Ada sebagian kecil kaum muslimin percaya bahwa wabah atau penyakit menular tidak ada. Hal ini mereka dasarkan pada hadits:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ النَّبيُّ : لاَ عَدْوَى, وَلاَ طِيَرَةَ , وَأُحِبُّ الْفَأْلَ الصَّالِحَ
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda: “Tidak ada penyakit
menular dan thiyarah (merasa sial dengan burung dan sejenisnya), dan
saya menyukai ucapan yang baik”.
Hal ini tentu kelihatannya bertentangan dengan kenyataan yang ada di
mana kita melihat banyak sekali wabah dan penyakit yang menular, wabah
ini bahkan bisa merenggut nyawa sekelompok orang dengan cepat.
Perlu diketahui ada dalil-dalil lain yang menunjukkan bahwa Islam juga mengakui adanya wabah penyakit menular.
Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يُوْرِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ
“Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit”.
Dan Sabda beliau,
فِرَّ مِنَ الْمَجْذُوْمِ فِرَارَكَ مِنَ الأَسَدِ
“Larilah dari penyakit kusta seperti engkau lari dari singa”.
Maka kompromi hadits ini:maksud dari hadits pertama yang menafikan
penyakit menular adalah penyakit tersebut tidak menular dengan
sendirinya, tetapi menular dengan kehendak dan takdir Allah. Berikut
keterangan dari Al-Lajnah Ad-Daimah
العدوى المنفية في الحديث هي: ما كان يعتقده أهل الجاهلية من أن العدوى
تؤثر بنفسها، وأما النهي عن الدخول في البلد الذي وقع بها الطاعون فإنه من
باب فعل الأسباب الواقية.
Wabah yang dinafikan dari hadits tersebut yaitu apa yang diyakini oleh
masyarakat jahiliyah bahwa wabah itu menular dengan sendirinya (tanpa
kaitannya dengan takdir dan kekuasaan Allah). Adapun pelaranan masuk
terhadap suatu tempat yang terdapattha’un (wabah menular) karena itu
merupakan perbuatan preventif (pencegahan).
Hal ini diperkuat dengan hadits bahwa Allah yang menciptakan pertama
kali penyakit tersebut. Ia tidak menular kecuali dengan izin Allah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu , bahwa seorang lelaki
yang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa onta yang
berpenyakit kudis ketika berada di antara onta-onta yang sehat tiba-tiba
semua onta tersebut terkena kudis, maka beliau bersabda:
فَمَنْ أَعْدَى الْأَوَّلَ ؟
“Kalau begitu siapa yang menulari (onta) yang pertama ?”
Maksud tujuan penulisan ini adalah supaya lebih sabar dalam melewati
musibah atau supaya lebih tidak terlalu sering mengaduh pada kekurangan
atau dalam hal yang kurang menyenangkan didalam hati. Karena musibah
yang kita alami sekarang ini ini terhitung kecil jika dibandingkan
dengan musibah-musibah yang terdahulu, Wabah Tho’un.
Memang belum jelas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan Wabah Tho’un,
akan tetapi dalam As-Shahih, Imam Muslim (Radliallaahu ‘anh),
meriwayatkan sedikit penggambaran tentang Wabah Tho’un, beliau
meriwayatkan dari Abdulloh bin Maslamah (Abdurrahman Al-Haritsy) sarat
dengan perawinya bahwa Rosul Saw pernah bersabda:
الطاعون آية الرجز ابتلى الله عز وجل به ناسا من عباده فإذا سمعتم به فلا تدخلوا عليه وإذا وقع بأرض وأنتم بها فلا تفروا منه
Wabah Tho’un adalah suatu ayat, tanda kekuasaan Alloh Azza Wajall yang
sangat menyakitkan, yang ditimpakan kepada orang-orang dari hambaNya.
Jika kalian mendengar berita dengan adanya wabah Tho’un, maka jangan
sekali-kali memasuki daerahnya, jika Tho’un telah terjadi pada suatu
daerah dan kalian disana, maka janganlah kalian keluar darinya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Zaadul Ma'aad (IV/37) berkata,
"Tha'un adalah sejenis wabah penyakit. Menurut ahli medis, thaun adalah
pembengkakan kronis dan ganas, sangat panas dan nyeri hingga melewat
batas pembengkakan sehingga kulit yang ada di sekitarnya bisa berubah
menjadi hitam, hijau, atau berwarna buram dan cepat bernanah. Biasanya
pembengkakan ini muncul di tiga tempat: Ketiak, belakang telinga, puncak
hidung dan disekitar daging lunak."
Kemudian ada juga yang mengatakan bahwa Wabah Tho’un itu semacam Wabah
penyakit Kolera yang sangat, hingga tidak ada satu dokterpun yang mampun
menjumpai obat yang mujarab untuk kesembuhannya. Wallahu a’lam
Abu al-Hasan al-Mada’ini berkata, “Penyakit-penyakit Tha’un yang masyhur
dan paling besar dalam Islam ada lima: Tha’un Syirawaih di Madain pada
masa Rasulullah [Shallallahu 'alaihi wasallam] pada tahun keenam hijrah.
Kemudian Tha’un ‘Amwas pada masa Umar bin al-Khaththab [radiyallahu
'anhu], yang mewabah di Syam, yang menyebabkan 25 ribu orang mati di
sana. Kemudian Tha’un pada zaman Ibnu az-Zubair pada bulan Syawwal tahun
69 yang menyebabkan kematian selama tiga hari, yang dalam setiap
harinya 70 ribu orang mati. Pada saat itu 83 anak (dikatakan dalam
riwayat yang lain, 73 anak) Anas bin Malik mati, dan 40 anak Abdurrahman
bin Abi Bakrah mati. Kemudian Tha’un Fatayat pada Syawwal tahun 87.
Kemudian Tha’un pada tahun 131 di bulan Rajab, dan semakin parah pada
bulan Rama-dhan, dan terhitung di perkampungan al-Mirbad dalam setiap
harinya terdapat seribu jenazah, kemudian mereda pada bulan Syawwal.
Sementara Tha’un di Kufah terjadi pada tahun 50, di mana al-Mughirah bin
Syu’bah meninggal.” Inilah akhir pernyataan al-Mada’ini.
Ibnu Qutaibah menyebutkan dalam kitabnya, al-Ma’arif dari al-Ashma’i
tentang jumlah Tha’un yang mirip dengan hal ini, dan di dalamnya
terdapat penambahan dan pengurangan. Ia mengatakan, “Disebut dengan
Tha’un Fatayat, karena mula-mula ia me-nyerang para gadis di Bashrah,
Wasith, Syam dan Kufah. Disebut juga Tha’un al-Asyraf, karena
menyebabkan kematian banyak orang mulia.” Ia melanjutkan, “Tha’un sama
sekali tidak pernah berjangkit di Madinah dan Makkah.”
Bab ini cukup luas. Apa yang kami sebutkan tadi untuk mengingatkan yang
sengaja aku tinggalkan. Aku telah menyebut pasal ini secara lebih luas
daripada ini di awal buku Syarah Shahih Muslim. Wabillahi at-Taufiq.
Tha’un disadari sebagai wabah yang menggelisahkan masyarakat Rasulullah
saw ketika itu. Jika suatu wabah berjangkit dalam suatu wilayah, maka
kebijakan Nabi adalah melakukan isolasi, yaitu orang luar tidak boleh
masuk ke wilayah epidemi dan sebaliknya orang yang berada di wilayah itu
tidak boleh keluar ke daerah lain. Demikian sabda Nabi Muhammad saw.:
ااذا سمعتم با لطاعون با رض فلا تد خلوا ها واذا وقع با ر ض وانتم بها فلا تخرجوا منها (رواه الترمذى عن سعيد)
Artinya;
Jika kamu mendengar tentang tha’un di suatu tempat, maka janganlah kamu
memasukinya (tempat itu). Apa bila kamu (terlanjur) berada di tempat
yang terkena wabah itu, maka janganlah kamu keluar darinya (tempat itu)
(H.R. at-Turmuzi dari Sa’id).
Pernah di suatu saat daerah luar Madinah terjangkit wabah tha’un (pes,
sampar, atau penyakit sejenisnya) dan al-masih (sejenis kuman yang
mengelupaskan kulit – mungkin seperti wabah gudik, bengkoyok, atau
secara umum penyakit kulit). Rasulullah melarang siapa pun yang terkena
kedua jenis penyakit itu (tha’un dan al-masih) masuk ke kota Madinah.
Demikian sabda Nabi: . . . la yadkhulu al-Madinata al-masihu wala
ath-tha’un ( . . . Tidak boleh masuk ke Madinah bagi yang terjangkit
oleh al-masih dan tha’un – H.R.al-Bukhari dari Abu Hurairah)
Tha’un Sebagai Kotoran (ar-Rijsu) Sekaligus Rahmat
Dalam hadis yang panjang, Rasulullah mengatakan: . ath-tha’un rijsun ..
(. . .tha’un itu adalah kotoran . . . H.R. al-Bukhari dari Usamah bin
Zaid) dan berfungsi sebagai siksa atau penyakit (‘azab). Beliau
bersabda:
– – – انه كا ن عذ ا با يبعثه الله على من يشاء فجعله الله رحمة للمؤمنين
فليس من عبد يقع الطعون فيمكث فى بلده صا برا يعلم انه لم يصيبه الا ما كتب
الله له الا كا ن مثل اجر االشهيد (رواه البخارى عن عائشه)
Artinya:
. . . Bahwa ada suatu ‘azab yang Allah mengutusnya (untuk) menimpa
kepada seseorang yang Ia kehendakinya. Allah menjadikannya sebagai
rahmat bagi orang-orang mukmin. Tidaklah bagi seseorang yang tertimpa
tha’unkemudian ia berdiam diri di wilayahnya itu dengan sabar dan ia
menyadari bahwa tha’un itu tidak akan menimpa kecuali telah ditetapkan
Allah, kecuali ia memperoleh pahala bagaikan orang mati syahid (H.R.
al-Bukhari dari ‘Aisyah).
Dalam hadis tersebut dijelaskan bahawa penduduk yang wilayahnya terkena
wabah dan tidak boleh keluar dari wilayah itu supaya mereka bersabar.
Penyakit itu tidak akan menular kepada orang kecuali atas kehendak
Allah. Pahala orang yang sabar (tidak keluar dari wilayahnya) memperoleh
pahala sepadan orang mati syahid, (2) Perwujudan rahmat dalam kasus ini
adalah bersabar. Orang sabar berada dalam lindungan Allah (inna-llaha
ma’a ash-shabirin)
Meninggal Karena Terkena Tha'un
1.Penyakit Thâ’un.
عن حفصة حَفْصَةُ بِنْتُ سِيرِينَ قَالَتْ قَالَ لِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَحْيَى بِمَ مَاتَ قُلْتُ مِنْ الطَّاعُونِ قَالَ :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطَّاعُونُ
شَهَادَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
Dari Hafshah Binti Sîrîn, ia berkata ,””Anas Bin Mâlik telah berkata
kepadaku,”Apa penyebab kematian Yahya Bin Abî ‘Amrah?aku menjawab :
“Oleh (penyakit)Tha’un”, lalu ia berkata : Rasulullah Saw
bersabda:”Thâun penyebab mati syahid bagi setiap muslim”.
Takhrij Hadits.
Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa orang ahli hadits yaitu ;
1.Imam Bukhari, dalam Kitab Al-Thib, Bab Mâ Yudzkar Fi-th-Tha’ûn, hadits No 5291.
2.Imam Thayâlisiy 2113
3.Imam Ahmad 3/150
Derajat Hadits
Shahih
Keterangan
Thaun adalah penyakit yang mematikan dan menular dengan cepat sehingga
apabila di sebuah tempat terjangkit wabah penyakit thaun memerintahkah
mengisolasi tempat tersebut.
Penulis belum bisa memastikan maksud dari penyakit thaun terebut, dalam
buku-buku terjemahan sering diterjemahkan dengan kolera dan campak,
namun penulis kurang setuju dengan terjemahan tersebut karena melihat
berbagai penjelasan para ulama tentang penyakit tersebut, berikut ini
penjelasan para ulama yang dimuat oleh Imam Ibnu Hajar;
1.Menurut Al-Khalil : Tha’un adalah wabah penyakit yang menular
2.Menurut Ibnu Atsir : Adalah wabah penyakit yang dapat mencemarkan
udara, kemudain dapat merusak daya tahan/kekbalan dan tubuh manusia.
3.Qâdhi Iyâdh : Thaun pada asalnya adalah luka atau borok yanterdapat
pada tubuh.Sedangkan Wabah adalah penyakit yang merata menimpa
manusia.Wabah dianamakan thaun karena sama-sama dapat membinasakan
4.Ibnu Abdil Barr : Thaun adalah borok atau bisul yang muncul pada
ketiak atau kuli yang sensitif namun terkadang bisul itu keluar pada
tangan dan pada jemari.
5.Al-Mutawalli
menjelaskan : Thaun itu hampir sama dengan kusta atau lepra, orang yang
terkena thaun seluruh anggota tubuhnya membusuk kemudian dagingnya
berjatuhan
6.Al-Ghazali
: Memebengkaknya seluruh tubuh karena tersumbatnya aliran darah
disertai dengan demam atau mengalirnya darah kepda kakiatau tangan
kemudian membengkak dan memerah, terkadang bagian terkadang tubuh itu
membusuk.
7.Imam Nawawi : Thaun adalah Borok atau bengkak yang terasa sangat
sakit, borok itu keluar dengan rasa panas yang membakar, yang
menyebabkan menghitam daerah sekitarnya, atau membiru atau memerah
..(Fathul Bari 16: 349)
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهَا أَخْبَرَتْنَا أَنَّهَا سَأَلَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الطَّاعُونِ فَأَخْبَرَهَا نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللَّهُ
عَلَى مَنْ يَشَاءُ فَجَعَلَهُ اللَّهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ فَلَيْسَ
مِنْ عَبْدٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِي بَلَدِهِ صَابِرًا يَعْلَمُ
أَنَّهُ لَنْ يُصِيبَهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ
مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ
Dari Aisyah Ra, sesungguhnya ia bertanya kepada Rasulullah Saw tentang
thâun? Maka Nabi Saw menceritakan kepadanya : “Sesungguhnya thâ’un itu
siksaan yang Allah Swt kirimkan kepada yang Ia kehendaki.Kemudian Allah
Swt menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman.Tidak ada
seorangpun hamba yang terkena thâ’un, lalu ia tetap tinggal di negrinya
sambil bersabar, dan dia yakin bahwa tidak akan menimpa kepadanya
kecuali yang telah Allah tuliskan baginya, maka ia akan mendapatkan
ganjaran mati syahid
Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh ;
1.Imam Bukhari, dalam Kitab Al-Thib, Bab Ajri-sh-Shâbir Fi-th-Thâ’ûn, hadits No 5293
2.Imam Baihaqi(3/376)
3.Imam Ahmad(6/64,145,252)
عَنْ عُتْبَةَ بْنِ عَبْدٍ السُّلَمِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَأْتِي الشُّهَدَاءُ وَالْمُتَوَفَّوْنَ
بِالطَّاعُونِ
فَيَقُولُ أَصْحَابُ الطَّاعُونِ نَحْنُ شُهَدَاءُ فَيُقَالُ انْظُرُوا
فَإِنْ كَانَتْ جِرَاحُهُمْ كَجِرَاحِ الشُّهَدَاءِ تَسِيلُ دَمًا رِيحَ
الْمِسْكِ فَهُمْ شُهَدَاءُ فَيَجِدُونَهُمْ كَذَلِكَ
Dari ‘Uthbah Bin Abd Al-Sulamiy, dari Nabi saw beliau besabda :
Orang-orang yang mati syahid dan mati karena penykit thâ’ub datang (pada
hari kiyamat).Orang-orang yang mati karena penyakit Thaun itu berkata :
“Kami adalah syuhada (mati syahid)”.Lalu ada yang berkata: “Perhatikan
dulu oleh kamu(wahai para malaikat)!Jika luka mereka seperti lukanya
orang-orang yang mati syahid, (yaitu) darahnya mengalir namun baunya
seperti minyak kesturi, maka mereka adalah para syuhada (orang-orang
yang mati syahid).Maka mereka (para malaikat) itu mendapatkan mereka
(yang mati karena tha’un) seperti para syuhada.
(Hadits hasan, HR. Imam Ahamd dalam kitab Musnad No 16993.Thabrani dalam
Mu’jam Kabir 12/54, No 13739, Derajat hadits Syeikh Al-Bani menilai
hadits tersebut hasan karena banyak syawahidnya.(Ahkâmu
Al-Janaiz,halaman 52)
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِيقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Syuhadaa’ (orang-orang yang mati syahid) itu ada lima, “orang mati
karena terkena penyakit tha’un (lepra), orang yang meninggal karena
sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang tertimpa bangunan
rumah atau tembok; dan orang yang gugur di jalan Allah.” [HR. Bukhari
dan Muslim]
Dalam riwayat lain, Imam Muslim juga menuturkan sebuah hadits dari Anas bin Malik ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
مَنْ طَلَبَ الشَّهَادَةَ صَادِقًا أُعْطِيَهَا وَلَوْ لَمْ تُصِبْهُ
“Siapa saja yang bersungguh-sungguh ingin mendapatkan syahid, maka ia
akan diberikan pahala (syahid), meskipun ia tidak mendapatkannya.”[HR.
Imam Muslim]
Imam Thabaraniy mengetengahkan sebuah riwayat dari Jabir bin ‘Utaik, bahwa Rasulullah saw bersabda:
الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ الْمَطْعُونُ
شَهِيدٌ وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ
وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ وَالَّذِي يَمُوتُ
تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ
“Syahid ada tujuh macam selain gugur (terbunuh) di jalan Allah; orang
yang mati karena penyakit lepra adalah syahid. Orang yang mati tenggelam
adalah syahid, orang yang mati karena penyakit bisul perut adalah
syahid; orang yang mati terbakar adalah syahid; orang yang mati karena
tertimpa bangunan atau tembok adalah syahid; dan wanita yang gugur
disaat melahirkan (nifas).”[HR. Imam Thabaraniy]
Di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Thabaraniy juga dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
مَنْ صُرِعَ عَنْ دَابِّتِهِ فَهُوَ شَهِيـْدٌ
“Siapa saja yang mati karena terlempar dari kendaraannya, ia adalah syahid.”[HR. Imam Thabaraniy]
Imam Thabaraniy juga meriwayatkan sebuah hadits, dengan sanad shahih, dari Ibnu Mas’ud, bahwasanya Nabi saw bersabda:
مَـنْ تَرَدَّي مِنْ رُؤُوْسِ الْجِبَالِ, وَتَأْكُلُهُ السِّبَاعُ, وَيَغْرِقُ فِى الْبَحْرِ لَشَهِيْـدٌ عِنْدَ اللهِ
“Siapa saja yang mati karena jatuh dari puncak gunung, atau dimangsa
bintang buas, atau tenggelam di laut, maka ia syahid di sisi Allah
swt.”[HR. Imam Thabaraniy]
Dalam sebuah riwayat yang dikisahkan oleh Imam Abu Dawud dituturkan bahwasanya Nabi saw bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ أَوْ دُونَ دَمِهِ أَوْ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Siapa saja yang terbunuh karena mempertahankan hartanya, maka ia mati
syahid. Siapa saja yang terbunuh karena membela keluarganya, nyawanya,
atau agamanya, maka ia mati syahid.”[HR. Imam Abu Dawud]
Imam Nasaiy juga mengetengahkan sebuah hadits shahih dari Suwaid bin Muqarrin, bahwasanya Nabi saw bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَظْلَمَتِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
“Siapa yang terbunuh karena tidak ingin didzalimi, maka ia adalah syahid.”[HR. al-Nasaiy, hadits ini shahih]
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Imam Daruquthniy telah menshahihkan Sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Umar:
مَوْتُ الْغَرِيْبِ شَهَادَةٌ
“Kematian gharib (orang yang terasingkan) termasuk syahid.”
Menurut Ibnu al-Tiin, semua keadaan di atas merupakan kematian yang
telah ditetapkan Allah sebagai keutamaan bagi umat Mohammad saw. Sebab,
Allah swt akan mengampuni dosa-dosa mereka dan menambah pahala mereka
hingga mencapai martabat syahid. Hanya saja, menurut al-Hafidz Ibnu
Hajar, derajat atau martabat mereka tidaklah sama dengan syahid jenis
pertama.
Terdapat hadits yang bahwa orang yang meninggal karna sakit perut
termasuk syahid. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ: الْمَطْعُوْنُ وَالْمَبْطُوْنُ وَالْغَرِقُ وَصاَحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيْدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Syuhada itu ada lima, yaitu orang yang meninggal karena penyakit
tha’un, orang yang meninggal karena penyakit perut, orang yang mati
tenggelam, orang yang meninggal karena tertimpa reruntuhan, dan orang
yang gugur di jalan Allah.”
Di dalam Shahih Muslim juga diriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah saw bertanya:
مَا تَعُدُّوْنَ الشَّهِيْدَ فِيْكُمْ؟ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ
قُتِلَ فِي سَبِيْلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ. قَالَ: إِنَّ شُهَدَاءَ
أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيْلٌ. قَالُوْا: فَمَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟
قَالَ: مَنْ قُتِلَ فِي سَبِيْلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ, وَمَنْ مَاتَ فِي
سَبِيْلِ اللهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ، وَمَنْ مَاتَ فيِ الطَّاعُوْنَ فَهُوَ
شَهِيْدٌ، وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيْدٌ، وَالْغَرِيْقُ
شَهِيْدٌ
“Siapa yang terhitung syahid menurut anggapan kalian?” Mereka menjawab,
“Wahai Rasulullah, siapa yang terbunuh di jalan Allah maka ia syahid.”
Beliau menanggapi, “Kalau begitu, syuhada dari kalangan umatku hanya
sedikit.” “Bila demikian, siapakah mereka yang dikatakan mati syahid,
wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Beliau menjawab, “Siapa yang
terbunuh di jalan Allah maka ia syahid, siapa yang meninggal di jalan
Allah maka ia syahid, siapa yang meninggal karena penyakit tha’un2 maka
ia syahid, siapa yang meninggal karena penyakit perut maka ia syahid,
dan siapa yang tenggelam ia syahid.”
Apakah setiap sakit perut pasti mati syahid? Apa bedanya dengan mati syahid di peperangan?
Syaikh prof. Abdullah bin Jibrin rahimahullah menjelaskan,
مرض البطن هو إسهال شديد عن تخمة أو فساد مزاج، بسبب الفضول التي تصيب
المعدة من أخلاط لزجة تمنع استقرار الغذاء فيها، فإن للمعدة خملا كخمل
المنشفة، فإذا علقت بها الأخلاط اللزجة أفسدتها وأفسدت الغذاء الواصل
إليها، قاله في فتح الباري: باب دواء المبطون. وقد ثبت في الصحيحين عن أبي
هريرة عن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: (( المبطون شهيد والمطعون شهيد
)) إلخ. والمراد له أجر شهيد، لكنه لا يعامل معاملة الشهيد في الدنيا،
فإنه يغسل ويكفن ويصلى عليه بخلاف شهيد المعركة، فإنه يدفن بثيابه ولا
يغسل ولا يصلى عليه، على المشهور عند العلماء، والله أعلم.
Sakit perut yang (dimaksud) adalah mencret (diare) yang parah karena
(salah) pencernaan atau campuran rusak (makanan dan enzim perncernaan)
karena adanya sisa-sisa (bahan yang tidak dibutuhkan pencernaan) yang
mempengaruhi lambung berupa campuran. Campuran ini bisa mengganggu
kestabilan makanan di dalam perut. Lambung itu stabil (tidak bergerak
cepat) kita serupakan sebuah serbet (yang stabil). Apabila campuran
mengganggunya maka akan merusak juga makanan yang sampai ke lambung.
Dalam kitab Fathul Bari terdapat Bab: obat sakit perut dan terdapat
hadits dalam shaihain dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam, beliau bersabda,
“Orang yang karena sakit perut adalah syahid, Orang yang karena sakit perut adalah syahid”
Yang dimaksud di sini adalahbaginya pahala mati syahid. Akan tetapi
mayatnya tidak diurus sebagaimana orang mati syahid (orang yang mati
syahid tidak perlu dimandikan dan dikafani). Maka jasadnya tetap
dimandikan, dikafani dan dishalatkan berbeda dengan syahid di medan
peperangan maka ia dikubur dengan pakaian syahidnya di dunia, tidak
dimandikan, tidak dishalatkan sebagaimana pendapat yang masyhur di
kalangan ulama.
BOLEH MEMBERITAHUKAN KEPADA PARA SAHABAT DAN KAUM KERABAT MAYIT TENTANG KEMATIANNYA, NAMUN DIMAKRUHKAN MENGUMUMKANNYA
Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dari Hudzaifah [radiyallahu 'anhu], ia mengatakan
,
إِذَا مُتُّ، فَلاَ تُؤْذِنُوْا بِيْ أَحَدًا، إِنِّيْ أَخَافُ أَنْ
يَكُوْنَ نَعْيًا، فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم
يَنْهَى عَنِ النَّعْيِ.
“Jika aku mati, janganlah memberitahukan kepada seseorang tentang
kematianku. Sesungguh-nya aku khawatir bila itu menjadi na’y (pengumuman
kematian), karena aku mendengar Rasulullah [Shallallahu 'alaihi
wasallam] melarang na’y.” At-Tirmidzi menilai hadits ini hasan.
Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi, dari Abdullah bin Mas’ud
[radiyallahu 'anhu], dari Nabi [Shallallahu 'alaihi wasallam], beliau
bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالنَّعْيَ، فَإِنَّ النَّعْيَ مِنْ عَمَلِ الْجَاهِلِيَّةِ.
“Jauhilah na’y; karena na’y merupakan perbuatan Jahiliyah.”
Dalam suatu riwayat, dari Abdullah, namun dia tidak menyatakannya
marfu‘. At-Tirmidzi mengatakan, “Ini lebih shahih daripada yang marfu’.
Namun, at-Tirmidzi mendhaifkan kedua riwayat tersebut (baik yang marfu‘
maupun yang mauquf).
Kami meriwayatkan dalam ash-Shahihain,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم ، نَعَى النَّجَاشِيَّ إِلَى أَصْحَابِهِ.
“Bahwa Rasulullah[Shallallahu 'alaihi wasallam] mengumumkan kematian an-Najasyi kepada para sahabatnya.”
Kami meriwayatkan dalam ash-Shahihain,
أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم قَالَ فِيْ مَيِّتٍ دَفَنُوْهُ
بِاللَّيْلِ وَلَمْ يَعْلَمْ بِهِ: أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُوْنِيْ بِهِ؟
“Bahwa Nabi[Shallallahu 'alaihi wasallam] mengatakan tentang mayit yang
mereka kuburkan pada malam hari, semen-tara beliau tidak mengetahuinya,
‘Mengapa kalian tidak memberitahuku tentang kematiannya ?’.”
Para ulama muhaqqiqun dan mayoritas sahabat kami serta selain mereka
berpendapat, “Dianjurkan memberitahukan kepada keluarga mayit,
kerabatnya dan kawan-kawannya berdasarkan dua hadits ini. Mereka
berpendapat bahwa na’y (mengumumkan kematian) yang dilarang hanyalah
na’y model jahiliyah. Kebiasaan mereka ialah jika orang mulia dari
mereka mati, maka mereka mengirim utusan kepada kabilah-kabilah yang ada
seraya mengatakan, “Na’aya fulan!” Atau, “Na’aya al-Arab!” Yakni bangsa
Arab binasa karena kematian si fulan, dan pengumuman ini disertai
teriakan dan tangisan.
Pengarang al-Hawi dari kalangan sahabat kami menyebutkan dua aspek dari
saha-bat kami mengenai dianjurkannya memberitahukan kematian si mayit
dan menyiarkan kematiannya lewat seruan dan pengumuman: Sebagian dari
mereka menganjurkan hal itu untuk mayit asing dan kerabat dekat, karena
hal itu dapat memperbanyak orang yang akan menshalatinya dan
mendoakannya. Sementara sebagian yang lain berpendapat, hal itu
dianjurkan untuk mayit yang asing dan tidak dianjurkan untuk selainnya.
Aku kata-kan, “Pendapat yang dipilih ialah dianjurkan secara mutlak,
jika hanya sekedar pengumuman.”
Kesimpulan
Dari berbagai kasus wabah yang menimpa pada zaman Islam generasi pertama
ini dapat disimpulkan bahwa: (l) tha’un cukup menggelisahkan masyarakat
generasi pertama Islam, (2) mereka berusaha supaya wabah tidak menjalar
ke daerah lain secara luas. Kata kunci untuk usaha ini adalahlari dari
takdir lama kemudian mencari takdir baru.
Kesadaran Baru
Di balik kegelisahan supaya selamat dari wabah mengandung hikmah supaya
umat Islam bisa mengendalikan wabah. Dalam dunia moderen, pengendalian
wabah yang pelakunya adalah bakteri – dapat ditempuh antara lain:
Melemahkan daya (potensi) penimbulan penyakit bagi bakteri kepada
manusia, sehingga manusia menjadi kebal terhadap bakteri tersebut.
Pewerwujudannya adalah vaksinasi.
Melakukan bakteriofaga, yaitu mengadu domba sesuatu jenis bakteri dengan
bakteri lain dengan harapan bakteri yang tidak membahayakan manusia
bisa menumpas bakteri yang membahayakan manusia.
Melakukan bakteriolisis, yaitu membasmi bakteri dengan jalan proses pelarutan.
Memproduk bakteriosida untuk membasmi sesuatu bakteri yang tidak dikehendaki demi kesehatan manusia.
Keseluruhan prosedur di atas hanya dapat (untuk sementara ini) terlebih
dulu ditempuh melalui metode eksperimen di dunia mikroskopik dan
mikroskup elektron. Perintah eksperimen ini dapat dirujuk pada ayat
berikut:
سنريهم اياتنا فى افا ق وفى ا نفسهم حتى يتبين لهم انه ا لحق اولم يكف بربك انه على كل شيئ شهيد
Artinya:
Kami akan perlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi
kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu ? (Q.S.
al-Fushilat/42:53).
Pengertian afaq adalah alam semesta (universa, the world). Dalam kajian moderen alam semesta mencakup:
Makro kosmos ( ‘alam al-kubra).
Mikro kosmos (‘alam ash-shughra).
Mikro biologi mencakup mikro organisme dan mikrobe.
Ketiga dunia inilah yang oleh Allah dijadikan dijadikan media bagi
manusia untuk melakukan eksperimen, pengamatan, dan memanipulasi untuk
menemukan konsep, teori, dan ilmu. Untuk disiplin ilmu analis hanya
menelaah, dan melakukan eksperimen pada dunia mikrobiologi. Harapannya
untuk menemukan tentang konsep, teori, dan ilmu yang ada kaitannya
dengan bakteri dan secara praktis disebut bakteriologi.
Kode Etik Ilmu di Dalam Islam
Islam tidak membenarkan doktrin ilmu untuk ilmu (science for the
science). Ilmu di dalam Islam memiliki misi untuk sesuatu di luar ilmu.
Ilmu di dalam Islam, termasuk yang di luar ilmu (seni, art ), haruslah
dijadikan instrumen beribadah kepada Allah atau perwujudan tauhid.
Kesimpulannya:
Larangan masuk ke daerah yang sudah terjangkit penyakit merupakan
perintah untuk menjaga dan membentengi diri dan larangan untuk
mendatangi perkara yang dapat mengakibatkan kebinasaan. Adapun larang
keluar dari daerah tersebut merupakan perintah untuk bersikap tawakal,
menyerah dan pasrah terhadap ketentuan Allah.
Larangan masuk dan keluar dari daerah yang terserang wabah penyakit
thau'un masih berlaku hingga saat ini dan teorinya masih dipakai disemua
rumah sakit yang dikenal dengan ruang isolasi. Semua orang dilarang
keluar masuk ke ruangan tersebut kecuali dokter dan perawat. Fungsinya
untuk menghindari tersebarnya penyakit. Bab ini menunjukkan mukjizat dan
kebenaran apa yang dibawa Nabi saw. Sebab cara pengobatan nabi tidak
melalui penelitian.
Wallohu A'lam