Metafisika merupakan padanan kata yang berasal dari Bahasa Yunani yakni :
μετά (meta) = "setelah atau di balik", dan φύσικα (phúsika) = "hal-hal
di alam"). Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan
asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah studi
keberadaanatau realitas. Metafisika mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah
Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?
Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi
benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli
metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia
mengenai dunia, termasuk keberadaan; kebendaan, sifat, ruang, waktu,
hubungan sebab akibat, dan kemungkinan.
Penggunaan istilah "metafisika" telah berkembang untuk merujuk pada
"hal-hal yang di luar dunia fisik". Toko buku metafisika, sebagai
contoh, bukanlah menjual buku mengenai ontologi, melainkan lebih kepada
buku-buku mengenai ilmu gaib atau sihir, pengobatan alternatif, dan
hal-hal sejenisnya.
Beberapa Tafsiran Metafisika Dalam menafsirkan hal ini, manusia
mempunyai beberapa pendapat mengenai tafsiran metafisika. Tafsiran yang
pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini adalah bahwa
terdapat hal-hal gaib (supernatural) dan hal-hal tersebut bersifat lebih
tinggi atau lebih kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Pemikiran
seperti ini disebut pemikiran supernaturalisme. Dari sini lahir
tafsiran-tafsiran cabang misalnya animisme.
Selain paham di atas, ada juga paham yang disebut paham naturalisme.
paham ini amat bertentangan dengan paham supernaturalisme. Paham
naturalis memenganggap bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh
hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena kekuatan yang terdapat di
alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dapat diketahui. Orang-orang
yang menganut paham naturalisme ini beranggapan seperti itu karena
standar kebenaran yang mereka gunakan hanyalah logika akal semata,
sehingga mereka menolak keberadaan hal-hal yang bersifat gaib itu.
Dari paham naturalisme ini juga muncul paham materialisme yang
menganggap bahwa alam semesta dan manusia berasal dari materi. Salah
satu pencetusnya ialah Democritus (460-370 S.M).
Adapun bagi mereka yang mencoba mempelajari mengenai makhluk hidup.
Timbul dua tafsiran yang masing saling bertentangan yakni paham
mekanistik dan paham vitalistik. Kaum mekanistik melihat gejala alam
(termasuk makhluk hidup) hanya merupakan gejala kimia-fisika semata.
Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang
berbeda secara substansif dengan hanya sekedar gejala kimia-fisika
semata.
Berbeda halnya dengan telaah mengenai akal dan pikiran, dalam hal ini
ada dua tafsiran yang juga saling berbeda satu sama lain. Yakni paham
monoistik dan dualistik. sudah merupakan aksioma bahwa proses berpikir
manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat (objek) yang ditelaahnya.
Dari sini aliran monoistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan
antara pikiran dan zat, keduanya (pikiran dan zat) hanya berbeda dalam
gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai subtansi yang
sama. Pendapat ini ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistik.
Dalam metafisika, penafsiran dualistik membedakan antara zat dan
kesadaran (pikiran) yang bagi mereka berbeda secara substansif. Aliran
ini berpendapat bahwa yang ditangkap oleh pikiran adalah bersifat
mental. Maka yang bersifat nyata adalah pikiran, sebab dengan
berpikirlah maka sesuatu itu lantas ada.
Metafisika
Metafisika mengandung Klasifikasi yang meliputi
Pertama, Metaphysica Generalis (ontologi); ilmu tentang yg ada atau pengada.
Kedua, Metaphysica Specialis terdiri atas:
1). Antropologi; menelaah tentang hakikat manusia, terutama hubungan jiwa dan raga.
2) Kosmologi; menelaah tentang asal-usul dan hakikat alam semesta. Dan
3). Theologi; Kajian tentang Tuhan secara rasional dengan segala abstraksi yang memungkinkan melekat pada-Nya.
Metafisika umum membahas mengenai yang ada sebagai yang ada, artinya
prinsip-prinsip umum yang menata realitas. Sedangkan metafisika khusus
membahas penerapan prinsip-prinsip umum ke dalam bidang-bidang khusus:
teologi, kosmologi dan psikologi. Pemilahan tersebut didasarkan pada
dapat tidaknya dicerap melalui perangkat inderawi suatu obyek filsafat
pertama. Metafisika umum mengkaji realitas sejauh dapat diserap melalui
indera sedang metafisika khusus (metafisika) mengkaji realitas yang
tidak dapat diserap indera, apakah itu realitas ketuhanan (teologi),
semesta sebagai keseluruhan (kosmologi) maupun kejiwaan (psikologi).
Disiplin filsafat pada dasarnya tidak sepenuhnya terpisah satu sama
lain karena pembahasan metafisika tentang realitas supra inderawi,
terkait dengan pembahasan ontologi tentang prinsip-prinsip umum yang
menata realitas inderawi. Istilah metafisika dengan sifatnya yang
supra inderawi inilah memunculkan keengganan orang terhadap konsep –
konesp metafisika.
Kedudukan metafisika dalam dunia filsafat sangat kuat.
Pertama, metafisika sudah merupakan sebuah cabang ilmu tersendiri dalam pergulatan filosofis.
Kedua, telaah filosofis terdapat unsur metafisik merupakan hal yang siginifikan dalam kajian filsafat.
Ini tentu sejajar dengan siqnifikansinya yang menyebut bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu.
Dengan membincangkan metafisika memberi pemahaman bahwa filsafat
mencakup “segalanya”. Filsafat datang sebelum dan sesudah ilmu
pengetahuan; disebut “sebelum” karena semua ilmu pengetahuan khusus
mulai sebagai bagian dari filsafat dan disebut “sesudah” karena ilmu
pengetahuan khusus pasti menghadapi pertanyaan tentang batas-batas dari
kekhususannya.
Maka metafisika memiliki ruang lingkup Pokok Bahasan yang mencakup;
Pertama tentang kajian Inkuiri ke apa yang ada (exist), atau apa yang betul-betul ada.
Kedua tentang, Ilmu pengetahuan tentang realitas, sebagai lawan dari tampak (appearance)
Ketiga, Studi tentang dunia secara menyeluruh dengan segala Teori
tentang asas pertama (first principle); prima causa yang wujud di alam
(kosmos).
Bagian metafisika yang membincang tentang hakikat realitas disebut
Ontologi. Sedangkan Kosmologi adalah bagian metafisika tentang proses
realitas sehingga menghasilkan obyek dalam kajian metafisika yang
disebut dengan obyek partikular (materi) dan obyek universal (ide)
Falsafah Metafisika Agama
Ilmu filosofis tertinggi adalah metafisika karena materi subyeknya
berupa wujud non fisik mutlak yang menduduki peringkat tertinggi dalam
hierarki wujud. Dalam terminology religius, wujud non fisik mengacu
kepada Tuhan dan malaikat. Dalam terminology filosofis, wujud ini
merujuk pada Sebab Pertama, sebab kedua, dan intelek aktif.
Filsafat Metafisika tentang agama, yaitu pemikiran filsafati (kritis,
analitis, rasional) tentang gejala agama: hakekat agama sebagai wujud
dari pengalaman religius manusia, hakikat hubungan manusia dengan Yang
Suci (Numen) sakral : adanya kenyataan trans-empiris, yang begitu
mempengaruhi dan menentukan, tetapi sekaligus membentuk dan menjadi
dasar tingkah-laku manusia. Yang quddus itu dikonsepsikan sedemikian
rupa sebagai Mysterium Tremendum et Fascinosum; kepada-Nya manusia hanya
beriman, yang dapat diamati (oleh seorang pengamat) dalam perilaku
hidup yang penuh dengan sikap "takut-dan-taqwa", pemikiran menuju
pembentukan infrastruktur rasional bagi ajaran agama. Dalam kajian
metafisika agama dan khususnya Islam salah satu tujuannya adalah untuk
menegakkan bangunan fondasi teologis dan tauhid secara benar. Karena
tauhid merupakan dasar dari ajaran Islam.
Kekokohan konsepsi metafisika agama (Islam) dimaksudkan untuk menjawab
tantangan pendapat para pendukung materialisme -khususnya positifisme-
yang mengingkari eksistensi immateri dan supra-natural, yang kedua hal
tersebut adalah saripati dan hekekat substansi nilai keagamaan.
Disinilah setiap pemikir agama harus melakukan -minimal- menjawab dua
hal pokok yang menjadi tantangan kelompok meterialistik yang tidak
meyakini hal-hal yang supraindrawi,immateri dan;
Pertama: pemikir agama harus mampu membuktikan keterbatasan indera
manusia dalam melakukan eksperimen dan menyingkap segala eksistensi
materi alam semesta.
Kedua: Membuktikan keberadaan hal-hal yang bersifat non-inderawi, namun
memiliki eksistensi riil dalam kehidupan di alam kosmologi yang luas
ini.
Metafisika, berbeda dengan kajian-kajian tentang wujud partikular yang
ada pada alam semesta. biologi mempelajari wujud dari organisme
bernyawa, geologi mempelajari wujud bumi, astronomi mempelajari wujud
bintang-bintang, fisika mempelajari wujud perubahan pergerakan dan
perkembangan alam. Tetapi metafisika agama mempelajari sifat-sifat yang
dimiliki bersama oleh semua wujud ini yang dipandu oleh dimensi ke
-ilahiaan untuk menemukan kebenaran hakiki atas religiusitasnya.
Kajian tentang metafisika dapat dikatakan sebagai suatu usaha
sistematis, refleksi dalam mencari hal yang berada di belakang fisik dan
partikular. Itu berarti usaha mencari prinsip dasar yang mencakup semua
hal dan bersifat universal.Yakni sebagai hal “penyelidikan tentang
Tuhan”, bisa juga dikatakan sebagai “penyelidikan tentang dunia ilahi
yang transenden”. Metafisika sering disebut sebagai disiplin filsafat
yang terumit dan memerlukan daya abstraksi sangat tinggi. Ibarat seorang
untuk mempelajarinya menghabiskan waktu yang tidak pendek.
Ber-metafisika membutuhkan energi intelektual yang sangat besar sehingga
membuat tidak semua orang berminat menekuninya.
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dengan konsepsi falsafah
Metafisika dalam perkembangan pemikiran Islam. Disinilah perlu
dilakukan sebuah pemetaan berkaitan dengan konsepsi falsafat metafisika
dalam wacana pemikiran Islam. Maka dapat dipetakan kedalam sejumlah
aspek penting yang mesti dideskripsikan oleh falsafah metafisika
sehingga islam menjadi agama yang memiliki bentuknya yang komprehensip.
Misalnya pertanyaan-pertanyan yang menyangkut hal - hal sebagai berikut
bagaimana pemikir islam merumuskan hakekat metafisis Aqal dan Jiwa
(hakekat metafisis Manusia), Bagaimana pemikir Muslim merumuskan hakekat
metafisis Wujud (metafisika ketuhanan), dan Bagaimana Pemikir-pemikir
Muslim mengkonsepsikan hekakat Metafisis Falsafat Wahyu dan Nabi dan
lain sebagainya. Pada hakekatnya segala hal yang berkaitan dengan
konsepsi Islam berpedoman kepada hal-hal yang bersifat Ghoib. Maka untuk
memberi rumusan hal-hal yang bersifat ghoib ini para pemikir muslim
berjuang sekuat tenaga melalui akal pikirnya untuk berijtihad
menjawabnya sehingga melahirkan sejumlah konsep yang dapat dijadikan
sumber rujukan.
Ilmu metafisika adalah ilmu yg melebihi ilmu fisika. Berbeda dari
pengertian ilmu metafisika dalam khasanah western science, Falsafah
metafisika Islam adalah ilmu fisika yg dilanjutkan atau ditingkatkan
sehingga masuk ke dalam ilmu bi al-ghoibi (ghaib atau rohani). Berkaitan
dengan konsepsi keagamaan maka dengan ilmu metafisika akan terungkap
apa itu agama secara lebih komprehensif. Kebenaran-kebenaran dan
rahasia-rahasia agama yg selama ini dianggap misterius, mistik, ghaib,
dan sebagainya akan menjadi sebuah konseptualisasi yang cukup nyata,
relatif riel, dan dapat dijelaskan secara falsafi. Hal ini mirip dengan
peristiwa-peristiwa kimiawi yg dulunya dianggap misterius, nujum, sulap,
untuk menakut-nakuti, dsbnya, dengan ilmu kimia menjadi nyata, dan
seolah-olah riel, dan dapat dijelaskan secara filosofis misalnya unsur
air (H2O) Asam Klorida (HCL) Besi (Fe) dan lain sebagainya .
Dengan ilmu metafisika jelas bahwa agama tak lain terdiri dari
hukum-hukum yang secara konseptual riel seperti juga alam jagad raya yag
tak lain terdiri dari hukum-hukum fisika, kimia, dan biologi. Hanya
saja martabat dan dimensi hukum-hukum agama tersebut lebih tinggi dan
bersifat hakiki, absolut serta jika dilihat secara filosofis nampaklah
sangat sempurnanya alam ini. Tujuan pembahasan metafisika adalah untuk
membangun suatu sistem alam semesta yang dapat memadukan ajaran agama
dengan tuntutan akal.
Dengan penjelasan yg masuk akal yang falsafi filosofis maka
ajaran-ajaran agama dapat diterangkan secara logis sehingga keimanan
semakin meningkat. Tanpa penjelasan yang falsafi metafisis logis maka
ajaran agama menjadi dogma. Tanpa penjelasan yang logis falsafai
metafisis, juga maka ajaran agama sekedar pil yang harus di telan
sehingga tidak akan dapat dihayati maksud dan tujuannya oleh umat
beragama. Dari sebuah ritual dan perintah – perintah agama yang
membentuk berbagai ritualitas agama hanya bermakna sebagai beban yang
sangat berat bagi umatnya. Dengan metafisika ilmiah lah kita bisa
menghargai betapa tanpa adanya agama maka manusia tidak mungkin percaya
adanya Tuhan.
Problematika kajian metafisika tentang kosmos atau alam semesta
(makrokosmos) bukanlah membicarakan alam semesta dalam pengertian
entitas-entitas yang berbeda di alam melainkan semesta sebagai
keseluruhan. Pada dasarnya tidak ada sesuatu halpun di alam ini yang
tidak dapat ditangkap dengan panca indra namun demikian, merupakan suatu
kemustahilan untuk menangkap secara indrawi; suatu keseluruhan sebagai
keseluruhan.
Manfaat Falsafah Metafisika
Manfaat metafisika bagi pengembangan ilmu pengetahuan baik ilmu
pengetahuan saintifik pada umumnya maupun ilmu-ilmu pengetahuan
berbasis keagamaan. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya paradigma
ilmiah, ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap pengumpulan faktanya,
maka ia harus dipasok dari luar, antara lain: metafisika, sains yang
lain, kejadian personal dan histories.
2. Metafisika mengajarkan cara berpikir yang serius, terutama dalam
menjawab problem yang bersifat enigmatik (teka-teki), sehingga
melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yang mendalam.
3. Metafisika mengajarkan sikap open-ended, sehingga hasil sebuah ilmu selalu terbuka untuk temuan dan kreativitas baru.
4. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai aliran,
mainstream, seperti: monisme, dualisme, pluralisme, sehingga memicu
proses ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu.
5. Metafisika menuntut orisinalitas berpikir, karena setiap
metafisikus menyodorkan cara berpikir yang cenderung subjektif dan
menciptakan terminologi filsafat yang khas. Situasi semacam ini
diperlukan untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika.
6. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari
prinsip pertama (First principle) sebagai kebenaran yang paling akhir.
Kepastian ilmiah dalam metode skeptis.
7. Manusia yang bebas sebagai kunci bagi akhir Pengada,artinya
manusia memiliki kebebasan untuk merealisasikan dirinya sekaligus
bertanggung jawab bagi diri, sesama, dan dunia. Penghayatan atas
kebebasan di satu pihak dan tanggung jawab di pihak lain merupakan
sebuah kontribusi penting bagi pengembangan ilmu yang sarat dengan nilai
(not value-free).
Metafisika mengandung potensi untuk menjalin komunikasi antara pengada
yang satu dengan pengada yang lain. Aplikasi dlm ilmu berupa komunikasi
antar ilmuwan mutlak dibutuhkan, tidak hanya antar ilmuwan sejenis,
tetapi juga antar disiplin ilmu, sehingga memperkaya pemahaman atas
realitas keilmuwan.
Terbang dengan Kecepatan Cahaya: Refleksi Isra’ Mi’raj
Peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan momen yang sangat penting dalam agama
Islam, karena setelah peristiwa itulah, Sholat 5 waktu diwajibkan bagi
setiap Muslim. Peristiwa ini sangat menarik untuk dikaji baik secara
fisika maupun metafisika.
Secara istilah, Isra’ adalah berjalan di waktu malam hari, sedangkan
Mi‘raj adalah alat (tangga) untuk naik. Isra mempunyai pengertian
perjalanan Nabi Muhammad SAW pada waktu malam hari dari Masjid Al Haram
Mekkah keMasjid Al Aqsha di Palestina. Miraj adalah kelanjutan
perjalanan Nabi Muhammad saw dari Masjid Al Aqsha di Palestina ke langit
ke-7 (Sidratul Muntaha). Di langit tertinggi ini tempat Nabi Muhammad
saw “bertemu” dengan Allah SWT. Isra’ Miraj adalah kisah perjalanan Nabi
Muhammad ke langit ke tujuh dalam waktu semalam.
Prosesi sejarah perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad termaktub dalam
Qur’an Surat (QS) Al-Isra’ ayat 1 dan QS An-Najm ayat 13-18, yang
berbunyi:
“Maha suci Allah yang menjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Masjidil Haram ke Majidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya agar
Kami memperlihatkan kepadanya sebahagian tanda-tanda (kebesaran) Kami.
(QS. 17. Al-Isra’ :1)
“Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah melihat Jibril itu
(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul Muntaha. Di
dekat (Sidratul Muntaha) ada syurga tempat tinggal. (Dia melihat Jibril)
ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya
tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm:13-18)
Isra’ dan Mi’raj Antara Fenomena Fisika dan Metafisika
a. Kajian Metafisika
Ketika Nabi Muhammad SAW menceritakan peristiwa Isra’ dan Mikraj yang
dialaminya, pada masa itu terdapat dua kubu, antara kubu (kaum) yang
percaya (beriman) dan kaum yang tidak tidak percaya (kaum Quraisy).
Bagi umat Muslim, bahwa seseorang disebut beriman, jika dia percaya
kepada hal-hal ghaib (metafisika) yang terangkum pada 6 rukun iman.
Diantaranya:
(1) beriman (percaya) kepada Allah SWT,
(2) percaya kepada adanya Malaikat,
(3) percaya kepada Rasul-Rasul Allah,
(4) percaya kepada Kitab-Kitab Allah,
(5) percaya kepada adanya Hari Kiamat,
(6) percaya kepada Qada dan Qadar (Takdir Allah di alam semesta).
Berkaitan dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj itu, itu berarti seorang
Muslim langsung mengimplementasikan keyakinannya kepada 6 rukun iman di
atas.
(1) Apa yang diwahyukan/disampaikan oleh Rasul Muhammad SAW berarti
semuanya benar. Ini implementasi rukun iman ke-3 dan ke-4
(2) Rasulullah dibantu oleh Malaikat Jibril untuk perjalanan itu. Ini Rukun iman ke-2
(3) Malaikat Jibril “membawa” Nabi ke Palestina dan ke Sidratul
Muntaha (langit ke-7) tentu atas perintah dari Allah SWT. Ini rukun iman
ke-1 dan ke-2
(4) Selama perjalanan Mi’raj (ke langit), Nabi diperlihatkan
bagaimana bentuk balasan dari umat manusia yang taat dan membangkang
terhadap perintah Allah SWT setelah hari Kiamat kelak. Ini rukun iman
ke-5.
(5) Kita percaya kepada semua ketentuan Allah SWT di alam semesta
ini baik kita inginkan maupun tidak kita inginkan, baik bisa diterima
logika maupun belum. Ini yang disebut sebagai Qada dan Qadar. Dan Ini
adalah bentuk aplikasi rukun iman ke-6.
b. Kajian Fisika
Di dalam ilmu fisika modern, kecepatan partikel/benda yang paling cepat
saat ini adalah kecepatan cahaya (light speed). Kecepatan cahaya adalah
sebuah konstanta fisika yang disimbolkan dengan huruf c, Konstanta ini
sangat penting dalam fisika dan bernilai 299.792.458 meter per detik.
Nilai ini merupakan nilai eksak disebabkan oleh panjang meter
didefinisikan berdasarkan konstanta kelajuan cahaya. Kelajuan ini
merupakan kelajuan maksimum yang dapat dilajui oleh segala bentuk
energi, materi, dan informasi dalam alam semesta.
Nilai c hasil perhitungan => c = 299792.5 km/detik.
Nilai c hasil pengukuran:
1. US National Bureau of Standards, c = 299792.4574 + 0.0011 km/det
2. The British National Physical Laboratory, c = 299792.4590+0.0008 km/det
3. Konferensi ke 17 tentang Ukuran dan Berat Standar “Satu meter adalah jarak tempuh cahaya dalam ruang hampa selama 1/299792458 detik.
Malaikat terbuat dari Cahaya (Nur), seperti pada dalil berikut ini:
“Allah menciptakan malaikat dari cahaya, menciptakan jin dari nyala api,
dan menciptakan Adam dari apa yang telah disifatkan (dijelaskan) kepada
kalian.”(Diriwayatkan Muslim). DR. Mansour Hassab El Naby, pakar
astrofisika dari Mesir telah berhasil membuktikan pernyataan Al-Qur’an
dan hadist Rasulullah SAW bahwa Zat Malaikat adalah Cahaya.
Dasar El Naby adalah Al-Qur’an surah As-Sajadah ayat 5 yang menyatakan sebagai berikut:
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu”
Diketahui bahwa kecepatan cahaya sebesar 300.000 km per detik (bulatan
angka 299.792,4989 km/detik temuan el-Naby). Jika benar materi malaikat
adalah cahaya, maka mau tak mau kecepatan geraknya haruslah sesuai
dengan ukuran kecepatan cahaya temuan para fisikawan.
Untuk hal itu, elNaby harus membuktikan apakah benar pernyataan
Al-Qur’an ini; kecepatan malaikat 1 : 1000 tahun adalah sama nilainya
dengan 300.000 km/detik. Jika benar (1:1000) = 300.000 km/detik, berarti
benarlah bahwa zat malaikat adalah cahaya. Apa hasilnya ? Ternyata 1
:1000. tahun = 300.000 km/detik!
Wallahu a'lam