyuhal kafiruun (surat Al Kafirun), dan pada raka’at ketiga: Qul
huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) dan mu’awwidzatain (surat Al Falaq dan
An Naas).” (HR. An Nasai no. 1699, Tirmidzi no. 463, Ahmad 6/227)
Dalam riwayat yang lain disebutkan tanpa surat al mu’awwidzatain.
عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- يُوتِرُ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)
Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasanya melaksanakan shalat witir dengan membaca Sabbihisma
robbikal a’la (surat Al A’laa), Qul yaa ayyuhal kafiruun (surat Al
Kafirun), dan Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash)” (HR. Abu Daud no.
1423 dan An Nasai no. 1730)
Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah mengatakan,
وَحَدِيثُ عَائِشَةَ فِي هَذَا لَا يَثْبُتُ ؛ فَإِنَّهُ يَرْوِيهِ يَحْيَى
بْنُ أَيُّوبَ ، وَهُوَ ضَعِيفٌ .وَقَدْ أَنْكَرَ أَحْمَدُ وَيَحْيَى بْنُ
مَعِينٍ زِيَادَةَ الْمُعَوِّذَتَيْنِ .
“Hadits ‘Aisyah tidaklah shahih. Di dalamnya ada seorang perowi bernama
Yahya bin Ayyub, dan ia dho’if. Imam Ahmad dan Yahya bin Ma’in telah
mengingkari penambahan “mu’awwidzatain”.” (Al Mughni, 1/831)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan,
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح لغيره دون قوله : والمعوذتين وهذا إسناد ضعيف عبد العزيز بن جريج لا يتابع في حديثه
“Hadits ini shahih kecuali pada perkataan “al mu’awwidzatain”, ini
sanadnya dho’if karena ‘Abdul ‘Aziz bin Juraij tidak diikuti dalam
haditsnya.” (Tahqiq Musnad Al Imam Ahmad bin Hambal, 6/227)
Jadi yang tepat dalam masalah ini, bacaan untuk shalat witir adalah
raka’at pertama dengan surat Al A’laa, raka’at kedua dengan surat Al
Kafirun dan raka’at ketiga dengan surat Al Ikhlas (tanpa
mu’awwidzatain).
Namun bacaann ketika witir ini sebaiknya tidak rutin dibaca, sebaiknya
diselingi dengan berganti membaca surat lainnya. Syaikh ‘Abdullah Al
Jibrin rahimahullah mengatakan,
والظاهر أنه يكثر من قراءتها، ولا يداوم عليها فينبغي قراءة غيرها أحياناً حتى لا يعتقد العامة وجوب القراءة بها
“Yang nampak dari hadits yang ada, hendaklah bacaan tersebut seringkali
saja dibaca, namun tidak terus-terusan. Sudah seharusnya seseorang
membaca surat yang lain ketika itu agar orang awam tidak salah
paham,ditakutkan mereka malah menganggapnya sebagai perkara yang wajib.”
(Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, 24/43)
Kedelapan: dibaca ketika mengerjakan shalat Maghrib (shalat wajib) pada malam jum’at.
Surat Al Kafirun dibaca pada raka’at pertama setelah membaca Al Fatihah, sedangkan surat Al Ikhlash dibaca pada raka’at kedua.
Dari Jabir bin Samroh, beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ فِي صَلاَةِ المَغْرِبِ
لَيْلَةَ الجُمُعَةِ : ( قَلْ يَا أَيُّهَا الكَافِرُوْنَ ) وَ ( قُلْ هُوَ
اللهُ أَحَدٌ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika shalat maghrib pada
malam Jum’at membaca Qul yaa ayyuhal kafirun’ dan ‘Qul ‘ huwallahu
ahad’. ” (Syaikh Al Albani dalam Takhrij Misykatul Mashobih (812)
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Kesembilan: ketika shalat dua rak’at di belakang maqom Ibrahim setelah thowaf.
Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang amat panjang disebutkan,
فجعل المقام بينه وبين البيت [ فصلى ركعتين : هق حم ] فكان يقرأ في
الركعتين : ( قل هو الله أحد ) و ( قل يا أيها الكافرون ) ( وفي رواية : (
قل يا أيها الكافرون ) و ( قل هو الله أحد )
“Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan maqom Ibrahim
antara dirinya dan Ka’bah, lalu beliau laksanakan shalat dua raka’at.
Dalam dua raka’at tersebut, beliau membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al
Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun). Dalam riwayat
yang lain dikatakan, beliau membaca Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al
Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas).”