Suku Serawai adalah suku bangsa dengan populasi terbesar kedua yang
hidup di daerah Bengkulu. Sebagian besar masyarakat suku Serawai berdiam
di kabupaten Bengkulu Selatan, yakni di kecamatan Sukaraja, Seluma,
Talo, Pino, Kelutum, Manna, dan Seginim. Suku Serawai mempunyai
mobilitas yang cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka yang merantau
ke daerah-daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti
kekabupaten Kepahiang, kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu
Utara, dan sebagainya.
Secara tradisional, suku Serawai hidup dari kegiatan di sektor
pertanian, khususnya perkebunan. Banyak di antara mereka mengusahakan
tanaman perkebunan atau jenis tanaman keras, misalnya cengkeh,kopi,
kelapa, dan karet. Meskipun demikian, mereka juga mengusahakan tanaman
pangan, palawija, hortikultura, dan peternakan untuk kebutuhan hidup.
Kata Serawai sendiri masih belum jelas artinya, sebagian orang
mengatakan bahwa Serawai berarti "satu keluarga", hal ini tidak
mengherankan apabila dilihat rasa persaudaraan atau kekerabatan antar
sesama suku Serawai sangat kuat (khususnya mereka yang menumpang hidup
di komunitas suku bangsa lainnya/merantau). Selain itu ada pula tiga
pendapat lain mengenai asal kata Serawai, yaitu :
Serawai berasal dari kata Sawai yang berarti cabang. Cabang di sini
maksudnya adalah cabang dua buah sungai yaknisungai Musi dan sungai
Seluma yang dibatasi oleh bukit Campang;
Serawai berasal dari kata Seran. Kata Seran sendiri bermakna celaka, hal
ini dihubungkan dengan legenda anak raja dari hulu yang dibuang karena
terkenapenyakit menular. Anak raja ini dibuang kesungai dan terdampar di
muara, kemudian di situlah anak raja tersebut membangunnegeri.
Serawai berasal dari kata selawai yang berarti gadis atau perawan.
Pendapat ini berdasarkan pada cerita yang mengatakan bahwa suku Serawai
adalah keturunan sepasang suami-istri. Sang suami berasal dari Rejang
Sabah (penduduk asli pesisir pantai Bengkulu) dan istrinya adalah
seorang putri atau gadis yang berasal dariLebong.
Dalam bahasa Rejang dialek Lebong, putri atau gadis disebut selawai.
Kedua suami-isteri ini kemudian beranak-pinak dan mendirikan kerajaan
kecil yang oleh orang Lebong dinamakan Selawai.
Aksara Serawai
Suku bangsa Serawai juga telah memiliki tulisan sendiri. Tulisan itu,
seperti halnyaaksara Kaganga, disebut oleh para ahli dengan nama huruf
Rencong. Suku Serawai sendiri menamakan tulisan itu sebagai Surat Ulu.
Susunan bunyi huruf pada Surat Ulu sangat mirip dengan aksara Kaganga.
Pada masa lalu para pemimpin-pemimpin suku Rejang dan Serawai dapat
saling berkomunikasi dengan menggunakan aksara tersebut.
Sejarah Suku Serawai
Asal usul suku Serawai masih belum bisa dirumuskan secara ilmiah, baik
dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk-bentuk publikasi lainnya.
Sejarah suku Serawai hanya diperoleh dari uraian atau cerita dari
orang-orang tua. Sudah tentu sejarah tutur seperti ini sangat sukar
menghindar dari masuknya unsur-unsurlegenda atau dongeng sehingga sulit
untuk membedakan dengan yang bernilaisejarah. Ada satu tulisan yang
ditemukan dimakam Leluhur Semidang Empat Dusun yang terletak di Maras,
Talo. Tulisan tersebut ditulis di atas kulit kayu dengan menggunakan
huruf yang menyerupaihuruf Arab kuno. Namun sayang sekali sampai saat
ini belum ada di antara para ahli yang dapat membacanya.
Berdasarkan cerita para orang tua, suku bangsa Serawai berasal dari
leluhur yang bernama Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Asal usul
Serunting Sakti sendiri masih gelap, sebagian orang mengatakan bahwa
Serunting Sakti berasal dari suatu daerah di Jazirah Arab, yang datang
ke Bengkulu melalui kerajaan Majapahit. Di Majapahit, Serunting Sakti
meminta sebuah daerah untuk didiaminya, dan oleh Raja Majapahit dia
diperintahkan untuk memimpin di daerah Bengkulu Selatan. Ada pula yang
berpendapat bahwa Serunting Sakti berasal dari langit, ia turun ke bumi
tanpa melalui rahim seorang ibu. Selain itu, ada pula yang berpendapat
bahwa Serunting Sakti adalah anak hasil hubungan gelap antara Puyang
Kepala Jurai dengan Puteri Tenggang.
Di dalam Tembo Lebong terdapat cerita singkat mengenai seorang puteri
yang bernama Puteri Senggang. Puteri Senggang adalah anak dari Rajo
Megat, yang memiliki dua orang anak yakni Rajo Mawang dan Puteri
Senggang. Dalam tembo tersebut kisah mengenai Rajo Mawang terus
berlanjut, sedangkan kisah Puteri Senggang terputus begitu saja. Hanya
saja ada disebutkan bahwa Puteri Senggang terbuang dari keluarga Rajo
Mawang.
Apabila kita simak cerita tentang kelahiran Serunting Sakti, diduga ada
hubungannya dengan kisah Puteri Senggang ini dan ada kemungkinan bahwa
Puteri Senggang inilah yang disebut oleh orang Serawai dengan nama
Puteri Tenggang. Dikisahkan bahwa Puyang Kepala Jurai yang sangat sakti
jatuh cinta kepada Puteri Tenggang, tapi cintanya ditolak. Namun berkat
kesaktiannya, Puyang Kepala Jurai dapat melakukan hubungan seksual
dengan puteri Tenggang, tanpa disadari oleh puteri itu sendiri. Akibat
dari perbuatan ini Puteri Tenggang menjadi hamil. Setelah Puteri
Tenggang melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Puteri Tolak
Merindu barulah terjadi pernikahan antara Putri Tenggang dengan Puyang
Kepala Jurai, itupun dilakukan setelah Puteri Tolak Merindu dapat
berjalan dan bertutur kata.
Setelah pernikahan tersebut, keluarga Puyang Kepala Jurai belum lagi
memperoleh anak untuk jangka waktu yang lama. Kemudian Puyang Kepala
Jurai mengangkat tujuh orang anak, yaitu: Semidang Tungau, Semidang
Merigo, Semidang Resam, Semidang Pangi, Semidang Babat, Semidang Gumay,
dan Semidang Semitul. Setelah itu barulah Puyang Kepala Jurai memperoleh
seorang putera yang diberi nama Serunting. Serunting inilah yang
kemudian menjadi Serunting Sakti bergelar Si Pahit Lidah. Serunting
Sakti berputera tujuh orang, yaitu :
Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang (sekarang termasuk marga Semidang Alas), Bengkulu Selatan dan Pagaralam;
Gumatan, yang menetap di Besemah Padang Langgar, Pelang Kenidai, Pagaralam;
Serampu Rayo, yang menetap di Tanjung Karang Enim, Lematang Ilir Ogan Tengah (LIOT);
Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan;
Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat;
Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat;
Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat.
Putera Serunting Sakti yang bernama Serampu Sakti mempunyai 13 orang
putera yang tersebar di seluruh tanah Serawai. Serampu Sakti dengan
anak-anaknya ini dianggap sebagai cikal-bakal suku Serawai. Putera ke 13
Serampu Sakti yang bernama Rio Icin bergelar Puyang Kelura mempunyai
keturunan sampai ke Lematang Ulu dan Lintang.
PERKENALAN BUJANG GADIS
Perkenalan bujang gadis terjadi dirumah si gadis, apabila bujang ingin
berkenalan dengan si gadis, bujang harus kerumah si gadis dan terlebih
dahulu diterima oleh orang tua sang gadis, untuk mengenali lebih dekat
gadis pujaanya, bujang harus merayu orangtuanya dengan bahsa yang halus
”perambak” selain dengan kata-kata yang halus harus pula merendahkan
diri.
Apabila bujang sudah mendapatkan hati sang orang tua maka orang tua
tersebut akan segera “membangunkan” anak gadisnya, yang biasanya sudah
terlebihdahulu mengintip dari balik kain pintu. Gadis akan segerakeluar
apabila dia ada hati dengan tamunya, tetapi apabila si gadis tidak
tertarik pada si bujang maka si gadis tidak akan keluar dari kamarnya.
Maka berkenalanlah mereka pada malam itu dan apabila mereka setuju akan meneruskan hubungan mereka hingga ke pelaminan.
PERTUNANGAN
Pertunangan ini berawal dari kesepakatan antara bujang gadis, yang
kemudian akan mengatakan kepada orang tua masing-masing. Kemudian pada
hari pertunangan tersebut datanglah keluarga si bujang kerumah si gadis
dengan membawa 30 batang lemang.
Dalam pertunangan ini terjadi beberapa syarat :
a. apabila terjadi pembatalan pernikahan dari pihak perempuan, maka uang
yang diantarkan pada pertunangan ini akan dikembalikan kepada pihak
laki-laki dengan jumlah dua kali lipat.
b. apabila terjadi pembatalan pernikahan dari pihak laki-laki maka uang
yang akan dikembalikan dari pihak perempuan jumlahnya tetap.
Dalam pertunangan ini akan ditetapkan kapan harinya akan dilangsungkan
hari pernikahannya apakah akan dilangsungkan selama 3 bulan lagi, 4
bulan lagi, atau 5 bulan lagi tergantung dari kesepakatan.
Selama dalam jangka waktu tersebut bujang akan datang kerumah gadis yang
kemudian akan diajak si calon mertua bekerja seperti : membuat dangau,
membuat anjung, membantu calon mertua mengurus sawah, lading yang milik
ayah dari si gadis tadi, dan bukan milik orang lain.
PERGANTIAN NAMA
Pergantian nama disini maksudnya pergantian nama panggilan atau
“tuturan”. Yang dimaksudkan supaya tata cara bicara panggilan lebih
halus dan lebih baik dan lebih enak didengar dilingkungan setempat.
Pergantian nama panggilan ini terjadi setelah selesai acara pertunangan
bisa ditentukan apakah dan siapakah panggilan yang cocok. Dan ketika si
bujang bermalam di rumah si gadis, dalam arti si bujang pun akan bertemu
dengan sanak saudara family si gadis dan si bujang pun harus mengetahui
apa yang akan dipanggilkannya kepada sanaknya tersebut.
Si bujang bisa menanyakan perihal panggilan nama kepada bapak calon
mertuanya bagaimana dia bisa menyapa sanak saudaranya si gadis tadi.
PERNIKAHAN
Pernikahan ini terjadi setelah ada persetujuan dari keduabelah pihak
sanak saudara dari kedua calon mempelai. Calon suami datang bersama
rombongannya kerumah mempelai wanita dengan membawa 30 batang lemang,
mas kawin dan segala keperluan pernikahan dirumah calon istri. Sebelum
masuk kerumah mempelai, terlebih dahulu di sambut tuan rumah dengan
sejenis pantun yang kemudia disusul dengan tarian. Dimana sebelumnya
dari kedua belah pihak sudah menyipkan penari masing-masing yang akan
menari seperti pencak silat dengan memakai pedang.
Setelah itu, sesudah mereka berpencak silat, mulailah para tetuah dari
kedua belah pihak mempelai menari dengan iringan kelintang calon suami
istri pun ikut menari.
Setelah itu barulah mereka masuk kedalam rumah untuk melaksanakan akad nikah .
Akad nikah
Sebelum akad nikah terlebih dahulu diadakan suatu pengajian yang
dilakukan bersama-sama dengan iringan rebana. Barulah akad nikah
mengucapkan ijab Kabul dengan disaksikan oleh sanak saudara
Peresmian pernikahan
· Balai : bagi yang mampu mendirikan bangunan ini dengan dinding yang
terbuat dari daun nyiur (daun kelapa), atap rembia, dengan beberapa
kamar-kamar untuk tempat bujang gadis penggilan dari tiap Desa.
PERGI KERUMAH SANAK SAUDARA
Kegiatan ini terjadi setelah selesai njamu dirumah mempelai, setelah
kegiatan dirumah sang penganten baru sudah agak reda, maksudnya setelah
sanak saudara yang bermalam disana sudah pulang semua, berarti kegiatan
ini terjadi setelah satu atau dua minggu peresmian pernikahan.
Mempelai yang melakukan kegiatan ini sudah menjadi pengantin baru
disebut bebaruan. Kedua pengantin baru ini pergi kerumah sanak-sanak
baik terdekat maupun yag jauh. Sanak yang didatangi biasanya masih ada
hubungan darah ataupun ada ikatan-ikatan yang lain misalnya teman
seperjuangan bapak mereka yang dianggap sudah dekat didalam keluarga,
ayah angkat, ibu angkat yang tidak tinggal satu rumah dengan kedua
mempelai.
Tujuan pergi kerumah sanak family ini adalah untuk meminta doa restu
dalam mereka akan memulai menempuh hidup baru yang akan mereka jalani
dan juga untuk mengetahui lebih dekat sanak family yang diantara kedua
mempelai mengenal mereka.
HUKUM WARIS
Pengaturan hukum waris, tergantung kepada perjanjian sebulum akad nikah.
Memang kulo yang ditentukan sebelum akad nikah sangat penting
fungsinya, karena kulo tersebut yang akan mengatur yang menyangkut
persoalan keluarga. Dalam hal hukum waris juga ditentukan oleh kulo,
yaitu sebagai berikut :
Kulo bejujugh atau kulo reto . pelaksanaan kulo ini adalahistri
seolah-olah sudah dibeli oleh suami, sehingga si istri sudah kehilangan
hak waris dari orang tuanya. Jadi istri tidak berhak untuk menuntut
pembagian harta dari pejadi muanai atau orang tuanya. Suami pun tidak
berhak untuk menuntut pembagian harta dari mertuanya, malah sampai
hubungan pada orang tua istri sudah putus. Andaikata suami meninggal
dunia, maka hak tersebut diwariskan kepada istrinya, selama istri
tersebut belum kawin. Kalau istri sudah kawin lagi, maka seluruh hak
diwariskan kepada anaknya.
Andaikata terjadi perceraian antara suami istri, maka istri boleh pergi,
dengan membawa pakaian dibadan, dan istri tidak bisa menuntut harta
yang didapat bersama.
Kulo semendo masuak kampung dalam hal ini suami seolah-olah sudah dibeli
oleh istri, karenanya suami sudah kehilangan hak untuk mewarisi harta
orang tuanya, walaupun dia selaku anak laki-laki. Yang mewarisi harta
suami istri tersebut adalah anak-anaknya.
Kulo semendo merdiko dalam hal ini suami atau pihak istri, masih tetap
mempunyai hak waris terhadap harta orang tuanya. Anadaikata terjadi
perceraian, maka harta yang didapat bersama dibagi dua. Juga yang bisa
mewarisi hartanya adalah anaknya yang tidak kehilangan hak waris.
Andaikata suami istri tidak mempunyai keturunan, maka hartanya
diwariskan kepada orang tua kedua belah pihak.
HUBUNGAN KEKERABATAN
Hubungan kekerabatan juga dipengaruhi oleh kulo sebelum terjadi akad
nikah. Kalau yang dipakai kulo reto, maka hubungan istri dengan kedua
orang tuanya seolah-olah sudah terputus. Andaikata istri mau pergi
bertandang kerumah orang tuanya, istri harus minta izin, setelah
mendapat izin baru boleh masuk kedalam rumah orang tuanya. Dalam hal
ini,istri sudah dianggap orang lain. Begitu juga hubungannya dengan
saudar-saudaranya dan dengan paman, bibi, serta kaum kerabat lainnya.
Suami tetap menghormati mertuanya, tetapi hubungan suami tidak akrab
dengan pihak mertuanya. Begitu juga hubungan kekerabatan pada jenis kulo
semendo masuak kampung. Hubungan suami dengan orang tua atau
saudara-saudaranya serta dengan kaum kerabat lainnya, serta antara istri
dan mertua tidak akrab.
Lain halnya dengan jenis kulo semendo merdiko . dalam pengaturan kulo
ini, suami atau istri bebas mencari dimana mau tinggal. Justru itu
pergaulan antara anak dan orang tua atau pergaulan antara menantu dan
mertua akrab sekali. Begitu juga pergaulan antara saudara-saudaranya
serta kepada kaum kerabat lainnya. Antara menantu dan mertua terjalin
hubungan akrab sebagaimana antara anak dan orang tuanya sendiri.
Demikian juga antara ipar, paman dan bibi akan saling membantu dalam
menghadapi kesulitan, musibah, dan lainnya.
Masyarakat Suku Serawai
Bentuk kekerabatan lama orang Serawai adalah keluarga luas (klan)
bilateral, terdiri dari satu keluarga batih senior ditambah dengan
beberapa keluarga batih yunior keturunan mereka. Adat menetap sesudah
kawin mereka sebut kulo, yaitu perjanjian sebelum kawin untuk menentukan
tempat tinggal. Sifat bilateral hanya kentara dalam soal menganut
perkawinan, tetapi garis keturunannya cenderung patrilineal. Keluarga
luas tersebut terbentuk karena adanya hubungan genealogis dari seorang
kakek (payang) yang sama.
Bentuk kekerabatan ini mereka sebut junghai atau sepuyang. Beberapa
junghai bisa bergabung karena punya asal usul dari puyang yang sama,
gabungan ini disebut jungku atau kepuyangan. Setiap jughai dipimpin oleh
seorang jughai tuo. Setiap jungku dipimpin oleh seorang jungku tuo yang
dipilih dan diangkat oleh para jughai tuo. Sebuah kampung biasanya
didiami oleh beberapa jungku, pemimpinnya disebut jughangau dusun,
pemimpinnya disebut jughangau dusun, kekuasaannya dulu meliputi masalah
adat dan religi.
Dusun-dusun orang Serawai dikelompokkan ke dalam beberapa marga. Kepala
marga disebut pasirah dan diberi gelar Khalifah. Untuk mengatur
dusun-dusun yang ada dalam kekuasaannya, maka pasirah dibantu oleh
beberapa depati. Satu diantaranya diangkat sebagai mangku atau depati
utama.
Stratifikasi sosial yang orang Serawai zaman lampau cukup tajam. Mereka
mengenal adanya golongan tinggi yang terdiri dari pasirah, mangku,
depati, penghulu dan anak-anak mereka. Golongan kedua adalah kaum ulama,
cerdik pandai dan pedagang besar. Kemudian baru disebut golongan rakyat
biasa.
Alat musik tradisional orang Serawai adalah kelintang, rebana, rebab
atau redab, suling, gendang dan sebagainya. Alat-alat ini dimainkan
untuk mengiringi tari-tarian seperti tari, Lelawan, Kebanyakkan, Dang
Kumbang, Ari Mabuk, Lagu Duo, Tari Pedang dan sebagainya. Selain itu
mereka juga mengenal seni bertutur yang disebut berejung, yaitu acara
berbalas pantun antara orang muda.
Agama Dan Kepercayaan Suku Serawai
Pada masa sekarang orang Serawai telah memeluk agama Islam. Namun sisa
keyakinan animisme masih ada, ini terlihat dari beberapa macam upacara
animisme yang masih dilaksanakan, seperti upacara membasua dusun (bersih
desa) yang dipimpin oleh Jeghangau Dusun.