Sahabat-sahabat Rasulullah adalah manusia-manusia terbaik setelah para
nabi. Mereka memberikan teladan dalam mengimani, mengamalkan, dan
mendakwahkan Islam. Abdullah bin Mas’ud pernah menuturkan perihal
sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ucapan beliau yang
terkenal,
إِنَّ اللهَ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ، فَاصْطَفَاهُ
لِنَفْسِهِ فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ
الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ، فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ
قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُوْنَ
عَلَى دِيْنِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ
حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ
Sesungguhnya Allah memperhatikan hati para hamba-Nya. Allah mendapati
hati Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah hati yang paling baik,
sehingga Allah memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya sebagai
pembawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba-Nya setelah
hati Muhammad. Allah mendapati hati para sahabat beliau adalah hati yang
paling baik. Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai para
pendukung Nabi-Nya yang berperang demi membela agama-Nya. Apa yang
dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi
Allah. Apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi Allah.”
(Diriwayatkan oleh Imam Ahmad).
Salah satu sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang patut
kita teladani dan kita ceritakan kisah hidupnya ke anak-anak kita adalah
kisah sahabat Saad bin Muadz radhillahu ‘anhu. Dialah seorang yang
Rasulullah bersabda ketika memakamkan jenazahnya, ““Sungguh, ‘Arasy
Ar-Rahman bergetar dengan berpulangnya Saad bin Muadz.”
Berikut ini kisah singkat tentang Saad bin Muadz
Nasab Saad bin Muadz
Di antara tradisi Arab adalah sangat perhatian dengan nasab mereka,
karena itu tidak lengkap rasanya menceritakan salah seorang tokoh-tokoh
Arab tanpa mengenalkan nasab mereka.
Nasab Saad bin Muadz adalah Saad bin Muadz bin Salman bin Imril Qois
al-Anshari al-Asyhali dan ibunya adalah Kabsyah bin Rafi’ bin Ubaidah
bin Tsa’labah. Adapun kun-yahnya adalah Abu Amr. Dari keterangan di
atas, jelaslah bagi kita bahwa Saad bin Muadz merupakan salah seorang
sahabat anshar, yang berasal dari Madinah.
Saad adalah seorang pemuda yang berpostur tinggi-besar dan tampan,
bahkan termasuk salah seorang sahabat yang paling tinggi dan besar
badannya. Kulitnya putih dan janggutnya rapi.
Memeluk Islam
Saad merupakan tokoh dari Bani Asyhal dan ia memiliki pengaruh yang
sangat besar untuk kaumnya. Ia memeluk Islam 1 tahun sebelum kedatangan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Kota Yatsrib, Madinah
an-Nabawiyah. Saat itu, Saad berusia 31 tahun.
Cerita keislaman Saad bermula ketika serombongan orang-orang Madinah
datang menuju Mekah di musim haji, mereka menemui Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Saat itulah Rasulullah membacakan Alquran kepada
penduduk Yatsrib dan memberitahukan bahwa beliau adalah utusan Allah.
Mendengar penjelasan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
mereka pun teringat dengan kabar yang disebutkan oleh orang-orang ahli
kitab bahwasanya akan diutus seorang rasul di tanah Arab dengan ciri
demikian dan demikian, rasul tersebut adalah penutup para nabi dan
rasul. Pendatang Yatsrib ini pun beriman dan membenarkan apa yang dibawa
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setibanya di kampung mereka, di Yatsrib, Madinah al-Munawwarah, para
sahabat nabi ini mendakwahkan Islam kepada penduduk kampung mereka
secara sembunyi-sembunyi. Dakwah mereka pun kian diterima oleh penduduk.
Dengan pertambahan penduduk yang memeluk Islam, mereka meminta kepada
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengirim seorang sahabat
senior, mendakwahkan Islam di kota mereka. Rasulullah menanggapi
permintaan sahabatnya tersebut dengan mengirim Mush’ab bin Umair
radhiallahu ‘anhu untuk mendakwahi penduduk Kota Yatsrib. Dengan
diutusnya Mush’ab bin Umair radhiallahu ‘anhu inilah cerita keislaman
Saad bin Muadz dimulai.
Datang ke Madinah, Mush’ab menetap di Bani Ghanam di rumah As’ad bin
Zurarah. Beliau radhiallahu ‘anhu memulai mentarbiyah penduduk dengan
ajaran Islam, membacakan mereka Alquran, dan menyeru kepada tauhid.
Kedatangan Mush’ab ini akhirnya terdengar oleh seorang tokoh Yatsrib,
Saad bin Muadz.
Saad bin Muadz berkata kepada Usaid bin Hudhair temuilah dua orang
laki-laki itu (As’ad bin Zurarah dan Mush’ab bin Umair), mereka datang
ke pemukiman kita untuk membodohi orang-orang lemah dari kalangan kita,
larang dan ancam mereka, aku tidak mau melakukannya karena As’ad bin
Zurarah adalah anak bibiku (sepupuku), seandainya bukan karena hal itu,
maka aku (sendiri yang akan melakukannya dan) tidak menyuruh.
Segera Usaid bin Hudhair mengambil tombaknya dan pergi menemui Mush’ab
dan As’ad yang saat itu sedang duduk di kebun. Ketika As’ad bin Zararah
radhiallahu ‘anhu melihat (kedatangan) Usaid bin Hudair maka ia berkata
kepada Mush’ab bin Umair, “Itu (Usaid bin Umair) adalah pemimpin
kaumnya, berkata benarlah tentang Allah kepadanya.”
Mush’ab bin Umair menjawab, “Jika ia mau duduk mendengarkan, aku akan bicara kepadanya”.
Maka datanglah Usaid bin Hudair dan berdiri di hadapan keduanya dan
mecaci-maki keduanya, kemudian berkata, “Apa tujuan kalian datang kepada
kami untuk membodohi orang-orang lemah dari kami?!, jika kalian
mempunyai suatu kepentingan, sekarang pergilah kalian dari kami”.
Amarah Usaid itu diladeni dengan tenang oleh Mush’ab, “Maukah engkau
duduk dan mendengarkanku, jika engkau menerima apa yang aku katakan maka
tentunya engkau bisa menerimanya, dan jika engkau membencinya maka
hentikanlah”.
Usaid menjawab, “Engkau benar”. Usaid pun menancapkan tombaknya dan
duduk bersama keduanya, maka Mush’ab radhiallahu ‘anhu berbicara
kepadanya tentang Islam dan ia membacakan kepadanya Alquran. Usaid pun
sangat berkesan dengan pembawaan Mush’ab bin Umair, ia mengatakan, “Demi
Allah, sungguh kami telah mengetahui kemuliaan Islam sebelum ia
berbicara tentang Islam dalam kemuliaan dan kemudahannya”. Kemudian ia
berkata lagi, “Sungguh tidak ada yang lebih bagus dari perkataan ini
(Alquran), apa yang harus aku lakukan jika aku ingin masuk agama ini?”
tanyanya. maka mereka menjelaskan kepadanya: “Engkau harus mandi
mensucikan diri, mensucikan pakaianmu, kemudian bersyahadat dengan benar
dan melaksanakan shalat.” Usaid pun mandi, menyucikan pakaiannya,
bersyahadat, kemudian shalat dua rakaat.
Setelah menunaikan hal itu Usaid mengatakan suatu perkataan yang
menjelaskan bagaimana kedudukan seorang Saad bin Muadz. Usaid berkata,
“Sesungguhnya ada seseorang di belakangku, jika dia mengikuti kalian
berdua, niscaya tidak ada seorang pun dari kaumnya kecuali akan ikut
memeluk Islam. Aku akan bawa kalian kepadanya.”
Berangkatlah Usaid bersama As’ad dan Mush’ab radhiallahu ‘anhum menuju
Saad bin Muadz yang tengah berkumpul bersama kaumnya. Melihat kedatangan
Usaid, Saad berkata kepada orang di sekelilingnya, “Aku bersumpah atas
nama Allah, dia datang dengan wajah yang berbeda saat dia berangkat
meninggalkan kita.” Setelah Saad menanyakan hasil pertemuannya dengan
As’ad dan Mush’ab, Mush’ab pun memulai pembicaraan dengan Saad.
Mush’ab berkata, “Bagaimana kiranya kalau Anda duduk dan mendengar (apa
yang hendak aku sampaikan)? Jika engkau ridha dengan apa yang aku
ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku akan
pergi”. Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih bijak”. Mush’ab pun
menjelaskan kepada Saad apa itu Islam, lalu membacakannya Alquran.
Saad memiliki kesan yang sama dengan Usaid ketika menggambarkan
perawakan Mush’ab bin Umair radhiallahu ‘anhu. Kata Saad, “Demi Allah,
dari wajahnya, sungguh kami telah mengetahui kemuliaan Islam sebelum ia
berbicara tentang Islam, tentang kemuliaan dan kemudahannya”. Kemudian
Saad berkata, “Apa yang harus kami perbuat jika kami hendak memeluk
Islam?” “Mandilah, bersihkan pakaianmu, ucapkan dua kalimat syahadat,
kemudian shalatlah dua rakaat”. Jawab Mush’ab. Saad pun melakukan apa
yang diperintahkan Mush’ab.
Setelah itu, Saad berdiri dan berkata kepada kaumnya, “Wahai Bani Abdu
Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukan di sisi kalian?”
Mereka menjawab, “Engkau adalah pemuka kami, orang yang paling bagus
pandangannya, dan paling lurus tabiatnya”.
Lalu Saad mengucapkan kalimat yang luar biasa, yang menunjukkan begitu
besarnya wibawanya di sisi kaumnya dan begitu kuatnya pengaruhnya bagi
mereka, Saad berkata, “Haram bagi laki-laki dan perempuan di antara
kalian berbicara kepadaku sampai ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya!”
Tidak sampai sore hari seluruh kaumnya pun beriman kecuali Ushairim, ia
beriman saat tiba Perang Uhud, belum pernah sujud namun ia syahid di
jalan Allah dalam perang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda tentang Ushairim, “Dia beramal sedikit, namun mendapat
ganjaran yang sangat banyak”.
Kedudukan Saad bin Muadz
– Kesetiaan Saad Kepada Rasulullah
Dari Muhammad bin Amr dan al-Laits dari kakeknya berkata, “Rasulullah
berangkat menuju Badar sampai tiba di suatu tempat Rasulullah berkhutbah
di hadapan sahabatnya, lalu bertanya, ‘Bagaimana pendapat kalian?’ Abu
Bakar menjawab, ‘Wahai Rasulullah, telah sampai berita kepadaku bahwa
mereka (Quraisy) demikian dan demikian’. Kemudian Rasulullah kembali
berkhutbah, lalu bertanya lagi, ‘Bagaimana pendapat kalian?’ Umar
menjawab sebagaimana jawaban Abu Bakar. Kemudian beliau berkhutbah dan
kembali bertanya, ‘Bagaimana pendapat kalian?’ Saad bin Muadz menjawab,
‘Wahai Rasulullah, jawaban kamikah (Anshar) yang Anda inginkan? Demi
Dzat yang telah memuliakan Anda dan menurunkan kitab kepada Anda, jika
Anda menempuh suatu tempat yang kami belum mengetahuinya hingga Anda
menuju Barku al-Ghumad di arah Yaman, pasti kami akan menempuhnya
bersamamu. Kami tidak akan menjadi sebagian dari orang-orang Bani Israil
yang berkata kepada Musa,
فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ
“Pergilah engkau bersama Rabmu, berperanglah, sesungguhnya kami di sini duduk-duduk saja.” (QS. Al-Maidah: 24)
Kami akan mengatakan pergilah Anda bersama Rab Anda, dan berperanglah, sesungguhnya kami mengikuti.
– Saad Dijamin Masuk Surga
Saad bin Muadz adalah di antara sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang beliau kabarkan menjadi penghuni surga. Hal itu tersirat
dalam sabda beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau diberi
sebuah jubah dari sutra yang halus, beliau menolaknya dengan berkata,
والذي نفس محمد بيده، لمناديل سعد بن معاذ في الجنة أحسن من هذا
“Demi Dzat Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh sapu tangan Saad bin Muadz di surga, lebih baik dari ini.”
Wafatnya
Dalam peristiwa Perang Khandaq atau Perang Ahzab, Kota Madinah dikepung
oleh sekutu-sekutu kafir Quraisy. Saad bin Muadz pun turut serta dalam
perang yang sangat sulit ini. Dalam perang itu, urat nadi Saad disambar
oleh sebuah anak panah, darah pun deras mengalir dari tangannya. Ia
dirawat secara darurat untuk menghentikan keluamya darah.
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar Saad dibawa ke
masjid, dan didirikan kemah untuknya agar ia berada di dekat beliau
selama perawatan.
Dalam keadaan demikian Saad berdoa kepada Allah, “Ya Allah, jika dari
peperangan dengan Quuaisy ini masih Engkau sisakan, maka panjangkanlah
umurku untuk menghadapinya, karena tak ada golongan yang kuinginkan
untuk dihadapi lebih daripada kaum yang telah menganiaya Rasul-Mu,
mendustakannya, dan mengusirnya. Dan seandainya Engkau telah mengakhiri
perang antara kami dengan mereka, jadikanlah kiranya musibah yang telah
menimpaku ini sebagai jalan untuk menemui syahid”.
Kian hari luka yang diderita Saad pun semakin parah. Di saat-saat
terakhir kehidupan Saad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengunjunginya, lalu beliau meletakkan kepala Saad di pangkuan beliau
sambil bersabda, “Ya Allah, Saad telah berjihad di jalan-Mu, membenarkan
Rasul-Mu, dan telah memenuhi kewajibannya. Maka terimalah ruhnya dengan
sebaik-baiknya cara Engkau menerima ruh”.
Doa yang dipanjatkan Nabi pun mendatangkan kesejukan kepada ruh Saad
yang hendak pergi. Saat itu Saad mencoba dengan susah payah mengangkat
kelopak matanya dan mengarahkan pandangannya ke wajah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat ia cintai, kiranya inilah
perjumpaan terakhirnya dengan beliau di dunia ini. Saad mengatakan,
“Salam atasmu wahai Rasulullah, ketahuilah bahwa aku beriman bahwa Anda
adalah utusan Allah”.
Rasulullah menjawab, “Kebahagiaan atasmu wahai Abu Amr”.
Saad bin Muadz radhiallahu ‘anhu pun menghebuskan nafas terakhirnya, ia
wafat di pangkuan manusia yang paling ia cintai, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ia wafat pada tahun 5 H, ketika itu usia beliau 37
tahun, dan dimakamkan di pemakaman Baqi di Madinah.
Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Aku adalah salah seorang yang menggali
makam untuk Saad, dan setiap kami menggali satu lapisan tanah, tercium
oleh kami wangi kesturi”.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
اهتز عرش الرحمن لموت سعد بن معاذ
“Arsy Allah Ar-Rahman bergetar karena wafatnya Saad bin Muadz.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah Saad bin Muadz, tokoh sahabat Anshar memeluk Islam saat beliau
berusia 31 tahun dan wafat saat berusia 37 tahun. Dalam 6 tahun masa
keislamannya, wafatnya membuat Arsy Allah Ta’alabergetar. Semoga Allah
meridhai Saad bin Muadz.