Warga Pasuruan dan sekitarnya pasti mengenal tempat wisata pemandian
Banyu Biru. Tempat ini juga menjadi tujuan wisata yang menarik yang
sedang dipromosikan oleh pemerintah kabupaten Pasuruan. Pemandian
Banyubiru terletak di desa Sumber Rejo, yang berjarak kira - kira 20 km
dari kota Pasuruan. Sebelum ke sana, ada baiknya kita simak yuk ..cerita
dibalik pemandian yang konon bukan hanya tempat wisata tetapi juga
merupakan cagar budaya di Pasuruan.
Pemandian Banyubiru terletak di Desa Sumberejo Kecamatan Winongan.
Pemandian ini dulunya dikenal dengan nama Telaga Wilis dan merupakan
telaga alami. Dinamakan Banyubiru, karena air disini warnanya tidak
jernih seperti air di telaga pada umumnya, tapi berwarna biru tua.
Sumber atau mata air pemandian alam ini membiaskan warna kebiruan.
Konon, karena di dasarnya terdapat serpihan-serpihan fosfor berwarna
biru, yang dipercaya merupakan pecahan dari bongkahan fosfor yang sangat
besar. Serpihan fosfor inilah yang kemudian menjadikan air kolam itu
terlihat seolah-olah berwarna biru. Bila tertimpa sinar matahari warna
biru berkilauan memancar dari dasar kolam.
Bagian inilah yang menjadi daya tarik utama, sehingga bentuk pemandian
ini tetap dipertahankan keasliannya. Kebiruan kolam hanya bisa
disaksikan ketika kolam dalam keadaan tenang. Saat kolam ramai oleh
pengunjung yang mandi atau berenang, maka warna kebiruan hanya terlihat
sebatas fatamorgana. kolam ini dibelah oleh waduk menjadi dua bagian.
Selain dua pemandian alam, terdapat pula kolam renang buatan berukuran
standar yang dibagi menjadi dua petak. Bagian ini sangat cocok untuk
keluarga, karena di setiap bagian telah diatur kedalamannya sesuai
dengan kebutuhan pengunjung. Pemandian alam yang lebih banyak
menagndalkan kunjungan wisatawan lokal ini memang telah dibangun
sedemikian rupa untuk menarik kunjungan wisatawan. Selain menikmati
pemandian alam, pengunjung dapat sekedar jalan-jalan menikmati sejuknya
udara dan mencoba mencicipi makanan yang ditawarkan di kedai makanan.
Di kompleks Banyu Biru juga tersedia fasilitas tempat bermain bagi
anak-anak, areal pentas seni, lapangan tenis, stan pameran, kolam
pancing dan tempat sepeda air. Pemandian ini juga cocok untuk wisata
sejarah karena ada banyak situs sejarah di kompleks ini, misalnya Patung
Ganesha dan tujuh patung lainnya yang tersebar di banyak titik.
Situs-situs sejarah itu senantiasa dibersihkan dan dijaga oleh bagian
kepurbakalaan. Selain itu, terdapat pula sebuah prasasti yang belum
diketahui asal usulnya. Ada pula Patung Kala yang dalam mitologi
arkeologi sering digambarkan sebagai binatang yang sangat seram dengan
mulut menganga memperlihatkan taringnya yang besar.
Didalam telaga, terdapat beberapa ikan tombro atau yang biasa disebut
dengan ikan Sengkaring, sudah hidup dari dahulu sudah berada disitu.
Dulunya, ada sebuah cerita yang menceritakan bahwa ikan – ikan yang
berenang di dalam kolam adalah para prajurit dari Kerajaan Majapahit
yang telah dikutuk. Karena cerita rakyat inilah tidak ada yang berani
mengganggu ikan tersebut.
Legenda Telaga
Pada jaman kerajaan Majapahit, mulailah terjadi invasi budaya Arab dan
Islam ke dalam keraton Majapahit yang dibawa oleh pedagang - pedagang
Arab. Banyak para petinggi Kerajaan yang memeluk Islam. Perubahan budaya
ini mulai menimbulkan pro dan kontra di kalangan kerajaan sehingga
menimbulkan perpecahan. Penghuni keraton yang masih memeluk agama Hindu
mulai tersisih dan menyingkir ke Pasuruan, diantaranya sampai sekarang
masih kita temui keberadaan mereka di wilayah Tengger. Dan sebagian
lagi, tidak sampai ke dataran tinggi Tengger, mereka terpencar di daerah
Pasuruan.
Diantara sekian banyak pelarian dari Majapahit itu terdapat dua orang
bekas prajurit Majapahit yang terdampar disebuah hutan yang sekarang
lebih terkenal dengan nama desa Sumberejo, kecamatan Winongan kabupaten
Pasuruan. Dua orang tersebut masing-masing bernama KEBUT dan TOMBRO.
Hutan itu mereka babat untuk di jadikan daerah pemukiman baru. Oleh
kerena pada saat itu banyak sekali tumbuhan pohon pinang maka daerah
baru itu lebih terkenal dengan nama Jambaan ( Jambe = pinang, jawa ).
Sampai sekarang nama jambaan masih ada dan menjadi salah satu pendukuhan
desa Sumberejo. Dua orang bekas prajurit itu hidup dengan tenang dan
untuk makannya sehari-hari mereka mengelola tanah. Selain hidup bertani
Kebut juga membuka bengkel pandai besi. Sejak dulu dia memang terkenal
sebagai empu yang mahir dalam membuat keris dan senjata tajam lainnya,
barang peninggalannya yang berupa paron masih dapat disaksikan dan
terletak disebelah makamnya yang terdapat dalam komplek pemandian Banyu
Biru. Sedangkan tombro yang hanya bertani saja tapi namanya lebih
menonjol daripada kebut.
Pada suatu hari kerbau peliharaan Tombro dilepas dari kandangnya.
Sebagai mana kebiasaan setiap hari. Kedua ekor kerbau itu mencari makan
sendiri tanpa ditemani oleh tuannya maupun gembala yang seharusnya
mengawasinya. Begitulah kebiasaannya kalau kebetulan bintang-bintang itu
tidak dipekerjakan disawah. Sore harinya pulang kekandang yang berdiri
di belakang rumah pemiliknya. Tetapi pada hari itu ketika Tombro hendak
menutup pintu kandang ternyata tidak melihat batang hidung
kerbau-kerbaunya. Bergegaslah dia berangkat mencari ke hutan yang ada
disekitar desanya. Tidak begitu sulit mencarinya sebab dia melacak
berdasarkan telapak kaki kerbaunya. Ternyata kedua ekor kerbau itu
sedang asyik berkubang disebuah kolam kecil yang tidak pernah di
ketahuinya Tombro berteriak-teriak agar hewan-hewan peliharaannya itu
bangkit dan pulang kekandang. Rupanya kerbau itu tidak bergerak
sedikitpun dari tempatnya Tombro mendekat dan Tombro agak terkejut sebab
kerbau-kerbau itu ternyata telah terperangkap dalam lumpur. Segera
dipetiknya empat lembar daun keladi yang banyak tumbuh di sekitarnya.
Keempat daun itu dia hamparkan didepan kedua ekor kerbau itu. Sekali
lagi Tombro membentaknya tampak kedua ekor kerbau itu bergerak dan ujung
kakinya menggapai daun keladi lalu tiba-tiba bangkit dan keluar dari
kubungan. Hewan-hewan itu lari terbirit-birit pulang kekandangnya.
Sepeninggal hewan-hewan peliharaannya Tombro berdiri sejenak dipinggir
kolam kecil itu. Di pandangnya kolam itu dan kini dia tidak lagi
menyaksikan lumpur yang keruh tapi sebuah kolam yang penuh dengan air
yang jernih sehinggadasarnya yang berpasir itu kelihatan nyata. Bahkan
disela-selah ranting yang berada didasar kolam tampak dua ekor ikan
sengkaring sedang asyik berenang kian kemari. Menurut cerita dari
masyarakat kedua ekor ikan itu lambat laun berkembang biak hingga
sekarang. Pengunjung pemandian yang kebetulan datang dapat menyaksikan
ikan-ikan itu, jumlahnya telah berlipat ganda dan berenang kian kemari
seolah-olah berlomba dengan para pengunjung pemandian yang sedang mandi.
Dari jernihnya air dasar pasir bebatuan sehingga airnya kelihatan
biru.
Dengan ditemukannya kolam ajaib itu maka penduduk jambaan banya datang
menyaksikannya. Sejak itu para penduduk memeliharanya dengan baik. Dan
kolam tersebut dinamakan Banyu Biru. Kabar tentang ditemukannya kolam
aneh itu sempat didengar oleh Bupati Pasuruan yang bernama Raden Adipati
Nitiningrat. Bersama-sama seorang pembesar belanda yang bernama P.W
Hopla (sesuai dengan prasasti yang tertulis dengan huruf jawa ) kedua
orang itu ikut pula menyaksikannya. Kolam itu kemudian dibangun oleh
pemerintah Belanda dengan nama Telaga Wilis. Telaga ini dibangun terus
oleh orang-orang belanda dijadikan pemandian umum. Untuk memperindah
pemandian ini dibuat taman-taman bunga dan dilegkapi dengan
berjenis-jenis patung yang diambil dari Singosari Malang. Selain
memelihara kerbau Tombro juga memelihara kera. Setelah wafat pak Tombro
dimakamkan didekat pemandian dan kera-kera itu berkembang biak hingga
beratus-ratus ekor. Pada waktu pendudukan Jepang kera-kera itu habis
ditembaki dan sisanya menyingkir kehutan di dekat desa Umbulan yang
terkenal dengan sumber air minumnya.
Sedangkan cerita pak Kebut tidak banyak dibicarakan orang karena dia
hanya menekuni pekerjaannya sebagai pembuat alat pertanian. Dia
dimakamkan berjajar dengan makam istrinya yang bernama mbok Kipah.
Dipinggir kolam renang lama disebelah utara tiap hari Jum’at orang-orang
Tosari banyak berziarah kemakam tersebut. Menurut cerita penduduk
setempat setiap ada orang yang berusaha memindahkan paron yang berada
didekat makamnya meka keesokan harinya paron itu akan kembali ketempat
asalnya.
Kira-kira pada tahun 1980 patung-patung yang banyak bersejarah ditaman
pemandian itu dikumpulkn disatu tempat dan dilindungi oleh seksi
Kebudayaan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan. Tempat itu
berada didalam kompleks pemandian yang sekarang lebih terkenal dengan
nama Banyu Biru .
Letak Geografis : Jarak dari kota kurang lebih 20 Km
Luas wilayah Banyu Biru kurang lebih 4 hektar
Wilayah desa Sumber Rejo
Kecamatan Winongan Kabupaten Pasuruan.
Prasasti – prasasti tersebut terdiri atas 11 buah patung antara lain :
1. 1 volkaning dari pemda Kabupaten Pasuruan dengan bahasa Belanda bertahun 1921
2. 1 prasasti bahasa dan huruf jawa tahun 1847
3. 1 patung betara siwa dengan membawa senjata trisula
4. 1 patung ganesya
5. 1 patung 2 ekor naga berbelit dan lain – lainnya yang kami sendiri tak bisa
Terdapat prasasti tertulis diatas batu pualam dengan huruf jawa yang berbunyi :
Telaga Wilis
Rinenggo winangun arja, dening tuan pawalopean. Manulyo tusdhani prasamya
nalika, panjenengane Kanjeng Adipati Nitiadi Ningrat singkalan “
Wisayaning panditha kaloking nat ” . Utawi tahun – tahun Weladeni 1847
Air yang ada di banyu Biru adalah air sumber dan ceritanya setiap hari
Jum’at legi orang yang mandi dan berendam disana akan awet muda dan
mendatangkan berkah.
Pada hari raya ketupat bila datang ke Banyu Biru untuk menabur uang
logam ketelang ( bagian terdalam / tempat sumber ) dan segenggam ketupat
serta nyadran ( selamatan ) di makam raja kera dapat membuang sangkal
atau kesialan.