Dalam agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, Ihsan. Tiap-tiap tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya.
Jika Islam dan Iman disebut secara bersamaan, maka yang dimaksud Islam
adalah amalan-amalan yang tampak dan mempunyai lima rukun. Sedangkan
yang dimaksud Iman adalah amal-amal batin yang memiliki enam rukun. Dan
jika keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka masing-masing menyandang
makna dan hukumnya tersendiri.
Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin
berarti orang yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak
pada sikap jiwa dan prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah da
syariat Islam disebut Ihsan. Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua
pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut
akhlaqul karimah.
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ
جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ
يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ
سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ
يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه
وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى
فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ
الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ
الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ،
فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ
اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ
وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ
وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ:
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ
فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا
الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي
عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى
الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي
الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا
عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ .
قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ . [رواه
مسلم]
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk
disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba
datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan
berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh
dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian
dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada
lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya
Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak
ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad
adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar
“. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan.
Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu
beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman
kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “
anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan
“. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia
melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari
kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih
tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang
tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan
tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada,
miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan
bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar.
Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang
bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “.
Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian
(bermaksud) mengajarkan agama kalian “. [Hadits Riwayat Muslim]
Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena
didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan
Ihsan.
Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua
makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk
di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/
Rasulullah)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits.
Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi pakaian, penampilan dan
kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan
penguasa.
Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang
hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang
bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia
mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.
Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya
untuk berkata: “Saya tidak tahu“, dan hal tersebut tidak mengurangi
kedudukannya.
Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua
orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya
sebagaimana seorang tuan memperlakukan hambanya.
Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan.
Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.
Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.
Iman
Pengertian iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut
istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan
dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan
demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati
bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan
kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta
dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman)
sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila
seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, kemudian
diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan. Sebab,
ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan
tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi
seseorang. Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya,
sebagaimana firman Allah yang artinya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي
أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ
وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا
“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan
RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada
RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya,
dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.”
(Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah,
maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan
merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah
sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
Iman memiliki beberapa tingkatan, sebagaimana terdapat dalam sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :
اْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً،
فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ
اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ اْلإِيْمَانِ.
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang atau lebih dari enam puluh
cabang, cabang yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaaha illallaah,
dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (rintangan) dari jalan,
dan malu adalah salah satu cabang iman.”
Rukun Iman ada enam, yaitu:
1.Iman kepada Allah.
2. Iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya.
3. Iman kepada Kitab-Kitab-Nya.
4. Iman kepada Rasul-Rasul-Nya.
5. Iman kepada hari Akhir.
6. Iman kepada takdir yang baik dan buruk.
Keenam rukun iman ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar
bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu dalam jawaban Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam atas pertanyaan Malaikat Jibril Alaihissallam tentang
iman, yaitu:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلاَئِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.
“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya,
Rasul-Rasul-Nya, hari Akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik
dan buruk.”
Banyak sekali hadits yang memuat tentang iman, yang tak mungkin kami
sajikan disini, maka kami hanya mengambil sebagian saja, diantaranya :
حدثنا عبد الله بن محمد قال حدثنا أبو عامر العقدي قال حدثنا سليمان بن
بلال عن عبد الله بن دينار عن أبي صالح عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي
صلى الله عليه و سلم قال : ( الإيمان بضع وستون شعبة والحياء شعبة من
الإيمان )
Artinya : Abdulloh bin Muhammad telah bercerita kepada kita, seraya
berkata; Abu Amir al Aqdi bercerita kepada kita seraya berkata ;
sulaiman bin bilal telah bercerita kepada kita dari abdulloh bin dinar
dari abu sholih dari abu hurairoh ra. Dari Nabi SAW. Beliau bersabda :
“iman terdiri dari 70 lebih sekian cabang, sedangkan malu termasuk salah
satu cabang darinya”.
Hadits pertama ini, memberi aba aba bahwa iman itu banyak sekali
cabangnya. Ada lebih dari 70 cabang iman, diantaranya adalah malu. Walau
malu kelihatanyya sepele, tapi ternyata banyak sekali yang tidak bisa
melakukannya, tercermin dalam kehidupan keseharian yang terjadi
diantara kita. Lebih-lebih malu pada sang kuasa. Karena bila seseorang
masih punya malu pada sang pencipta, niscaya tidak akan berani maksiat
pada-Nya, apalagi berani meninggalkan perintah. Inilah urgensi tentang
malu, banyak yang tahu, tapi tak sedikit yang tak mau tahu, dalam arti
tidak mengindahkannya.
حدثنا يعقوب بن إبراهيم قال حدثنا ابن علية عن عبد العزيز بن صهيب عن أنس
عن النبي صلى الله عليه و سلم ( ح ) . وحدثنا آدم قال حدثنا شعبة عن قتادة
عن أنس قال قال النبي صلى الله عليه و سلم : ( لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب
إليه من والده وولده والناس أجمعين )
Ya’kub bin ibrahim teah bercerita kepada kita, beliau berkata ; ibnu
ulaiyah bercerita kepada kita, dari abdul aziz bin zuhaib dari anas dari
nabi saw., Adam juga bercerita kepada kita, beliau berkata ; telah
bercerita kepada kita syu’bah, dari qotadah dari sahabat anas, beliau
berkata ; nabi saw. Bersabda : “ tidak (sempurna) iman diantara kamu
sehingga aku lebih dicintai baginya melebihi orang tuanya, anaknya, dan
manusia sekalian”.
Hadits ini menjelaskan tentang urgensi cinta terhadap nabi, karena
termasuk ciri ciri iman seseorang sempurna bila mana dia lebih mencintai
nabinya melebihi cintanya terhadap selain tuhan dan nabinya. Bila kita
tarik mafhum dari hadits ini, kama orang tidak bisa dikatakan mempunyi
iman sempurna sebelum dia mencintai nabinya melebihi segala-galanya.
حدثنا مسدد قال حدثنا يحيى عن شعبة عن قتادة عن أنس رضي الله عنه عن النبي
صلى الله عليه و سلم وعن حسين المعلم قال عن النبي صلى الله عليه و سلم قال
: ( لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه )
Musaddad telah menceritakan kepada kita, dia berkata ; telah bercerita
kepada kita yahya, dari syu’bah dari qotadah dari annas dari nabi saw.
Dan dari husain al Mualim, dia berkata : dari nabi saw. Beliau bersabda :
“tidak dikatakan (sempurna) iman seorang diantara kalian sehingga
mencintai saudara (muslim) nya sebagaimana kecintaannya kepada dirinya”.
Sedang hadits yang satu ini, menyinggung tentang kecintaan seseorang
terhadap saudara muslinya, maka tidak dikatakan sempurna iman seseorng
mana kala orang tersebut belum bisa mencintai saudara muslimnya
sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.
حدثنا محمد بن المثنى قال حدثنا عبد الوهاب الثقفي قال حدثنا أيوب عن أبي
قلابة عن أنس عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ( ثلاث من كن فيه وجد حلاوة
الإيمان أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما وأن يحب المرء لا يحبه
إلا لله وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار )
Muhammad bin mutsanna telah berkata ; telah bercerita kepada kita abdul
wahab as tsaqofi, telah bercerita kepada kita Ayyub dari abi qolabah d
ari annas dari nabi saw. Beliau bersabda : “tiga perkara bila mana
terdapat diri seseorang akan merasakan manisnya iman : yaitu bila Allah
dan rasulnya lebih ia cinta daripada selain keduanya, dan hendaknya ia
mencintai orang yang tidak cinta kepadanya kecuali karena Allah semata,
dan ia enggan / benci untuk kem bali kepada kekafiran sebagaimana
kebenciannya bila di masukkan ke neraka”.
Terakhir, dibahas pada hadits ini tentang bagaimana seseorang dapat
merasakan manisnya iman, yakni dengan mencintai Allah dan rasulnya
melebihi segalanya, mencintai seseorang yang mencintainya hanya karena
Allah semata, serta hendaknya ia benci untuk kembali kepada kekafiran
sebagaimana ia benci bila dimasukan ke neraka.
Pengertian Islam
Sebagaimana telah maklum, islam berasal dari bahasa arab juga, dari
madli Aslama yuslimu islaman, yang berarti selamat. Sedangkan menurut
hadits pokok diatas, islam diartikan sebagai Islam ialah menyembah
kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, mendirikan
shalat, menunaikan zakat yang difardhukan. berpuasa di bulan Ramadhan
dan haji ke Baitullah.
Islam secara etimologi (bahasa) berarti tunduk, patuh, atau berserah
diri. Adapun menurut syari’at (terminologi), apabila dimutlakkan berada
pada dua pengertian:
Pertama: Apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman,
maka pengertian Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun
furu’ (cabang), juga seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, perkataan dan
perbuatan.
Islam merupakan agama terakhir dari syariat yang telah dirurunkan oleh
Allah kepada rasul sekaligus nabinya yang terakhir pula. Disini,
eksistensi islam sebagai agama yang paling benar telah tak diragukan
lagi adanya. Banyak kaum orientalis yang berusaha menyerang islam,
dengan mempelajari islam itu sendiri, dengan tujuan mencari celah untuk
meruntuhkan islam melalui kekurangan-kekurangan yang ada dalam islam,
tapi apa yang terjadi, banyak diantara mereka yang malah berbalik kiblat
kemudian masuk islam tanpa ragu. Karena islam merupakan agama yang
sempurna, sekaligus sebagai penyempurna dari agama-agama masawi yang
terdahulu.
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا
بَيْنَهُمْ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ
الْحِسَابِ
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih
orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh
ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap
ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” [Ali
‘Imran: 19)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima,
dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85]
Kedua: Apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka
yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang
dengannya terjaga diri dan hartanya , baik dia meyakini Islam atau
tidak. Sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati.
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِن قُولُوا
أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِن
تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُم مِّنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا ۚ
إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Orang-orang Arab Badui berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah
(kepada mereka), ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah, ‘Kami telah
tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun
(pahala) amalmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.’”
[Al-Hujuraat: 14]
Tidak diragukan lagi bahwa prinsip agama Islam yang wajib diketahui dan
diamalkan oleh setiap muslim ada tiga, yaitu; (1) mengenal Allah Azza wa
Jalla, (2) mengenal agama Islam beserta dalil-dalilnya, dan (3)
mengenal Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mengenal
agama Islam adalah landasan yang kedua dari prinsip agama ini dan
padanya terdapat tiga tingkatan, yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Setiap
tingkatan mempunyai rukun sebagai berikut:
Islam memiliki lima rukun, yaitu:
1. Bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan
benar melainkan hanya Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah.
2. Menegakkan shalat.
3. Membayar zakat.
4. Puasa di bulan Ramadhan
5. Menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu menuju ke sana.
Kelima rukun Islam ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ;
اْلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ
مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ،
وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ
سَبِيْلاً.
“Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah dan bahwa Muhammad adalah
utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah jika engkau mampu menuju ke
sana.
Juga sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ
الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجِّ الْبَيْتِ.
“Islam dibangun atas lima hal: bersaksi bahwa tidak ada ilah
(sesembahan) yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah
dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar
zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah.”
IHSAN
Ihsan berasal dari bahasa yang artinya berbuat baik/ kebaikan. Sedangkan
menurut istilah yaitu perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang
dengan niat hati beribadah kepada Allah SWT.
Para ulam menggolongkan Ihsan menjadi 4 bagian yaitu:
1. Ihsan kepada Allah
2. Ihsan kepada diri sendiri
3. Ihsan kepada sesama manusia
4. Ihsan bagi sesama makhluk
Untuk menelusuri ihsan secara mendalam» maka terlebih dahulu manusia
harus kembali menyadari posisinya serta mandat yang diberikan Allah SWT
kepadanya sebagai khalifah Allah. Sebagai khalifah, maka hendaknya ia
menjadi hamba yang setia sebagaimana tujuan penciptaannya. Begitu pula
tugas di bumi, ia harus memakmurkan bumi ini. Kedua tugas tersebut tidak
boleh diabaikan sebab dapat mencelakakan manusia sendiri. Allah SWT
berfirman; Telah ditimpakan kehinaan (krisis) kepada mereka (manusia) di
mana saja berada, kecuali bagi mereka yang baik hubungannya dengan
Allah dan kepada sesama manusia.
Al - Ghazali mengemukakan bahwa orang yang mau berhubungan langsung
dengan Allah maka harus terlebih dahulu memperbaiki hubungannya dengan
sesama manusia. Untuk mengenal Allah SWT maka sebelumnya perlu mengenal
diri sendiri, karena pada diri sendiri setiap manusia ada unsur
ketuhanan. Sementara cara untuk mengenal diri adalah dengan mengetahui
proses kejadian manusia itu sendiri.
Tingkatan Ketiga: Ihsan
Ihsan memiliki satu rukun yaitu engkau beribadah kepada Allah Azza wa
Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya,
maka sesungguhnya Dia melihatmu. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu dalam kisah
jawaban Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Jibril Alaihissallam
ketika ia bertanya tentang ihsan, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam menjawab:
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
“Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka bila
engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”
Tidak ragu lagi, bahwa makna ihsan secara bahasa adalah memperbaiki amal
dan menekuninya, serta mengikhlaskannya. Sedangkan menurut syari’at,
pengertian ihsan sebagaimana penjelasan Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam :
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
“Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka jika
engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”
Maksudnya, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan
ihsan dengan memperbaiki lahir dan batin, serta menghadirkan kedekatan
Allah Azza wa Jalla, yaitu bahwasanya seakan-akan Allah berada di
hadapannya dan ia melihat-Nya, dan hal itu akan mengandung konsekuensi
rasa takut, cemas, juga pengagungan kepada Allah Azza wa Jalla, serta
mengikhlaskan ibadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan memperbaikinya
dan mencurahkan segenap kemampuan untuk melengkapi dan menyempurnakannya
Tanda-tanda seseorang mukmin menjadi seorang mukhsin yaitu:
1. Selalu mengingat Allah
2. Senang berbuat kebaikan
3. Meninggalkan hal-hal yang tidak berguna
4. Istiqomah
KAITAN IMAN, ISLAM DAN IHSAN
Barang siapa yang telah bersifat Islam, maka ia dinamakan muslim, dan
siapa yang yang bersifat Iman, maka ia dinamai orang m’umin. Dan
sesungguhnya islam dan iman itu tidak dapat dipisahkan.
Dengan demikian, apabila seorang Islam tetapi tidak Iman, maka ia tidak
akan mendapat faedah di akhirat, walapun dhahirnya Islam. Inilah yang
disebut dengan kafir zindiq dan akan berada di dalam siksa neraka
selama-lamanya. Begitu juga sebaliknya, jika seorang ber-iman tetapi
tidak Islam, maka ia tidak selamat dari siksa neraka yang amat hebat,
mereka itu bukanlah mu’min muslim asli tetapi mu’min muslim tabai, yang
ber-iman dan ber-islam karena mengikuti kedua orang tuanya atau nenek
moyangnya.
Antara iman, islam dan ihsan, ketiganya tak bisa dipisahkan oleh manusia
di dunia ini, kalau diibaratkan hubungan diantara ketiganya adalah
seperti segitiga sama sisi yang sisi satu dan sisi lainya berkaitan
erat. Segitiga tersebut tidak akan terbentuk kalau ketiga sisinya tidak
saling mengait. Jadi manusia yang bertaqwa harus bisa meraih dan
menyeimbangkan antara iman, islam dan ihsan.
Hubungan timbal balik antara ketiganya. Iman yang merupakan landasan
awal, bila diumpamakan sebagai pondasi dalam keberadaan suatu rumah,
sedangkan islam merupakan entitas yang berdiri diatasnya. Maka, apabila
iman seseorang lemah, maka islamnya pun akan condong, lebih lebih akan
rubuh. Dalam realitanya mungkin pelaksanaan sholat akan
tersendat-sendat, sehingga tidak dilakukan pada waktunya, atau malah
mungkin tidak terdirikan. Zakat tidak tersalurkan, puasa tak terlaksana,
dan lain sebagainya. Sebaliknya, iman akan kokoh bila islam seseorang
ditegakkan. Karena iman terkadang bisa menjadi tebal, kadang pula
menjadi tipis, karena amal perbuatan yang akan mempengaruhi hati. Sedang
hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu. Jadi, bila seseorang tekun
beribadah, rajin taqorrub, maka akan semakin tebal imannya, sebaliknya
bila seseorang berlarut-larut dalam kemaksiatan, kebal akan dosa, maka
akan berdampak juga pada tipisnya iman.
Dalam hal ini, sayyidina Ali pernah berkata :
قال علي كرم الله وجهه إن الإيمان ليبدو لمعة بيضاء فإذا عمل العبد
الصالحات نمت فزادت حتى يبيض القلب كله وإن النفاق ليبدو نكتة سوداء فإذا
انتهك الحرمات نمت وزادت حتى يسود القلب كله
Artinya : Sahabat Ali kw. Berkata : sesungguhnya iman itu terlihat
seperti sinar yang putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan,
maka sinar tersebut akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna)
putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila
seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka titik hitam itu akan
tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati.
Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana rumah
tersebut bisa terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga padat
menarik perhatian dari banyak pihak. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana
ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari sang kholiq, sehingga dapat
diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi
larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa
bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas
kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa mungkin
kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan
ridlonya. Disinilah hakikat dari ihsan.