Pahang Darul Makmur merupakan salah satu negara bagian di Malaysia.
Sebagian besar negeri Pahang diselimuti hutan dan sebagian besar Taman
Negara terletak dalam negeri Pahang. Pahang merupakan sebuah negeri
beraja.Wujudnya negeri Pahang adalah sebelum wujudnya kerajaan melayu
Melaka. Pahang mempunyai susur galur tamadun yang panjang, sejak dari
zaman pra-sejarah lagi. Dahulunya kerajaan Pahang digelar
Inderapura.Bahasa yang digunakan adalahBahasa Melayu Pahang.
Sebelum didirikan kerajaan Melayu Melaka, wilayah bagian selatan
Semenanjung Tanah Melayu semuanya termasuk dalam kawasan kerajaan
Pahang. Orang JawaMajapahit zaman dahulu menyebut Semenanjung Tanah
Melayu sebagai Pahang saja. Pada awal abad Masehi ke 16, permulaan
berdirinya kerajaan Melayu Johor, batas Negeri Pahang Darul Makmur; di
sebelahnya sampai ke Sedili Besar dan di utara sampai ke Terengganu;
batas baratnya pula sampai ke Rembau,Selangor dan Perak. Negeri Pahang
Darul Makmur sekarang ini di sebelah utara dan baratnya dikelilingi oleh
jajaran gunung dan di sebelah timurnya terbentang Laut China Selatan.
Negeri Pahang Darul Makmur ialah sebuah negeri yang terbesar di
Semenanjung Tanah Melayu dengan luas 35.515 kilometer persegi.
Kemasyhuran dan kehebatan namanya pada masa lalu menjadi rebutan
kerajaan yang ada di sekelilingnya. Pada masa ini Pahang adalah negeri
di Semenanjung yang terbagi atas sebelas daerah yaitu Kuantan, Pekan,
Rompin, Maran, Temerloh, Jerantut, Bentong, Raub, Lipis, Cameron
Highlands dan Bera. Sedangkan penduduknya pula terdiri dari berbagai
kaum dan bangsa.
Asal usul nama Pahang
Pada zaman dahulu Negeri Pahang Darul Makmur mempunyai berbagai nama.
Penulis Tionghoa menyebutnya sebagai Pang-Hang, Peng-Heng, Pang-Heng,
Pong -Fong, Phe-Hang,Pang-Kang dan lain-lain. Pada tahun 1225 Chao
Ju-Kua telah mengarang sebuah buku bernama Chu-Fan-Chi, ia menyatakan di
antara beberapa buah negeri yang ditaklukkan di bawah kekuasaan
San-fo-chi ialah negeri yang bernama Peng-keng. Peng-keng itu ialah
Negeri Pahang Darul Makmur.
Orang Arab dan orang Eropa zaman dulu menyebutnya Pam, Pan, Phang, Paam,
Pao, Paon, Phaan, Paham, Fanhan, Phang dan Pahagh. G.R. Tibbetts,
seorang ahli sejarah yang mengulas kisah yang ditulis dengan huruf Arab
dalam buku karangan Mas'udi itu pada pendapat Tibbetts ialah Pahang. Ia
lebih setuju menyebut perkataan Fanjab itu sebagai Fanhan, Panghang atau
Panhang. Semuanya itu berarti Pahang. Ada setengah pendapat menyatakan
Pahang berasal dari bahasa Siam asli yang artinya timah. Orang Siam asli
yang dulunya mendiami negeri ini dengan membuka tambang bijih timah
terutama di Sungai Tembeling.
Menurut cerita orang tua Melayu, pada zaman dahulu di Sungai Pahang yang
berhadapan dengan Kampung Kembahang, ada sebatang pohon kayu mahang
yang besar rebah melintangi sungai itu. Dari pohon mahang itu konon
berasal nama Negeri Pahang Darul Makmur itu. Julukan kuno bagi Negeri
Pahang Darul Makmur itu ialah Inderapura, disebut Pahang Inderapura.
Bandar Dirajanya terkenal hingga sekarang dan ibu kota pada zaman dahulu
yaitu Pekan. Sebelum ditaklukkan oleh kerajaan Melayu Melaka, dikenal
sebagai Pura.
Pahang pada zaman pra-sejarah
Penyelidikan telah dibuat oleh purbakalawan secara ilmiah di beberapa
tempat di Negeri Pahang Darul Makmur yaitu di gua-gua batu, di
gunung-gunung, di tempat yang berdekatan dengan sungai, di tanah
pertambangan lama dan juga di tanah lapang. Penemuan benda kuno terdiri
dari batu, tembikar, perunggu dan besi kuno buatan orang zaman
purbakala.
Tempat tersebut ialah di gua Batu Kapur seperti Kota Tongkat, Kota
Gelanggi dekat Jerantut; Gua Kecil, Raub; Gunung Senyum; Bukit
Chintamanis, Karak; Sungai Lembing, Tersang, Kuala Lipis Sungai
Selinsing Sungai Tui, Nyong, Teluk Lubuk Puai, Batu Pasir Garam, Bukit
Jong dan Kg. Padi di persimpangan Sungai Tembeling dan beberapa tempat
lagi di sepanjang Sungai Pahang. Antara lain benda kuno yang dijumpai
tertanam dalam tanah di negeri ini ialah barang dan perkakas yang dibuat
dari batu oleh orang zaman batu pertengahan (mesolitikum).
Barang-barang tersebut ialah kapakgenggam, beliung dan pahat.
Purbakalawan menyatakan manusia zaman batu pertengahan yang mendiami
Negeri Pahang Darul Makmur tinggal di gua batu dan gua-gua di
gunung-gunung negeri ini dan mereka adalah kelompok yang mula-mula
datang ke Semenanjung Tanah Melayu dan Tanah Besar Benua Asia. Rombongan
Proto Melayu mendiami Semenanjung termasuk Pahang dan pulau-pulau
Nusantara ialah dalam masa 3.000 atau 2.000 SM.
Dari aspek pertanian, barang dan perkakas buatan orang zaman batu akhir
yang telah dijumpai dalam tanah ialah benda yang berupa mata lembing,
pisau, sabit, cangkul,bajak dan lain-lain perkakas ganjil yang dibuat
dari besi zaman dahulu. Tempat yang dijumpai terutama di tepi Sungai
Lembing, Teluk Lubuk Puai Jong tepi Sungai Lipis. Di Kampung Batu Pasir
Garam di tepi Sungai Tembeling, dijumpai pecahan muka gendang zaman
dahulu yang dibuat dari perunggu. Gendang perunggu ini digunakan oleh
orang yang memakai kebudayaan perunggu. Dr. Linehan berpendapat gendang
perunggu ini berasal dari Indo-China dan dibawa dari negeri Funan ke Ulu
Tembeling antara abad ke-3 M yang dibawa bersama-sama dengan perkakas
dari besi kuno (tulang orang utan).
Menurut ahli kaji manusia dan ahli sejarah, orang Melayu pesisir (Melayu
Deutero) ialah nenek moyang orang Melayu yang tinggal di daerah pantai
Semenanjung Tanah Melayu. Pendek kata pada zaman dahulu kala selain dari
penduduk asli yaitu orang Semang dan puaknya di Negeri Pahang Darul
Makmur telah didiami oleh manusia yang disebut dalam ilmu sejarah
sebagai manusia zaman batu pertengahan, zaman batu akhir atau permulaan
zaman perunggu lagi.
Cikal bakal berdirinya Kesultanan Pahang berasal dari Negeri Pahang.
Diperkirakan negeri ini sudah berdiri sejak zaman neolitik (zaman
peralihan dari batu ke tembikar atau zaman batu baru). Berdasarkan
bukti-bukti arkeologis prasejarah yang diteliti oleh sejumlah arkeolog
di gua-gua batu, gunung-gunung, tempat-tempat yang berdekatan dengan
sungai, tanah pertambangan lama, dan juga di tanah lapang, maka dapat
ditelusuri eksistensi negeri ini. Benda-benda kuno yang ditemukan di
tempat-tempat itu adalah berupa batu, tembikar, perunggu, dan besi kuno
buatan manusia zaman purbakala. Di tempat-tempat tersebut juga terdapat
komplek Gunung Senyum, Gua Tongkat, Gua Kecil, Gua Cintamani, Gua Bama,
Gua Kota Gelanggi, dan Sungai Tembeling.
Ada bukti-bukti lain yang dapat dijadikan sumber, yaitu catatan-catatan
para pengembara asing yang berkelana di Negeri Pahang ini, misalnya
catatan Chau Jou-kua (1225 M), catatan Fei Shien (1436 M), dan catatan
Prapanca dalam kitabNagarakertagama (1365 M), yang masing-masing
menyebutkan nama Pahang sebagai sebuah negeri.
Sejarah berdirinya Kesultanan Pahang dapat diperkirakan sekitar tahun
1470. Kesultanan ini bermula dari kehadiran dan pengaruh bangsa Khmer di
Kamboja. Nama ini juga dikaitkan dengan kehadiran bangsa Sukhotai di
Thailand yang pernah menguasai Kerajaan Ligor di Thailand Selatan yang
dilanjutkan dengan menguasai negeri-negeri di separuh bagian Semenanjung
Malaysia, yaitu Pahang, Perak, Terengganu, Kelantan, Kedah, dan
Perlis. Bangsa ini mengutus wazir-nya (pembantu raja) di Kerajaan Siam,
Pahang, yang bernama Maharaja Dewa Sura untuk memerintah Negeri Pahang
pada saat itu. Namun, pemerintahan Maharaja Dewa Sura dapat dikalahkan
oleh Sultan Mansor Shah (Sultan Melaka).
Setelah Wazir Maharaja Dewa Sura di Kerajaan Siam meninggal, dalam waktu
beberapa lama Negeri Pahang tidak mempunyai sistem pemerintahan yang
ada rajanya. Akhirnya, Sultan Mansor Shah memerintahkan Seri Bija Diraja
sebagai wakilnya untuk memerintah Negeri Pahang. Setelah Seri Bija
Diraja tidak lagi memimpin, Sultan Mansor Shah mulai berpikir keras
tentang siapa yang pantas memerintah Negeri Pahang agar kepemimpinan di
negeri ini tidak kosong lagi. Ia pernah berpikir bahwa kedua anaknya
yang bernama Raja Ahmad dan Raja Muhammad sebaiknya memimpin Negeri
Pahang. Kedua anaknya tersebut pernah membunuh anak Bendahara Tun Besar
dalam sebuah permainan rakyat. Sultan Mansor Shah menyayangkan perbuatan
mereka. Padahal, keduanya direncanakan akan memimpin Negeri Pahang.
Sultan Mansor Shah tidak memiliki alternatif lain. Ia memerintahkan Raja
Muhammad untuk menggantikan posisinya sebagai sultan. Raja Muhamamad
sebenarnya adalah anak angkat dari Sultan Mansor Shah karena ia
merupakan putra dari Maharaja Dewa Sura. Raja Muhammad tetap dipercaya
memegang tapuk kekuasaan kesultanan karena memang penunjukan terhadap
dirinya sudah tepat, meskipun ia bersama saudara angkatnya telah
terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap anak Bedahara Tun Besar. Sultan
Muhammad Shah akhirnya ditetapkan sebagai Sultan I di Kesultanan
Pahang. Sejak saat itu nama Kesultanan Pahang resmi digunakan, tidak
lagi kerajaan.
Kesultanan Pahang sering disebut dengan sebutan Kesultanan Pahang Darul
Makmur. Asal usul nama Pahang dapat ditelusuri melalui berbagai sumber.
Orang-orang Tionghoa biasanya menuliskan kata Pahang dengan berbagai
tulisan, yaituPang-Hang, Peng-Heng, Pang-Heng, Pong-Fong, Phe-Hang,
Pang-Kang, dan lain-lain. Pada tahun 1225, Chao Ju-Kua mengarang sebuah
buku bernama Chu-Fan-Chi. Ia menyatakan bahwa di antara beberapa negeri
yang pernah ditaklukkan San-Fo-Chi adalah negeri yang bernama Peng-keng.
Negeri ini kemudian dikenal sebagai Negeri Pahang. Orang-orang Arab dan
Eropa menyebut kata Pahang dengan sebutan Pam, Pan, Phang, Paam, Pao,
Paon, Phaan, Paham, Fanhan, Phang, dan Pahagh.
Ada sumber yang menyebutkan bahwa kata Pahang berasal dari bahasa Siam
yang asli terjemahannya adalah timah. Sebab, menurut cerita, masyarakat
Siam pernah mendiami suatu negeri yang terkandung di dalamnya biji
timah, terutama di wilayah Sungai Tembeling. Nama Kesultanan Pahang
Darul Makmur berasal dari cerita orang-orang Melayu zaman dahulu bahwa
ada di Sungai Pahang yang berhadapan dengan Kampung Kembahang terdapat
sebuah pohon kayu mahang yang konon berasal dari Negeri Pahang Darul
Makmur. Jadi, nama Pahang kemudian dikenal dengan nama Negeri Pahang
Darul Makmur. Nama kuno untuk negeri ini adalah Pahang Inderapura.
Silsilah Kesultanan Pahang adalah sebagai berikut:
1- Maharaja Dewa Sura (sebelum 1470)
2- Sultan Muhammad Shah atau Sultan Pahang I (1470-1475)
3- Sultan Ahmad atau Sultan Pahang II (1475-1497)
4- Sultan Abdul Jamil atau Sultan Pahang III (1511-1512)
5- Sultan Mansor Shah I atau Sultan Pahang IV (1497-1515)
6- Sultan Mahmud atau Sultan Pahang V (1515-1530)
7- Sultan Muzaffar atau Sultan Pahang VI (1530-1540)
8- Sultan Zainal Abidin atau Sultan Pahang VII (1540-1555)
9- Sultan Mansor II atau Sultan Pahang VIII (1555-1560)
10- Sultan Abdul Jamal atau Sultan Pahang IX (tidak diketahui datanya)
11- Sultan Abdul Kadir Alauddin Shah atau Sultan Pahang X (...-1590)
12- Raja Ahmad atau Sultan Pahang XI (1590-1592)
13- Sultan Abdul Ghafur Mohaidin Shah atau Sultan Pahang XII (1592-1614)
Periode Pemerintahan
Sultan Muhammad Shah atau Sultan Pahang I memerintah Kesultanan Pahang
sejak tahun 1470 hingga tahun 1475. Setelah dirinya mangkat, ia diberi
gelar dengan Marhum Langgar. Pada masa pemerintahan ini, terjadi suatu
polemik di mana Raja Ahmad, saudara Sultan Muhammad Shah, tidak puas
dengan penunjukkan Raja Hussain, yang merupakan adik tiri mereka berdua,
sebagai Sultan Melaka. Kekecewaan ini menyebabkan Raja Ahmad mengungsi
ke hulu Pahang.
Pada tahun 1475, Raja Ahmad akhirnya dapat meraih tampuk kepemimpinan
Kesultanan Pahang sebagai Sultan Pahang II. Setelah mangkat pada tahun
1497, ia diberi gelar Marhum Sheikh. Setelah masa Sultan Ahmad, kursi
kepemimpinan Sultan Pahang pernah dipimpin dalam dua bentuk
kepemimpinan. Pada tahun 1947, adik Sultan Abdul Jamil, Sultan Mansor
Shah I terlebih dahulu memimpin kesultanan ini. Nama Sultan Mansor Shah I
belum tercatat sebagai Sultan Pahang III karena mungkin pada saat itu
ia hanya menjadi “sultan demisioner”. Pada tahun 1511, kekuasaan
kesultanan secara resmi kemudian dipegang oleh Sultan Abdul Jamil. Ia
diangkat sebagai Sultang Pahang III. Sultan ini disebut-sebut pernah
bertunangan dengan Tun Teja. Pada tahun 1512, ia turun dari tahta
kekuasaan karena kecewa dan pergi ke Lubuk Pelang. Setelah mangkat, ia
diberi gelar Marhum Ziarat.
Sultan Mansor Shah I melanjutkan kembali kepemimpinan kakaknya pada
tahun 1512. Menurut catatan sejarah, ia adalah Sultan Pahang IV.
Kepemimpinannya berlangsung hingga tahun 1515. Sebagaimana disebutkan di
atas bahwa sejak tahun 1497, ia pernah memimpin Kesultanan Pahang
sebelum dipimpin oleh kakaknya, Sultan Abdul Jamil. Namun, tidak ada
data yang jelas mengungkap hal ini. Sultan Mansor Shah I meninggal pada
tahun 1515 karena dibunuh oleh orang yang tidak dikenal. Ia dibunuh
karena dianggap memiliki skandal dengan janda ayahnya sendiri, Sultan
Ahmad.
Sultan Mahmud menggantikan Sultan Mansor Shah I menjadi Sultan V
(1515-1530). Menurut catatan sejarah, pada tahun 1522, ia pernah
membunuh dua orang kapten dan 80 prajurit Portugis utusan Alfonso de
Albuquerque yang datang ke Kesultanan Pahang. Pada masa pemerintahan
Sultan Mahmud, Kesultanan Pahang bekerjasama dengan Kesultanan Bentan
menyerang bala tentara Portugis di Sungai Muar. Pada tahun 1526, Sultan
Mahmud memerintahkan untuk mengirimkan 2000 prajurit untuk membantu
Kesultanan Bentan yang diserang oleh bala tentara Mascarenhas. Ketika
mangkat pada tahun 1530, Sultan Mahmud diberi gelar Marhum Di Hilir.
Sultan Muzaffar menggantikan posisi Sultan Mahmud sebagai Sultan Pahang
VI pada tahun 1530. Ia meninggal pada tahun 1940 karena dibunuh oleh
Khoja Zainal, duta Brunei di Kesultanan Pahang. Menurut cerita, Sultan
Muzaffar dibunuh karena telah berselingkuh dengan istri Khoja Zainal.
Setelah mangkat, Sultan Muzaffar diberi gelar Marhum Tengah.
Sultan Zainal Abidin menggantikan posisi Sultan Muzaffar sebagai Sultan
Pahang VII pada tahun 1540. Sikap penuh perjuangannya terlihat ketika
pada tahun 1550 ia memerintahkan bawahannya untuk mengirimkan bantuan
berupa sejumlah pasukan kepada Kesultanan Johor dan Kesultanan Perak
yang pada saat itu mengepung Kesultanan Melaka. Ketika mangkat pada
tahun 1555, ia diberi gelar Marhum Di Bukit.
Sultan Mansor II kemudian menggantikan posisi Sultan Zanal Abidin
sebagai Sultan Pahang VIII (1555-1560). Setelah mangkat, ia diberi gelar
Marhum Syahid. Pengganti dirinya adalah adiknya sendiri, yaitu Sultan
Abdul Jamal sebagai Sultan Pahang IX. Namun, catatan sejarah tentang
sultan yang satu ini tidak jelas menyebutkan kapan ia mulai berkuasa dan
kapan ia mangkat. Ada perkiraan bahwa ia mangkat karena dibunuh, namun
tidak diketahui data siapa yang membunuhnya dan dalam kasus apa.
Sultan Abdul Kadir Alauddin Shah kemudian menjadi Sultan Pahang X. Tidak
ada data yang menyebutkan kapan ia mulai berkuasa. Ketika mangkat pada
tahun 1590, ia digantikan oleh Raja Ahmad sebagai Sultan Pahang XI yang
memerintah hingga tahun 1592.
Pada tahun 1592, Sultan Abdul Ghafur Mohaidin Shah menjadi Sultan XII.
Ia dikenal sebagai sultan yang memberlakukan Hukum Kanun Pahang (HKP).
Pada tahun 1612, ia pergi ke Brunei, dan pada akhirnya menikah dengan
Puteri Patani, puteri dari Raja Brunei. Namun ternyata ia tidak tinggal
lama di Brunei karena pada tahun 1613 ia kembali ke Kesultanan Pahang
dengan alasan bahwa negerinya sedang dilanda kemiskinan, kekeringan,
kebakaran, dan persengkataan antar masyarakat. Ia mangkat pada tahun
1614 karena dibunuh oleh seseorang (yang tidak diketahui datanya).
Sultan Abdul Ghafur merupakan sultan terakhir di Kesultanan Pahang.
Sepeninggalan dirinya, boleh dikatakan bahwa kesultanan ini mengalami
krisis eksistensi. Sejak tahun 1614, kesultanan ini dipenuhi dengan
konflik terbuka, seperti perebutan kekuasaan antara Raja Abdullah (anak
Sultan Abdul Ghafur) dengan Raja Bujang. Kesultanan ini juga pernah
diserang oleh Kesultanan Aceh. Pada tahun 1617, Sultan Iskandar Muda
Mahkota Alam berhasil menaklukkan Kesultanan Pahang. Ia membawa Raja
Ahmad (Sultan Pahang XI) dan anaknya Raja Mughal ke Aceh.
Berdasarkan rentetan peristiwa sejarah tersebut, maka dapat diperkirakan
bahwa Kesultanan Pahang eksis selama 144 tahun atau selama hampir satu
setengah abad, yaitu antara tahun 1470 hingga tahun 1614. Setelah tahun
1614, belum ditemukan catatan sejarah yang menuliskan bagaimana
perkembangannya. Namun, hingga kini Kesultanan Pahang tetap eksis. Hanya
saja, sistem administrasinya telah disesuaikan dengan perkembangan tata
politik modern, meski masih bernuansa monarkhi.
Wilayah Kekuasaan
Kesultanan Pahang merupakan sebuah negeri terbesar di semenanjung
Malaysia. Letak kesultanan ini berada di sepanjang tepi Sungai Pahang,
Kuantan, Pahang, Malaysia. Wilayah kesultanan dibatasi dengan: Kelantan
di bagian utara; Perak, Selangor, dan Negeri Sembilan di bagian barat;
Johor di bagian selatan; Terengganu dan Laut China Selatan di bagian
timur. Secara geografis dan tata letak fisik wilayah, kesultanan ini
terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu tanah tinggi, hutan hujan, dan
kawasan pinggir laut. Kesultanan ini meliputi daerah-daerah: Bentong,
Bera, Cameron Highlands, Jerantut, Kuantan, Lipis, Maran, Pekan, Raub,
Rompin, Temerloh.
Struktur Pemerintahan
Untuk menelisik struktur pemerintahan Kesultanan Pahang, Dato‘ Haji
Yaakub Isa (2005) mendasari kajiannya pada Hukum Kanun Pahang (HKP).
Pada permulaan hukum ini disebutkan bahwa fungsi hukum ini adalah untuk
“menjaga manfaat terhadap negeri agar sultan-sultan boleh memelihara
segala rakyat dan pada saat yang bersamaan sultan-sultan mengadakan
pembesar untuk menggantikan baginda dan tidak menyulitkan baginda”.
Struktur pemerintahan Kesultanan Pahang adalah sebagai berikut: Sultan
sebagai penguasa puncak yang dibantu oleh bendahara, tumenggung,
penghulu bendahari, dan shahbandar. Dalam HKP ditentukan adat dan
larangan di majelis sultan yang isinya tiada lain menjamin bahwa posisi
institusi sultan senantiasa dihormati, berwibawa, dan dianggap “suci”.
Rakyat diarahkan agar mau mengetahui adat-adat sultan. Bahkan, ada hukum
yang menentukan: “(Menurut hukum Allah) menurut kata sultan itu fardhu
sama ada raja itu adil atau zalim”. Berdasarkan HKP ini, ada larangan
penggunaan hulu keris merumbai dan benda-benda berwarna kuning. Di
samping itu, ada larangan lain yang berkenaan dengan penggunaan bahasa.
Rakyat dilarang menggunakan lima buah kata yang orang lain tidak boleh
menggunakannya kecuali sultan, yaitu titah, patik, murka, kurnia, dan
anugerah.
Kehidupan Sosial-Budaya
Kehidupan sosial-budaya yang tercatat di bawah ini merupakan kehidupan
masyarakat masa modern karena kehidupan sosial-budaya masa lampau tidak
ditemukan datanya.
Komposisi penduduk Kesultanan Pahang terdiri dari beragam etnik, yaitu:
etnik Melayu sebesar 989.473 (76.82%), etnik Cina sebesar 228.043
(17.7%), etnik India sebesar 64.419 (4.98%), dan etnik lainnya berjumlah
6.442 (0.5%). Berdasarkan data tersebut, masyarakat Pahang bersifat
plural karena berasal dari beragam suku dan etnik.
Mata pencaharian penduduk di Kesultanan Pahang kebanyakan adalah dari
industri kayu-kayuan tropika karena di wilayah kekuasaan kesultanan ini
banyak hutannya. Di samping itu penduduk di sana juga mengandalkan
perikanan sebagai mata pencaharian mereka. Produk perikanan yang banyak
diproduksi adalah ikan asin dan ikan kering.