Kehidupan merupakan kesempatan, dan kehidupan berisi
kesempatan-kesempatan yang silih berganti yang tidak terhingga. Allah
menjalankan hamba-hambaNya dalam kesempatan-kesempatan tersebut,
kesempatan-kesempatan yang bervariasi, selalu hadir dalam segala bidang.
Ada kesempatan yang akhirnya merubah arah kehidupan, ada kesempatan
yang mendatangkan perubahan kehidupan menjadi lebih baik bagi orang yang
menggunakan kesempatan tersebut dan mengembangkannya.
Sebagian kesempatan tidak terulang lagi. Sebagian salaf berkata :
إذا فُتح لأحدكم بابُ فليُسْرعْ إليه، فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي مَتَى يُغلَقُ عَنْهُ
“Jika dibukakan bagi seorang dari kalian pintu kebaikan maka
bersegeralah menuju kepadanya, karena sesungguhnya ia tidak tahu kapan
ditutup pintu tersebut”
Kesempatan terkadang dalam bentuk ketaatan, atau amalan kebajikan untuk
membangun negeri atau pengembangan masyarakat, dan terkadang kesempatan
berupa kedudukan dan jabatan untuk ia gunakan demi membantu kepada agama
dan umat, dan terkadang kesempatan dalam bentuk perdagangan.
نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ مَعَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ
“Sebaik-baik harta yang baik adalah bersama hamba yang sholeh” (HR. Ibnu Hibban).
Kesempatan dalam kehidupan seorang mukmin terbuka terus sepanjang hidup,
tegak terus hingga saat-saat terakhir dari umurnya.
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا
“Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian
ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk
menanamnya maka tanamlah.” (HR. Al-Bukhari di Al-Adab Al-Mufrod).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah teladan yang diikuti,
dengan kesiagaannya selalu, pandangan beliau yang tajam dan terang
dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan. Beliau selalu memotivasi dalam
ketaatan, memberi dorongan kepada hamba-hamba Allah, memberi pengarahan
dan tarbiyah. Suatu hari beliau membonceng Ibnu Abbas –semoga Allah
meridoinya- di belakang beliau, maka beliau berkata ;
“Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepada engkau beberapa perkataan,
jagalah Allah maka niscaya Allah akan menjagamu, jagalah Allah maka
niscaya engkau akan mendapati Allah di hadapanmu, jika engkau memohon
maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan maka
mintalah pertolongan kepada Allah.” (HR. at-Tirimidzi).
Tatkala beliau melihat tangan Umar bin Abi Salamah berkeliaran di tampan makanan, maka beliau berkata :
يَا غُلاَمُ، سَمِّ اللهَ، وَكُلْ بِيَمِيْنِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ
“Wahai pemuda, ucaplah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan
makanlah dari makanan yang dekat denganmu” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Sebuah keniscayaan bahwa segala sesuatu akan ada akhirnya. Buku yang
kita baca ini suatu saat akan rusak dan hilang, mata yang kita gunakan
untuk membaca suatu saat juga akan rabun, tangan yang kita gunakan untuk
memegang buku ini suatu saat akan lemah dan kulitnyapun akan
mengeriput.
Singkatnya segala yang yang ada di dunia ini akan musnah dan ada akhirnya. Tidak ada yang abadi di dunia ini.
Lantas kalau demikian bagaimana kita memanfaatkan seluruh nikmat yang
ada ini sebelum hilang?. Mengoptimalkan dan memanfaatkannya untuk
sesuatu yang diridhai oleh-Nya itulah jawabannya.
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam bahwasannya beliau berkata kepada seorang laki-laki untuk
menasihatinya :
إِغْتَنِمْ خَمْساًَ قًبْلَ خَمْسٍِ : حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَشَبَابَكَ
قَبْلَ هَرَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ
”Manfaatkanlah lima (keadaan) sebelum (datangnya) lima (keadaan yang
lain) : Hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu
sebelum waktu sempitmu, masa mudamu sebelum masa tuamu, dan kayamu
sebelum miskinmu” [HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi].(HR. Al Hakim dalam Al
Mustadroknya 4: 341. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai
syarat Bukhari Muslim namun keduanya tidak mengeluarkannya. Dikatakan
oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim.)
Dan disebutkan dalam hadits yang lain:
عَنْ ابْنِ عُمَرْ رضي الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى
الله عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ
غَرِيْبٌأَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ . وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ،
وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِالْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ
لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ . [رواه البخاري]
Dari Ibnu Umar Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang
asing atau pengembara. Lalu Ibnu Umar رضي الله عنهma berkata : "Jika
engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika
engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore dan pergunakanlah
waktu sehatmu sebelum kamu sakit dan waktu hidupmu sebelum kamu mati".(
Hadits riwayat Bukhori kitab roqooq: 6416)
Ghonim bin Qois berkata,
كنا نتواعظُ في أوَّل الإسلام : ابنَ آدم ، اعمل في فراغك قبل شُغلك ، وفي
شبابك لكبرك ، وفي صحتك لمرضك ، وفي دنياك لآخرتك . وفي حياتك لموتك
“Di awal-awal Islam, kami juga saling menasehati: wahai manusia,
beramallah di waktu senggangmu sebelum datang waktu sibukmu, beramallah
di waktu mudamu untuk masa tuamu, beramallah di kala sehatmu sebelum
datang sakitmu, beramallah di dunia untuk akhiratmu, dan beramallah
ketika hidup sebelum datang matimu.” (Disebutkan dalamHilyatul Auliya’.
Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 387-388).
Hadits ini merupakan nasihat yang lengkap dan sangat berharga dari
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wasallam adalah utusan Allah yang memiliki sifat kasih dan sayang kepada
umatnya, sehingga beliau menerangkan perkara-perkara yang sangat
dibutuhkan oleh mereka.
Orang yang akan melakukan perjalanan jauh pasti akan menyiapkan
perbekalan yang cukup. Lihatlah misalnya orang yang hendak menunaikan
ibadah haji. Terkadang ia mengumpulkan harta dan perbekalan sekian tahun
lamanya, padahal itu berlangsung sebentar, hanya beberapa hari saja.
Maka mengapa untuk suatu perjalanan yang tidak pernah ada akhirnya
–yakni perjalanan akhirat– kita tidak berbekal diri dengan ketaatan?!
Padahal kita yakin bahwa kehidupan dunia hanyalah bagaikan tempat
penyeberangan untuk sampai kepada kehidupan yang kekal nan abadi yaitu
kehidupan akhirat, di mana manusia terbagi menjadi: ashhabul jannah
(penghuni surga) dan ashhabul jahim (penghuni neraka). Itulah hakikat
perjalanan manusia di dunia ini. Maka sudah semestinya kita mengisi
waktu dan sisa umur yang ada dengan berbekal amal kebaikan untuk
menghadapi kehidupan yang panjang. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا
قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
Ibnu Katsir berkata: “Hisablah diri kalian sebelum dihisab,
perhatikanlah apa yang sudah kalian simpan dari amal shalih untuk hari
kebangkitan serta (yang akan) dipaparkan kepada Rabb kalian.” (Taisir
Al-‘Aliyil Qadir, 4/339)
Allah menerangkan sifat beliau dalam Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رّحِيمٌ
”Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri,
penderitaanmu terasa berat olehnya, dia sangat menginginkan (keimanan
dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin” [QS. At-Taubah : 128].
Sesungguhnya kaum muslimin termasuk kita sangat membutuhkan nasihat ini.
Kita saksikan hari-hari berlalu, bulan demi bulan, tahun demi tahun,
tetapi simpanan kebaikan kita tidak bertambah banyak. Kita masih banyak
menyia-nyiakan hidup kita untuk untuk bermain dan melakukan perbuatan
sia-sia. Orang-orang banyak melewati waktu yang sangat berharga hanya
untuk menikmati musik, lagu, TV, berbagai permainan, serta kesenangan
lainnya, sekedar mengikuti nafsu syahwat.
Dengarlah dan perhatikanlah firman Allah berikut ini :
وَأَنفِقُواْ مِن مّا رَزَقْنَاكُمْ مّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ
الْمَوْتُ فَيَقُولُ رَبّ لَوْلآ أَخّرْتَنِيَ إِلَىَ أَجَلٍ قَرِيبٍ
فَأَصّدّقَ وَأَكُن مّنَ الصّالِحِينَ * وَلَن يُؤَخّرَ اللّهُ نَفْساً
إِذَا جَآءَ أَجَلُهَآ وَاللّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia
berkata,”Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)-ku
sebentar saja, sehingga aku dapat bersedekah dan aku menjadi orang-orang
shalih”. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian)
seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan[QS. Al-Munafiquun : 10-11].
1. Memanfaatkan hidup sebelum datang kematian
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberi nasihat kepada
seseorang supaya memanfaatkan hari-hari selama hidupnya sebelum matinya.
Hidup merupakan nikmat yang besar. Hari-hari dalam kehidupan merupakan
kenikmatan. Karenanya setiap kali bangun dari tidurnya, Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam mengucapkan :
الحَمْـدُ لِلّهِ الّذِيْ أََحْـيَانَا بَعْـدَ مَا أََمَاتَـنَا وَإِلَيْهِ النُّـشُوْر
”Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami dan hanya kepada-Nya tempat kembali” [HR. Bukhari].
Hal itu disebabkan oleh karena pada hari itu seseorang berkesempatan
bertaubat dan memperbanyak perbuatan baiknya. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda :
خيركم من طال عمره وحسن عمله
”Sebaik-baik kalian adalah orang yang panjang usianya dan bagus amalnya”[HR. At-Tirmidzi].
Orang yang berusia panjang disertai dengan amal shalih, dia akan
mencapai derajat yang tinggi serta kenikmatan yang abadi. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam membedakan dua orang shahabat (yang beliau
persaudarakan). Shahabat pertama meninggal dunia, tujuh hari kemudian
disusul oleh shahabat yang kedua. Diriwayatkan dari ‘Ubaidillah bin
Khalid As-Sulami :
أخى رسول الله صلى الله عليه وسلم بين رجلين فقتل أحدهما ومات الأخر بعده
بجمعة أو نحوها فصلينا عليه فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما قلتم
فقلنا دعونا له و قلنا اللهم اغفرله وألحقه بصاحبه فقال رسول الله صلى الله
عليه وسلم فأين صلاته بعد صلاته وصومه بعد صومه إن بينهما كما بين السماء
والأرض
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mempersaudarakan dua orang
laki-laki. Lalu salah seorang di antara keduanya meninggal, kemudian
yang satunya meninggal juga sepekan setelah itu. Kami menshalatinya,
lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Apa yang kalian
ucapkan?”. Mereka menjawab : “Kami berdoa untuknya, kami katakan,”Ya
Allah, ampunilah dia dan pertemukanlah dia dengan saudaranya”. Maka
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :“Dimana (pahala)
shalat orang ini setelah shalatnya (orang yang meninggal lebih dahulu)?
Dimana (pahala) puasa orang ini setelah puasanya (orang ini)? Jarak
antara kedua shahabat ini seperti jarak langit dan bumi” [HR. Abu Dawud
dan An-Nasa’i].
Perhatikanlah wahai saudaraku – semoga Allah merahmati kita – bagaimana
seorang yang mati di atas ranjangnya bisa melebihi saudaranya yang mati
syahid, derajatnya melampaui derajat saudaranya hanya karena waktu satu
pekan yang Allah karuniakan kepadanya (lalu waktu itu dimanfaatkan untuk
beramal shalih). Bagaimana kalau dia hidup satu tahun lagi atau lebih ?
Marilah kita manfaatkan hidup kita, wahai saudara-saudaraku!
Hendaknya kita sadar, bahwa kematian itu datangnya tiba-tiba.
Kematian itu tidak mengenal usia tertentu, dia tidak mengenal
waktu-waktu tertentu dan juga penyakit-penyakit tertentu. Hal ini
bertujuan supaya manusia mewaspadainya, menyiapkan diri untuk menemui
kematian.
Wahai hamba-hamba Allah, janganlah kalian menjadikan agama sebagai
mainan!! Janganlah kalian tertipu oleh kehidupan dunia!! Janganlah
tipuan-tipuan itu membuatmu tertipu dari Allah.
إِنّ اللّهَ عِندَهُ عِلْمُ السّاعَةِ وَيُنَزّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا
فِي الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مّاذَا تَكْسِبُ غَداً وَمَا تَدْرِي
نَفْسٌ بِأَيّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنّ اللّهَ عَلَيمٌ خَبِيرٌ
”Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang
hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang
ada di dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui apa yang
akan dikerjakan besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di
bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mendalam Pengetahuan-Nya”[QS. Luqman : 34].
Allah sudah memberitahukan kepada kita bahwa orang-orang yang sudah mati
meminta supaya mereka dikembalikan di dunia ketika mereka tahu betapa
berharganya hidup. Allah berfirman :
حَتّىَ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبّ ارْجِعُونِ * لَعَلّيَ
أَعْمَلُ صَالِحاً فِيمَا تَرَكْتُ كَلاّ إِنّهَا كَلِمَةٌ هُوَ
قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىَ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
(Demikianlah keadaan orang-orang itu), hingga apabila datang kematian
kepada seorang dari mereka, dia berkata,”Ya Rabbku, kembalikanlah aku
(ke dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku
tinggalkan”. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah perkataan yang
diucapkan saja. Dan dihadapan mereka ada dinding sampai hari mereka
dibangkitkan [QS. Al-Mukminuun : 99-100].
Qatadah rahimahullah berkata,”Demi Allah, dia tidak meminta dikembalikan
agar bisa berkumpul dengan keluarganya, tidak pula supaya bisa
mengumpulkan harta atau memenuhi nafsu syahwatnya. Akan tetapi dia
meminta hidup kembali supaya bisa berbuat taat” [Tafsir Ibnu Katsir
3/225].
Allah berfirman :
يَأَيّهَا الّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ
أَوْلاَدُكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَـَئِكَ
هُمُ الْخَاسِرُونَ. وَأَنفِقُواْ مِن مّا رَزَقْنَاكُمْ مّن قَبْلِ أَن
يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولُ رَبّ لَوْلآ أَخّرْتَنِيَ إِلَىَ
أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصّدّقَ وَأَكُن مّنَ الصّالِحِينَ
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian
maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagaian
dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada
salah seorang di antara kami; lalu ia berkata : “Ya Rabbku, mengapa
Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sebentar saja, yang menyebabkan
aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih” [QS.
Al-Munafiquun : 9-10].
Semua orang yang melanggar syari’at akan menyesal ketika sakaratul-maut.
Mereka meminta ditangguhkan walaupun hanya sesaat untuk mendapatkan
kembali apa yang mereka tinggalkan. Satu hal yang mustahil !! Semua yang
terjadi telah berlalu, tidak akan kembali !
Allah berfirman :
وَأَنذِرِ النّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ فَيَقُولُ الّذِينَ
ظَلَمُوَاْ رَبّنَآ أَخّرْنَآ إِلَىَ أَجَلٍ قَرِيبٍ نّجِبْ دَعْوَتَكَ
وَنَتّبِعِ الرّسُلَ أَوَلَمْ تَكُونُوَاْ أَقْسَمْتُمْ مّن قَبْلُ مَا
لَكُمْ مّن زَوَالٍ. وَسَكَنتُمْ فِي مَسَـَكِنِ الّذِينَ ظَلَمُوَاْ
أَنفُسَهُمْ وَتَبَيّنَ لَكُمْ كَيْفَ فَعَلْنَا بِهِمْ وَضَرَبْنَا لَكُمُ
الأمْثَالَ
Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu
itu) datang adzab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang dhalim
: “Ya Rabb kami, beri tangguhlah kami (kembalikan kami ke dunia)
walaupun dalam waktu yang singkat, niscaya kami akan mematuhi seruan-Mu
dan akan mengikuti rasul-rasul”. (Kepada mereka dikatakan) : “Bukankah
dahulu (di dunia) kamu telah bersumpah bahwa sekali-kali kamu tidak akan
binasa, dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang
yang menganiaya diri mereka sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana
Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu
beberapa perumpamaan” [QS. Ibrahim : 44-45].
2. Memanfaatkan kesehatan
3. Memanfaatkan waktu luang
Kesehatan adalah mahkotanya orang sehat. Kesehatan tidak terlihat
nilainya kecuali oleh orang yang sakit. Demikian juga waktu luang adalah
nilai yang sangat tinggi yang tidak disadari kecuali oleh orang yang
sibuk.
Menyia-nyiakan Kesempatan
Banyak orang yang melewati hari-harinya dengan hura-hura, berfoya-foya,
dan perbuatan sia-sia. Bahkan tidak jarang dari mereka yang tenggelam
dalam dosa. Tidaklah mereka melakukan ketaatan sebagai bekal di hari
kemudian dan tidak pula mengisi dengan kegiatan positif yang bermanfaat
bagi kehidupannya di dunia. Seolah keadaannya mengatakan bahwa hidup
hanyalah di dunia ini saja. Tiada yang terbayang di benaknya kecuali
terpenuhi syahwat dan nafsunya. Orang yang seperti ini tidak jauh dari
binatang bahkan lebih jelek keadaannya. Nabi bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“(Ada) dua nikmat yang kebanyakan orang tertipu padanya, (yaitu nikmat)
sehat dan senggang.” (HR. Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, lihat Shahih Sunan
At-Tirmidzi no. 2304)
Umur Bukan Pemberian Cuma-Cuma
Waktu adalah sesuatu yang terpenting untuk diperhatikan. Jika ia berlalu
tak akan mungkin kembali. Setiap hari dari waktu kita berlalu, berarti
ajal semakin dekat. Umur merupakan nikmat yang seseorang akan ditanya
tentangnya. Nabi bersabda:
لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ
حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ
شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا
أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ
“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya
sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan,
tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana
ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan
dari yang ia ketahui (ilmu).” (HR. At-Tirmidzi dari jalan Ibnu Mas’ud)
Diriwayatkan oleh Al-’Allamah Syam yang bernama Jamaluddin Al-Qasimi
rahimahullah. Beliau jalan kaki bersama teman-temannya kemudian beliau
melewati warung kopi. Beliau lihat di warung itu banyak orang yang
sedang bermain. Beliau diam sejenak, lalu beliau ditanya tentang diamnya
itu, kemudian beliau berkata,”Kalau seandainya mereka menjual waktu
mereka kepadaku, aku pasti akan membelinya”.
Wahai hamba-hamba Allah, marilah kita manfaatkan kesehatan kita! Kita
manfaatkan untuk puasa, shalat malam, berjihad, beribadah ke masjid,
menuntut ilmu, dan lainnya. Marilah kita manfaatkan sebelum diuji dengan
sakit. Ketika itu kita berharap untuk bisa puasa tapi tidak mampu.
Berharap bisa shalat sambil berdiri, tapi tidak bisa berdiri. Berharap
bisa berangkat menuju masjid, tapi kedua kaki tidak kuat untuk menyangga
badan. Maka kita akan menyesali hari-hari ketika kita masih mampu
melakukan semua ibadah, tapi tidak memanfaatkannya!
Hendaknya kita isi waktu-waktu luang kita dengan amalan-amalan shalih
yang berguna bagi kita sendiri. Sebab di saat sibuk kita akan berharap
bisa mempunyai waktu luang untuk membaca buku dan menghadiri pengajian,
tapi tidak mendapatkan waktu itu. Kita pun akan menyesali waktu-waktu
yang telah tersia-siakan.
Ketahuilah wahai hamba-hamba Allah, jika kita sudah memanfaatkan waktu
sehat dan waktu luang untuk taat kepada Allah, lalu kita sakit atau
melakukan perjalanan jauh, maka akan dituliskan buat kita pahala seperti
pahala amalan yang dilakukan ketika sehat dan luang. Sebagaimana telah
dijelaskan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya :
إذا مرض العبد أو سافر كتب له مثل ما كان يعمل مقيما صحيحا
”Apabila seorang hamba sakit atau dalam perjalanan, maka dituliskan
baginya pahala seperti apa yang ia lakukan ketika ia sehat dan tidak
melakukan perjalanan” [HR. Bukhari].
Akan tetapi kebanyakan manusia melalaikan hal itu. Oleh karenanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
نعمتان مغبون فـيهما كثير من الناس : الصحة والفراغ
”Ada dua nikmat dimana banyak orang yang rugi (atas kedua nikmat itu), yaitu nikmat sehat dan waktu luang” [HR. Bukhari].
Kata Maghbuun (مغبون) dalam hadits di atas pada dasarnya terjadi pada
jual beli. Dengan ini Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam ingin
menjelaskan bahwa orang rugi secara hakiki adalah orang sehat dan
memiliki waktu luang lalu tidak bisa memanfaatkan keduanya. Ibaratnya
orang memiliki permata yang sangat mahal lalu ditukar dengan kotoran
hewan yang tidak berharga.
Ibnu Baththal rahimahullah berkata,”Maksud hadits ini adalah seseorang
tidak akan memiliki waktu senggang sampai ia berkecukupan secara ekonomi
serta berbadan sehat. Barangsiapa yang memperoleh hal tersebut
(berkecukupan dan berbadan sehat) maka hendaklah ia bertekad agar tidak
rugi dengan cara mensyukuri nikmat yang Allah berikan kepadanya. Di
antara syukur kepada-Nya adalah dengan mentaati perintah-perintah Allah
dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Barangsiapa meremehkan hal ini,
dialah orang yang rugi”.
Ibnul-Jauzi rahimahullah berkata,”Terkadang ada orang yang memiliki
badan sehat namun tidak memiliki waktu luang disebabkan oleh
pekerjaannya. Terkadang juga ada orang yang kaya tetapi dia sakit. Jika
ada orang yang memiliki kedua hal tersebut, lalu dia malas untuk berbuat
taat, maka dialah orang yang rugi”.
Untuk lebih jelasnya, dunia ini adalah ladang, di sana ada perniagaan
yang keberuntungannya akan nampak di akhirat. Barangsiapa menggunakan
waktu luang dan waktu sehatnya untuk berbuat taat kepada Allah, maka dia
adalah orang yang berbahagia. Barangsiapa yang menggunakannya untuk
berbuat maksiat maka dialah orang yang rugi. Karena waktu luang akan
diikuti oleh kesibukan dan sehat akan diiringi oleh sakit.
Ath-Thiibi rahimahullah mengatakan,”Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
membuat permisalan bagi mukallaf (orang yang telah dibebani beban
syari’at) dengan seorang pedagang yang punya modal. Pedagang ingin
mencari untung dengan tetap menjaga keutuhan modalnya. Caranya adalah
dengan memilih orang untuk dimodali dan dia harus jujur dan benar supaya
tidak rugi. Kesehatan dan waktu luang adalah modal. Maka semestinya
seorang hamba mengisinya dengan keimanan dan memerangi hawa nafsu dan
setan, supaya meraih keuntungan di dunia dan akhirat. Janganlah dia
mentaati hawa nafsu dan setan agar modal dan keuntungannya tidak hilang
sia-sia. Kehilangan modal dan keuntungan adalah kerugian yang besar”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya di awal bab
Ar-Riqaaq, kemudian diiringi dengan hadits Anas dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam, beliau bersabda :
اللهم لا عيش إلا عيش الأخرة
”Ya Allah, tidak ada kehidupan (hakiki) kecuali kehidupan akhirat” [HR. Bukhari dan Muslim].
Ibnul-Munayyir rahimahullah berkata,”Hubungan maksud hadits yang
diriwayatkan Anas radliyallaahu ‘anhu dengan hadits Ibnu ‘Abbas
radliyallaahu ‘anhuma adalah banyak orang tertipu dengan kesehatan dan
waktu luang, karena mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia daripada
kehidupan akhirat. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ingin
menunjukkan bahwa kehidupan yang mereka geluti tidak ada artinya
sedikitpun, sedangkan kehidupan yang mereka tinggalkan, itulah kehidupan
yang sebenarnya. Barangsiapa yang tidak mendapatkannya maka dialah
orang yang rugi”.
Oleh karena itu As-Salafush-Shalih lebih tamak terhadap waktu
dibandingkan kita. Di antara kita ada yang tidak tahu bagaimana
memanfaatkan waktunya, bagaimana mengisi waktu luangnya? Kita terkadang
mendengar dua orang yang berkata kepada temannya : “Ayo kita habiskan
waktu, atau menghilangkan waktu”. Sementara pada salaf sangat tamak pada
menit, bahkan detik waktu. Kita lihat mereka saling menasihatkan hal
itu.
Inilah dia Ibnul-Jauzi rahimahullah yang berkata kepada putranya,”Wahai
anakku, barangsiapa yang mengucapkan subhaanallaahi wabihamdihi maka
ditanamkan untuknya satu pohon kurma di surga. Perhatikanlah,
orang-orang yang menyia-nyiakan waktunya, alangkah banyaknya pohon kurma
yang disia-siakan”.
Diriwayatkan dari sebagian Salaf, jika dikatakan kepadanya :
“Berhentilah, saya ingin berbicara dengan Anda”; maka dia menjawab :
“Tahanlah (jalannya) matahari”.
Sebagian ulama salaf jika mereka didatangi tamu, maka dia akan
memuliakan tamunya itu dan menjamunya dengan sebaik-baiknya. Jika para
tamunya itu berlama-lama di sana, maka dia akan mengatakan : “Tidakkah
kalian segera pulang?”.
Seluruh kesempatan adalah manfaat, bagaimanapun kecilnya kesempatan
tersebut dalam pandanganmu, maka itu adalah keuntungan. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِقٍ
“Janganlah engkau meremehkan kebaikan sedikitpun meskipun hanya bertemu dengan saudaramu dengan wajah tersenyum.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَمنْ لَمْ يجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
“Jagalah dirimu dari api neraka meskipun dengan bersedekah sepenggal
butir kurma, dan barangsiapa yang tidak memiliki sesuatu untuk
disedekahkan maka bersedekahlah dengan ucapan yang baik.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim).
Beliau juga bersabda,
إنَّ العبْدَ لَيَتَكلَّمُ بالكلمةِ مِنْ رِضْوانِ الله، لا يُلْقي لها بالاً، يرْفَعُ الله بِها دَرَجاتٍ
“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan suatu perkataan yang
diridoi oleh Allah, ia tidak memperdulikan perkataan tersebut, maka
Allah mengangkatnya beberapa derajat karena kalimat tersebut.” (HR.
al-Bukhari).
Demikianlah kondisi seorang muslim, ia selalu memanfaatkan segala
kesempatan untuk memberi bagaimanapun kecilnya, ia berusaha semaksimal
mungkin meskipun pemberian tersebut sedikit. Nabi Yusuf ‘alaihissalam
menghadapi sulitnya tinggal di negeri asing, kerasnya kezoliman dalam
penjara, akan tetapi ia tetap beramal kebajikan demi agama, dan ia
memberi pengarahan kepada jalan kebenaran. Ia berkata,
يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ (٣٩)
“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang
bermacam-macam itu ataukah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (QS.
Yusuf: 39).
4. Memanfaatkan masa muda
Masa muda adalah masa untuk berkarya dan masa berjihad. Masa muda
merupakan masa yang sangat berharga seumur hidup. Barangsiapa yang
memanfaatkan untuk dirinya, dia akan beruntung dan selamat. Dia juga
akan berada di bawah naungan Allah ketika tidak ada naungan kecuali
naungan-Nya.
Barangsiapa menyia-nyiakan masa muda dalam hawa nafsu dan berfoya-foya,
maka dia rugi. Jika dia mati mendadak, niscaya dia akan sangat menyesal.
Dan jika dia hidup sampai tua, dia juga akan menyesal. Karena jika ia
mati, amalnya terputus dan jika ia sudah tua, badannya bungkuk, kakinya
lemah, pendengaran dan penglihatannya berkurang, dan dia tidak mampu
beramal shalih sebagaimana yang diinginkan.
Benarlah perkataan orang :
ألا ليت الشباب يعود يوما
فأخبره بما فعل المشيب
Seandainya masa muda itu kembali sehari saja..........
Saya akan beritahukan penyesalan orang yang sudah tua..........
Wahai para pemuda, manfaatkanlah siangmu untuk puasa, malammu untuk
shalat, langkahmu untuk pergi ke masjid. Janganlah engkau jadikan waktu
siangmu untuk bermain.
Jangan jadikan bergadangmu untuk sesuatu yang tidak berharga.
Dan jangan jadikan langkahmu untuk mendurhakai Allah.
Jika engkau berada di waktu pagi maka janganlah engkau menunggu sore.
Jika engkau berada di waktu sore, janganlah menunda sampai hari esok.
Gunakan waktu sehatmu untuk mencari bekal di waktu sakit, dan hidupmu
untuk mencari bekal di waktu sesudah mati.
Wahai Pemuda, Hidup Di Dunia Hanyalah Sementara
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menasehati seorang
sahabat yang tatkala itu berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
memegang pundaknya lalu bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ , أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
“Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (HR. Bukhari no. 6416)
Lihatlah nasehat yang sangat bagus sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam kepada sahabat yang masih berusia belia. Ath Thibiy
mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan orang
yang hidup di dunia ini dengan orang asing (al ghorib) yang tidak
memiliki tempat berbaring dan tempat tinggal. Kemudian beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lebih lagi yaitu memisalkan
dengan pengembara. Orang asing dapat tinggal di negeri asing. Hal ini
berbeda dengan seorang pengembara yang bermaksud menuju negeri yang
jauh, di kanan kirinya terdapat lembah-lembah, akan ditemui tempat yang
membinasakan, dia akan melewati padang pasir yang menyengsarakan dan
juga terdapat perampok. Orang seperti ini tidaklah tinggal kecuali hanya
sebentar sekali, sekejap mata.” (Dinukil dari Fathul Bariy, 18/224)
Negeri asing dan tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits ini
adalah dunia dan negeri tujuannya adalah akhirat. Jadi, hadits ini
mengingatkan kita dengan kematian sehingga kita jangan berpanjang
angan-angan. Hadits ini juga mengingatkan kita supaya mempersiapkan diri
untuk negeri akhirat dengan amal sholeh. (Lihat Fathul Qowil Matin)
Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan
seperti musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu
musafir tersebut meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi no. 2551)
‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu juga memberi petuah kepada kita,
ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً ، وَارْتَحَلَتِ الآخِرَةُ مُقْبِلَةً ،
وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ
الآخِرَةِ ، وَلاَ تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا ، فَإِنَّ
الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلاَ حِسَابَ ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلاَ عَمَلَ
“Dunia itu akan pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia
dan akhirat tesebut memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan
janganlah kalian menjadi anak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari
beramal dan bukanlah hari perhitungan (hisab), sedangkan besok (di
akhirat) adalah hari perhitungan (hisab) dan bukanlah hari beramal.”
(HR. Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad-)
5. Memanfaatkan kekayaan
Kekayaan termasuk nikmat Allah. Orang yang diberi kekayaan wajib
menyadari karunia Allah kepadanya dan wajib menyadari rahasia karunia
ini. Nabi Sulaiman ‘alaihis-salam telah menjelaskan rahasia nikmat
kekayaan dalam ucapan beliau sesudah melihat singgasana Bilqis berada di
hadapan beliau. Beliau berkata :
هَـَذَا مِن فَضْلِ رَبّي لِيَبْلُوَنِيَ أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ
”Ini termasuk karunia Rabbku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur ataukah kufur?” [QS. An-Naml : 40].
Oleh karena itu seorang hamba wajib memanfaatkan masa kayanya,
menginfakkan sebagian harta yang Allah berikan. Hendaklah dia
betul-betul menghindari sifat bakhil dan sifat menahan karunia Allah.
Allah telah berfirman :
وَلاَ يَحْسَبَنّ الّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآ آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ
هُوَ خَيْراً لّهُمْ بَلْ هُوَ شَرّ لّهُمْ سَيُطَوّقُونَ مَا بَخِلُواْ
بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَللّهِ مِيرَاثُ السّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
”Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu
baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.
Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di
hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit
dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” [QS. Aali
Imran : 180].
Dan masih banyak lagi ayat dan hadits yang mengancam orang-orang yang
bakhil. Kiranya satu ayat di atas sudah cukup untuk mendorong kita untuk
memanfaatkan harta yang Allah amanahkan kepada kita.
Taktimah
Barangsiapa yang bersegera memanfaatkan kesempatan yang terbuka maka ia
akan mendahului selainnya beberapa tingkatan. Orang-orang yang pertama
kali masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshoor lebih afdol dari
pada orang-orang yang datang setelah mereka. Dan diantara mereka ada
para peserta perang Badar yang memiliki keutamaan yang tidak dimiliki
oleh selain mereka. Dan parang sahabat yang masuk Islam sebelum Fathu
Makkah, berhijrah dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka, memiliki
keutamaan yang lebih daripada para sahabat yang melakukan hal tersebut
setelah Fathu Makkah. Allah berfirman,
وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (١٠)أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (١١)فِي
جَنَّاتِ النَّعِيمِ (١٢)ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ (١٣)وَقَلِيلٌ مِنَ
الآخِرِينَ (١٤)
“Dan orang-orang yang beriman paling dahulu, mereka Itulah yang
didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan
besar dari orang-orang yang terdahulu, Dan segolongan kecil dari
orang-orang yang kemudian.” (QS. Al-Waqi’ah: 10-14).
Kesempatan-kesempatan emas berlalu begitu cepat, karena waktunya sangat
terbatas, cepat selesai, coba perhatikan perjalanan seorang yang telah
tua, lihatlah begitu cepat perubahan kondisinya dari dahulunya sehat
sekarang menjadi sakit, dari kaya menjadi miskin, dari rasa aman menjadi
takut, dari waktu kosong kepada kesibukan, dari muda menjadi tua.
Semakin ditekankan untuk memanfaatkan kesempatan di masa-masa fitnah dan
musibah serta malapetaka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
بَادِرُوا بالأَعْمَالِ فِتَناً كقِطَع اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ
الرَّجُلُ مُؤْمِناً وَيُمْسِي كَاَفِراً، وَيُمْسِي مُؤْمناً وَيُصْبِحُ
كافِراَ يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
“Bersegaralah beramal sholeh sebelum datangnya firnah-fitnah yang
seperti potongan malam yang gelap gulita, seseorang di pagi hari dalam
kondisi mukmin dan di sore hari menjadi kafir, seseorang di sore hari
masih mukmin dan di pagi hari menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan
kepentingan dunia.” (HR. Muslim).
Inilah di antara nasihat-nasihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam kepada ummatnya. Nasihat yang sangat berharga. Barangsiapa yang
ingin selamat serta beruntung dalam kehidupan dunia dan akhirat, maka
hendaklah ia mendengarkan dan berusaha melaksanakan nasihat beliau
shallallaahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan orang yang enggan untuk
mengikuti nasihat beliau, maka itulah orang-orang yang sesat dan merugi.
Berlindung kepada Allah dari Ketuaan/ Kepikunan
Semakin lanjut usia seseorang, semakin berkurang kekuatannya dan melemah
fisiknya hingga kembali kepada keadaan yang serupa dengan anak kecil
dalam hal lemahnya tubuh, sedikit akalnya, dan tidak adanya pengetahuan.
Demikian pula munculnya pemandangan yang tidak bagus serta tidak mampu
melakukan banyak ketaatan. Cukuplah seseorang berlindung dari kepikunan
karena Allah telah menamakannya dengan umur yang paling rendah/hina dan
menjadi tidak tahu apa-apa yang sebelumnya ia tahu. Adalah Nabi berdoa:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ
“Wahai Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, pengecut, dan kepikunan.” (HR. Al-Bukhari no. 6367)
Orangtua Berjiwa Muda
Ketahuilah bahwa selagi manusia masih ada harapan hidup maka tidak akan
terputus harapannya untuk mendapatkan dunia. Bahkan terkadang dirinya
tidak mau mencabut diri dari kelezatan dan syahwat yang maksiat. Setan
pun selalu membisikkan untuk mengakhirkan taubat hingga akhir umurnya.
Sehingga bila ia telah yakin akan mati dan tidak ada harapan lagi untuk
hidup, barulah ia sadar dari mabuknya akan syahwat dunia. Ia pun
menyesali penyia-nyiaan umurnya dengan penyesalan yang hampir membunuh
dirinya. Ia meminta dikembalikan ke dunia untuk bertaubat dan beramal
shalih. Namun permintaannya tidak digubris, sehingga berkumpullah
padanya sakaratul maut dan penyesalan atas sesuatu yang telah lewat.
Allah telah memperingatkan hamba-Nya akan hal ini, supaya mereka
bersiap-siap menghadapi kematian dengan bertaubat dan beramal shalih
sebelum datangnya. Allah berfirman:
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ
يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ. وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا
أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ
الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ. أَنْ تَقُولَ نَفْسٌ يَا
حَسْرَتَا عَلَى مَا فَرَّطْتُ فِي جَنْبِ اللهِ وَإِنْ كُنْتُ لَـمِنَ
السَّاخِرِينَ
“Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah dirilah kepada-Nya
sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).
Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu
sebelum datang adzab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak
menyadarinya, supaya jangan ada orang yang mengatakan: ‘Amat besar
penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap
Allah’.” (Az-Zumar: 54-56) [Lihat Latha`iful Ma’arif, Al-Imam Ibnu Rajab
hal. 449-450]
‘Ali bin Abi Thalib z berkata: “Dunia pergi membelakangi, sedangkan
akhirat datang menyambut, dan bagi masing-masingnya ada anak-anak
(pecinta)nya. Maka jadilah kalian termasuk ahli akhirat dan jangan
menjadi ahli dunia. Hari ini (kehidupan dunia) adalah tempat beramal
bukan hisab, dan besok (kiamat) hanya ada hisab, tidak ada amal.” (Lihat
Shahih Al-Bukhari, Kitab Ar-Riqaq Bab Fil Amal Wa Thulihi)
Nabi bersabda:
لاَ يَزَالُ قَلْبُ الْكَبِيْرِ شَابًّا فِي اثْنَتَيْنِ: فِي حُبِّ الدُّنْيَا وَطُولِ الْأَمَلِ
“Orang yang sudah tua senantiasa berhati muda pada dua perkara: dalam
cinta dunia dan panjangnya angan-angan (yakni panjangnya umur).” (HR.
Al-Bukhari no. 6420)
Taubat merupakan kesempatan emas dalam kehidupan, seseorang tidak tahu
kapan akan luput kesempatan tersebut dari dirinya. AllahTa’ala
berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (١٣٣)
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133).
Dengan bertaubat maka Allah menganugerahkan kepada para hamba untuk
instropeksi diri, untuk merenungkan tentang kondisi mereka, lalu mereka
segera kembali kepada Allah sebelum datang kepada mereka kondisi-kondisi
lemah dan petaka. Di dalam hadits:
إِنَّ صَاحِبَ الشِّمَالِ لِيَرْفَعُ الْقَلَمَ سِتَّ سَاعَاتٍ عَنِ
الْعَبْدِ الْمُسْلِمِ الْمُخْطِئِ أَوِ الْمُسِيءِ، فَإِنْ نَدِمَ
وَاسْتَغْفَرَ اللهَ مِنْهَا أَلْقَاهَا، وَإِلَّا كُتِبَتْ وَاحِدَةً
“Sesungguhnya malaikat yang di kiri mengangkat penanya selama enam waktu
dari seorang hamba muslim yang bersalah atau berbuat keburukan, jika
sang hamba menyesal dan memohon ampunan dari dosa tersebut maka iapun
tidak jadi mencatat, namun jika tidak maka dicatat satu dosa.” (HR.
at-Thobroni).
Dan musim-musim kebaikan merupakan kesempatan yang datang silih
berganti, merupakan anugerah yang besar, yang dimanfaatkan oleh
orang-orang yang cerdas, musim haji mencuci dosa-dosa, umroh menebus
kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa, demikian juga dengan bulan Ramadhan
bersama siangnya yang agung dan indahnya malam-malamnya.
Menetap tinggal dan dekat dengan tempat-tempat mulia merupakan
kesempatan yang berharga, karena kebaikan-kebaikan dilipat gandakan di
Mekah dan Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ،
إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ
“Sholat di masjidku lebih baik dari seribu sholat di masjid yang lain,
kecuali al-masjid al-harom. Dan sholat di al-masjidil haram lebih baik
dari seratus ribu sholat di masjid yang lainnya.” (HR. Ibnu Majah).
Bahkan orang-orang yang terkena musibah, maka kesempatan mereka adalah
mendapatkan pahala dalam kesabaran serta ridho dengan keputusan dan
taqdir Allah.
Seorang muslim yang cerdas, adalah seorang yang memiliki semangat yang
tinggi, ia mengembangkan jiwanya yang bersegera, maka ia menciptakan
kesempatan-kesempatan dan ia melahirkan amalan-amalan yang terarah untuk
mendapatkan pahala, untuk memanfaatkan waktu dan kehidupannya, maka
iapun memberi manfaat kepada dirinya, iapun menambah bekalnya, ia
berkhidmah kepada negerinya dan umat-nya.
Orang yang bahagia adalah orang yang menjadikan seluruh musim dalam
kehidupannya sebagai kesempatan untuk menyucikan dirinya, menjadikan
kehidupannya lebih baik, maka iapun bertekad dan serius serta iapun
melombai waktu, bersegera menuju ketinggian. Adapun jika hilang sikap
bersegera, tersebarlah sikap “berpangku tangan” maka seorang muslim akan
kehilangan kesempatan-kesempatan berharga dan keberuntungan yang besar,
serta akan tidak berfungsi kekuatannya, bekulah pengaruhnya di negeri
dan umatnya. Hal ini menkonsekuensikan agar kita mengarahkan kehidupan
kita dengan bimbingan, dengan serius dan memanfaatkan
kesempatan-kesempatan, agar kita semakin maju di dunia dan semakin
tinggi mulia dalam kehidupan, serta aman tenteram di hari akhirat.
Barangsiapa yang menjadikan tujuan hidupnya rendah, dan nilai dirinya
dalam kehidupan ini murahan, maka ia telah meluputkan dirinya dari
kesempatan-kesempatan dan hanya menghabiskan kehidupannya untuk
bersenang-senang dan berhura-hura, maka hari-harinya pun sirna dalam
kesia-siaan, tahun-tahun yang sia-sia itulah umurnya, dan ia akan
berkata tatkala di akhirat:
يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي (٢٤)
“Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini”. (QS. Al-Fajr: 24).
Mudah-mudahan Allah senantiasa membantu kita dalam menjalankan ketaatan
kepada-Nya melalui tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam.