Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik terdapat sebuah hadis yang perlu diperhatikan. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik:
عن العلاء بن عبد الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْقُوبَ الحُرَقي: أَنَّ أَبَا
سَعِيدٍ مَوْلَى عَامِرِ بْنِ كَرِيزٍ أَخْبَرَهُمْ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَادَى أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ، وَهُوَ
يُصَلِّي فِي الْمَسْجِدِ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ لَحِقَهُ،
قَالَ: فَوَضَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ
عَلَى يَدِي، وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَخْرُجَ مِنْ بَابِ الْمَسْجِدِ، ثُمَّ
قَالَ: " إِنِّي لَأَرْجُو أَلَّا تَخْرُجَ مِنْ بَابِ الْمَسْجِدِ حَتَّى
تَعْلَمَ سُورَةً مَا أُنْزِلَ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ
وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا ". قَالَ أُبَيٌّ: فَجَعَلْتُ أُبْطِئُ
فِي الْمَشْيِ رَجَاءَ ذَلِكَ، ثُمَّ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا
السُّورَةُ الَّتِي وَعَدْتَنِي؟ قَالَ: " كَيْفَ تَقْرَأُ إِذَا
افْتَتَحْتَ الصَّلَاةَ؟ قَالَ: فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ} حَتَّى أَتَيْتُ عَلَى آخِرِهَا، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " هِيَ هَذِهِ السُّورَةُ،
وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُ "
Dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman ibnu Ya'qub Al-Harqi, bahwa Abu Sa'id
maula Amir ibnu Kuraiz telah menceritakan kepada mereka bahwa Rasulullah
pernah memanggil Ubay ibnu Ka'b yang sedang salat. Setelah Ubay
menyelesaikan salatnya, lalu ia menjumpai Nabi Saw. Nabi Saw. memegang
tangan Ubay, saat itu beliau hendak keluar menuju pintu masjid. Kemudian
beliau Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar berharap sebelum
kamu keluar dari masjid ini kamu sudah mengetahui suatu surat yang belum
pernah diturunkan di dalam Taurat, Injil, dan tidak ada pula di dalam
Al-Qur'an surat yang serupa dengannya." Ubay melanjutkan kisahnya, "Maka
aku mengurangi kecepatan langkahku karena mengharapkan pelajaran
tersebut, kemudian aku berkata, 'Wahai Rasulullah, surat apakah yang
engkau janjikan kepadaku itu?' Beliau Saw. bersabda. 'Apakah yang engkau
baca bila membuka salatmu?' Aku membaca alhamdu lillahi rabbil 'alamina
sampai akhir surat,' lalu beliau bersabda, 'Itulah surat yang
kumaksudkan. Surat ini adalah sab'ul masani dan Al-Qur’anul 'azim yang
diberikan kepadaku'."
Surat Al-fatihah mempunyai urgensi yang agung dan keutamaan yang banyak, diantaranya adalah;
Surat Fatihah Sebagai Penentu Sholat
Al-Fatihah adalah kewajiban bagi setiap orang yang mengerjakan sholat,
baik ia imam, makmum, atau pun munfarid (sholat sendiri). Barangsiapa
yang tak membacanya, maka sholatnya tak sah.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيْهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ
خِدَاجٌ ثَلاَثًا غَيْرُ تَمَامٍ فَقِيْلَ لِأَبِيْ هُرَيْرَةَ: إِنَّا
نَكُوْنُ وَرَاءَ اْلإِمَامِ فَقَالَ: اِقْرَأْ بِهَا فِيْ نَفْسِكَ
فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُوْلُ: قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَّمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ
عَبْدِيْ نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِيْ مَا سَأَلَ
“Barangsiapa yang melakukan sholat, sedang ia tak membaca Ummul Qur’an
(Al-Fatihah) di dalamnya, maka sholatnya kurang (3X), tidak sempurna”.
Abu Hurairah ditanya, “Bagaimana kalau kami di belakang imam”. Beliau
berkata, “Bacalah pada dirimu (yakni, secara sirr/pelan), karena sungguh
aku telah mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
bersabda, “Allah -Ta’ala- berfirman, “Aku telah membagi Sholat (yakni,
Al-Fatihah) antara Aku dengan hamba-Ku setengah, dan hamba-Ku akan
mendapatkan sesuatu yang ia minta”. [HR. Muslim (395), Abu Dawud (821),
At-Tirmidziy (2953), An-Nasa’iy (909), dan Ibnu Majah (838)]
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini (menunjukkan) kewajiban
membaca Al-Fatihah dan itu merupakan keharusan. Shalat tidak sah kecuali
dengan membacanya. Lain halnya, jika orang tersebut tidak mampu. Ini
adalah mazhab Malik, Syafii dan mayoritas para ulama dari kalangan para
shahabat, tabiin dan (generasi) setelahnya."
Ibnu Dharis meriwayatkan dari Abi Qibalah, Nabi SAW bersabda:
من شاهد فاتحة الكتاب حين تستفتح كمن شهد فتحا في سبيل الله، ومن شهدها حين تختم كان كمن شهد الغنائم حين تقسم
“Barang siapa menyaksikan fatihatul kitab ketika mulai dibaca maka dia
seperti seseorang yang menyaksikan peperangan di jalan Allah, dan barang
siapa menyaksikannya ketika ditutup maka dia seperti orang yang
menyaksikan ketika harta rampasan dibagikan.”
Dalam kitabnya Tarikh Damsyik, Ibnu Asakir meriwayatkan sebuah hadits dari Syaddad bin Aus, RAsulullah SAW bersabda:
إذا أخذا أحدكم مضجعه ليرقد، فليقرأ بأم الكتاب وسورة، فإن الله يوكل به ملكا يهب معه إذاهب
“Apabila seseorang diantara kalian hendak mulai tidur, maka bacalah
ummul kitab (surat fatihah) dan salah satu dari surat dalam Al-Qur’an,
maka Allah akan mewakilkan untuknya malaikat yang akan bangun bersamanya
jika dia bangun.”
Para ulama berpendapat bahwa surat Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat
dan بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ merupakan salah satu ayat dari
surat Al-Fatihah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Daruquthniy dan
Imam Bukhari dalam kitab tarikhnya dari Abu Hurairah ra. Bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda:
إذا قرأتم الحمدلله فاقرأوا بسم الله الرحمن الحيم، لأنها أم القران وام الكتاب والسبع المثاني بسم الله الرحمن الرحيم إحدى اياتها
“Jika Engkau membaca Alhamdulillah (surat Al-Fatihah) bacalah بسم الله
الرحمن الحيم karena merupakan induk Al-Quran daj kerupakan Sab’ul
Matsani dan بسم الله الرحمن الحيم adalah salah satu dari ayatnya.”
Untuk kata amin (آمين) yang diucapkan ketika selesai membaca surat
Al-Fatihah bukan merupakan bagian dari Al-Qur’an tetapi disunnahkan bagi
kita untuk membacanyaketika selesai membaca surat Al-Fatihah,
sebagaimana sbada Rasulullah SAW:
علمني جبريل آمين عند فراغي من قراءة سورة الفاتحة
“Jibril mengajarkan kepadaku agar membaca amin (آمين) ketika aku selesai membaca surat Al-Fatihah.”
Al-Baihaqi dan beberapa ulama lainnya mengatakan tentang bacaan amin
(آمين) sewaktu shalat jahriyah (shalat yang bacaan Al-Fatihahnya
dikeraskan) yaitu imam membacanya dengan jelas (dapat didengar oleh
ma’mum), sebagaimana riwayat dari Wail bin Hujr, adalah Rasulullah SAW
jika selesai membaca وَلاَ الضَّآلِّيْنَ beliau mengucapkan amin (آمين)
dengan mengeraskan suaranya dan ma’mum mengucapkan juga bersamaan dengan
imamnya. Dalam salah satu hadits, Nabi SAW bersabda:
إذا قام الإمام ولا الضـــــــــالين، فقولوا آمين، فإن الملائكة يقول
آمين، فإن الإمام يقول آمين، ومن وافق تأمينه تأمين الملائكة غفرله ماتقدم
من ذنبه
“Apabila imam selesai mengucapkan ولا الضـــــــــالين maka ucapkanlah
آمين , karena para malikat juga mengucapkan آمين , barang siapa yang
ketika membaca آمين bertepatandengan malikat ketika membaca آمين , maka
dosanya yang lalu diampuni oleh Allah.”
Menurut Asy-Syaikh Al-Jarjaniy sebagaimana disebutkan dalam kitabnya
Al-Amaliy akan diampuni dosanya baik yang telah lalu maupun yang
belakangan/akan datang.
Hikayat.
Dalam kitab Zadul Musafirin diceritakan bahwa kaisar Romawi menulis surat kepada khalifah Umar bin Khattab yang isinya:
Aku baca di kitab Injil bahwa siapa yang membaca satu surat yang tidak
terdapat didalamnya 7 huruf, yaitu tsa (ث),kha (خ), zha (ظ), fa (ف), za
(ز), jim (ج) dan syin (ش), siapa yang membaca surat ini maka Allah akan
mengharamkan tubuhnya tersentuh api neraka, maka kami mencarinya dalam
kitab Zabur, dan kitab Taurat tetapi tidak kami temukan, apakah surat
itu terdapat pada kitab kalian? Setelah membaca surat ini khalifah Umar
mengumpulkan pada sahabat dan menceritakan tentang isi surat dari kaisar
tersebut, maka salah seorang sabahat Ubay bin Ka’ab mengatakan bahwa
yang dimaksud oleh kaisar itu adalah surat Al-Fatihah, setelah mendengar
itu khalifa Umar langsung mengirimkan jawabannya, tidak lama setelah
mengetahui itu kaisar tersebut masuk Islam.
Al-Fatihah Surat yang Agung
Dia merupakan surat paling mulia dalam Al-Qur’an. Diriwayatkan oleh
Tirmizi, no. 2875 dan dishahihkannya. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu
sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam berkata kepada Ubay
bin Ka’b:
أَتُحِبُّ أَنْ أُعَلِّمَكَ سُورَةً لَمْ يَنْزِلْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا
فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا ؟
قَالَ : نَعَمْ ، يَا رَسُولَ اللَّهِ ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كَيْفَ تَقْرَأُ فِي الصَّلَاةِ ؟ قَالَ :
فَقَرَأَ أُمَّ الْقُرْآنِ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أُنْزِلَتْ فِي
التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي
الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا) صححه الألباني في صحيح الترمذي
“Apakah engkau suka aku ajarkan kepadamu surat yang belum diturunkan di
Taurat, Injil, Zabur tidak juga dalam Al-Furqan sepertinya?" Dia
menjawab, “Ya. Wahai Rasulullah." Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam
bersabda, “Bagaimana anda membaca dalam shalat?" Beliau menjawab,
“Membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah).” Maka Rasulullah sallallahu’alaihi
wa sallam bersabda, “Demi jiwaku yang ada ditangan-Nya. Tidak diturunkan
dalam Taurat, Injil, Zabur tidak juga dalam Al-Furqan (surat)
semisalnya.” (HR Tirmidzi)
Dia adalah Assab’ul Matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang). Allah
berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu
tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung.” (QS.
Al-hijr: 87)
ذِكْرُ مَا وَرَدَ فِي فَضْلِ الْفَاتِحَةِ
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَنْبَلٍ، رَحِمَهُ
اللَّهُ، فِي مُسْنَدِهِ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ شُعْبَةَ،
حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ،
عَنْ أَبِي سَعِيدِ بْنِ المُعَلَّى، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كُنْتُ
أُصَلِّي فَدَعَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَلَمْ أُجِبْهُ حَتَّى صلَّيت وَأَتَيْتُهُ، فَقَالَ: " مَا مَنَعَكَ أَنْ
تَأْتِيَنِي؟ ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي كُنْتُ
أُصَلِّي. قَالَ: " أَلَمْ يَقُلِ اللَّهُ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا
يُحْيِيكُمْ} [الْأَنْفَالِ: 24] ثُمَّ قَالَ: " لَأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ
سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ ". قَالَ:
فَأَخَذَ بِيَدِي، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ قُلْتَ: " لَأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ
سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِ ". قَالَ: " نَعَمْ، الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ هِيَ: السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ
الَّذِي أُوتِيتُهُ ".
Imam Ahmad ibnu Muhammad ibnu Hambal di dalam kitab Musnad-nya
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari
Syu'bah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Khubaib ibnu
Abdur Rahman, dari Hafz ibnu Asim, dari Abu Sa'id ibnul Mua’la r.a. yang
menceritakan: Aku sedang salat, kemudian Rasulullah Saw. memanggilku,
tetapi aku tidak menjawabnya hingga aku selesai dari salatku, lalu aku
datang kepadanya dan ia bertanya,"Mengapa engkau tidak segera datang
kepadaku? Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sedang
salat." Beliau Saw. bersabda, "Bukankah Allah Swt. telah berfirman, 'Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul
apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada
kalian' (Al-Anfal: 24)." Kemudian beliau Saw. bersabda, "Sesungguhnya
aku benar-benar akan mengajarkan kepadamu surat yang paling besar dalam
Al-Qur'an sebelum kamu keluar dari masjid ini." Lalu beliau memegang
tanganku. Ketika beliau hendak keluar dari masjid, aku bertanya, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya engkau telah mengatakan bahwa engkau akan
mengajarkan kepadaku sebuah surat Al-Qur'an yang paling agung. Beliau
menjawab,"Ya, Alhamdulillahi rabbil 'alamin adalah sab'ul masani, dan
Al-Qur'anul 'azim yang diberikan kepadaku."
Demikian pula menurut yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Musaddad
dan Ali ibnul Madini, keduanya dari Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan dengan
lafaz yang sama. Imam Bukhari pun meriwayatkan hadis ini pada bagian
lain dalam tafsirnya. dan diriwayatkan pula oleh Abu Daud, Nasai, dan
Ibnu Majah dari berbagai jalur melalui Syu'bah dengan lafaz yang sama.
Al-Waqidi meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Mu'az Al-Ansari, dari
Khubaib ibnu Abdur Rahman, dari Abu Sa'id ibnul MA’la, dari Ubay ibnu
Ka'b hadis yang semisal.
Orang yang membaca Al-Fatihah akan mendapatkan balasan pahala yang besar
di sisi Allah. Terlebih lagi jika ia membacanya dengan ikhlash, dan
mentadabburi maknanya.
Abu Sa’id bin Al-Mu’allaa -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
كُنْتُ أُصَلِّيْ فَدَعَانِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَلَمْ أُجِبْهُ, قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ كُنْتُ أُصَلِّيْ,
قَالَ: أَلَمْ يَقُلِ اللهُ: (اسْتَجِيْبُوْا لِلّهِ وَلِلرَّسُوْلِ إِذَا
دَعَاكُمْ), ثُمَّ قَالَ: أَلاَ أُعَلِّمُكَ أَعْظَمَ سُوْرَةٍ فِي
الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ؟. فَأَخَذَ بِيَدِيْ,
فَلَمَّا أَرَدْنَا أَنْ نَخْرُجَ, قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, إِنَّكَ
قُلْتَ: لأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُوْرَةٍ مِنْ الْقُرْآنِ. قَالَ:
(الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ), هِيَ السَّبعُ الْمَثَانِيْ
وَاْلقُرْآنُ الْعَظِيْمُ الَّذِيْ أُوْتِيْتَهُ
“Dulu aku pernah sholat. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
memanggilku. Namun aku tak memenuhi panggilan beliau. Aku katakan,
“Wahai Rasulullah, tadi aku sholat“. Beliau bersabda, “Bukankah Allah
berfirman,
“Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu“. (QS. Al-Anfaal: 24).
Kemudian beliau bersabda, “Maukah engkau kuajarkan surat yang paling
agung dalam Al-Qur’an sebelum engkau keluar dari masjid”?. Beliau pun
memegang tanganku. Tatkala kami hendak keluar, maka aku katakan, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya tadi Anda bersabda, “Aku akan ajarkan kepadamu
Surat yang paling agung dalam Al-Qur’an”. Beliau bersabda,
“Alhamdulillahi Robbil alamin. Dia ( Surat Al-Fatihah) adalah tujuh ayat
yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim yang diberikan kepadaku”.
[HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4720), Abu Dawud dalam Sunan-nya
(1458), dan An-Nasa’iy dalam Sunan-nya (913)]
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Ada perbeda dalam maknanya, dikatakan
‘Al-Matsani’ karena diulang pada setiap rakaat. Ada yang mengatakan
karena memuji kepada Allah Ta’ala, atau, karena dikhususkan untuk umat
ini, dimana (tidak diturunkan) pada umat sebelumnya.’
Di dalamnya menggabungkan antara tawasul kepada Allah Ta’ala dengan
pujian dan sanjungan kepada-Nya serta memuliakan-Nya. Bertawasul
kepada-Nya dengan ubudiyah dan mentauhidkan kepada-Nya. Kemudian setelah
itu meminta keperluan yang paling penting dan keinginan yang paling
bermanfaat yaitu petunjuk setelah dua wasilah tersebut. Maka orang yang
meminta seperti lebih layak untuk dikabulkan. (Lihat ‘Madarijus
salikin, 1/24)
Meskipun pendek, surat ini memuat tiga macam tauhid, tauhid Rububiyah,
tauhid Uluhiyah dan tauhid Asma’ was sifat. (Silahkan lihat ‘Madirijus
salikin, 1/24-27)
Surat Terbaik dalam Al – Qur’an
Surat Al-Fatihah merupakan surat terbaik, karena ia mengandung tauhid,
ittiba’ (mengikuti) Sunnah, adab berdo’a, al-wala’ wal baro’, keimanan
terhadap perkara gaib, dan lainnya.
Ibnu Jabir-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
اِنْتَهَيْتُ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ
إِهْرَاقَ الْمَاءَ فَقُلْتُ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ
فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَقُلْتُ: السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ
فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَقُلْتُ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ
فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَانْطَلَقَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَمْشِيْ وَأَنَا خَلْفَهُ حَتَّى دَخَلَ عَلَى رَحْلِهِ
وَدَخَلْتُ أَنَا الْمَسْجِدَ فَجَلَسْتُ كَئِيْبًا حَزِيْنًا فَخَرَجَ
عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ تَطَهَّرَ
فَقَالَ : عَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ عَلَيْكَ السَّلاَمُ
وَرَحْمَةُ اللهِ و عَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ ثُمَّ قَالَ
اَلاَ أُخْبِرُكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَابِرٍ بِخَيْرِ سُوْرَةٍ فِيْ
الْقُرْآنِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: اِقْرَأْ الْحَمْدُ
للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَتَّى تَخْتِمَهَا
“Aku tiba kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , sedang
beliau mengalirkan air. Aku berkata, “Assalamu alaika, wahai
Rasulullah”. Maka beliau tak menjawab salamku (sebanyak 3 X). Kemudian
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berjalan, sedang aku berada
di belakangnya sampai beliau masuk ke kemahnya, dan aku masuk ke masjid
sambil duduk dalam keadaan bersedih. Maka keluarlah Rasulullah
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- menemuiku, sedang beliau telah bersuci
seraya bersabda, “Alaikas salam wa rahmatullah (3 kali)”. Kemudian
beliau bersabda, “Wahai Abdullah bin Jabir, maukah kukabarkan kepadamu
tentang sebaik-baik surat di dalam Al-Qur’an”. Aku katakan, “Mau ya
Rasulullah”. Beliau bersabda, “Bacalah surat Alhamdulillahi Robbil
alamin (yakni, Surat Al-Fatihah) sampai engkau menyelesaikannya“. [HR.
Ahmad dalam Al-Musnad (4/177). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Arna’uth
dalam Takhrij Al-Musnad (no. 17633)]
Al – Fatihah adalah Al – Qur’an Al – Azhim
Surat Al-Fatihah dinamai oleh Allah dengan “Al-Qur’an Al-Azhim”, padahal
Al-Qur’an Al-Azim bukan hanya Al-Fatihah, masih ada surat-surat lainnya
yang berjumlah 11 3. Namun Allah -Azza wa Jalla- menamainya demikian
karena kandungan Al-Fatihah meliputi segala perkara yang dikandung oleh
Al-Qur’an Al-Azhim secara global. Wallahu A’lam bish showab.
Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik terdapat sebuah hadis yang perlu diperhatikan. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Malik:
عن العلاء بن عبد الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْقُوبَ الحُرَقي: أَنَّ أَبَا
سَعِيدٍ مَوْلَى عَامِرِ بْنِ كَرِيزٍ أَخْبَرَهُمْ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَادَى أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ، وَهُوَ
يُصَلِّي فِي الْمَسْجِدِ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ لَحِقَهُ،
قَالَ: فَوَضَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ
عَلَى يَدِي، وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَخْرُجَ مِنْ بَابِ الْمَسْجِدِ، ثُمَّ
قَالَ: " إِنِّي لَأَرْجُو أَلَّا تَخْرُجَ مِنْ بَابِ الْمَسْجِدِ حَتَّى
تَعْلَمَ سُورَةً مَا أُنْزِلَ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ
وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا ". قَالَ أُبَيٌّ: فَجَعَلْتُ أُبْطِئُ
فِي الْمَشْيِ رَجَاءَ ذَلِكَ، ثُمَّ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا
السُّورَةُ الَّتِي وَعَدْتَنِي؟ قَالَ: " كَيْفَ تَقْرَأُ إِذَا
افْتَتَحْتَ الصَّلَاةَ؟ قَالَ: فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ} حَتَّى أَتَيْتُ عَلَى آخِرِهَا، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " هِيَ هَذِهِ السُّورَةُ،
وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُعْطِيتُ "
Dari Al-Ala ibnu Abdur Rahman ibnu Ya'qub Al-Harqi, bahwa Abu Sa'id
maula Amir ibnu Kuraiz telah menceritakan kepada mereka bahwa Rasulullah
pernah memanggil Ubay ibnu Ka'b yang sedang salat. Setelah Ubay
menyelesaikan salatnya, lalu ia menjumpai Nabi Saw. Nabi Saw. memegang
tangan Ubay, saat itu beliau hendak keluar menuju pintu masjid. Kemudian
beliau Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar berharap sebelum
kamu keluar dari masjid ini kamu sudah mengetahui suatu surat yang belum
pernah diturunkan di dalam Taurat, Injil, dan tidak ada pula di dalam
Al-Qur'an surat yang serupa dengannya." Ubay melanjutkan kisahnya, "Maka
aku mengurangi kecepatan langkahku karena mengharapkan pelajaran
tersebut, kemudian aku berkata, 'Wahai Rasulullah, surat apakah yang
engkau janjikan kepadaku itu?' Beliau Saw. bersabda. 'Apakah yang engkau
baca bila membuka salatmu?' Aku membaca alhamdu lillahi rabbil 'alamina
sampai akhir surat,' lalu beliau bersabda, 'Itulah surat yang
kumaksudkan. Surat ini adalah sab'ul masani dan Al-Qur’anul 'azim yang
diberikan kepadaku'."
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
أُمُّ الْقُرْآنِ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِيْ وَالْقُرْآنُ الْعَظِيْمُ
“Ummul Qur’an (yakni, Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang,
dan Al-Qur’an Al-Azhim“. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4427), Abu
Dawud dalam Sunan-nya (1457), dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (3124)]
Surat Ruqyah
Al-Qur’an seluruhnya bisa digunakan dalam meruqyah. Namun secara khusus
Al-Fatihah pernah dipergunakan oleh para sahabat dalam meruqyah sebagian
orang yang tergigit kalajengking. Dengan berkat pertolongan Allah,
orang yang digigit kalajengking tersebut sembuh kala itu juga.
Sekarang kita dengarkan kisahnya dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudriy -radhiyallahu ‘anhu- ketika beliau berkata,
انْطَلَقَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِيْ سَفْرَةٍ سَافَرُوْهَا حَتَّى نَزَلُوْا عَلَى حَيٍّ مِنْ
أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوْهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوْهُمْ
فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الْحَيِّ فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ
يَنْفَعُهُ شَيْءٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلاَءِ
الرَّهْطَ الَّذِيْنَ نَزَلُوْا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُوْنَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ
شَيْءٌ فَأَتَوْهُمْ فَقَالُوْا: يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ إِنَّ سَيِّدَنَا
لُدِغَ وَسَعْيُنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ فَهَلْ عَنْدَ
أَحَدٍ مِنْكُمْ مِنْ شَيْءٍ ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: نَعَمْ وَاللهِ إِنِّيْ
لأَُرْقِي وَلَكِنْ وَاللهِ لَقَدْ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ
تُضَيِّفُوْنَا فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوْا لَنَا
جُعْلاً فَصَالَحُوْهُمْ عَلَى قَطِيْعٍ مِنَ الْغَنَمِ فَانْطَلَقَ
يَتْفُلُ عَلَيْهِ وَيَقْرَأُ { الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ } .
فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ فَانْطَلَقَ يَمْشِي وَمَا بِهِ قَلَبَةٌ
. قَالَ: فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمُ الَّذِيْ صَالَحُوْهُمْ عَلَيْهِ
فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اقْسِمُوْا فَقَالَ الَّذِيْ رَقِيَ: لاَ تَفْعَلُوْا
حَتَّى نَأْتِيّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَذْكُرَ
لَهُ الَّذِيْ كَانَ فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا فَقَدِمُوْا عَلَى
رَسُوْلِ اللهِ فَذَكَرُوْا لَهُ فَقَالَ: وَمَا يُدْرِيْكَ أَنَّهَا
رُقْيَةٌ . ثُمَّ قَالَ: قَدْ أَصَبْتُمْ اقْسِمُوْا وَاضْرِبُوْا لِيْ
مَعَكُمْ سَهْمًا . فَضَحِكَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
” Ada beberapa orang dari kalangan sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- pernah berangkat dalam suatu perjalanan yang mereka lakukan
sampai mereka singgah pada suatu perkampungan Arab. Mereka pun meminta
jamuan kepada mereka. Tapi mereka enggan untuk menjamu mereka (para
sahabat). Akhirnya, pemimpin suku itu digigit kalajengking. Mereka
(orang-orang kampung itu) telah mengusahakan segala sesuatu untuknya.
Namun semua itu tidak bermanfaat baginya. Sebagian diantara mereka
berkata, “Bagaimana kalau kalian mendatangi rombongan (para sahabat)
yang telah singgah. Barangkali ada sesuatu (yakni, obat) diantara
mereka”.Orang-orang itu pun mendatangi para sahabat seraya berkata,
“Wahai para rombongan, sesungguhnya pemimpin kami tersengat, dan kami
telah melakukan segala usaha, tapi tidak memberikan manfaat kepadanya.
Apakah ada sesuatu (obat) pada seorang diantara kalian?” Sebagian
sahabat berkata, “Ya, ada. Demi Allah, sesungguhnya aku bisa me-ruqyah.
Tapi demi Allah, kami telah meminta jamuan kepada kalian, namun kalian
tak mau menjamu kami. Maka aku pun tak mau me-ruqyah kalian sampai
kalian mau memberikan gaji kepada kami”. Merekapun menyetujui para
sahabat dengan gaji berupa beberapa ekor kambing. Lalu seorang sahabat
pergi (untuk me-ruqyah mereka) sambil memercikkan ludahnya kepada
pimpinan suku tersebut, dan membaca, “Alhamdulillah Robbil alamin
(yakni, Al-Fatihah)”. Seakan-akan orang itu terlepas dari ikatan. Maka
mulailah ia berjalan, dan sama sekali tak ada lagi penyakit padanya. Dia
(Abu Sa’id) berkata, “Mereka pun memberikan kepada para sahabat gaji
yang telah mereka sepakati. Sebagian sahabat berkata, “Silakan bagi
(kambingnya)”. Yang me-ruqyah berkata, “Janganlah kalian lakukan hal itu
sampai kita mendatangi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, lalu kita
sebutkan kepada beliau tentang sesuatu yang terjadi. Kemudian kita
lihat, apa yang beliau perintahkan kepada kita”. Mereka pun datang
kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- seraya menyebutkan hal
itu kepada beliau. Maka beliau bersabda, “Apa yang memberitahukanmu
bahwa Al-Fatihah adalah ruqyah?” Kemudian beliau bersabda lagi, “Kalian
telah benar, silakan (kambingnya) dibagi. Berikan aku bagian bersama
kalian”. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tertawa“. [HR.
Al-Bukhoriy (2156), Muslim (2201)]
Al-Imam Ibnu Abi Jamroh-rahimahullah- berkata, “Tempat memercikkan ludah
ketika me-ruqyah adalah usai membaca Al-Qur’an pada anggota badan yang
dilalui oleh ludah”. [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (9/206)]
Cahaya Untuk Ummat Islam
Satu lagi diantara fadhilah Al-Fatihah, ia disebut dengan cahaya, karena
di dalamnya terdapat petunjuk bagi seorang muslim dalam semua
urusannya. Jika kita mengkaji Al-Fatihah secara mendalam, maka kita akan
mendapat banyak faedah dan petunjuk. Oleh karena itu, sebagian ulama’
telah menulis kitab khusus menafsirkan Al-Fatihah dan mengeluarkan
mutiara hikmahnya yang berisi pelita yang menerangi kehidupan kita.
Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
بَيْنَمَا جِبْرِيْلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ سَمِعَ نَقِيْضًا مِنْ فَوْقِهِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ:
هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلاَّ
الْيَوْمَ فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى
اْلأَرْضِ لَمْ يَنْزِلُ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَسَلَّمَ وَقَالَ:
أَبْشِرْ بِنُوْرَيْنِ أُوْتِيْتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ:
فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيْمَ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ
بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلاَّ أُعْطِيْتَهُ
“Tatkala Jibril duduk di sisi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- ,
maka ia mendengarkan suara (seperti suara pintu saat terbuka) dari
atasnya. Maka ia (Jibril) mengangkat kepalanya seraya berkata, “Ini
adalah pintu di langit yang baru dibuka pada hari ini; belum pernah
terbuka sama sekali, kecuali pada hari ini”. Lalu turunlah dari pintu
itu seorang malaikat seraya Jibril berkata, “Ini adalah malaikat yang
turun ke bumi; ia sama sekali belum pernah turun, kecuali pada hari
ini”. Malaikat itu pun memberi salam seraya berkata, “Bergembiralah
dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu; belum pernah diberikan kepada
seorang nabi sebelummu, yaitu Fatihatul Kitab, dan ayat-ayat penutup
Surat Al-Baqoroh. Tidaklah engkau membaca sebuah huruf dari keduanya,
kecuali engkau akan diberi“. [HR. Muslim dalam Shahih-nya (806), dan
An-Nasa’iy (912)]
Surat Fatihah dibaca Untuk Ahli Kubur
Hadis membaca surat Al Fatihah untuk yang meninggal dunia
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلاَ
تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ
رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ سُوْرَةِ
الْبَقَرَةِ فِي قَبْرِهِ (رواه الطبراني في الكبير رقم 13613 والبيهقي في
الشعب رقم 9294 وتاريخ يحي بن معين 4 / 449)
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw
bersabda: Jika diantara kalian ada yang meninggal, maka janganlah
diakhirkan, segeralah dimakamkan. Dan hendaklah di dekat kepalanya
dibacakan pembukaan al-Quran (Surat al-Fatihah) dan dekat kakinya dengan
penutup surat al-Baqarah di kuburnya” (HR al-Thabrani dalam al-Kabir No
13613, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman No 9294, dan Tarikh Yahya bin
Main 4/449)[2]
Al-Hafidz Ibnu Hajar memberi penilaian pada hadis tersebut:
فَلاَ تَحْبِسُوْهُ وَأَسْرِعُوْا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ أَخْرَجَهُ الطَّبْرَانِي بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ (فتح الباري لابن حجر 3 / 184)
“HR al-Thabrani dengan sanad yang hasan” (Fath al-Bari III/184)
Surat Fatihah Adalah Doa
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa beberapa sahabat Nabi
pernah singgah di sebuah kabilah, yang kepala sukunya terkena gigitan
hewan berbisa. Lalu sahabat melakukan doa ruqyah dengan bacaan Fatihah
(tanpa ada contoh dan perintah dari Nabi). Kepala suku pun mendapat
kesembuhan dan sahabat mendapat upah kambing. Ketika disampaikan kepada
Nabi, beliau tersenyum dan berkata:
وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ أَصَبْتُمُ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِى مَعَكُمْ بِسَهْمٍ
“Dari mana kalian tahu bahwa surat Fatihah adalah doa? Kalian benar.
Bagikan dan beri saya bagian dari kambing itu” (HR al-Bukhari dan
Muslim, redaksi diatas adalah hadis al-Bukhari)
Di hadis ini sahabat membaca al-Fatihah untuk doa ruqyah adalah dengan
ijtihad, bukan dari perintah Nabi. Mengapa para sahabat melakukannya,
sebab hal ini tidak dilarang oleh Rasulullah.
Sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam al-Hasyr: 7
“… Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…”
Yang harus ditinggalkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Rasulullah,
bukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah! Dalam masalah
al-Fatihah ini tidak ada satupun hadis yang melarang membaca al-Fatihah
dihadiahkan untuk mayit!
Bahkan membaca al-Fatihah untuk orang yang telah wafat juga telah diamalkan oleh para ulama, diantara ulama ahli Tafsir berikut:
وَأَنَا أُوْصِي مَنْ طَالَعَ كِتَابِي وَاسْتَفَادَ مَا فِيْهِ مِنَ
الْفَوَائِدِ النَّفِيْسَةِ الْعَالِيَةِ أَنْ يَخُصَّ وَلَدِي
وَيَخُصَّنِي بِقِرَاءَةِ اْلفَاتِحَةِ وَيَدْعُوَ لِمَنْ قَدْ مَاتَ فِي
غُرْبَةٍ بَعِيْداً عَنِ اْلإِخْوَانِ وَاْلأَبِ وَاْلأُمِّ بِالرَّحْمَةِ
وَالْمَغْفِرَةِ فَإِنِّي كُنْتُ أَيْضاً كَثِيْرَ الدُّعَاءِ لِمَنْ
فَعَلَ ذَلِكَ فِي حَقِّي وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْراً آمِيْنَ وَالْحَمْدُ
للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (تفسير الرازي : مفاتيح الغيب 18 / 183)
“(al-Razi berkata) Saya berwasiat kepada pembaca kitab saya dan yang
mempelajarinya agar secara khusus membacakan al-Fatihah untuk anak saya
dan diri saya, serta mendoakan orang-orang yang meninggal nan jauh dari
teman dan keluarga dengan doa rahmat dan ampunan. Dan saya sendiri
melakukan hal tersebut” (Tafsir al-Razi 18/233-234)
Surat ini mengandung obat hati dan obat badan.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahulah berkata, “Adapun terkait obat bagi
hati, maka sungguh surat ini memiliki kandungan tersebut. Karena
penyakit hati berkisar pada dua sumber. Rusaknya ilmu dan rusaknya niat
yang berdampak pada dua penyakit mematikan yaitu kesesatan dan
kemarahan. Kesesatan adalah dampak dari rusaknya ilmu. Sementara
kemarahan adalah dampak dari rusaknya niat. Keduanya termasuk unsur
pokok semua penyakit hati. Petunjuk ke jalan yang lurus mengandung obat
dari penyakit kesesatan. Oleh karena itu, permohonan petunjuk termasuk
doa wajib bagi setiap hamba dan harus dilakukan setiap hari pada setiap
shalat. Karena kebutuhan terhadap hidayah yang diinginkan sangat urgen
sekali dan tidak dapat digantikan posisinya oleh permintaan yang lain.
Sehingga realisasi dari ‘Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya
kepada-Mu kami memohon pertolongan’ termasuk ilmu, pengetahuan, amal dan
berbagai keadaan yang mengandung obat dari penyakit kerusakan hati dan
niat.
Adapun bahwa surat ini mengandung obat bagi fisik, kami sebutkan apa
yang ada dalam sunnah. Dan sesuai dengan kaidah kedokteran dan yang
telah dibuktikan.
Dalam sunah, terdapat dalam hadits shahih dari Abu Mutawakil An-Naji
dari Abu Said Al-Khuri bahwa sekelompok shahabat Nabi sallallahu alaihi
wa sallam melewati sebuah perkampungan arab…. Hingga akhirnya disebutkan
tentang ruqyah dengan Al-Fatihah. Kemudian beliau mengatakan, “Hadits
ini menunjukkan bahwa bacaan surat Al-Fatihah mengandung kesembuhan dari
sengatan binatang, maka cukup dengannya sebagai obat, bahkan bisa jadi
kesembuhannya melebihi obat-obatan lainnya. Padahal penduduk di tempat
(yang dibacakannya Al-Fatihah) bukan orang-orang yang dapat menerima,
mungkin karena penduduk setempat non muslim atau penduduknya kikir dan
sering mencela. Bagaimana halnya jika di daerah yang penduduknya dapat
menerima?" (Madarijus salikin, 1/52-55)
Kemudian beliau menambahkan, “Pernah terjadi pada diriku sakit yang
mengganggu, hampir saja aku tidak dapat bergerak. Hal itu terjadi saat
thawaf dan di tempat lain. Lalu aku segera bacakan Al-Fatihah dan aku
usap di tempat yang sakit, maka bagaikan (ada) batu yang jatuh (sembuh).
Hal itu telah aku praktekkan berulang-ulang. Aku juga mengambil segelas
air zam zam, lalu aku bacakan Al-Fatihah berkali-kali kemudian aku
minum. Aku merasakan manfaat dan kekuatan yang tidak aku dapatkan
seperti itu pada obat lainnya." (Madarijus Salikin, 1/58)
Surat Al-Fatihah mengandung bantahan untuk orang sesat dan kelompok
sesat. Juga bantahan terhadap ahli bid’ah dan kesesatan umat ini. Hal
ini dapat diketahui dari dua sisi, secara global dan terperinci.
Penjelasannya adalah bahwa jalan yang lurus (ash-shirathal mustaqim)
mengandung kebenaran dan mendahulukan (kebenaran) dibandingkan yang
lainnya. Serta mencintai, merealisasikan, mendakwakan kepadanya dan
melawan musuh semampu mungkin. Kebenaran adalah apa yang dilakukan oleh
Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya, serta apa
yang beliau ajarkan, baik secara teori maupun praktek dalam masalah nama
dan sifat Allah. Juga dalam masalah tauhid, perintah, larangan, janji
dan ancaman-Nya. Juga dalam hakikat keimanan yang termasuk tempat bagi
orang yang menuju kepada Allah Ta’ala. Kesemuanya itu diserahkan
sepenuhnya bersumber dari ajaran Rasululah sallallahu alaihi wa sallam,
bukan pada pendapat orang lain, atau kondisi tertentu maupun pemikiran
serta istilah dari orang lain.” (Madarijus salikin, 1/58)
Surat Al-Fatihah mengandung semua makna Kitab-kitab yang diturunkan. (Madarijus salikin, 1/74)
Dalam surat Al-Fatihah terkandung doa yang paling bermanfaat. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Saya renungkan doa yang
paling bermanfaat adalah permintaan bantuan untuk menggapai
keridhaan-Nya. Kemudian saya lihat ada pada surat Al-Fatihah pada ayat
"Iyyakana’budu wa iyyaka nasta’in (Hanya kepada-Mu kami beribadah dan
hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)" (Madarijus Salikin, 1/78)
Kesimpulannya, bahwa surat Al-fatihah merupakan kunci semua kebaikan dan kebahagian di dunia dan akhirat.
Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata, “Fatihatul kitab, Ummul Qur’an,
As-Sab’ul Matsani, kesembuhan total, obat yang bermanfaat, ruqyah
sempurna, kunci kekayaan dan kemenangan, penjaga kekuatan, menghilangkan
sedih, gundah, ketakutan, kesedihan, bagi orang yang mengetahui
kemuliaannya dan memberikan haknya serta menempatkan dengan tepat dalam
mengobati suatu penyakit, mengetahui bagaimana cara kesembuhan dan
mengetahui rahasia yang terkandung di dalamnya.
Maka ketika sebagian shahabat mendapatkan kenyataan tersebut, mereka
menjadikannya sebagai ruqyah dengannya dan langsung sembuh. Maka Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam mengatakan kepadanya, “Dari mana kalian tahu
bahwa itu adalah ruqyah.”
Seseorang yang mendapatkan taufiq dengan cahaya pengetahuan, hingga
mendapatkan rahasia surat ini dan kandungan di dalamnya berupa tauhid,
mengenal Dzat, nama, sifat dan perbuatan Allah, lalu meyakini syariat
agama, takdir dan kebangkitan. Juga mengkhususkan tauhid Rububiyah dan
Uluhiyyah, bertawakkal secara sempurna dan berserah diri secara penuh
kepada Yang mempunyai semua urusan dan mempunyai semua pujian. Meyakini
bahwa di tangan-Nya semua kebaikan, dan semua urusan dikembalian
kepada-Nya. Dirinya merasa kekurangan kepada-Nya untuk meminta hidayah
yang menjadi pokok kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan mengetahui
keterkaitan maknanya dalam mendapatkan kebaikan dan menolak keburukan
dan bahwa kesudahan secara mutlak dan kenikmatan secara sempurna terkait
dengan merealisasikannya, maka dengannya sudah cukup obat dan ruqyah
serta tidak membutuhkan lainnya. Padanya terbuka pintu kebaikan, dan
tertolak sebab-sebab keburukan." (Zadul Ma’ad, 4/315)