Sekitar tahun 1930-an, sejarah kehebatan seorang laksamana laut asal
Tiongkok pada abad ke-15 mulai terkuak. Adalah batu prasasti di sebuah
kota di Provinsi Fujian, Cina yang bersaksi dan mengisahkan jejak
perjalanan dan petualangan seorang pelaut andal dan tangguh bernama
Cheng Ho atau Zheng He.
Catatan perjalanan dan penjelajahan yang luar biasa hebatnya itu tak
hanya memiliki arti penting bagi bangsa Cina. Jejak hidup Laksamana
Cheng Ho juga begitu berarti bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.
Seperti halnya, petualang hebat dari Maroko, Ibnu Battuta, Cheng Ho
pernah singgah di Nusantara dalam ekspedisinya.
Matt Rosenberg, seorang ahli geografi terkemuka dunia mengungkapkan,
ekspedisi laut yang dipimpin Cheng Ho telah dilakukan 87 tahun sebelum
penjelajah kebanggaan Barat, Christopher Columbus, mengarungi luasnya
samudera biru. Tak hanya itu, ekspedisi arung samudera yang dilakukan
Cheng Ho juga jauh lebih awal dari penjelajah asal Portugis, Vasco da
Gama dan petualang asal Spanyol, Ferdinand Magellan.
Petualangan antarbenua yang dipimpin Cheng Ho selama 28 tahun (1405 M -1433 M)
itu berlangsung dalam tujuh kali pelayaran. Menurut Rosenberg, tak
kurang dari 30 negara di benua Asia dan Afrika disinggahi Cheng Ho.
Jarak tempuh ekspedisi yang dipimpin Cheng Ho beserta pengikutnya
mencapai 35 ribu mil.
Dalam batu prasasti yang ditemukan di Provinsi Fujian itu, Cheng Ho
mengatakan bahwa dirinya diperintahkan kaisar Dinasti Ming untuk
berlayar mengarungi samudera menuju negara-negara di luar horizon. Dalam
ekspedisinya mengelilingi benua Afrika dan Asia itu, Cheng Ho
mengerahkan armada raksasa dengan puluhan kapal besar dan kapal kecil
serta puluhan ribu awak.
Pada ekspedisi pertama, ia mengerahkan 62 kapal besar dan belasan kapal
kecil yang digerakkan 27.800 ribu awak. Pada pelayaran ketiga, Cheng Ho
menurunkan kapal besar sebanyak 48 buah dengan 27 ribu awak. Sedangkan
pada pelayaran ketujuh, tak kurang dari 61 kapal besar dikerahkan dengan
awaknya mencapai 27.550 orang. Padahal, ekspedisi yang dilakukan
Columbus saat menemukan benua Amerika hanya mengerahkan tiga kapal
dengan awak mencapai 88 orang.
Sebuah ekspedisi yang benar-benar dahsyat. Dalam setiap ekspedisi itu,
secara khusus Cheng Ho menumpangi ‘kapal pusaka’. Sebuah kapal terbesar
pada abad ke-15 M. Betapa tidak, panjangnya saja mencapai 138 meter dan
lebarnya sekitar 56 meter. Ukuran kapal yang digunakan Cheng Ho untuk
menjelajah samudera itu lima kali lebih besar dibanding kapal Columbus.
Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas `kapal pusaka’ itu mencapai 2.500
ton. Pencapaian gemilang Cheng Ho melalui ekspedisi lautnya pada abad
ke-15 M menunjukkan betapa peradaban Cina telah memiliki kapal-kapal
besar serta kemampuan navigasi untuk menjelajahi dunia. Anehnya,
keberhasilan yang dicapai Cheng Ho itu tak diikuti dengan ekspedisi
berikutnya.
”Cheng Ho terlahir sekitar tahun 1371 M di Provinsi Yunan sebelah
baratdaya Cina,” ungkap Rosenberg. Nama kecilnya adalan Ma Ho. Dia
tumbuh dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Muslim. Apalagi, sang ayah
pernah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, Makkah. Menurut Rosenberg,
nama keluarga Ma digunakan oleh keluarga Muslim di Tiongkok merujuk pada
Muhammad.
Ketika berusia 10 tahun (1381 M), Ma Ho kecil dan anak-anak yang lain
ditangkap tentara Cina yang menginvasi wilayah Yunan. Pada usia 13
tahun, dia dan tahanan muda lainnya dijadikan pelayan rumah tangga
Pangeran Zhu Di – anak keempat kaisar Cina. Namun, Ma Ho menjadi pelayan
khusus Pangeran Zhu Di.
Pergaulannya dengan pangeran, membuat Ma Ho menjadi pemuda yang tangguh.
Dia jago berdiplomasi serta menguasai seni berperang. Tak heran, bila
dia kemudian diangkat menjadi pegawai khusus pangeran. Nama Ma Ho juga
diganti oleh Pangeran Zhu Di menjadi Cheng Ho. Alasannya, kuda-kuda
milik abdi (kasim) kaisar terbunuh dalam pertempuran di luar Istana yang
dinamakan Zhenglunba.
“Cheng Ho juga dikenal sebagai San Bao yang berarti `tiga mutiara’,”
papar Rosenberg. Cheng Ho yang memiliki tinggi badan sekitar tujuh kaki,
posisinya kian menguat ketika Zhu Di diangkat menjadi kaisar pada 1402.
Cheng Ho pun lalu didaulat menjadi laksamana dan diperintahkan untuk
melakukan ekspedisi. Cheng Ho, merupakan abdi istana pertama yang
memiliki pososi yang tinggi dalam militer Cina.
Ekspedisi pertama Cheng Ho dilakukan pada tahun 1405 M – 1407 M. Sebelum
memulai ekspedisinya, rombongan besar itu menunaikan shalat terlebih
dulu di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian). Pelayaran
pertama ini mampu mencapai Caliut, barat daya India dan sampai di
wilayah Asia Tenggara: Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Vietnam,
Srilangka. Di setiap persinggahan armada itu melakukan transaksi dengan
cara barter.
Tahun 1407 M – 1409 M ekspedisi kedua kembali dilakukan, namun Cheng Ho
tak ikut memimpin ekspedisi ini, dia tetap di Cina merenovasi masjid di
kampung halamannya. Ekspedisi ketiga digelar pada 1409 M – 1411 M
menjangkau India dan Srilanka. Tahun 1413 M – 1415 M kembali
melaksanakan ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk Persia, dan
Mogadishu (Afrika Timur). Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi
kelima (1417M – 1419 M) dan keenam (1421 M – 1422 M). Ekspedisi terakhir
(1431 M- 1433 M) berhasil mencapai Laut Merah.
Ekspedisi luar biasa itu tercatat dan terekam dalam buku Zheng He’s
Navigation Map yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad
ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran,
jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur perdagangan Cina
berubah, tidak sekadar bertumpu pada ‘Jalur Sutera’ antara
Beijing-Bukhara.
Tak ada penaklukan dalam ekspedisi itu. Sejarawan Jeanette Mirsky
menyatakan, ekspedisi bertujuan untuk memperkenalkan dan mengangkat nama
besar Dinasti Ming ke seluruh dunia. Kaisar Zhu Di berharap dengan
ekspedisi itu, negara-negara lain mengakui kebesaran Kaisar Cina sebagai
The Son of Heaven (Putra Dewata. Tindakan militer hanya diterapkan
ketika armada yang dipimpinnya menghadapi para perompak di laut. Cheng
Ho tutup usia di Caliut, India ketika hendak pulang dari ekspedisi
ketujuh pada 1433 M. Namun, ada pula yang menyatakan dia meninggal
setelah sampai di Cina pada 1435. Setiap tahun ekspedisinya selalu
dikenang.
Siapa sebenarnya Laksamana Cheng Ho
Dalam sejarah Indonesia, Laksamana Sam Po Kong dikenal dengan nama Zheng
He, Cheng Ho, Sam Po Toa Lang, Sam Po Thay Jien, Sam Po Thay Kam, dan
lain-lain. Laksamana Sam Po Kong berasal dari bangsa Hui, salah satu
bangsa minoritas Tionghoa. Laksamana Cheng Ho adalah sosok bahariawan
muslim Tionghoa yang tangguh dan berjasa besar terhadap pembauran,
penyebaran, serta perkembangan Islam di Nusantara. Cheng Ho (1371 –
1435) adalah pria muslim keturunan Tionghoa,berasal dari propinsi Yunnan
di Asia Barat Daya. Ia lahir dari keluarga muslim taat dan telah
menjalankan ibadah haji yang dikenal dengan haji Ma.
Silsilah lengkap Laksamana Cheng Ho:
Muhammad Cheng Ho (Zheng He, Ma He, Ma Sanbao atau Haji Machmud 1371–1433) bin
Mi-Li-Jin (Ma Ha Zhi ) bin
Mi-Di-Na (Haji) bin
Bai-Yan bin
Na-Su-La-Ding bin
Sau-Dian-Chi (Sayid Syamsuddin atau Sayid Ajall) bin
Ma-Ha-Mu-Ke-Ma-Nai-Ding bin
Ka-Ma-Ding-Yu-Su-Pu bin
Su-Sha-Lu-Gu-Chong-Yue bin
Sai-Yan-Su-Lai-Chong-Na bin
Sou-Fei-Er (Sayid Syafi'i) bin
An-Du-Er-Yi bin
Zhe-Ma-Nai-Ding bin
Cha-Fa-Er bin
Wu-Ma-Er bin
Wu-Ma-Nai-Ding bin
Gu-Bu-Ding bin
Ha-San bin
Yi-Si-Ma-Xin bin
Mu-Ba-Er-Sha bin
Lu-Er-Ding bin
Ya-Xin bin
Mu-Lu-Ye-Mi bin
She-Li-Ma bin
Li-Sha-Shi bin
E-Ha-Mo-De bin
Ye-Ha-Ya bin
E-Le-Ho-Sai-Ni bin
Xie-Xin bin
Yi-Si-Ma-Ai-Le bin
Yi-Bu-Lai-Xi-Mo (Sayid Ali Zainal Abidin) bin
Hou Sai-Ni (Sayidina Husain As-Syahid) bin
Sayyidatina Fathimah binti
Sayidina Muhammad Rosululloh SAW.
*kutipan dari buku "Ahlul Bait Rasulullah SAW & Kesultanan Melayu"
Dari silsilah ini diketahui bahwa Laksamana Cheng Ho memang seorang muslim keturunan Rasululloh SAW.
Moyang Laksamana Cheng Ho adalah Sayid Syamsuddin, putera Sultan Bukhara
yang dikalahkan Ghenghiz Khan. Sayid Syamsuddin jadi tawanan di Peking
(Beijing). Karena akhlaknya yang mulia, beliau bukan saja dibebaskan,
tapi malah diangkat jadi Penolong Menteri di Yunnan.
Konon, pada usia sekitar 10 tahun Cheng Ho ditangkap oleh tentara Ming
di Yunnan. Pangeran dari Yen, Chung Ti, tertarik melihat Cheng Ho kecil
yang pintar, tampan, dan taat beribadah. Kemudian ia dijadikan anak
asuh. Cheng Ho tumbuh menjadi pemuda pemberani dan brilian. Di kemudian
hari ia memegang posisi penting sebagai Admiral Utama dalam angkatan
perang.
Pada saat kaisar Cheung Tsu berkuasa, Cheng Ho diangkat menjadi admiral
utama armada laut untuk memimpin ekspedisi pertama ke laut selatan pada
tahun 1406. Sebagai admiral, Cheng Ho telah tujuh kali melakukan
ekspedisi ke Asia Barat Daya dan Asia Tenggara. Selama 28 tahun (1405 –
1433 M) Cheng Ho telah melakukan pelayaran muhibah ke berbagai penjuru
dunia dengan memimpin kurang lebih 208 kapal berukuran besar, menengah,
dan kecil yang disertai dengan kurang lebih 27.800 awak kapal. Misi
muhibah pelayaran yang dilaksanakan oleh Laksamana Cheng Ho bukan untuk
melaksanakan ekspansi, melainkan melaksanakan misi perdagangan,
diplomatik, perdamaian, dan persahabatan. Ini merupakan pelayaran yang
menakjubkan, berbeda dengan pengembaraan yang dilakukan oleh pelaut
Barat seperti Cristopherus Colombus, Vasco da Gamma, atau pun Magelhaes.
Sebagai bahariawan besar sepanjang sejarah pelayaran dunia, kurang lebih
selama 28 tahun telah tercipta 24 peta navigasi yang berisi peta
mengenai geografi lautan. Selain itu, Cheng Ho sebagai muslim Tiong Hoa,
berperan penting dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara dan kawasan
Asia Tenggara.
Pada perjalanan pelayaran muhibah ke-7, Cheng Ho telah berhasil
menjalankan misi kaisar Ming Ta’i-Teu (berkuasa tahun 1368 – 1398),
yaitu misi melaksanakan ibadah haji bagi keluarga istana Ming pada tahun
1432 – 1433. Misi ibadah haji ini sengaja dirahasiakan karena pada saat
itu, bagi keluarga istana Ming menjalankan ibadah haji secara terbuka
sama halnya dengan membuka selubung latar belakang kesukuan dan agama.
Untuk mengesankan bahwa pelayaran haji ini tidak ada hubungannya dengan
keluarga istana, sengaja diutus Hung Pao sebagai pimpinan rombongan.
Rombongan haji itu tidak diikuti oleh semua armada dalam rombongan
ekspedisi ke-7. Rombongan haji ini berangkat dari Calleut (kuli, kota
kuno) di India menuju Mekkah (Tien Fang).
Demikianlah misi perjuangan dan misi rahasia menunaikan ibadah haji yang
dijalankan Cheng Ho, dan misi tersebut berhasil. Akan tetapi Cheng Ho
merasa sedih karena tidak bisa bebas berlayar menuju tanah leluhurnya,
Mekkah, untuk beribadah haji dan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW.
Sebelumnya, pada ekspedisi ke-5, armada Cheng Ho telah berhasil mencapai
pantai timur Afrika dalam waktu tiga tahun. Dalam kesempatan tersebut,
armada Cheng Ho berkunjung ke kerajaan di Semenanjung Arabiah dan
menunaikan panggilan Allah ke Mekkah.
Sejarah tentang perjalanan muhibah Cheng Ho, hingga saat ini masih tetap
diminati oleh berbagai kalangan, baik kalangan masyarakat Indonesia
pada umumnya, maupun masyarakat keturunan Tionghoa. Chneg Ho telah
menjadi duta pembauran negeri Tiongkok untuk Indonesia yang diutus oleh
kaisar Dinasti Ming pada tahun Yong Le ke-3 (1405). Dalam tujuh kali
perjalanan muhibahnya ke Indonesia, Laksamana Cheng Ho berkunjung ke
Sumatera dan Pulau Jawa sebanyak enam kali.
Kunjungan pertama adalah ke Jawa, Samudera Pasai, Lamrbi (Aceh Raya),
dan Palembang. Sebagian besar daerah yang pernah dikunjungi Cheng Ho
menjadi pusat dagang dan dakwah, diantaranya Palembang, Aceh, Batak,
Pulau Gresik, Semarang (di sekitar Gedong Batu), Surabaya, Mojokerto,
Sunda Kelapa, Ancol, dan lain-lain. Gerakan dakwah pada masa itu telah
mendorong kemajuan usaha perdagangan dan perekonomian di Indonesia.
Dalam perjalanan muhibahnya, setiap kali singgah di suatu daerah ia
banyak menciptakan pembauran melalui bidang perdagangan, pertanian, dan
peternakan.
Misi muhibah yang dilakukan Cheng Ho memberikan manfaat yang besar bagi negeri yang dikunjunginya.