Diantara bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah berbuat baik (berbakti) kepada orang tua.
Banyak ayat dalam Al-Qur’an, Allah menggandengkan perintah kepada kita
untuk memenuhi hak-Nya (yakni mentauhidkan-Nya dan tidak berbuat syirik
dengan-Nya), dengan perintah untuk memenuhi hak orang tua yakni dengan
berbuat baik kepada orang tua.
Diantara ayat tersebut adalah dalam QS. Ann-Nisaa : 36
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak“
Perintah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua dalam Al-Qur’an
kurang lebih berulang sebanyak 13 kali. Seperti surah Al-Baqarah, ayat
83, 180 dan 215, An-Nisa ayat 36, An-Na’am: 151, Isra’: 23 dan 24, Al
Ahkaf: 15, Al Ankabut: 8, Luqman: 14, Ibrahim: 41, An Naml: 10 dan surah
Nuh: 28. Jika melihat dari ayat-ayat tersebut, setidaknya kita bisa
mengklasifikasikan ada 6 macam bentuk perintah Allah SWT untuk berbuat
baik kepada kedua orangtua.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
(Qs. Al-Israa: 23)
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi penghormatan dan
pemuliaan kepada kedua orangtua. Apapun bentuk pelecehan dan sikap
merendahkan orangtua maka Islam lewat pesan-pesan moralnya telah
melarang dan mengharamkannya. Bahkan durhaka kepada kedua orangtua
termasuk diantara dosa-dosa besar yang dilarang keras. Dengan melihat
ayat di atas, terutama pada frase, “wa laa taqullahumaa ‘uff’, janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya, perkataan ‘ah’…” menunjukkan untuk
bentuk pelecehan dan sikap merendahkan kedua orangtua yang paling kecil
sekalipun Islam tidak luput untuk memberikan penegasan atas
pelarangannya.
Imam Shadiq as bersabda, “Kalau sekiranya dalam berhubungan dengan kedua
orangtua ada bentuk pelecehan yang lebih rendah dari melontarkan kata
‘ah’, niscaya Allah telah melarangnya.” (Ushul Kafi, Jilid 2, hal. 349).
Birrul Walidain berasal dari dua kata, birru dan al-walidain. Imam
Nawawi ketika mensyarah Shahih Muslim memberi penjelasan, bahwa
kata-kata Birru mencakup makna bersikap baik, ramah dan taat yang secara
umum tercakup dalam khusnul khuluq (budi pekerti yang agung).
Sedangkan, walidain mencakup kedua orangtua, termasuk kakek dan nenek.
Jadi, birrul walidain adalah sikap dan perbuatan baik yang ditujukan
kepada kedua orangtua, dengan memberikan penghormatan, pemuliaan,
ketaatan dan senantiasa bersikap baik termasuk memberikan pemeliharaan
dan penjagaan dimasa tua keduanya.
Perintah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua dalam Al-Qur’an kurang
lebih berulang sebanyak 13 kali. Seperti surah Al-Baqarah, ayat 83, 180
dan 215, An-Nisa ayat 36, An-Na’am: 151, Isra’: 23 dan 24, Al Ahkaf:
15, Al Ankabut: 8, Luqman: 14, Ibrahim: 41, An Naml: 10 dan surah Nuh:
28. Jika melihat dari ayat-ayat tersebut, setidaknya kita bisa
mengklasifikasikan ada 6 macam bentuk perintah Allah SWT untuk berbuat
baik kepada kedua orangtua.
Pertama, dalam bentuk perintah untuk berbuat baik dengan sebaik-baiknya,
seperti dalam surah Al-Isra’ ayat 23 dan 24. Termasuk dalam hal ini,
memberikan penjagaan dan pemeliharaan di hari tua keduanya dan
mengucapkan kepada keduanya perkataan yang mulia.
Kedua, dalam bentuk wasiat. Allah SWT berfirman, “Dan Kami berwasiat
kepada manusia untuk (berbuat) kebaikan kepada dua orang tuanya.” (Qs.
Al-Ankabut: 8). Begitupun pada surah Al-Ahqaf ayat 15, Allah SWT
berfirman, “Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada
kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan
melahirkannya dengan susah payah (pula).”
Ketiga, dalam bentuk perintah untuk bersyukur. Allah SWT berfirman,
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, karena hanya
kepada-Ku-lah kembalimu.” (Qs. Luqman: 14).
Keempat, perintah untuk mendo’akan kedua orangtua. Allah SWT berfirman,
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah, “Wahai Tuhan-ku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana
mereka berdua telah mendidikku pada waktu kecil.” (Qs. Al-Israa: 24).
Mendo’akan kedua orangtua adalah tradisi para Anbiyah as. Nabi Ibrahim
as dalam do’anya mengucapkan, “Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua orang
tuaku, dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari
kiamat ).” (Qs. Ibrahim: 41). Begitu juga Nabi Nuh as, dalam lantunan
do’anya, beliau berujar, “. Ya Tuhan-ku, ampunilah aku dan kedua orang
tuaku..” (Qs. Nuh: 28).
Kelima, perintah untuk berwasiat kepada kedua orangtua. Allah SWT
berfirman, “Diwajibkan atas kamu, apabila (tanda-tanda) kematian telah
menghampiri salah seorang di antara kamu dan ia meninggalkan harta,
berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara makruf, (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah:
180).
Keenam, perintah untuk berinfaq kepada keduanya. Allah SWT berfirman, “…
Setiap harta yang kamu infakkan hendaklah diberikan kepada kedua orang
tua, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang
yang sedang dalam perjalanan. Dan setiap kebajikan yang kamu lakukan,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (Qs. Al-Baqarah: 215).
Allah SWT dalam tujuh tempat pada Al-Qur’an setelah memerintahkan untuk
hanya menyembah kepada-Nya dan tidak mempersekutukannya, perintah
selanjutnya adalah berbuat baik kepada kedua orangtua. Dalam surah
An-Nisa’ ayat 36 Allah SWT berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah
kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada
kedua orang tua..” Perintah Allah SWT untuk berbuat baik kepada kedua
orangtua, setelah perintah untuk mentauhidkanNya lainnya terdapat pada
surah Al-Baqarah: 83, Al-An’am: 151, Al-Israa: 23, An-Naml: 19,
Al-Ahqaaf: 15 dan surah Al-Luqman ayat 13 dan 14. Dari ayat-ayat ini,
telah sangat jelas dan terang betapa agung dan mulianya berbuat baik
kepada kedua orangtua. Perintah untuk berbuat baik kepada keduanya,
ditempatkan setelah perintah untuk hanya menyembah kepada-Nya.
Berhubungan dengan ketaatan kepada kedua orangtua, Al-Qur’an hanya dalam
satu hal memberikan sebuah pengecualian. Allah SWT berfirman, “Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kamu
tidak memiliki pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
mereka, dan pergaulilah mereka di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan
orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu,
lantas Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs. Luqman:
15). Ketaatan seorang hamba kepada Allah adalah ketaatan mutlak, tanpa
pengecualian. Sementara ketaatan kepada orangtua dengan pengecualian,
selama keduanya tidak meminta untuk mempersekutukan Tuhan. Kalau kita
memperhatikan ayat-ayat Allah berkenaan dengan hubungan kaum muslimin
dengan kaum musyrikin, maka akan kita temukan perintah Allah untuk
berlepas diri dari kaum musyrikin disampaikan secara keras dan tegas.
Terutama pada ayat-ayat awal surah At-Taubah. Namun berkenaan dengan
kedua orangtua, Allah SWT menyampaikan perintah secara lembut,
dikatakan, kalau permintaan keduanya berkaitan dengan syirik kepada
Allah, janganlah menaati keduanya. Selanjutnya ditambahkan, kekafiran
dan kemusyrikan kedua orangtua tidaklah menjadi penyebab secara mutlak
terputusnya hubungan dengan keduanya, namun tetap diperintahkan untuk
berbuat ahsan kepada keduanya di dunia.
Perintah untuk tetap berhubungan, memuliakan, menyayangi dan berbuat
baik kepada kedua orangtua meskipun keduanya kafir ataupun musyrik juga
masih memiliki pengecualian ataupun persyaratan. Yakni, selagi keduanya
tidak menunjukkan permusuhan dan penentangan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Allah SWT berfirman, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada
Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak,
atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Qs.
Al-Mujaadilah: 22). Perintah yang lebih tegas mengenai hal ini,
disampaikan oleh Allah SWT pada awal surah Al-Mumtahanah, “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu
menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka
(berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya
mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka
mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah,
Tuhanmu.” Dan selagi keduanya meskipun termasuk golongan orang-orang
kafir ataupun musyrik tidak ada halangan untuk tetap berlaku adil
terhadap keduanya, yakni tetap berbuat baik dan berkasih sayang kepada
keduanya selagi keduanya tidak menunjukkan permusuhan dan kebencian
kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman, “Allah tidak melarang
kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs.
Al-Mumtahanah: 8).
Apabila, kedua orangtua termasuk dari golongan orang-orang kafir ataupun
musyrik, perintah Allah SWT untuk tetap mempergauli, menjalin hubungan
dan berbuat baik kepada keduanya hanya sebatas di dunia ini atau sebatas
keduanya masih hidup. Tidak ada hak bagi setiap orang yang beriman
untuk mendo’akan keselamatan bagi kedua orangtuanya di akhirat, yang
meninggalnya dalam keadaan tidak berserah diri kepada Allah, tidak
mengimani-Nya ataupun mempersekutukan-Nya dengan yang lain. Mengenai hal
ini, Allah SWT berfirman, “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum
kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang
musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.” (Qs. At-Taubah: 113).
Namun, jika kedua orangtua termasuk orang-orang yang beriman, maka
berbuat baik kepada keduanya tidak hanya berlaku di dunia saja, namun
hatta keduanya telah meninggal dunia, perintah untuk tetap berbuat baik
kepada keduanya masih terus berlaku, dan menjadi kewajiban bagi segenap
kaum mukminin untuk menunaikannya. Diantara bentuk berbuat baik kepada
orangtua setelah meninggalnya adalah memohonkan ampun bagi keduanya.
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, mendo’akan kedua orangtua
adalah juga perintah dari Allah SWT dan termasuk diantara tradisi para
Anbiyah as. Sebagaimana do’a Nabi Ibrahim as, “Ya Tuhan kami, ampunilah
aku, kedua orang tuaku, dan sekalian orang-orang mukmin pada hari
terjadinya hisab (hari kiamat ).” (Qs. Ibrahim: 41). Pada hakikatnya,
mendo’akan keselamatan bagi kedua orangtua, bukan hanya setelah keduanya
wafat, namun juga termasuk bentuk kebaikan semasa hidup keduanya, dalam
keadaan dekat maupun jauh.
Satu hal yang mesti kita ingat, kebaikan hidup, keimanan ataupun
kesalehan yang kita peroleh, tidak semata dari jerih upaya sendiri,
kemungkinan ada kaitannya dengan do’a dan kesalehan orang-orang tua
sebelum kita yang terijabah oleh Allah SWT. Sebagaimana telah
diceritakan dalam Al-Qur’an mengenai do’a Nabi Ibrahim as, “Ya Tuhan
kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada
Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat
haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Baqarah: 128). Ataupun
secara umum disampaikan oleh Allah SWT dalam surah Al-A’raaf ayat 189,
“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia
menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah
dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan
teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa
berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya
berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh,
tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur."
Pada ayat lainnya, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah,
dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa
dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah
aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku
dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang
Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (Qs.
Al-Ahqaaf: 15)
Diceritakan pula, mengenai dua anak yatim piatu yang mendapat
pertolongan dari Allah SWT lewat perantaraan dua nabi-Nya, Nabi Musa as
dan Nabi Khidir as, karena kesalehan kedua orangtua mereka sebelumnya,
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu,
dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang
ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya
mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu,
sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut
kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang
kamu tidak dapat sabar terhadapnya." (Qs. Al-Kahfi: 82). Dari penjabaran
ayat-ayat ini, kita bisa mengambil sebuah falsafah hidup, bahwa jika
mendoa’kan keselamatan dan kesalehan bagi anak adalah fitrah dari
orangtua, maka sebuah tuntunan nurani pula jika sebagai anak, kita tidak
boleh luput dalam mendo’akan keselamatan dan memohonkan ampunan bagi
kedua orangtua dan orang-orang sebelumnya.
Demikian juga perintah Rosulullah shallallohu alaihi wasallam untuk kita
berbakti kepada orang tua sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari dan
Muslim dari Abdullah bin Mas’ud tatkala ia bertanya kepada Rosulullah
shallallohu alaihi wasallam
أيّ العمل أفضل ؟ قال : (( الصّلاة لوقتها )). قال : قلت : ثمّ أيّ ؟
قال : (( برّ الوالدين )) قال : ثمّ أيّ ؟ قال : (( الجهاد في سبيل
الله ))
“amal apa yang paling afdhol?” Rasulullah menjawab “sholat pada
waktunya”. Kemudian apa lagi? “berbakti kepada orang tua”. Kemudian apa
lagi? “Jihad di jalan Allah”.
Ayat dan hadits di atas memberikan petunjuk kepada kita agar kita
memperhatikan hak orang tua kita yang merupakan kewajiban kita yang
harus kita laksanakan sebagai bentuk ketaatan kita kepada Allah dan
Rasul-Nya dan sebagai bentuk rasa syukur dan terimakasih kita kepada
Berbakti kepada kedua orang tua tidak hanya sebatas ketika mereka masih hidup saja, tetapi berlanjut sampai keduanya meninggal.
Diriwayatkan dari Abu Usaid Malik ibnu Rabi’ah as-Sa’idi, ia berkata,
“Ketika kita duduk bersama di samping Rasulullah SAW. tiba-tiba datang
seorang laki-laki dari bani Salamah dan berkata,‘Wahai Rasulullah, masih
adakah amalan yang harus saya lakukan untuk berbakti kepada bapak dan
ibu setelah mereka meninggal?’ Kemudian beliau menjawab,‘Ya, yaitu
mengerjakan shalat untuk kedua orang tua (maksudnya mendoakan kedua
orang tua atau menshalati jenazahnya), memohon ampunan atas segala
dosanya, melaksanakan janji mereka setelah mereka meninggal, meneruskan
tali silaturahmi yang pernah dilakukan orang tua ketika masih hidup, dan
memuliakan kawan-kawannya.” (HR Abu Dawud dalam Sunan-nya dan Ahmad
dalam Musnad: 3/498)
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكً قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمْ أِنَّ اْلعَبْدَ لَيَمُوتُ وَالِدَاهُ
أَوْأَحَدُهُمَاوَأِنَّهُ لَهُـمَالَعَاقٍ فَـلَايَــزَالُ يَدْعُو
لَهُـمَاوَيَـسْـتَــغْـفِـرُ لَهُـمَاحَــتَّى يَكْــتُــبَهُ اللهُ
بَارًّا
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW
bersabda, “Seorang hamba berbuat durhaka kepada orang tuanya sampai
kedua orang tuanya atau salah satunya meninggal dunia. Lalu dia terus
berdoa memintakan ampunan untuk kedua orang tuanya, sehingga akhirnya
Allah SWT mencatatnya sebagai anak yang berbakti.”(HR Baihaqi dalam
Syu’abul Iman)
وَعَـنْ مَالِكٍ بْنِ زَرَارَةَ رَضِــيَ اللهُ عَـنْـهُ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم,
اِسْتِغْفَارُالْوَلَدِلِأَبِيْهِ مِنْ بَعْدِ اْلَوْتِ مِنَ الْبِّرِ
Diriwayatkan dari Malik bin Zararah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Meminta ampunan yang dilakukan oleh seorang anak untuk kedua orang
tuanya setelah keduanya meninggal adalah termasuk bentuk berbakti kepada
orang tua.” (HR Ibnu an-Najjar)
Para Ulama’ Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua
orang tua hukumnya adalah wajib selain terhadap perkara yang haram.
Syari’at Islam meletakkan kewajipan birrul walidain menempati ranking
ke-dua setelah beribadah kepada Allah SWT. dengan mengesakan-Nya.
Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) banyak sekali, diantaranya
terdapat tiga ayat yang menunjukkan kewajipan yag khusus untuk berbuat
baik kepada kedua orang tua:
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـًٔ۬اۖ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنً۬ا
“Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan
Dia dengan sesuatu apa jua dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua
ibu bapa“. (QS. An Nisa’ : 36).
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ
إِحۡسَـٰنًاۚ إِمَّا يَبۡلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡڪِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ
كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ۬ وَلَا تَنۡہَرۡهُمَا وَقُل
لَّهُمَا قَوۡلاً۬ ڪَرِيمً۬ا
“Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan
kepadaNya semata-mata danhendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapa.
Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sekali, sampai kepada
umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, maka janganlah engkau berkata
kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “Ha” dan
janganlah engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada
mereka perkataan yang mulia (yang bersopan santun).“. (QS. Al Isra’:
23).
وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَٲلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُ ۥ وَهۡنًا
عَلَىٰ وَهۡنٍ۬ وَفِصَـٰلُهُ ۥ فِى عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡڪُرۡ لِى
وَلِوَٲلِدَيۡكَ إِلَىَّ ٱلۡمَصِيرُ
“Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya
telah mengandungnya dengan menanggung kelemahan demi kelemahan (dari
awal mengandung hingga akhir menyusunya) dan tempoh menceraikan susunya
ialah dalam masa dua tahun; (dengan yang demikian) bersyukurlah kepadaKu
dan kepada kedua ibubapamu; dan (ingatlah), kepada Akulah jua tempat
kembali (untuk menerima balasan).”(QS. Luqman : 14).
Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoinya, “Tiga ayat dalam Al
Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang
lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah SWT.:
“bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu“, Berkata beliau.
“Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak
bersyukur pada kedua ibubapanya, tidak akan diterima (rasa syukurnya)
dengan sebab itu.”
Berkaitan dengan ini, Rasulullah SAW. bersabda: “Keridhaan Rabb (Allah)
ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada
kemurkaan orang tua” (HR. Tirmidzi)
Al Mughirah bin Syu’bah – mudah-mudahan Allah meridhainya – meriwayatkan
daripada i Nabi SAW. beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan
atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan,
dan tidak mahu memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci
atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu
(tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak
bermanfaat), dan membuang-buang harta“. (HR Muslim)
Diantara bentuk berbakti kepada orang tua yang sudah meninggal :
1. Menyelenggarakan jenazahnya
2. membayarkan hutang-hutangnya dan nadzar yang belum ditunaikan
3. melaksanakan wasiatnya yang tidak bertentangan dengan syariat
4. meminta maaf dan mengembalikan hak kepada orang yang pernah dizalimi oleh orang tuanya
5. Menghajikan dan mengumrohkan untuk orang tuanya
6. memuliakan dan menyambung tali silaturahim kepada teman dan kerabat-kerabat ayahnya.
Dalam hadits riwayat Muslim
إنّ منْ أبرّ البرّ أنْ يصل الرجل أهل ودّ أبيه بعد يولّي
“diantara sebaik-baik berbakti kepada orangtua adalah seseorang
menyambung silaturahim kepada orang yang dicintai bapaknya setelah
kematianya”.
(shohihul jami’ 5960)
من أحبّ أن يصل أباه في قبره فليصل إخوان أبيه بعده
“siapa yang ingin menyambung silaturahim kepada bapaknya di dalam
kuburnya, maka hendaklah dia menyambung silaturahim kepada saudara
(kerabat) bapaknya setelah meninggalnya”
7. mendoakan ampunan dan kebaikan untuk kedua orang tuanya
إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث : من ولد صالح يدعو له أو صدقة جارية من بعده أو علم ينتفع به
“jika manusia wafat, maka terputuslah amalannya kecuali tiga, yaitu:
anak yang sho9leh yang mendoakan orangtuanya, shodaqoh jariyah dan ilmu
yang bermanfaat” (shohih muslim juz 4 hal 329)
Selain sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, berbakti
kepada orang tua juga menjadi sebab keberkahan bagi umur dan rezki.
Sebagaiman dalam hadits riwayat bukhari dan Muslim dari sahabat Anas
bin Malik, Rasulullah Shallallahu alihi wasallam bersabda
من احبّ أن يبسط له في رزقه وينسأ له في أثره فليصل رحمه
“Siapa yang suka untuk dibentangkan baginya rizkinya dan diberikan
keberkahan dalam umurnya, maka hendaklah dia melakukan silaturahim”
Tentunya kerabat yang paling utama untuk kita bersilaturahim adalah kepada orang tua kita.
Sebagian ulama berpendapat, diantaranya Imam Nawawi. Bahwasannya dengan silaturahim, ajal atau umur seseorang akan dipanjangkan
Berbakti kepada orang tua juga akan menyebabkan terkabulnya doa
sebagaimana kisah Uwais Al-Qorni dalam shahih Muslim (2542). Dari Umar
Bin Khotob dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu alihi
wasallam bersabda :
إنّ خيرالتابعين رجل يقال له أويس.وله والدة, وكان به بياض. فمروه فليستغفر لكم
“sungguh sebaik-baik tabi’in adalah seorang yang bernama Uwais. Dia
sangat berbakti kepada ibunya. Dulunya dia mempunyai penyakit kulit
yang allah menghilangkannya kecuali sedikit. Maka perintahkanlah
kepadanya untuk memohonkan ampunan bagi kalian”
Perhatikanlah apakah yang mengangkat Uwais ini sehingga menjadi
sebaik-naik tabi’in sebagaimana yang telah dikatakan oleh Rasulullah
Shallallahu alihi wasallam.
Dengan sebab apakah sehingga Allah kabulkan doanya ketika ia berdoa
agardihilangkan penyakit belangnya, sehingga Rasulullah Shallallahu
alihi wasallam berkata kepada sahabatnya, hendaklah kalian memintanya
tuk mohonkan ampunan untuk kalian. Bahkan Amirul Mukminin Umar bin
Khothob salah seorang sahabat mulia yang diberi kabar gembira masuk
surga berkata pada Uwais, “mintakanlah ampunan untukku”, maka Uwais
memintakan ampunan untuknya. Yang menjadikan Uwais demikian adalah
setelah keimanannya, berbakti kepada ibunya.
Amalan berbakti kepada kedua orang tua sebagai tawassul dalam berdoa
sehingga Allah mengabulkannya. Sebagaimana kisah dalam Shohih Bukhori
dan Muslim (2743) Rasulullah Shallallahu alihi wasallambersabda : tiga
orang yang berjalan lalu kehujanan mereka berlindung dalam goa.
Kemudian meluncur batu besar dari gunung jatuh menutupi mulut goa.
Sehingga masing-masing mereka bedoa dengan wasilah amalan sholeh.
Diantaranya seorang yang berdoa dengan wasilah amalan berbaktinya
kepada kedua orang tuanya. Maka Allah menggeserkan batu yang menutupi
pintu goa tersebut dengan sebab doa dari ketiga orang tersebut.
Berbakti kepada orang tua akan mendatangkan ridho Allah sebagaimana
dalam hadits riwayat Bukhari dari Abdullah bin Amr bin Ash, Rasulullah
Shallallahu alihi wasallam bersabda, :
رضاالربّ في رضا الوالد وسخط الربّ في سخط الوالد
“keridhoan Allah di dalam keridhoan orangtua dan kemurkaan Allah pada kemurkaan orang tua”
Berbakti kepada orang tua menjadi sebab yang akan mengantarkan seseorang
masuk surga. Dari Abu hurairah, RasulullahShallallahu alihi wasallam
bersabda:
(( رغم أنف، ثمّ رغم أنف، ثمّ رغم أنف)). قيل : من با رسول الله ؟ قال : ((
من ادرك أبويه عند الكبر. أحدهما أو كليهما. فلم يدخل الجنّة ))
“celaka,celaka,celaka! Ditanyakan :siapa yang celaka ya Rasulullah?
Beliau menjawab; “siapa yang mendapati kedua orangtuanya berusia lanjut,
salah satu atau keduanya, dia tidak masuk surga” (Shohih Muslim no
2551)