Allah berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ
وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرّاً وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ
تِجَارَةً لَّن تَبُورَ. لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن
فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan
shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan
kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah
menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka
dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri. (QS Al Fathir: 29-30)
عَن اَبيِ هُرَيَرةَ رَضَيِ اللٌهُ عَنهُ أنَ رَسُولَ اللٌهِ صَلَيِ اللٌهٌ
عَلَيهِ وَسَلَم قَالَ مَا اجٌتَمَعَ قَومُ فيِ بَيتٍ مِن بُيُوتِ اللٌهِ
يَتلُونَ كتَابَ اللٌهِ وَيَتَدَا رَسُونَه فِيمَا بَيْنَهُم إلا نَزَلتْ
عليْهمُ السَكِينَةُ وَغَشِيتهُمُ الرَّحمةُ وَحَفَتهمُ الملآئكةُ
وَذَكَرَهُمُ اللٌهُ فِيمَن عِندَهُ. (رواه مسلم وابو داوود)
Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah
suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka
membaca kitab Allah dan saling mengajarkannya di antara mereka,
melainkan diturunkan ke atas mereka sakinah, rahmat menyirami mereka,
para malaikat mengerumuni mereka, dan Allah Swt. menyebut-nyebut mereka
di kalangan (malaikat) yang ada disisinya.” (Hr. Muslim dan Abu Dawud)
Hadits ini menerangkan keutamaan khusus madrasah-madrasah dan pondok
pesantren yang memiliki berbagai kemuliaan. Setiap kemuliaan itu
memiliki derajat sangat tinggi, sehingga jika seseorang menghabiskan
umurnya untuk mendapatkan suatu kemuliaan saja, itu pun masih murah dan
sangat banyak nikmat yang diperolehnya. Khususnya keutamaan yang
terakhir, yaitu akan disebut-sebut di majelis Allah. Dan disebutnya nama
kita dimajelis Kekasih kita merupakan nikmat yang tidak bisa
dibandingkan dengan apapun.
Mengenai turunnya sakinah telah banyak disebutkan dalam berbagai
riwayat. Ulama hadits telah banyak menjelaskan penafsirannya, tetapi
tidak ada pertentangan diantara perbedaan mereka, bahkan jika disatukan
akan memiliki maksud yang sama.
Ali r.a. menafsirkan sakinah adalah sejenis udara khusus yang mempunyai
wajah manusia. Sujirah.a. berpendapat bahwa sakinah adalah nama sejenis
mangkuk di surge yang terbuat dari emas yang digunakan untuk mencuci
hati para Nabi. Sebagian ulama mengatakan bahwa sakinahadalah suatu
rahmat khusus. Thabrani rah.a.mendukung pendapat yang mengatakan
bahwasakinah adalah ketenangan hati. Sebagian lagi menafsirkan sakinah
sebagai kedamaian. Pendapat lain menyebutkan sakinah sebagai kewibawaan.
Dan lainnya lagi menafsirkan sakinahadalah malaikat. Selain itu masih
banyak penafsiran lainnya.
Hafizh Ibnu Hajar rah.a. menulis dalam Fathul-Baribahwa arti sakinah
mencakup semua yang telah disebutkan di atas. Imam Nawawi rah.a
menafsirkan bahwa sakinah adalah gabungan antara ketenangan, rahmat, dan
lain-lainnya, yang diturunkan bersama malaikat.
Allah Swt. Berfirman,
“Maka Allah menurunkan sakinah-Nya ke atasnya.”(Qs. At Taubah [9] : 40).
Dalam ayat yang lain disebutkan:
“Dialah yang menurunkan sakinah ke dalam hati orang-orang yang beriman.” (Qs. Al Fath [48]:4)
“…Di dalamnya terdapat ketenangan dari Rabbmu…” (Qs. Al Baqarah [2]:248)
Ternyata banyak sekali ayat al Qur’an dan hadits yang menyebutkan kabar
gembira itu. Diriwayatkan dalam kitab Ihya bahwa Ibnu Tsauban r.a.
pernah berjanji kepada saudaranya bahwa ia akan berbuka shaum bersama,
tetapi ternyata ia baru tiba keesokan paginya. Ketika saudaranya
menanyakan penyebab keterlambatannya, Ibnu Tsauban menjawab, “Seandainya
bukan karena janjiku kepadamu, tentu aku tidak akan membuka rahasia
keterlambatanku ini. Kejadiannya adalah sebagai berikut: tanpa disengaja
aku telah terlambat hingga waktu Isya. Setelah shalat Isya aku merasa
bahwa aku harus shalat Witir, karena aku tidak tenang jika kematian
datang pada malam itu, dan hal itu akan menjadi sisa tanggung jawabku.
Ketika aku sedang membaca do’a Qunut, terlihat olehku sebuah taman Surga
hijau yang dipenuhi berbagai jenis bunga.
Demikian asyiknya aku memandang taman itu, sehingga tanpa terasa tibalah waktu Shubuh.”
Kisah seperti di atas juga telah banyak terjadi pada alim ulama kita
dahulu, namun hal itu akan diperoleh jika telah terputus hubungan dengan
segala sesuatu kecuali dengan Allah semata, serta dengan bertawajuh
secara sempurna kepada-Nya.
Mengenai ‘malaikat yang datang mengelilingi’, banyak riwayat yang menjelaskan hal itu.
Demikian juga mengenai kisah Usaid bin Hudhair r.a., telah banyak
dijelaskan dalam kitab-kitab hadits. Yaitu ketika ia sedang membaca al
Qur’an, ia merasa ada segumpal awan mendekatinya. Ketika hal itu
ditanyakan kepada Nabi saw. maka beliau bersabda, “Itu adalah para
malaikat yang datang untuk mendengarkan bacaan al Qur’an. Begitu banyak
malaikat yang datang, sehingga terlihat seperti kumpulan awan.” Suatu
ketika, seorang sahabat merasakan ada awan yang mengiringinya, maka
Rasulullah saw. bersabda, “Itu adalahsakinah,” yaitu rahmat yang
diturunkan karena bacaan al Qur’an. Dalam Shahih Muslim, hadits ini
diriwayatkan dengan lebih jelas lagi, dan kiamat terakhir dari hadits
tersebut adalah:
“Siapa yang karena kemaksiatannya menjauhkan ia dari rahmat Allah, maka
kemuliaan keturunannya tidak dapat mendekatkan dirinya kepada rahmat
Allah.”
Orang yang mulia nasabnya tetapi sering berbuat dosa dan maksiat tidak
dapat disamakan di hadapan Allah dengan orang yang hina nasabnya tetapi
bertakwa kepada Allah. Al Qur’an menyebutkan:
‘….Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa…” (al Hujarat [49]:13)
Sebagian orang malas membaca Al Quran padahal di dalam terdapat petunjuk untuk hidup di dunia.
Sebagian orang merasa tidak punya waktu untuk membaca Al Quran padahal di dalamnya terdapat pahala yang besar.
Sebagian orang merasa tidak sanggup belajar Al Quran karena sulit
katanya, padahal membacanya sangat mudah dan sangat mendatangkan
kebaikan. Mari perhatikan hal-hal berikut:
Membaca Al Quran adalah perdagangan yang tidak pernah merugi
{الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا
مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ
تَبُورَ (29) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ
إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ (30)}
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan
salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah
menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka
dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
قال قتادة رحمه الله: كان مُطَرف، رحمه الله، إذا قرأ هذه الآية يقول: هذه آية القراء.
“Qatadah (wafat: 118 H) rahimahullah berkata, “Mutharrif bin Abdullah
(Tabi’in, wafat 95H) jika membaca ayat ini beliau berkata: “Ini adalah
ayat orang-orang yang suka membaca Al Quran” (Lihat kitab Tafsir Al
Quran Al Azhim).
Asy Syaukani (w: 1281H) rahimahullah berkata,
أي: يستمرّون على تلاوته ، ويداومونها .
“Maksudnya adalah terus menerus membacanya dan menjadi kebiasaannya” (Lihat kitab Tafsir Fath Al Qadir).
Dari manakah sisi tidak meruginya perdagangan dengan membaca Al Quran?
Satu hurufnya diganjar dengan 1 kebaikan dan dilipatkan menjadi 10 kebaikan.
عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ رضى الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ
فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم
حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ ».
“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf
dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu
kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak
mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf
dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab
Shahih Al Jami’, no. 6469)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رضى الله عنه قَالَ : تَعَلَّمُوا هَذَا
الْقُرْآنَ ، فَإِنَّكُمْ تُؤْجَرُونَ بِتِلاَوَتِهِ بِكُلِّ حَرْفٍ عَشْرَ
حَسَنَاتٍ ، أَمَا إِنِّى لاَ أَقُولُ بِ الم وَلَكِنْ بِأَلِفٍ وَلاَمٍ
وَمِيمٍ بِكُلِّ حَرْفٍ عَشْرُ حَسَنَاتٍ.
“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pelajarilah Al Quran
ini, karena sesungguhnya kalian diganjar dengan membacanya setiap
hurufnya 10 kebaikan, aku tidak mengatakan itu untuk الم , akan tetapi
untuk untuk Alif, Laam, Miim, setiap hurufnya sepuluh kebaikan.” (Atsar
riwayat Ad Darimy dan disebutkan di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash
Shahihah, no. 660).
Dan hadits ini sangat menunjukan dengan jelas, bahwa muslim siapapun
yang membaca Al Quran baik paham atau tidak paham, maka dia akan
mendapatkan ganjaran pahala sebagaimana yang dijanjikan. Dan
sesungguhnya kemuliaan Allah Ta’ala itu Maha Luas, meliputi seluruh
makhluk, baik orang Arab atau ‘Ajam (yang bukan Arab), baik yang bisa
bahasa Arab atau tidak.
Kebaikan akan menghapuskan kesalahan.
{إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ} [هود: 114]
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Hud: 114)
Setiap kali bertambah kuantitas bacaan, bertambah pula ganjaran pahala dari Allah.
عنْ تَمِيمٍ الدَّارِىِّ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ بِمِائَةِ آيَةٍ فِى لَيْلَةٍ كُتِبَ لَهُ
قُنُوتُ لَيْلَةٍ»
“Tamim Ad Dary radhiyalahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca 100 ayat pada suatu malam
dituliskan baginya pahala shalat sepanjang malam.” (HR. Ahmad dan
dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6468).
Bacaan Al Quran akan bertambah agung dan mulia jika terjadi di dalam shalat
.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ إِذَا رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ أَنْ
يَجِدَ فِيهِ ثَلاَثَ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ قُلْنَا نَعَمْ. قَالَ «
فَثَلاَثُ آيَاتٍ يَقْرَأُ بِهِنَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ خَيْرٌ لَهُ
مِنْ ثَلاَثِ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Maukah salah seorang dari
kalian jika dia kembali ke rumahnya mendapati di dalamnya 3 onta yang
hamil, gemuk serta besar?” Kami (para shahabat) menjawab: “Iya”,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Salah seorang dari
kalian membaca tiga ayat di dalam shalat lebih baik baginya daripada
mendapatkan tiga onta yang hamil, gemuk dan besar.” (HR. Muslim).
Membaca Al Quran bagaimanapun akan mendatangkan kebaikan
عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ
الْبَرَرَةِ وَالَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ
عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ ».
“Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran akan
bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada
Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya dan
sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala” (HR. Muslim).
Orang yang mahir membaca Al-Qur`an adalah orang yang bagus dan tepat bacaannya.
Adapun orang yang tidak tepat dalam membacanya dan mengalami kesulitan,
maka baginya dua pahala : pertama, pahala tilawah, dan kedua, pahala
atas kecapaian dan kesulitan yang ia alami.
Maksud orang yang ahli dalam al Qur’an adalah orang yang hafal al Qur’an
dan senantiasa membacanya, apalagi jika memahami arti dan maksudnya.
Dan yang dimaksud ‘bersama-sama malaikat’ adalah, ia termasuk golongan
yang memindahkan al Qur’an al-Karim dan Lauh Mahfuzh, karena ia
menyampaikannya kepada orang lain melalui bacaannya. Dengan demikian,
keduanya memiliki pekerjaan yang sama. Atau bisa juga berarti, ia akan
bersama para malaikat pada hari Mahsyar kelak.
Orang yang terbata-bata membaca al Qur’an akan memperoleh pahala dua
kali; satu pahala karena bacaannya, satu lagi karena kesungguhannya
mempelajari al Qur’an berkali-kali. Tetapi bukan berarti pahalanya
melebihi pahala orang yang ahli al Qur’an. Orang yang ahli al Qur’an
tentu saja memperoleh derajat yang istimewa, yaitu bersama malaikat
khusus. Maksud yang sebenarnya adalah, bahwa dengan bersusah payah
mempelajari al Qur’an akan menghasikan pahala ganda. Oleh karena itu,
kita jangan meninggalkan baca al Qur’an, walaupun mengalami kesulitan
dalam membacanya.
Mulla Ali Qari rah.a. meriwayatkan dari Thabrani dan Baihaqi, “Barang
siapa membaca al Qur’an sedangkan ia tidak hafal, maka ia akan
memperoleh pahala dua kali lipat. Dan barang siapa benar-benar ingin
menghafal al Qur’an, sedangkan ia tidak mampu, tetapi ia terus
membacanya, maka Allah akan membangkitkannya pada hari Mashyar bersama
para hafizh al Qur’an.
Membaca Al Quran akan mendatangkan syafa’at
عَنْ أَبي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىُّ رضى الله عنه قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ
يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ…
“Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Bacalah Al Quran
karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi
syafa’at kepada orang yang membacanya” (HR. Muslim).
عَن عَلِيٍ رَضَي اللٌهُ عَنهُ وَ كَرٌمَ اللٌهُ وَجهَة قَالَ رَسُولُ
اللٌهِ صَلٌيُ اللٌهُ عَلَيهَ وَسَلَمَ مَن قَرأ القُرانَ فَاستَظهَرَه
فَحَلٌ حَلآلَه وَحَرٌمَ حَرَامَهُ اَدخَلَهُ اللٌهُ الجَنٌةَ وَشَفٌعَه
فيِ عَشَرةَ مِن اَهلِ بَيِته كُلٌهٌم قَد وَجبت لَهُ النٌارُ.(رواه أحمد
والترمذي وقال هذا حديث غريب وحفص بن سليمان الراوي ليس هو بالتقوى يضعف في
الحديث ورواه أبن ماجه والدارمي).
Dari Ali karramallaahu wajhah, ia berkata bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Barangsiapa membaca al Qur’an dan menghafalnya, lalu
menghalalkan apa yang dihalalkannya dan mengharamkan apa yang
diharamkannya, maka Allah Swt. akan memasukannya ke dalam Surga dan
allah menjaminnya untuk member syafaat kepada sepuluh orang keluarganya
yang kesemuanya telah diwajibkan masuk neraka.” (Hr. Ahmad dan Tirmidzi)
Setiap mu’min insya Allah akan masuk surge, meskipun ada yang harus
dibersihkan dulu denga azab disebabkan dosa-dosanya. Namun bagi hafizh
al Qur’an, ia memiliki keutamaan masuk Surga pertama kali. Bahkan
seorang hafizh al Qur’an dapat member syafaat kepada sepuluh orang yang
fasik dan banyak berbuat dosa besar, tetapi orang kafir tidak akan
memperoleh syafaat itu. Allah berfirman:
{إنهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عليهِ الجنَّةَ وَمَآواهُ النَّارُ وَمَا للظَّالِميْنَ مَنْ أنْصَارٍ}
“Sesungguhnya orang yang menyekutukan Allah (dengan sesuatu), maka telah
Allah haramkan baginya Surga dan tempatnya adalah neraka, dan tidak ada
bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun.” (al Maidah [5] : 72)
Firman-Nya yang lain:
{مَا كانَ لِلنَّبِيِ وَالذِيْنَ أمنُوآ أنْ يَّسْتَغْفِرُوا للِمُشْركِيْنَ}
“Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan
ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” (Qs. At Taubah [9] :113)
Dalil-dalil diatas dengan jelas menyatakan bahwa tidak ada ampunan bagi
kaum musyrikin, sehingga syafaat seorang hafizh hanya terbatas bagi kaum
muslimin yang harus masuk neraka karena dosa-dosa mereka. Oleh sebab
itu, barangsiapa ingin selamat dari api neraka, sedangkan ia bukan
seorang hafizh dan tidak mampu menjadi seorang hafizh, maka
sekurang-kurangnya hendaklah ia berusaha menjadikan salah seorang
diantara keluarganya atau kerabatnya hafizh al Qur’an. Disamping itu, ia
sendiri harus selalu berusaha menjauhi segala dosa sehingga terhindar
dari azab.
Syukur kepada Allah atas nikmat-Nya kepada orang ini (Syaikh Zakariya,
penyusun kitab ini –pent.)yang telah menjadikan ayahnya, pamannya, nenek
dan kakeknya, ibunya, dan seluruh ahli keluarganya sebagai
hafizh-hafizh alQuran. Semoga Allah menambah rahmah-Nya lebih banyak
lagi
Masih banyak lagi keutamaan-keutamaan yang memotivasi seseorang untuk
memperbanyak bacaan Al Quran terutama di bulan membaca Al Quran.
Dan pada tulisan kali ini hanya menyebutkan sebagian kecil keutamaan
dari membaca Al Quran bukan untuk menyebutkan seluruh keutamaannya.
Dan ternyata generasi yang diridhai Allah itu, adalah mereka orang-orang
yang giat dan semangat membaca Al Quran bahkan mereka mempunyai jadwal
tersendiri untuk baca Al Quran.
عَنْ أَبِى مُوسَى رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « إِنِّى لأَعْرِفُ أَصْوَاتَ رُفْقَةِ الأَشْعَرِيِّينَ
بِالْقُرْآنِ حِينَ يَدْخُلُونَ بِاللَّيْلِ وَأَعْرِفُ مَنَازِلَهُمْ مِنْ
أَصْوَاتِهِمْ بِالْقُرْآنِ بِاللَّيْلِ وَإِنْ كُنْتُ لَمْ أَرَ
مَنَازِلَهُمْ حِينَ نَزَلُوا بِالنَّهَارِ…».
“Abu Musa Al Asy’ary radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui
suara kelompok orang-orang keturunan Asy’ary dengan bacaan Al Quran,
jika mereka memasuki waktu malam dan aku mengenal rumah-rumah mereka
dari suara-suara mereka membaca Al Quran pada waktu malam, meskipun
sebenarnya aku belum melihat rumah-rumah mereka ketika mereka berdiam
(disana) pada siang hari…” (HR. Muslim).
Dari shahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ مَثَلُ الأُتْرُجَّةِ :
رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ ، وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لاَ
يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ : لاَ رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا
حُلْوٌ ، وَمَثلُ المُنَافِقِ الَّذِي يقرأ القرآنَ كَمَثلِ الرَّيحانَةِ :
ريحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ ، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي لاَ
يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثلِ الحَنْظَلَةِ : لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا
مُرٌّ )) متفقٌ عَلَيْهِ .
“Perumpaan seorang mu`min yang rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti
buah Al-Atrujah : aromanya wangi dan rasanya enak. Perumpamaan seorang
mu`min yang tidak membaca Al-Qur`an adalah seperti buah tamr (kurma) :
tidak ada aromanya namun rasanya manis.
Perumpamaan seorang munafiq namun ia rajin membaca Al-Qur`an adalah
seperti buah Raihanah : aromanya wangi namun rasanya pahit. Sedangkan
perumpaan seorang munafiq yang tidak rajin membaca Al-Qur`an adalah
seperti buah Hanzhalah : tidak memiliki aroma dan rasanya pun pahit.”
[Al-Bukhari 5427, Muslim 797]
Seorang mu`min yang rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah
Al-Atrujah, yaitu buah yang aromanya wangi dan rasanya enak. Karena
seorang mu`min itu jiwanya bagus, qalbunya juga baik, dan ia bisa
memberikan kebaikan kepada orang lain. Duduk bersamanya terdapat
kebaikan. Maka seorang mu`min yang rajin membaca Al-Qur`an adalah baik
seluruhnya, baik pada dzatnya dan baik untuk orang lain. Dia seperti
buah Al-Atrujah, aromanya wangi dan harum, rasanya pun enak dan lezat.
Adapun seorang mu’min yang tidak membaca Al-Qur`an adalah seperti buah
kurma. Rasanya enak namun tidak memiliki aroma yang wangi dan harum.
Jadi seorang mu’min yang rajin membaca Al-Qur`an jauh lebih utama
dibanding yang tidak membaca Al-Qur`an. Tidak membaca Al-Qur`an artinya
tidak mengerti bagaimana membaca Al-Qur`an, dan tidak pula berupaya
untuk mempelajarinya.
Perumpamaan seorang munafiq, namun ia rajin membaca Al-Qur`an adalah
seperti buah Raihanah : aromanya wangi namun rasanya pahit. Karena orang
munafiq itu pada dzatnya jelek, tidak ada kebaikan padanya. Munafiq
adalah : orang yang menampakkan dirinya sebagai muslim namun hatinya
kafir –wal’iyya dzubillah-.
MasyaAllah, coba kita bandingkan dengan diri kita apakah yang kita
pegang ketika malam hari, sebagian ada yang memegang remote televisi
menonton program-program yang terkadang bukan hanya tidak bermanfaat
tetapi mengandung dosa dan maksiat, apalagi di dalam bulan Ramadhan.
Dan jikalau riwayat di bawah ini shahih tentunya juga akan menjadi dalil
penguat, bahwa kebiasan generasi yang diridhai Allah yaitu para
shahabat radhiyallahu ‘anhum ketika malam hari senantiasa mereka membaca
Al Quran. Tetapi riwayat di bawah ini sebagian ulama hadits ada yang
melemahkannya.
عَنْ أَبِى صَالِحٍ رحمه الله قَالَ قَالَ كَعْبٌ رضى الله عنه: نَجِدُ
مَكْتُوباً : مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ فَظٌّ
وَلاَ غَلِيظٌ ، وَلاَ صَخَّابٌ بِالأَسْوَاقِ ، وَلاَ يَجْزِى
بِالسَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ ، وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَغْفِرُ ، وَأُمَّتُهُ
الْحَمَّادُونَ ، يُكَبِّرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى كُلِّ نَجْدٍ ،
وَيَحْمَدُونَهُ فِى كُلِّ مَنْزِلَةٍ ، يَتَأَزَّرُونَ عَلَى
أَنْصَافِهِمْ ، وَيَتَوَضَّئُونَ عَلَى أَطْرَافِهِمْ ، مُنَادِيهِمْ
يُنَادِى فِى جَوِّ السَّمَاءِ ، صَفُّهُمْ فِى الْقِتَالِ وَصَفُّهُمْ فِى
الصَّلاَةِ سَوَاءٌ ، لَهُمْ بِاللَّيْلِ دَوِىٌّ كَدَوِىِّ النَّحْلِ ،
مَوْلِدُهُ بِمَكَّةَ ، وَمُهَاجِرُهُ بِطَيْبَةَ ، وَمُلْكُهُ بِالشَّامِ.
“Abu Shalih berkata: “Ka’ab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami dapati
tertulis (di dalam kitab suci lain): “Muhammad adalah Rasulullah
shallallahu ‘alahi wasallam, tidak kasar, tidak pemarah, tidak berteriak
di pasar, tidak membalas keburukan dengan keburukan akan tetapi
memaafkan dan mengampuni, dan umat (para shahabat)nya adalah orang-orang
yang selalu memuji Allah, membesarkan Allah ‘Azza wa Jalla atas setiap
perkara, memuji-Nya pada setiap kedudukan, batas pakaian mereka pada
setengah betis mereka, berwudhu sampai ujung-ujung anggota tubuh mereka,
yang mengumandangkan adzan mengumandangkan di tempat atas, shaf mereka
di dalam pertempuran dan di dalam shalat sama (ratanya), mereka memiliki
suara dengungan seperti dengungannya lebah pada waktu malam, tempat
kelahiran beliau adalah Mekkah, tempat hijranya adalah Thayyibah
(Madinah) dan kerajaannya di Syam.”
Maksud dari “mereka memiliki suara dengungan seperti dengungannya lebah pada waktu malam” adalah:
أي صوت خفي بالتسبيح والتهليل وقراءة القرآن كدوي النحل
“Suara yang lirih berupa ucapan tasbih (Subhanallah), tahlil (Laa Ilaaha
Illallah), dan bacaan Al Quran seperti dengungannya lebah”. (Lihat
kitab Mirqat Al Mafatih Syarh Misykat Al Mashabih).
Salah satu ibadah paling agung adalah membaca Al Quran
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما : ضَمِنَ اللَّهُ لِمَنَ اتَّبَعَ
الْقُرْآنَ أَنْ لاَ يَضِلَّ فِي الدُّنْيَا ، وَلاَ يَشْقَى فِي الآخِرَةِ
، ثُمَّ تَلاَ {فَمَنَ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى}.
“Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Allah telah menjamin
bagi siapa yang mengikuti Al Quran, tidak akan sesat di dunia dan tidak
akan merugi di akhirat”, kemudian beliau membaca ayat:
{فَمَنَ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى}
“Lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan
tidak akan celaka”. (QS. Thaha: 123) (Atsar shahih diriwayatkan di dalam
kitab Mushannaf Ibnu Abi Syaibah).
عَنْ خَبَّابِ بْنِ الْأَرَتِّ رضى الله عنه أَنَّهُ قَالَ: ” تَقَرَّبْ
مَا اسْتَطَعْتَ، وَاعْلَمْ أَنَّكَ لَنْ تَتَقَرَّبَ إِلَى اللهِ بِشَيْءٍ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ كَلَامِهِ “.
“Khabbab bin Al Arat radhiyallahu ‘anhuberkata: “Beribadah kepada Allah
semampumu dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan pernah
beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang lebih dicintai-Nya
dibandingkan (membaca) firman-Nya.” (Atsar shahih diriwayatkan di dalam
kitab Syu’ab Al Iman, karya Al Baihaqi).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بن مسعود رضى الله عنه ، أنه قَالَ: ” مَنْ أَحَبَّ أَنْ
يَعْلَمَ أَنَّهُ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ فَلْيَنْظُرْ، فَإِنْ كَانَ
يُحِبُّ الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ “.
“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Siapa yang ingin
mengetahui bahwa dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka perhatikanlah
jika dia mencintai Al Quran maka sesungguhnya dia mencintai Allah dan
rasul-Nya.” (Atsar shahih diriwayatkan di dalam kitab Syu’ab Al Iman,
karya Al Baihaqi).
Jelaslah, bahwa membaca al Qur’an itu lebih baik daripada dzikir, sebab
al Qur’an adalahkallamullah. Telah disebutkan sebelumnya bahwa keutamaan
kalamullah dibandingkan kalam yang lain adalah seumpama keutamaan Allah
diatas seluruh makhluk-Nya. Mengenai keutamaan dzikir daripada sedekah
juga telah disebutkan dalam hadits lain. Tetapi keutamaan sedekah
daripada shaum dalam hadits diatas seolah-olah bertentangan dengan
hadits-hadits mengenai keutamaan shaum. Perbedaan ini adalah bergantung
pada keadaan tertentu. Pada sebagian keadaan, shaum dapat lebih utama
daripada sedekah atau sebaliknya. Juga bergantung pada perbedaan kondisi
seseorang, karena boleh jadi bagi sebagian orang, shaum itu lebih
utama.
Dalam hadits di atas shaum disebutkan pada urutan terakhir dibanding
amal-amal lainnya. Apabila shaum saja dapat menjadi penghalang api
neraka, maka bagaimanakah dengan tilawat al Qur’an yang ditempatkan pada
urutan pertama?
Pengarang kitab Ihya meriwayatkan dari Ali r.a. bahwa jika seseorang
membaca al Qur’an dalam shalat sambil berdiri, maka setiap hurufnya
berpahala seratus kebaikan; jika pembacanya dalam shalat sambil duduk,
maka dari setiap hurufnya mendapat lima puluh kebaikan; jika membacanya
diluar shalat dalam keadaan berwudhu, maka dari setiap hurufnya
berpahala dua puluh lima kebaikan; jika membacanya tanpa wudhu, maka
dari setiap hurufnya sepuluh kebaikan; dan jika seseorang tidak membaca
al Qur’an orang lain dengan tawajuh, maka dari setiap huruf yang
didengarkanya berpala satu kebaikan.
وقال وهيب رحمه الله: “نظرنا في هذه الأحاديث والمواعظ فلم نجد شيئًا أرق
للقلوب ولا أشد استجلابًا للحزن من قراءة القرآن وتفهمه وتدبره”.
"Berkata Wuhaib rahimahullah: “Kami telah memperhatikan di dalam
hadits-hadits dan nasehat ini, maka kami tidak mendapati ada sesuatu
yang paling melembutkan hati dan mendatangkan kesedihan dibandingkan
bacaan Al Quran, memahami dan mentadabburinya”.
Wallohu A'lam Bisshowab