Beberapa hari belakangan ini banyak pemberitaan mengenai kubur salah
seorang da’i nasional yang diziarahi oleh masyarakat banyak. Namun,
ziarah yang dilakukan oleh sebagian masyarakat tersebut menuai
kontroversi dan kritik dikarenakan sudah melanggar batasan-batasan Islam
mengenai ziarah.
Berikut ini kami ringkaskan pembahasan mengenai hukum ziarah kubur dan
adab-adabnya dari kitab Fiqih Islami wa Adilatuhu karangan Syaikh Prof.
DR. Wahbah Az Zuhaili, seorang ulama fiqih dari Suriah yang sangat
masyhur. Kami lengkapi juga dari sumber-sumber lain.
Tentang Ruh si Mayit
Pendapat Ahlu Sunnah wal Jamaah, bahwa ruh yaitu jiwa yang dapat
berbicara, yang mampu untuk menjelaskan, memahami objek pembicaraan,
tidak musnah karena musnahnya jasad. Ia adalah unsur inti, bukan esensi.
Ruh-ruh orang yang sudah meninggal itu berkumpul, lalu yang berada di
tingkatan atas bisa turun ke bawah, tapi tidak sebaliknya.
Menurut Salafush Shahih dan para pemukanya, bahwa siksa dan kenikmatan
dirasakan oleh ruh dan badan mayat. Ruh tetap kekal setelah terpisah
dari badan yang merasakan kenikmatan atau siksaan, kadang juga bersatu
dengan badan sehingga merasakan juga kenikmatan dan siksaan. Ada
pendapat lain dari Ahlus Sunnah bahwa kenikmatan dan siksa untuk badan
saja, bukan ruh.
Hukum Ziarah Kubur
Untuk kaum laki-laki, ulama fiqih tidak ada pertentangan mengenai
hukumnya, yakni sunnah. Bahkan Ibnu Hazm mengatakan, ‘”Sesungguhnya
ziarah kubur itu wajib, meski sekali seumur hidup, karena ada
perintahnya.”
Namun, untuk perempuan, ulama fiqih berselisih pendapat.
1. Sunnah Bagi Perempuan, Seperti Halnya Laki-laki
Ini adalah pendapat paling shahih dalam madzhab Hanafi. Dalilnya adalah
keumuman nash tentang ziarah. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk
berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah
kubur dapat mengingatkan kalian akan kematian.” (HR Muslim dari Abu
Buraidah)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa, “Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam mendatangi makam syuhada Uhud setiap awal tahun,
seraya bersabda, ‘Keselamatan bagi kalian atas kesabaran kalian, sungguh
sebaik-baik tepat tinggal terakhir.’”
Namun mereka juga mengatakan bahwa tidak diperbolehkan kaum perempuan
berziarah jika untuk mengingat kesedihan, menangis, atau melakukan apa
yang biasa dilakukan oleh mereka, dan akan terkena hadits, “Allah
melaknat wanita yang sering berziarah kubur.” Namun, jika tujuannya
mengambil pelajaran, memohon rahmat Allah tanpa harus menangis, maka
diperbolehkan.
2. Makruh Bagi Perempuan
Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Sebab asal hukum ziarah mereka itu
dilarang, lalu dihapus. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur,
maka ziarahilah (sekarang)!”
Sebab dimakruhkannya perempuan untuk ziarah kubur karena mereka sering
menangi, berteriak, disebabkan perasaannya lembut, banyak meronta, dan
sulit menghadapi musibah. Namun, hal itu tidak sampi diharamkan.
Dalam riwayat Muslim, Ummu Athiyah berkata, “Kami dilarang untuk
berziarah kubur, tetapi beliau tidak melarang kami dengan keras.”
Imam At Tirmidzi meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berkata, “Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur.” (shahih)
Akan tetapi, menurut madzhab Maliki, hal ini berlaku untuk gadis,
sedangkan untuk wanita tua yang tidak tertarik lagi dengan laki-laki,
maka dihukumi seperti laki-laki.
Tatacara dan Adab Ziarah Kubur
Tujuan utama ziarah kubur adalah mengingat mati dan mengingat akhirat
sebagaimana dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku
pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah
(sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian
akan kematian.” (HR Muslim dari Abu Buraidah)
Dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya ziarah itu akan melunakkan hati,
mengundang air mata dan mengingatkan pada hari kiamat.” (HR Al Hakim)
Oleh karena itu, tujuan itu harus senantiasa dipancangkan di dalam hati orang yang berziarah.
Selain itu, ada beberapa adab dalam berziarah kubur:
1. Dianjurkan Melepas Alas Kaki
Dianjurkan menurut madzhab Hanbali, melepas sandal ketika masuk ke areal
pemakaman karena ini sesuai dengan perintah dalam hadits Busyair bin Al
Khashahshah:
Ketika aku berjalan mengiringi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
ternyata ada seseorang berjalan di kuburan dengan mengenakan kedua
sandalnya. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan “Hai
pemakai dua sandal, tanggalkan kedua sandal kamu!” Orang itu pun
menoleh. Ketika dia tahu bahwa itu ternyata Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, ia melepaskannya serta melemparkan keduanya. (HR. Abu
Dawud, hasan)
Diperbolehkan tetap memakai sandal jika ada penghalang semacam duri,
kerikil yang panas, atau semacam keduanya. Ketika itu, tidak mengapa
berjalan dengan kedua sandal di antara kuburan untuk menghindari
gangguan itu.
2. Mengucapkan Salam
Disunnahkan bagi orang yang berziarah mengucapkan salam kepada penghuni
kuburan Muslim. Adapan ucapan salam hendaklah menghadap wajah mayat,
lalu mengucapkan salam sebagaimana telah diajarkan oleh Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam kepada para Shahabatnya ketika mereka berziarah
kubur,
“Assalamu ‘alaikum dara qaumin Mu’minin, wa insya Allah bikum laa hiqun.”
Artinya, “Keselamatan atas kalian di tempat orang Mukmin, dan kami insya Allah akan menyusul kalian juga.”
Atau bisa juga dengan lafal lain, “Assalamu ‘ala ahlid diyari minal
Mu’minina wal Muslimin, wa inna insya Allah ta’ala bikum laa hiqun.
As-alullahu lana wa lakumul afiyah.”
Artinya, “Keselamatan kepada penghuni kubur dari kaum Mukminin dan
Muslimin, kami insya Allah akan menyusul kalian. Aku memohon keselamatan
kepada Allah untuk kami dan kalian semua.”
Kedua lafazh salam tersebut diriwayatkan Imam Muslim.
3. Membaca Surat Pendek
Dianjurkan membacakan Al Quran atau surat pendek. Ini adalah sunnah yang
dilakukan di kuburan. Pahalanya untuk orang yang hadir, sedang mayat
seperti halnya orang yang hadir yang diharapkan mendapatkan rahmat.
Disunnahkan membaca surat Yasin seperti yang diriwayatkan Ahmad, Abu
Dawud, Ibnu Hibban, dan Al Hakim dari Ma’qal bin Yassar, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bacakanlah surah Yasin pada
orang yang meninggal di antara kalian.”
Sebagian ulama menyatakan hadits ini dha’if. Imam Asy Syaukani dan
Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa hadits ini berstatus hasan.
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa membacakan Al Quran ini dilakukan saat
sakaratul maut, bukan setelah meninggal.
4. Mendoakan si Mayat
Selanjutnya mendoakan untuk mayat usai membaca Al Quran dengan harapan
dapat dikabulkan. Sebab doa sangat bermanfaat untuk mayat. Ketika
berdoa, hendaknya menghadap kiblat.
Saat berziarah kubur di Baqi’, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berdoa dengan lafazh, “Allahummaghfir li Ahli Baqi’il gharqad.”
5. Berziarah dalam Posisi Berdiri
Disunnahkan ketika berziarah dalam keadaan berdiri dan berdoa dengan
berdiri, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam ketika keluar menuju Baqi’.
Selain itu, jangan duduk dan berjalan di atas pusara kuburan. Dalam
riwayat Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Sungguh jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga
membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di
atas kubur.” Sedangkan jika berjalan di samping atau di antara
pusara-pusara kubur, maka itu tidak mengapa.
6. Menyiramkan Air di Atas Pusara
Diperbolehkan menyiramkan air biasa di atas pusara si mayat berdasarkan
hadits berikut, “Sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam menyiram (air) di atas kubur Ibrahim, anaknya, dan meletakkan
kerikil di atasnya.” Hadits diatas oleh Abu Dawud dalam Al Marasil, Imam
Baihaqi dalam Sunan, Thabarani dalam Mu’jam Al Ausath. Syaikh Al Albani
menyatakan sanadnya kuat di dalam Silsilah Ahadits Shahihah.
Sedangkan menyiram dengan air kembang tujuh rupa atau menabur bunga, maka itu tidak dituntunkan oleh syari’at.
Hal-hal yang Makruh dan Munkar Saat Berziarah
Madzhab Maliki menyatakan makruh hukumnya makan, minum, tertawa, dan
banyak bicara, termasuk juga membaca Al Quran dengan suara keras.
Tidaklah pantas bagi seseorang yang berada di pekuburan, baik dia
bermaksud berziarah atau hanya secara kebetulan untuk berada dalam
keadaan bergembira dan senang seakan-akan dia berada pada suatu pesta,
seharusnya dia ikut hanyut atau memperlihatkan perasaan ikut hanyut di
hadapan keluarga mayat.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan, “Makruh hukumnya mencium peti yang
dibuat di atas makam, atau mencium makam, serta menyalaminya, atau
mencium pintunya ketika masuk berziarah makam aulia.”
Mengkhususkan hari-hari tertentu dalam melakukan ziarah kubur, seperti
harus pada hari Jum’at, tujuh atau empat puluh hari setelah kematian,
pada hari raya dan sebagainya, maka itu tak pernah diajarkan oleh
Rasulullah dan beliau pun tidak pernah mengkhususkan hari-hari tertentu
untuk berziarah kubur. Sedangkan hadits-hadits tentang keutamaan ziarah
pada hari Jum’at adalah dha’if sebagaimana dinyatakan para Imam
Muhaditsin. Oleh karena itu, ziarah kubur dapat dilakukan kapan saja.
Sedangkan shalat persis di atas kuburan seseorang dan menghadap kuburan
tanpa tembok penghalang, maka ulama sepakat tentang ketidakbolehannya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian
shalat menghadap kuburan dan jangan pula kalian duduk di atasnya.” (HR
Muslim)
Sedangkan jika di samping kubur, maka terjadi sejumlah perselisihan
ulama, ada yang memakruhkannya, dan ada yang mengharamkannya. Demi
kehati-hatian, kami berpendapat untuk tidak melaksanakan shalat di
kompleks pekuburan. Selain itu, Ibnu Hibban meriwayatkan dari Anas bin
Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang dari shalat di
antara kuburan.” Dikecualikan dari hal ini adalah bagi seseorang yang
ingin melaksanakan shalat jenazah, tetapi tidak berkesempatan menshalati
mayit saat belum dikuburkan.
Dilarang juga mengencingi dan berak di atas kuburan. Diriwayatkan Abu
Hurairah, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Barang
siapa yg duduk di atas kuburan, yang berak dan kencing di atasnya, maka
seakan dia telah menduduki bara api.”
Tidak diperbolehkan melakukan thawaf (ibadah dengan cara mengelilingi)
kuburan. Hal ini sering dijumpai dilakukan oleh orang-orang awam di
kuburan orang-orang shalih. Dan ini termasuk dalam kesyirikan. Thawaf
hanya boleh dilakukan pada Baitullah Ka’bah. Allah berfirman, “Dan
hendaklah mereka melakukan Thawaf disekeliling rumah yang tua (Baitul
‘Atiq atau Baitullah) itu.” (QS Al Hajj : 29)
Berdoa, meminta perlindungan, meminta tolong, pada penghuni kubur juga
tidak diperbolehkan, hukumnya haram dan merupakan kesyirikan. Berdoa
hanya boleh ditujukan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan berdoa
dengan perantaraan si mayit (tawasul), maka hal itu diperselisihkan.
Pendapat yang kuat adalah tidak diperbolehkan.
Tidak diperbolehkan memasang lilin atau lampu di atas pusara kuburan.
Selain hal itu merupakan tatacara ziarah orang Ahli Kitab dan Majusi,
dalam riwayat Imam Al Hakim disebutkan, “Rasulullah melaknat….dan
(orang-orang yang) memberi penerangan (lampu pada kubur).”
Tidak boleh memberikan sesajen berbentuk apapun, baik berupa bunga,
uang, masakan, beras, kemenyan, dan sebagainya. Juga dilarang
menyembelih hewa atau kurban di kuburan. Selain itu, tidak boleh
mengambil benda-benda dari kubur seperti kerikil, batu, tanah, bunga,
papan, pelepah, tulang, tali dan kain kafan, serta yang lainnya untuk
dijadikan jimat.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ
قَالاَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ كَيْسَانَ
عَنْ أَبِى حَازِمٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ زَارَ النَّبِىُّ -صلى
الله عليه وسلم- قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ «
اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى فِى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِى
وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِى أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِى فَزُورُوا
الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ »
Dari Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb, mereka berdua
berkata: Muhammad Bin ‘Ubaid menuturkan kepada kami: Dari Yaziid bin
Kasyaan, ia berkata: Dari Abu Haazim, ia berkata: Dari Abu Hurairah, ia
berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berziarah kepada makam
ibunya, lalu beliau menangis, kemudian menangis pula lah orang-orang di
sekitar beliau. Beliau lalu bersabda: “Aku meminta izin kepada Rabb-ku
untuk memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan
melakukannya. Maka aku pun meminta izin untuk menziarahi kuburnya, aku
pun diizinkan. Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkan engkau
akan kematian”
(HR. Muslim no.108, 2/671)
Keutamaan Ziarah kubur :
Haram hukumnya memintakan ampunan bagi orang yang mati dalam keadaan
kafir (Nailul Authar [219], Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi [3/402]).
Sebagaimana juga firman Allah Ta’ala:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan
ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang
musyrik itu adalah kaum kerabat (nya)” (QS. At Taubah: 113)
Berziarah kubur ke makam orang kafir hukumnya boleh (Syarh Shahih Muslim
Lin Nawawi, 3/402). Berziarah kubur ke makam orang kafir ini sekedar
untuk perenungan diri, mengingat mati dan mengingat akhirat. Bukan untuk
mendoakan atau memintakan ampunan bagi shahibul qubur. (Ahkam Al
Janaaiz Lil Albani, 187)
Jika berziarah kepada orang kafir yang sudah mati hukumnya boleh, maka
berkunjung menemui orang kafir (yang masih hidup) hukumnya juga boleh
(Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi, 3/402).
Hadits ini adalah dalil tegas bahwa ibunda Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam mati dalam keadaan kafir dan kekal di neraka (Syarh Musnad Abi
Hanifah, 334)
Tujuan berziarah kubur adalah untuk menasehati diri dan mengingatkan
diri sendiri akan kematian (Syarh Shahih Muslim Lin Nawawi, 3/402)
An Nawawi, Al ‘Abdari, Al Haazimi berkata: “Para ulama bersepakat bahwa
ziarah kubur itu boleh bagi laki-laki” (Fathul Baari, 4/325). Bahkan
Ibnu Hazm berpendapat wajib hukumnya minimal sekali seumur hidup.
Sedangkan bagi wanita diperselisihkan hukumnya. Jumhur ulama berpendapat
hukumnya boleh selama terhindar dari fitnah, sebagian ulama menyatakan
hukumnya haram mengingat hadits ,
لَعَنَ اللَّه زَوَّارَات الْقُبُور
“Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur” (HR. At Tirmidzi no.1056, komentar At Tirmidzi: “Hadits ini hasan shahih”)
Dan sebagian ulama berpendapat hukumnya makruh (Fathul Baari, 4/325).
Yang rajih insya Allah, hukumnya boleh bagi laki-laki maupun wanita
karena tujuan berziarah kubur adalah untuk mengingat kematian dan
mengingat akhirat, sedangkan ini dibutuhkan oleh laki-laki maupun
perempuan (Ahkam Al Janaaiz Lil Albani, 180).
Ziarah kubur mengingatkan kita akan akhirat. Sebagaimana riwayat lain dari hadits ini:
زوروا القبور ؛ فإنها تذكركم الآخرة
“Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat” (HR. Ibnu Maajah no.1569)
Ziarah kubur dapat melembutkan hati. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang lain:
كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها فإنها ترق القلب ، وتدمع العين ، وتذكر الآخرة ، ولا تقولوا هجرا
“Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang
ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat
melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian
akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak
(qaulul hujr), ketika berziarah” (HR. Al Haakim no.1393, dishahihkan Al
Albani dalam Shahih Al Jaami’, 7584)
Ziarah kubur dapat membuat hati tidak terpaut kepada dunia dan zuhud
terhadap gemerlap dunia. Dalam riwayat lain hadits ini disebutkan:
كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروا القبور فإنها تزهد في الدنيا وتذكر الآخرة
“Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang
ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat membuat
kalian zuhud terhadap dunia dan mengingatkan kalian akan akhirat” (HR.
Al Haakim no.1387, didhaifkan Al Albani dalam Dha’if Al Jaami’, 4279)
Al Munawi berkata: “Tidak ada obat yang paling bermanfaat bagi hati yang
kelam selain berziarah kubur. Dengan berziarah kubur, lalu mengingat
kematian, akan menghalangi seseorang dari maksiat, melembutkan hatinya
yang kelam, mengusir kesenangan terhadap dunia, membuat musibah yang
kita alami terasa ringan. Ziarah kubur itu sangat dahsyat pengaruhnya
untuk mencegah hitamnya hati dan mengubur sebab-sebab datangnya dosa.
Tidak ada amalan yang sedahsyat ini pengaruhnya” (Faidhul Qaadir, 88/4)
Disyariatkannya ziarah kubur ini dapat mendatangkan manfaat bagi yang
berziarah maupun bagi shahibul quburyang diziarahi (Ahkam Al Janaiz Lil
Albani, 188). Bagi yang berziarah sudah kami sebutkan di atas. Adapun
bagi shahibul qubur yang diziarahi (jika muslim), manfaatnya berupa
disebutkan salam untuknya, serta doa dan permohonan ampunan baginya dari
peziarah. Sebagaimana hadits:
كيف أقول لهم يا رسول الله؟ قال: قولي: السلام على أهل الديار من المؤمنين
والمسلمين، ويرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين وإنا إن شاء الله بكم
للاحقون
“Aisyah bertanya: Apa yang harus aku ucapkan bagi mereka (shahibul
qubur) wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Ucapkanlah: Assalamu ‘alaa
ahlid diyaar, minal mu’miniina wal muslimiin, wa yarhamullahul
mustaqdimiina wal musta’khiriina, wa inna insyaa Allaahu bikum
lalaahiquun (Salam untuk kalian wahai kaum muslimin dan mu’minin
penghuni kubur. Semoga Allah merahmati orang-orang yang telah mendahului
(mati), dan juga orang-orang yang diakhirkan (belum mati). Sungguh,
Insya Allah kami pun akan menyusul kalian” (HR. Muslim no.974)
Ziarah kubur yang syar’i dan sesuai sunnah adalah ziarah kubur yang
diniatkan sebagaimana hadits di atas, yaitu menasehati diri dan
mengingatkan diri sendiri akan kematian. Adapun yang banyak dilakukan
orang, berziarah-kubur dalam rangka mencari barokah, berdoa kepada
shahibul qubur adalah ziarah kubur yang tidak dituntunkan oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Selain itu Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam juga melarang qaulul hujr ketika berziarah
kubur sebagaimana hadits yang sudah disebutkan. Dalam riwayat lain
disebutkan:
ولا تقولوا ما يسخط الرب
“Dan janganlah mengatakan perkataan yang membuat Allah murka” (HR. Ahmad 3/38,63,66, Al Haakim, 374-375)
Termasuk dalam perbuatan ini yaitu berdoa dan memohon kepada shahibul
qubur, ber-istighatsah kepadanya, memujinya sebagai orang yang pasti
suci, memastikan bahwa ia mendapat rahmat, memastikan bahwa ia masuk
surga, (Ahkam Al Janaiz Lil Albani, 178-179)
Tidak benar persangkaan sebagian orang bahwa ahlussunnah atau salafiyyin
melarang ummat untuk berziarah kubur. Bahkan ahlussunnah mengakui
disyariatkannya ziarah kubur berdasarkan banyak dalil-dalil shahih dan
menetapkan keutamaannya. Yang terlarang adalah ziarah kubur yang tidak
sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang
menjerumuskan kepada perkara bid’ah dan terkadang mencapai tingkat
syirik.
Ziarah kubur memiliki banyak hikmah dan manfaat, di antara yang terpenting adalah:
Pertama: Ia akan mengingatkan akhirat dan kematian sehingga dapat
memberikan pelajaran dan ibrah bagi orang yang berziarah. Dan itu semua
tentu akan memberikan dampak positif dalam kehidupan, mewariskan sikap
zuhud terhadap dunia dan materi.
Kedua: Mendo'akan keselamatan bagi orang-orang yang telah meninggal dunia dan memohonkan ampunan untuk mereka.
Ketiga: Termasuk mengamalkan dan menghidupkan sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah dan para shahabatnya.
Keempat: Untuk mendapatkan pahala dan balasan kebaikan dari Allah dengan ziarah kubur yang dilakukan.
Hikmah ziarah kubur ini juga tertuang dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
" Dulu aku melarang kalian semua berziarah kubur, maka (sekarang)
ziarahilah ia." Dalam sebuah riwayat disebutkan: "Karena sesungguhnya ia
mengingatkan kepada kematian, dan dalam riwayat At Tirmidzi: "Karena
sesungguhnya ia mengingatkan kepada akhirat. "
Sunnah-Sunnah Dalam Ziarah Kubur
Agar manfaat dan hikmah yang telah tersebut diatas bisa diperoleh dengan
sempurna maka seseorang yang akan melakukan ziarah kubur harus
mengetahui sunnah dan tata cara berziarah yang benar sesuai tuntunan
syari'at.
Di antara petunjuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam ziarah kubur adalah sebagai berikut:
1. Ziarah kubur dapat dilakukan kapan saja, tidak harus mengkhususkan
hari atau waktu tertentu karena salah satu inti dari ziarah kubur adalah
agar dapat memberi pelajaran dan peringatan agar hati yang keras
menjadi lunak, tersentuh hingga menitikkan air mata. Selain itu agar
kita menyampaikan do'a dan salam untuk mereka yang telah mendahului kita
memasuki alam kubur.
2. Dianjurkan ketika pergi untuk ziarah kubur hadir dalam benak kita
rasa takut kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya dan hanya bertujuan
mencari keridhaanNya semata.
3. Disunnahkan kepada peziarah kubur untuk menyampaikan salam kepada
ahli kubur, mendoakan mereka agar mendapatkan rahmat, ampunan dan afiyah
(kekuatan). Di antara doa yang dianjurkan untuk dibaca adalah:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَاللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ
وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ
أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ.
Assalamu’alaikum ahladdiyaari minal mu’miniina wal muslimiina, wa inna
insyaa Alloohu bikum laahiquuna wa yarhamulloohul mustaqdimiina minnaa
wal musta’khiriina as alullooha lanaa walakumul ‘aafiyata.
“Semoga kesejahteraan untukmu, wahai penghuni kubur dari kaum mukminin
dan muslimin. Sesungguhnya kami Insya Allah akan menyusul, ( semoga
Allah Ta’ala memberikan rahmat kepada orang-orang yang (telah meninggal)
terlebih dahulu diantara kami dan orang-orang yang akan datang)."
(lafazh ini berdasar riwayat Imam Muslim)
Beberapa Masalah Berkenaan dengan Ziarah Kubur
Perlu untuk diingat bahwa ziarah kubur pada mulanya adalah dilarang
sebelum akhirnya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam mengizinkan
untuk melakukannya. Larangan tersebut memang sangat beralasan karena
masalah kubur memang sangat rawan akan bahaya kesyirikan yang itu
merupakan lawan dari dakwah beliau dakwah tauhid. Selain itu pada masa
awal berkembangnya Islam kondisi keimanan para shahabat masih dalam
tahap pembinaan, jadi sebagai tindakan preventif sangat wajar jika
beliau melarang kaum muslimin melakukan ziarah kubur. Bahkan ketika para
shahabat telah menjadi orang mukmin pilihan beliau masih tetap saja
memperingatkan mereka dari bahaya kubur, sebagaimana tercermin dalam
sabda beliau menjelang kewafatannya:
"Laknat Allah kepada orang-orang Yahudi dan Nashrani yang telah
menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid (tempat melakukan
ibadah). "
Peringatan tersebut tentunya juga ditujukan kepada kita semua selaku
umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang sudah berada jauh
dari generasi shahabat, apalagi jika aqidah kita masih sangat pas-pasan
bahkan cenderung masih lemah. Jangan sampai izin yang diberikan
Rasulullah justru menjadi bumerang yang berbalik membinasakan kita.
Bukannya pahala ziarah yang didapat namun malah terjurumus dalam jurang
dosa bahkan dosa yang tak terampunkan yakni syirik, naudzu billah min
dzalik.
Kalau kita perhatikan ternyata apa yang dikhawatirkan oleh Rasulullah
kala itu memang terjadi dizaman ini, dimana masih banyak kita dapati
kaum muslimin yang salah dalam menerapkan aturan ziarah kubur, mereka
melakukan ziarah sekedar mengikuti apa yang menjadi kemauan sendiri atau
sesuatu yang sudah menjadi tradisi tanpa memperhatikan nilai-nilai dan
rambu-rambu syari'at.
Diantara beberapa kekeliruan seputar kubur yang patut diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Mengkhususkan hari-hari tertentu dalam melakukan ziarah kubur,
seperti harus pada hari Jum'at, tujuh atau empat puluh hari setelah
kematian, pada hari raya dan sebagainya. Semua itu tak pernah diajarkan
oleh Rasulullah dan beliaupun tidak pernah mengkhususkan hari-hari
tertentu untuk berziarah kubur.
2. Thawaf (mengelilingi) kuburan, beristighatsah (minta perlindungan)
kepada penghuninya terutama sering terjadi dikuburan orang shalih, ini
termasuk syirik besar. Demikian pula menyembelih disisi kuburan dan
ditujukan karena si mayit.
3. Menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid untuk pelaksanaan ibadah dan acara-acara ritual.
4. Sujud, membungkuk kearah kuburan, kemudian mencium dan mengusapnya.
5. Shalat di atas kuburan, ini tidak diperbolehkan kecuali shalat jenazah bagi yang ketinggalan dalam menyolatkan si mayit.
6. Membagikan makanan atau mengadakan acara makan-makan di kuburan.
7. Membangun kubur, memberi penerangan (lampu), memasang selambu atau tenda diatasnya.
8. Menaburkan bunga-bunga dan pelepah pepohonan di atas pusara kubur.
Adapun apa yang dilakukan Rasulullah ketika meletakkan pelepah kurma
diatas kubur adalah kekhususan untuk beliau dan berkaitan denga perkara
ghaib, karena Allah memperlihatkan keadaan penghuni kubur yang sedang
disiksa.
9. Memasang prasasti baik dari batu marmer maupun kayu dengan menuliskan nama, umur, tanggal lahir dan wafatnya si mayit.
10. Mempunyai persangkaan bahwa berdo'a dikuburan itu mustajab sehingga harus memilih tempat tersebut.
11. Membawa dan membaca Mushaf Al Qur'an diatas kubur, dengan keyakinan
bahwa membaca di situ memiliki keutamaan. Juga mengkhususkan membaca
surat Ya sin dan Al Fatihah untuk para arwah.
12. Ziarahnya para wanita ke kuburan, padahal dalam hadits Rasulullah jelas-jelas telah bersabda:
"Allah melaknat para wanita yang sering berziarah kubur dan orang-orang
yang menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid." (Riwayat Imam Ahmad dan
Ahlus sunan secara marfu')
13. Meninggikan gundukan kubur melebihi satu dhira' (sehasta) yakni kurang lebih 40cm.
14. Berdiri di depan kubur sambil bersedekap tangan layaknya orang yang
sedang shalat (terkesan meratapi atau mengheningkan cipta, red).
15. Buang hajat diatas kubur.
16. Membangun kubah, menyemen dan menembok kuburan dengan batu atau batu bata
17. Memakai sandal ketika memasuki komplek pemakaman, namun dibolehkan
jika ada hal yang mambahayakan seperti duri, kerikil tajam atau pecahan
kaca dan sebagainya, atau ketika sangat terik dan kaki tidak tahan untuk
menginjak tanah yang panas.
18. Membaca dzikir-dzikir tertentu ketika membawa jenazah, demikian pula
mengantar jenazah dengan membawa tempat pedupaan untuk membakar kayu
cendana atau kemenyan.
19. Duduk di atas kuburan
20. Membawa jenazah dengan sangat pelan-pelan dan langkah yang lambat,
ini termasuk meniru ahli kitab Yahudi dan menyelisihi sunnah Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa sallam.
21. Menjadikan kuburan sebagai ied dan tempat berkumpul untuk menyelenggarakan acara-acara Ibadah disana.