Sahabat adalah orang yang bertemu Rasulullah, beriman kepadanya dan
wafat di atas iman, dia dinamakan shahib karena jika dia bertemu
Rasulullah dalam keadaan beriman kepadanya maka dia telah berikrar
mengikutinya. Ini salah satu keistimewaan persahabatan dengan
Rasulullah. Adapun selain Rasulullah maka seseorang belum dianggap
sahabat sebelum bergaul dengannya dalam waktu yang panjang yang
karenanya dia berhak disebut sahabat.
Akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Terhadap Sahabat
Di antara prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah keselamatan hati mereka
dan lidah mereka terhadap sahabat Rasulullah. Keselamatan hati dari
kebencian, kemarahan dan iri hati dan keselamatan lidah mereka dari
segala ucapan yang tidak layak dengan kedudukan mereka.
Hati Ahlus Sunnah wal Jamaah bersih dari semua itu, ia penuh dengan
kecintaan, penghormatan, penghargaan kepada sahabat Nabi sesuai dengan
kedudukan mereka. Ahlus Sunnah mencintai sahabat Nabi dan
mengunggulkannya di atas seluruh manusia karena mencintai mereka
termasuk mencintai Rasulullah dan mencintai Rasulullah termasuk
mencintai Allah.
Lidah mereka bersih dari hinaan, celaan, laknat, pemberian gelar fasik,
kafir dan lain-lain yang dilontarkan oleh ahli bid’ah , mereka adalah
Udul (Udul jama’ dari Adil . ( Menurut bahasa Adl yaitu : “Adalah” atau
‘Adl lawan dari Jaur yang artinya kejahatan. Rojulun ‘Adl maksudnya :
Seseorang dikatakan adil yakni seseorang itu diridhai dan diberi
kesaksiannya. (Lihat Kamus Muktarus- Shihah hal. 417 cet. Darul Fikr).
Menurut Istilah ahli : Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Yang dimaksud
dengan adil ialah orang yang mempunyai sifat ketaqwaan dan muru’ah”.
[Nuzhatun Nazhar Syarah Nukhbatul-Fikar hal. 29 cet. Maktabat Thayibah
tahun 1404H]
Jika hati mereka bersih dari semua itu berarti mereka sarat dengan
pujian, doa ridha dan rahmat kepada mereka serta istighfar dan
lain-lain.
Hal itu karena perkara-perkara berikut:
Pertama : Mereka adalah generasi terbaik di seluruh umat sebagaimana
secara jelas dinyatakan oleh Rasulullah, “Sebaik-baik manusia adalah
generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-orang yang
mengiringi mereka (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang
mengiringi mereka (yaitu generasi tabi’ut tabi’in)”. [Hadits mutawatir,
Bukhari, no. 2652, 3651, 6429; Muslim, no. 2533; dan lainnya]
Kedua : Mereka adalah perantara antara Rasulullah dengan umat, dari merekalah umat menerima syariat.
Ketiga : Jasa penaklukan yang besar lagi luas melalui tangan mereka.
Dengan wasilah mereka lah negeri-negeri dapat merasakan hidayah iman dan
islam.
Keempat : Mereka menebarkan kemuliaan di kalangan umat, Kejujuran,
nasihat, akhlak dan adab yang tidak ada di selainnya. Hal ini tidak
diketahui oleh orang yang membaca tentang mereka dari balik tembok,
bahkan hal ini tidak diketahui kecuali oleh orang yang hidup dalam
sejarah mereka dan mengenal keutamaan-keutamaan, jasa-jasa,
pengorbanan-pengorbanan dan ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ibnu Fâris rahimahullah, seorang ahli bahasa, menjelaskan dalam Mu'jamu
Maqâyisil-Lughah (III/335) pasal Sha-ha-ba, mengatakan: "(Himpunan tiga
huruf itu) menunjukkan penyertaan sesuatu dan kedekatannya dengan
seseorang yang bersamanya. Bentuk jamaknya ialah shuhhâb sebagaimana
kata râkib bentuk jamaknya rukkâb. Sama seperti kalimat أَصْحَبَ فُلاَنٌ
('ashhaba fulân), artinya menjadi tunduk'. Dan kalimat 'ashhabar
rajulu, artinya jika anaknya telah berusia baligh', dan segala sesuatu
yang menyertai sesuatu maka boleh dikatakan telah menjadi sahabatnya".
Dalam Mu'jamul-Wasîth (I/507) disebutkan, "Shâhabahu, ialah râfaqahu
(menemaninya), istashhaba syai'an artinya lâzamahu (menyertainya).
Ash-Shâhib, ialah al-murâfiq (teman), pemilik sesuatu, pelaksana suatu
pekerjaan. Dipakai juga untuk orang yang menganut sebuah madzhab atau
pendapat tertentu.
الصَّحَابِيُّ (ash-Shahâbi) ialah orang yang bertemu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beriman kepadanya, dan meninggal (wafat)
dalam keadaan muslim.
Dalam kitab al-Ifshâh fil-Lughah, halaman 708 disebutkan: "Ash-shuhbah, artinya الْمُعَاشَرَةُ (al-mu'âsyarah, pergaulan)".
Tidak ada penjelasan dari pakar bahasa yang mensyaratkan penyertaan
tersebut harus dalam jangka waktu tertentu atau menyebutkan batasan
tertentu selain penyertaan secara mutlak, untuk jangka waktu yang lama
maupun singkat. Oleh sebab itu, Ibnu Fâris t menyebutkan bahwa asal kata
ash-shuhbah, maknanya penyertaan dan kedekatan.
Ibnu Taimiyyah t mengatakan dalam Majmu' Fatâwâ (IV/464):
" الصُّحْبَة Shuhbah ialah istilah yang digunakan untuk orang-orang yang
menyertai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam jangka waktu
yang lama maupun singkat. Akan tetapi, kedudukan setiap sahabat
ditentukan oleh jangka waktu ia menyertai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam . Ada yang menyertai beliau setahun, sebulan, sehari, sesaat,
atau melihat beliau sekilas lalu beriman. Derajat masing-masing
ditentukan sesuai jangka waktunya dalam menyertai Rasulullah".
Imam Ahmad rahimahullah berkata: "Siapa saja yang menyertai Rasulullah
setahun, sebulan, sehari, atau sesaat, atau melihat beliau, maka ia
termasuk sahabat Nabi. Derajat masing-masing ditentukan menurut jangka
waktunya menyertai Rasulullah".
Imam al-Bukhâri mengatakan dalam kitab Shahîh-nya (II/5): "Siapa saja
dari kalangan kaum muslimin, yang pernah menyertai dan melihat
Rasulullah, maka ia terhitung sahabat nabi".
Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah dalam al-Ihkâm (V/89) berkata: "(Yang
disebut) sahabat, ialah semua orang yang telah duduk bersama Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam meski hanya sesaat dan mendengar
perkataan beliau meski hanya satu kalimat atau lebih, atau menyaksikan
beliau secara langsung dan tidak termasuk kaum munafik yang sudah
dikenal kemunafikannya dan mati dalam keadaan munafik. Dan tidak
termasuk orang-orang yang diusir oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam karena alasan yang patut, misalnya kaum banci dan orang-orang
semacam itu. Siapa saja yang telah memenuhi kriteria tersebutm, maka ia
berhak disebut sahabat.
Semua sahabat termasuk (sebagai) imam panutan, insan utama dan diridhai.
Kita wajib menghormati mereka, mengagungkan mereka, memohon ampunan
bagi mereka dan mencintai mereka. Sebiji kurma yang mereka sedekahkan
lebih utama daripada seluruh harta yang disedekahkan oleh selain mereka.
Kedudukan mereka di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih
utama daripada ibadah kita seumur hidup; baik yang masih kanak-kanak
maupun yang sudah baligh. An-Nu'mân bin Basyîr, 'Abdullah bin az-Zubair,
al-Hasan dan al-Hushain bin 'Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhum
masih berusia sekitar sepuluh tahun ketika Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam wafat. Adapun al-Hushain, ketika Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat ia masih berusia enam tahun. Mahmûd
bin ar-Rabî' berusia lima tahun ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam wafat, ia masih ingat semburan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ke wajahnya dengan air yang diambil dari sumur mereka. Mereka
semua termasuk sahabat terbaik, riwayat-riwayat mereka dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam diterima sepenuhnya, baik dari kalangan
pria, wanita, budak maupun orang merdeka".
Walaupun diselingi dengan kemurtadan, kemudian kembali kepada Islam, ia
tetap disebut sahabat. Ibnu Hazm rahimahullah melanjutkan penjelasannya
dalam kitab yang sama: "Adapun yang murtad dari Islam sepeninggal
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , atau setelah ia bertemu
beliau kemudian kembali masuk Islam dan bagus keislamannya, seperti
al-'Asyats bin Qais, 'Amru bin Ma'dikarib dan selainnya, maka tanpa
diragukan lagi, mereka masih termasuk sahabat, berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَسْلَمْتَ عَلَى مَا سَلَفَ لَكَ مِنْ خَيْرٍ
(engkau telah masuk Islam dengan membawa kebaikan yang dahulu engkau kerjakan)
Mereka semua shalih, memiliki keutamaan dan termasuk penduduk surga."
NASH-NASH YANG MENJELASKAN KEUTAMAAN SAHABAT NABI
Keutamaan sahabat Nabi, serta tingginya kedudukan dan derajat mereka
merupakan perkara yang sudah dimaklumi oleh semua kalangan. Terdapat
banyak dalil, baik dari Al-Qur'ân maupun Sunnah yang menerangkannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: Muhammad itu adalah
utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka; kamu lihat
mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injîl;
yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan
tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas
pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya, karena Allah
hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan
orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar. [al-Fath/48 ayat 29].
Ayat ini mencakup seluruh sahabat Nabi Radhiyallahu anhum, karena mereka
seluruhnya hidup bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Sementara itu, hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menyebutkan keutamaan para sahabat tidak sedikit. Dalam kitab Shahîhain,
al-Bukhâri dan Muslim diriwayatkan dari hadits 'Abdullah bin Mas'ûd
Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ
يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ
وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ
Sebaik-baik manusia ialah pada zamanku, kemudian zaman berikutnya, dan
kemudian zaman berikutnya. Lalu akan datang suatu kaum yang
persaksiannya mendahului sumpah, dan sumpahnya mendahului persaksian.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, mereka ialah sebaik-baik
manusia. Akan tetapi, musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap
mencela sebaik-baik manusia yang telah dipuji oleh sebaik-baik hamba
yang tidak berucap dengan hawa nafsu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjelaskan, kurun beliau dan kurun para sahabatnya ialah
sebaik-baik kurun secara mutlak. Tidak ada kurun yang lebih baik
daripada kurun mereka. Barang siapa mengatakan selain itu, maka ia
termasuk zindîq (orang sesat).
Dalam hadits 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata: "Seorang lelaki
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : 'Siapakah
sebaik-baik manusia?' Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
'(Yaitu) kurun, yang aku hidup saat ini, kemudian kurun berikutnya,
kemudian kurun berikutnya'.
Abu Burdah meriwayatkan dari ayahnya, bahwasanya ia berkata: Kami
mengerjakan shalat Maghrib bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam . Selepas shalat, kami berkata: "Bagaimana kalau kita duduk
menunggu untuk mengerjakan 'Isyâ bersama beliau?" Maka kami pun sepakat
duduk menunggu. Lalu beliau keluar menemui kami, beliau berkata: "Apakah
kalian masih di sini?" Kami menjawab: "Wahai Rasulullah, kami
mengerjakan shalat Maghrib bersamamu, kemudian kami duduk menunggu di
sini agar dapat mengerjakan shalat 'Isyâ bersamamu".
"Bagus, sungguh tepat yang kalian lakukan itu!" sahut beliau.
Kemudian beliau menengadahkan wajahnya ke langit, biasanya beliau sering
menengadahkan wajah ke langit. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
النُّجُومُ أَمَنَةٌ لِلسَّمَاءِ فَإِذَا ذَهَبَتِ النُّجُومُ أَتَى
السَّمَاءَ مَا تُوعَدُ وَأَنَا أَمَنَةٌ لِأَصْحَابِي فَإِذَا ذَهَبْتُ
أَتَى أَصْحَابِي مَا يُوعَدُونَ وَأَصْحَابِي أَمَنَةٌ لِأُمَّتِي فَإِذَا
ذَهَبَ أَصْحَابِي أَتَى أُمَّتِي مَا يُوعَدُونَ
"Sesungguhnya bintang-bintang itu adalah pengaman bagi langit. Jika
bintang-bintang itu lenyap, maka akan datang apa yang telah dijanjikan
atas langit. Aku adalah pengaman bagi sahabatku, jika aku telah pergi
maka akan datang apa yang telah dijanjikan atas sahabatku. Dan sahabatku
adalah pengaman bagi umatku, jika sahabatku telah pergi maka akan
datang apa yang telah dijanjikan atas umatku".
Anas Radhiyallahu anhu meriwayatkan, sewaktu menggali khandaq (parit pertahanan), para sahabat nabi melantunkan syair:
Kamilah yang telah membaiat Muhammad.
Untuk memegang teguh Islam selama hayat dikandung badan.
Atau mereka mengatakan: Untuk berjihad selama hayat di kandung badan.
Hammad ragu-ragu meriwayatkannya. Lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam membalasnya dengan ucapan: Ya Allah, sesungguhnya sebaik-baik
kebaikan adalah kebaikan akhirat. Ampunilah kaum Anshâr dan Muhâjirin.
Dalam lafazh lain disebutkan: Berkatilah kaum Anshâr dan Muhâjirin.
Dalam riwayat lain disebutkan: Berikanlah kebaikan bagi kaum Anshâr dan Muhâjirin.
Dalam riwayat lain pula disebutkan: Muliakanlah kaum Anshâr dan Muhâjirin.
Dalam riwayat Sahal bin Sa'ad, ia berkata: "Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam datang menemui kami, sedangkan ketika itu, kami sedang
menggali parit (khandaq) dan membawa tanah dengan bahu kami sendiri,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: "Ya Allah!
Sesungguhnya kehidupan yang hakiki ialah kehidupan akhirat. Berilah
ampunan bagi kaum Muhâjirin dan Anshâr".
Coba lihat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohonkan ampunan,
kemuliaan, kebaikan dan berkah untuk mereka. Anehnya, kemudian setelah
itu muncul pula orang yang mencela para sahabat nabi, melaknat mereka,
mengkafirkan mereka, menuding mereka munafik, dan banyak pelecehan
lainnya.
Sifat-sifat buruk tersebut, sebenarnya lebih tepat untuk yang mencela mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan
ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. [an-Nûr/24 ayat 63].
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan kita agar tidak
menyelisihi perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak
menyimpang dari jalan beliau, manhaj, sunnah dan syariatnya. Semua
perkataan dan perbuatan diukur menurut perkataan dan perbuatan
Rasulullah. Baru bisa diterima bila selaras dengan perkataan dan
perbuatan beliau, dan tertolak bila menyelisihinya. Seseorang yang
mengucapkan perkataan dan mengerjakan perbuatan yang menyelisihi
perkataan dan perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
berarti ia termasuk yang menentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia termasuk orang yang rendah
dan terhina.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ كُبِتُوا كَمَا كُبِتَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۚ وَقَدْ أَنْزَلْنَا آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ ۚ
وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُهِينٌ
Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya pasti
mendapat kehinaan, sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah
mendapat kehinaan. Sesungguhnya Kami telah menurunkan bukti-bukti yang
nyata. Dan bagi orang-orang yang kafir ada siksa yang menghinakan.
[al-Mujâdilah/58 ayat 5].
Di antara bentuk penentangan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling keji ialah mencaci
para wali-Nya. Dan wali Allah Subhanahu wa Ta’ala yang paling mulia
setelah para nabi dan rasul-Nya, ialah para sahabat yang telah dipilih
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyertai Nabi-Nya, yaitu Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PARA SAHABAT NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MERAIH KEISTIMEWAAN DAN KEUTAMAAN
Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma berkata: "Janganlah kalian mencela
sahabat Muhammad. Sesungguhnya, amal perbuatan salah seorang dari mereka
sesaat, (itu) lebih baik daripada amal salah seseorang di antara kalian
selama hidupnya".
Kesempatan dapat menyertai dan bertemu dengan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam merupakan anugerah yang tidak dapat tergantikan oleh
apapun. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilih di antara para hamba-Nya
untuk menyertai rasul-Nya dalam menegakkan agama-Nya di muka bumi.
Manusia-manusia pilihan ini, tentu memiliki kedudukan istimewa dibanding
yang lain. Karena pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mungkin
keliru.
'Abdullah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata: "Barang siapa di antara
kalian ingin mengikuti sunnah, maka ikutilah sunnah orang-orang yang
sudah wafat. Karena orang yang masih hidup, tidak ada jaminan selamat
dari fitnah (kesesatan). Mereka ialah sahabat-sahabat Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka merupakan generasi terbaik umat
ini, generasi yang paling baik hatinya, yang paling dalam ilmunya, yang
tidak banyak mengada-ada, kaum yang telah dipilih Allah menjadi sahabat
Nabi-Nya dalam menegakkan agama-Nya. Kenalilah keutamaan mereka,
ikutilah jejak mereka, berpegang teguhlah dengan akhlak dan agama mereka
semampu kalian, karena mereka merupakan generasi yang berada di atas
Shirâthal- Mustaqîm."
Beliau Radhiyallahu anhu juga berkata: "Sesungguhnya Allah Subhanahu wa
Ta’ala melihat hati para hamba-Nya. Allah menemukan hati Muhammad adalah
sebaik-baik hati hamba-Nya. Allah memilihnya untuk diri-Nya dan
mengutusnya dengan membawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para
hamba setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati sahabat-sahabat
beliau adalah sebaik-baik hati hamba. Maka Allah mengangkat mereka
sebagai wâzir (pembantu-red) Nabi-Nya, berperang demi membela agama-Nya.
Maka apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti
baik di sisi Allah. Dan apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti
buruk di sisi-Nya".
Dari perkataan Ibnu Mas’ûd di atas, kita dapat mengetahui beberapa
keistimewaan para sahabat dibandingkan kaum muslimin lainnya. Yaitu:
1. Para sahabat Nabi merupakan generasi terbaik yang ditempa langsung
oleh tangan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia.
2. Kedudukan seorang sahabat nabi sesaat bersama Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih utama daripada amal seseorang sepanjang
hayatnya.
3. Sahabat Nabi merupakan generasi yang paling bersih hatinya.
4. Sahabat Nabi merupakan generasi yang paling dalam ilmunya.
5. Sahabat Nabi merupakan generasi yang tidak suka mengada-ngadakan sesuatu dalam urusan agama.
6. Sahabat Nabi merupakan generasi yang selamat dari bid’ah.
7. Sahabat Nabi merupakan generasi yang paling baik akhlaknya.
8. Sahabat Nabi merupakan generasi yang dipilih Allah sebagai pendamping Nabi-Nya.
9. Para sahabat merupakan orang-orang yang beruntung mendapat doa langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
10. Sahabat Nabi sebagai pengawas dan pengaman umat ini.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya
bintang-bintang itu adalah pengaman bagi langit. Jika bintang-bintang
itu lenyap maka akan datang apa yang telah dijanjikan atas langit. Aku
adalah pengaman bagi sahabatku, jika aku telah pergi maka akan datang
apa yang telah dijanjikan atas sahabatku. Dan sahabatku adalah pengaman
bagi umatku, jika sahabatku telah pergi maka akan datang apa yang telah
dijanjikan atas umatku"
11. Sahabat Nabi sebagai sumber rujukan saat perselisihan dan sebagai pedoman dalam memahami Al-Qur`ân dan Sunnah.
أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ
عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ
فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ مَا أَنَا عَلَيْهِ اليَوْمَ وَ أَصْحَابِي
Ketahuilah, sesungguhnya Ahli Kitab sebelum kalian telah terpecah-belah
menjadi 72 golongan. Dan sesungguhnya umat ini juga akan terpecah
menjadi 73 golongan. Tujuh 72 di antaranya masuk neraka, dan satu
golongan di dalam surga, yakni golongan yang mengikuti pedoman yang aku
dan para sahabatku berada di atasnya.
12. Mengikuti pedoman sahabat adalah jaminan mendapatkan kemenangan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يُبْعَثُ مِنْهُمُ الْبَعْثُ فَيَقُولُونَ
انْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ فِيكُمْ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُوجَدُ الرَّجُلُ فَيُفْتَحُ لَهُمْ
بِهِ ثُمَّ يُبْعَثُ الْبَعْثُ الثَّانِي فَيَقُولُونَ هَلْ فِيهِمْ مَنْ
رَأَى أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُفْتَحُ
لَهُمْ بِهِ ثُمَّ يُبْعَثُ الْبَعْثُ الثَّالِثُ فَيُقَالُ انْظُرُوا هَلْ
تَرَوْنَ فِيهِمْ مَنْ رَأَى مَنْ رَأَى أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ يَكُونُ الْبَعْثُ الرَّابِعُ فَيُقَالُ
انْظُرُوا هَلْ تَرَوْنَ فِيهِمْ أَحَدًا رَأَى مَنْ رَأَى أَحَدًا رَأَى
أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُوجَدُ الرَّجُلُ
فَيُفْتَحُ لَهُمْ بِهِ
"Akan datang suatu masa, yang saat itu ada satu pasukan dikirim (untuk
berperang). Mereka berkata: 'Coba lihat, adakah di antara kalian seorang
sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam?' Ternyata ada satu orang
sahabat Nabi, maka karenanya Allah memenangkan mereka. Kemudian dikirim
pasukan kedua. Dikatakan kepada mereka: 'Adakah di antara mereka yang
pernah melihat sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam?' maka
karenanya Allah memenangkan mereka. Lalu dikirim pasukan ketiga.
Dikatakan: 'Coba lihat, apakah ada di antara mereka yang pernah melihat
seorang yang pernah melihat sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam?'
maka didapatkan satu orang, sehingga Allah memenangkan mereka. Kemudian
dikirim pasukan keempat. Dikatakan: 'Coba lihat, apakah ada di antara
mereka yang pernah melihat seorang yang pernah seseorang yang melihat
sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam?" maka didapatkan satu orang.
Akhirnya Allah memenangkan mereka".
13. Syariat mengharamkan celaan terhadap sahabat Nabi. Siapa saja yang
mencela para sahabat Nabi, maka ia berhak mendapat laknat Allah,
malaikat dan seluruh manusia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا
أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ
Janganlah mecela sahabatku! Janganlah mencela sahabatku! Demi Allah yang
jiwaku berada di tangan-Nya, meskipun kalian menginfaqkan emas sebesar
gunung Uhud, niscaya tidak akan dapat menyamai satu mud sedekah mereka;
tidak juga separuhnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ سَبَّ أَصْحَابِي فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَ المَلاَئِكَةِ وَ النَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
Barang siapa yang mencela sahabatku, maka atasnya laknat Allah, laknat malaikat dan laknat seluruh umat manusia.
Hadis riwayat Hakim dan Thabrany dari `Usaimir bin sa`idah
عن عويمر بن ساعدة رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال :ان
الله اختارنى واختارلى أصحابا فجعل لى منهم وزارء وانصارا وأصهارا .فمن
سبهم فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين .لايقبل الله منه يوم
القيامة صرفا ولا عدلا .
Dari `uwaimir bin sadah r.a. sesungguhnya Nabi SAW berkata: sesungguhnya
Allah telah memilih shahabat untukku, Allah jadikan dari mereka,
penolong dan menantu untukku. Siapa yang mencaci sahabatku, maka dia
akan dilaknat oleh Allah malaikat dan seluruh manusia. pada hari qiamat
Allah tidak akan menerima amalan fardhu dan sunat mereka .
Rasulullah berbicara kepada Khalid bin al-Walid ketika terjadi
peselisihan antara dirinya dengan Abdur Rahman bin Auf tentang Bani
Judzaimah, maka Nabi bersabda kepada Khalid, “Jangan mencela sahabatku.”
Dan yang harus diperhatikan adalah keumuman lafazh.
Tanpa ragu Abdur Rahman bin Auf dan orang-orang yang seangkatan
dengannya lebih afdhal daripada Khalid bin al-Walid dari segi masuk
Islam yang lebih dahulu daripada dia oleh karena itu Nabi bersabda,
“Jangan mencela sahabatku.” Sabdanya ini tertuju kepada Khalid dan
orang-orang sepertinya.
Apabila ada seseorang berinfak emas seperti Uhud, maka nilainya tidak
menandingi satu mud atau setengahnya yang diinfakkan oleh sahabat,
padahal infaknya sama, pemberinya sama dan yang diberi sama, sama-sama
manusia akan tetapi manusia tidaklah sama, para sahabat itu memiliki
keutamaan, kelebihan, keikhlasan dan ketaatan yang tidak dimiliki oleh
selain mereka, keikhlasan mereka besar, ketaatan mereka kuat, maka
mereka mengungguli siapa pun dari selain mereka dalam perkara infak.
Larangan dalam hadits di atas menunjukkan pengharaman. Tidak halal bagi
siapa pun mencela sahabat secara umum tidak pula mencela satu dari
mereka secara khusus. Jika ada yang mencela mereka secara umum maka dia
kafir bahkan tidak ada keraguan pada kekufuran orang yang meragukan
kekufurannya. Jika ada yang mencela secara khusus maka pendorongnya
diteliti terlebih dahulu karena bisa jadi dia mencela karena alasan
bentuk tubuh atau prilaku akhlak atau agama, masing-masing memiliki
hukumnya.
14. Sahabat Nabi, mereka ialah orang-orang yang telah mendapat ridha
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala , sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ
وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا
عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di
antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi
mereka jannah-jannah yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.
[at-Taubah/9 ayat 100].
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: Sesungguhnya Allah telah ridha
terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di
bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka
lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka
dengan kemenangan yang dekat (waktunya). [al-Fath/48 ayat 18].
15. Mencintai para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti iman, dan membenci mereka berarti kemunafikan.
Ath-Thahâwi dalam 'Aqidah-nya mengatakan: “Kami (yakni Ahlus Sunnah
wal-Jama’ah) menyintai sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Kami tidak berlebih-lebihan dalam menyintai salah seorang dari mereka.
Dan kami tidak berlepas diri dari mereka. Kami membenci orang yang
membenci mereka dan yang menyebut mereka dengan sebutan yang tidak baik.
Kami tidak menyebut mereka kecuali dengan kebaikan. Menyintai mereka
adalah ketaatan, keimanan dan kebaikan, sedangkan membenci mereka adalah
kekufuran, kemunafikan dan kesesatan”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
آيَةُ الْإِيمَانِ حُبُّ الْأَنْصَارِ، وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ
Tanda keimanan ialah mencintai kaum Anshar, dan tanda kemunafikan ialah membenci kaum Anshar.
Hadis riwayat Bukhari dari Abi Sa`id Al khudri
عن ابي سعيد الخدري رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم انه قال
لاتسبوا أصحابي لاتسبوا أصحابي فوالذى نفسى بيده لو أن اأحدكم أنفق مثل أحد
ذهبا ما أدرك مد أحدهم ولا نصيفه
Dari Abi Sa`id Al Khudry dari Nabi SAW beliau berkata: janganlah kamu
cela sahabatku, janganlah kamu cela sahabatku .Demi zat yang jiwaku
berada salam kekuaaan Nya, seandainya kamu menginfakkan emas sebesar
gunung uhud pun, kamu takkan mendaptkan balasan sebesar satu mud infak
para sahabatku, bahkan setengahnyapun tak akan kamu dapatkan .
Demikian, masih banyak lagi faktor lain yang membuat mereka lebih
istimewa dan lebih utama dibandingkan dengan kaum muslimin lainnya.
Namun demikian, Ahlus Sunnah wal-Jama'ah juga tidak mengatakan para
sahabat Nabi itu ma'shum dari kesalahan. Ahlus Sunnah wal-Jama'ah juga
tidak berlebih-lebihan dalam menyikapinya sebagaimana halnya kaum Syi’ah
Rafidhah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib Rdhiyallahu anhu. Bahkan
yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan, ialah memuliakan mereka,
menjaga hak-hak mereka, memohonkan ampunan bagi mereka, dan mengucapkan
doa bagi mereka dengan kalimat "radhiyallahu 'anhum (semoga Allah
meridhai mereka semua).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar),
mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau
membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.
Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang".
[al-Hasyr/59 ayat 10].
Ahlus Sunnah Mengakui dan Menerima Keutamaan dan Kedudukan Sahabat
Keutamaan adalah apa yang dengannya seseorang mengungguli orang lain dan
ia dianggap sebagai kebanggaan baginya. Kedudukan adalah derajat, para
sahabat memiliki derajat dan kedudukan tinggi. Keutamaan dan kedudukan
yang ada bagi sahabat Nabi diterima oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Sebagai contoh Ahlus Sunnah menerima banyaknya shalat atau sedekah atau
puasa atau haji atau jihad atau keutamaan-keutamaan lain dari mereka.
Ahlus Sunnah menerima – contohnya – keutamaan Abu Bakar yang hadir
kepada Nabi dengan seluruh hartanya pada saat Nabi mendorong sahabat
bersedekah. Ini adalah keutamaan.
Ahlus Sunnah menerima keterangan yang ada di dalam Al-Qur’an dan Sunnah
bahwa Abu Bakarlah seorang yang menemani Rasulullah dalam hijrah di gua.
Mereka menerima sabda Nabi tentang Abu Bakar, “Sesungguhnya orang yang
paling banyak jasanya terhadapku dalam harta dan persahabatannya adalah
Abu Bakar.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Begitu pula keterangan-keterangan tentang keutamaan Umar, Usman dan Ali
dan sahabat-sahabat yang lain. Semua itu diterima oleh Ahlus Sunnah wal
Jamaah. Begitu pula dengan derajat, Ahlus Sunnah wal Jamaah menerima
keterangan tentang derajat mereka. Derajat tertinggi umat ini diraih
oleh khulafa’ rasyidin, yang tertinggi dari mereka adalah Abu Bakar
kemudian Umar kemudian Usman kemudian Ali.
Sikap seorang muslim terhadap sahabat Nabi.
Setelah mengetahui berbagai keutaman para sahabat Nabi, lantas apa sikap kita terhadap mereka?
Ibnu Abbas berkata
لَا تَسُبُّوا أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَلَمَقَامُ أَحَدِهِمْ سَاعَةً يَعْنِي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، خَيْرٌ مِنْ عَمَلِ أَحَدِكُمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً
"Janganlah kalian memaki para shahabat Nabi Muhammad صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Sungguh, kedudukan salah seorang dari mereka bersama
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sesaat (sejam) itu lebih baik
daripada amal seorang dari kalian selama 40 tahun". (Riwayat Ibnu
Batthah dengan sanad yang shahih)
Sebagai penutup, marilah kita simak perkataan indah dari Amirulmukminin,
Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه tentang para sahabat Nabi. Beliau
berkata:
لقد رأيت أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم، فما أرى أحداً يشبههم منكم لقد
كانوا يصبحون شعثاً غبراً، وقد باتوا سجّداً وقياماً يراوحون بين جباهِهِم
وخـدودهم ويقفون على مثل الجمر من ذكر معـادهم، كأن بين أعينهم رُكب المعزي
من طول سجودهم، إذا ذكر الله هملت أعينهم حتى تبُلَّ جيوبهم، ومـادوا كمـا
يميـد الشجـر يوم الريح العاصف، خـوفاً من العقاب ورجـاءً للثواب
"Sungguh, aku telah menyaksikan para sahabat Muhammad صلى الله عليه
وسلم, maka aku tidak melihat seorang pun dari kalian yang dapat menyamai
mereka. Mereka siang hari bergelimang pasir dan debu (di medan perang),
sedang di malam hari banyak sujud dan berdiri (beribadah kepada Allah)
silih berganti, tampak kegesitan dari wajah-wajah mereka. Mereka
seakan-akan berpijak di atas bara api bila ingat akan hari pembalasan
(Akhirat) dan tampaklah bekas sujud di dahi mereka. Bila mereka
berdzikir kepada Allah berlinanglah air mata mereka sampai membasahi
baju mereka. Mereka condong laksana condongnya pohon di waktu
berhembusnya angin dengan keras, karena takutnya mereka akan siksa
Allah, dan mengharapkan ganjaran dari-Nya. ”
Wallohu A'lam