Mamluk atau Mamalik adalah budak belian kasta kesatria yang dimiliki
oleh khalifah Islam yang berkuasa. Meskipun para mamluk adalah belian
namun status mereka diatas budak biasa, yang mana budak biasa tidak
diperkenankan membawa senjata dan juga dilarang melakukan aktivitas
tertentu. Di beberapa tempat tertentu seperti di Mesir, sejak masa
dinasti Ayyubiyah hingga masa Kesultanan Utsmaniyah, mamluk bahkan sudah
menjadi majikan sejati, yang status sosialnya diatas orang merdeka
umumnya.
Secara rinci dinasti mamluk yang pernah berkuasa merujuk kepada:
Dinasti Khwarazmia di Persia (1077–1231)
Dinasti Mamluk di Delhi (1206–1290)
Kesultanan Mamluk di Kairo (1250–1517)
Dinasti Mamluk di Irak (1704–1831)
Para prajurit mamluk ini menciptakan kelas kesatria yang khusus yang
memiliki kedudukan politik yang penting dan memiliki kekuasaan yang
berumur panjang, bertahan sejak abad ke-9 hingga abad ke-19 masehi.
Seiring waktu, para Mamluk menjadi kasta militer yang sangat kuat dalam
sebagian masyarakat Islam. Mamluk memegang kekuasaan politik dan militer
khususnya di Mesir, juga di Syam, Irak dan India. Dalam beberapa kasus,
bahkan menjabat sebagai sultan, sebagian lain mengusai kekuasaan lokal
sebagai Amir. Yang paling terkenal adalah periode Kesultanan Mamluk
(1250–1517), dimana sebuah faksi Mamluk di Mesir berhasil mengambil alih
kekuasaan dari penguasanya, dinasti Ayyubiyah. Mereka awalnya merupakan
prajurit budak yang berasal dari suku-suku bangsa Turki yang
memanfaatkan keadaan dinasti Ayyubiyah yang mulai melemah. Kesultanan
ini dikenal karena mampu memukul mundur invasi pasukan ilkhan dari
Mongol pada Pertempuran Ain Jalut juga dalam melawan pasukan Salib,
mereka secara efektif menggiring pasukan Salib keluar dari Syampada 1291
hingga secara resmi era Pasukan salib berakhir pada 1302.
Pasukan Mamluk pertama dikerahkan pada zaman Abbasiyyah pada abad ke-9.
Bani Abbasiyyah merekrut tentara-tentara ini dari kawasan Kaukasus dan
Laut Hitam dan mereka ini pada mulanya bukanlah orang Islam. Dari Laut
Hitam direkrut bangsa Turki dan kebanyakan dari suku Kipchak.
Keistimewaan tentara Mamluk ini ialah mereka tidak mempunyai hubungan
dengan golongan bangsawan atau pemerintah lain. Tentera-tentera Islam
selalu setia kepada syekh, suku dan juga bangsawan mereka. Jika terdapat
penentangan tentara Islam ini, cukup sulit bagi khalifah untuk
menanganinya tanpa bantahan dari golongan bangsawan. Tentaa budak juga
golongan asing dan merupakan lapisan yang terendah dalam masyarakat.
Sehingga mereka tidak akan menentang khalifah dan mudah dijatuhkan
hukuman jika menimbulkan masalah. Oleh karena itu, tentara Mamluk adalah
aset terpenting dalam militer.
Organisasi Tentara Mamluk
Setelah memeluk Islam, seorang Mamluk akan dilatih sebagai tentara
berkuda. Mereka harus mematuhi Furisiyyah, sebuah aturan perilaku yang
memasukkan nilai-nilai seperti keberanian dan kemurahan hati dan juga
doktrin mengenai taktik perang berkuda, kemahiran menunggang kuda,
kemahiran memanah dan juga kemahiran merawat luka dan cedera.
Tentara Mamluk ini hidup di dalam komunitas mereka sendiri saja. Masa
lapang mereka diisi dengan permainan seperti memanah dan juga
persembahan kemahiran bertempur. Latihan yang intensif dan ketat untuk
anggota-anggota baru Mamluk juga akan memastikan bahawa kebudayaan
Mamluk ini abadi.
Setelah tamat latihan, tentara Mamluk ini dimerdekakan tetapi mereka
harus setia kepada khalifah atau sultan. Mereka mendapat perintah terus
dari khalifah atau sultan. Tentara Mamluk selalu dikerahkan untuk
menyelesaikan perselisihan antara suku setempat. Pemerintah setempat
seperti amir juga mempunyai pasukan Mamluk sendiri tetapi lebih kecil
dibandingkan pasukan Mamluk Khalifah atau Sultan.
Pada mulanya, status tentara Mamluk ini tidak boleh diwariskan dan anak
lelaki tentara Mamluk dilarang mengikuti jejak langkah ayahnya. Di
sebagian kawasan seperti Mesir, tentara Mamluk mulai menjalin hubungan
dengan pemerintah setempat dan akhirnya mendapat pengaruh yang luas.
Kemajuan di bidang Ilmu kemiliteran
Pada era Dinasti Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu
berkembang pesat. Sedangkan, pada zaman Shalahuddin, ada buku manual
militer karya AT-Thurtusi (570 H/1174 M) yang membahas keberhasilan
menaklukan Yerussalem. Semenjak awal Islammemang menaruh perhatian
khusus mengenai soal perang. Bahkan Nabi MuhammadShallallahu 'Alaihi
Wasallam pernah meminta agar para anak lelaki diajari berenang, gulat,
dan berkuda. Berbagai kisah peperangan seperti legenda Daud dan Jalut
juga dikisahkan dengan apik dalam Al-Qur'an. Bahkan, ada satu surat di
Al-Qur'an yang berkisah tentang `heroisme’ kuda-kuda yang berlari
kencang dalam kecamuk peperangan.
”Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. Dan kuda
yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya). Dan kuda yang
menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. Maka, ia menerbangkan debu dan
menyerbu ke tengah kumpulan musuh.” (Al-‘aAdiyat 1-4).
Kaum muslim sebenarnya pun sudah menulis berbagai karya mengenai soal
perang dan ilmu militer. Berbagai jenis buku mengenai 'jihad' dan
pengenalan terhadap seluk beluk kuda, panahan, dan taktik militer. Salah
satu buku yang terkenal dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris The Catologue yang merupakan karya Ibnu Al-Nadim (wafat
antara380H-338 H/990-998 M).
Dalam karya itu, Al-Nadim menulis berbagai kategori mengenai cara
menunggang kuda, menggunakan senjata, tentang menyusun pasukan, tentang
berperang, dan menggunakan alat-alat persenjataan yang saat itu telah
dipakai oleh semua bangsa. Karya semacam ini pun kemudian banyak muncul
dan disusun pada masa Khalifah Abbasiyah, misalnya oleh Khalifah
al-Manshur dan al-Ma’mun. Bahkan, pada periode kekuasaan Daulah
Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang sangat
pesat. Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk
mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi
penguasa saat itu. Pembahasan sering dibahas adalah mengenai seluk beluk
yang berkaitan dengan serangan bangsa Mongol.
Pada zaman Shalahuddin, ada sebuah buku manual militer yang disusun oleh
At-Tharsusi, sekitar tahun 570 H/1174 M. Buku ini membahas mengenai
keberhasilan Shalahuddin di dalam memenangkan perang melawan bala
tentara salib dan menaklukan Yerussalem. Buku ini ditulis dengan bahasa
Arab, meski sang penulisnya orang Armenia. Manual yang ditulisnya selain
berisi tentang penggunaan panah, juga membahas mengenai ‘mesin-mesin
perang’ saat itu, seperti mangonel (pelempar batu), alat pendobrak,
menara-menara pengintai, penempatan pasukan di medan perang, dan cara
membuat baju besi. Buku ini semakin berharga karena dilengkapi dengan
keterangan praktis bagaimana senjata itu digunakan.
Buku lain yang membahas mengenai militer adalah karya yang ditulis oleh
Ali ibnu Abi Bakar Al Harawi (wafat 611 H/1214 M). Buku ini membahas
secara detail mengenai soal taktik perang, organisasi militer, tata cara
pengepungan, dan formasi tempur. Kalangan ahli militer di Barat
menyebut buku ini sebagai sebuah penelitian yang lengkap tentang pasukan
muslimdi medan tempur dan dalam pengepungan. Pada lingkungan militer
Daulah Mamluk menghasilkan banyak karya tentang militer, khususnya
keahlian menunggang kuda ataufu'usiyyah. Dalam buku ini dibahas mengenai
bagaimana cara seorang calon satria melatih diri dan kuda untuk
berperang, cara menggunakan senjatanya, dan bagaimana mengatur pasukan
berkuda atau kavaleri.
Contoh buku yang lain adalah karya Al-Aqsara’i (wafat74 H/1348 M) yang
diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi An End to Questioning and
Desiring (Further Knowledge) Concering the Science of Horsemenship. Buku
ini lebih komplet karena tidak hanya membahas soal kuda, pasukan, dan
senjata, namun juga membahas mengenai doktrin dan pembahasan pembagaian
rampasan perang.
Layanan Pos Ala Dinasti Mamluk
Layanan pos di era kejayaan Islam tak hanya sekadar sebagai pengantar
pesan. Dinasti Mamluk yang berkuasa di Mesir pada 1250 M hingga 1517 M
juga menjadikan pos sebagai alat pertahanan. Guna mencegah invasi
pasukan tentara Mongol di bawah komando Hulagu Khan pada medio abad
ke-13 M, para insinyur Mamluk membangun menara pengawas di sepanjang
rute pos Irak hingga Mesir.
Di atas menara pengawas itu, selama 24 jam penuh para penjaga telah
menyiapkan tanda-tanda bahaya. Jika bahaya mengancam di siang hari,
petugas akan membakar kayu basah yang dapat mengepulkan asap hitam.
Sedangkan di malam hari, petugas akan membakar kayu kering. Upaya itu
ternyata tak sepenuhnya berhasil. Tentara Mongol mampu menembusBaghdad
dan memorak-porandakan metropolis intelektual itu. Meski begitu,
peringatan awal yang ditempatkan di sepanjang rute pos itu juga berhasil
mencegah masuknya tentaraMongol ke Kairo, Mesir.
Hanya dalam waktu delapan jam, berita pasukan Mongol akan menyerbu Kairo
sudah diperoleh pasukan tentara Muslim. Itu berarti, sama dengan waktu
yang diperlukan untuk menerima telegram dari Baghdad ke Kairo di era
modern. Berkat informasi berantai dari menara pengawas itu, pasukan
Mamluk mampu memukul mundur tentara Mongol yang akan menginvasi Kairo.
Menurut Paul Lunde, layanan pos melalui jalur darat pada era
kekuasaanDinasti Mamluk juga sempat terhenti ketika pasukan Tentara
Salib memblokir rute pos. Meski begitu, penguasa Dinasti Mamluk tak
kehabisan akal.
Sejak saat itu, kata dia, Dinasti Mamluk mulai menggunakan merpati pos.
Dengan menggunakan burung merpati sebagai pengantar pesan, pasukan
Tentara Salib tak dapat mencegah masuknya pesan dari Kairo ke Irak.
Merpati pos mampu mengantarkan surat dariKairo ke Baghdad dalam waktu
dua hari, tutur Lunde. Sejak itu, peradaban Barat juga mulai meniru
layanan pos dengan merpati seperti yang digunakan penguasa Dinasti
Mamluk.
Lunde menuturkan, pada 1300 M Dinasti Mamluk memiliki tak kurang dari
1.900 merpati pos. Burung merpati itu sudah sangat terlatih dan teruji
mampu mengirimkan pesan ketempat tujuan. Seorang tentara Jerman bernama
Johan Schiltberger menuturkan kehebatan pasukan merpati pos yang
dimiliki penguasa Dinasti Mamluk. Sultan Mamluk mengirim surat dengan
merpati, sebab dia memiliki banyak musuh, cetus Schiltberger. Dinasti
Mamlukmemang bukan yang pertama menggunakan merpati pos. Penggunaan
merpati untuk mengirimkan pesan kali pertama diterapkan peradaban Mesir
kuno pada 2900 SM.
Pada masa kekuasaan Dinasti Mamluk, merpati pos juga berfungsi untuk
mengirimkan pesanan pos parcel. Al-kisah, penguasa Mamluk sangat puas
dengan kiriman buah ceri dariLebanon yang dikirimkan ke Kairo dengan
burung merpati. Setiap burung merpati membawa satu biji buah ceri yang
dibungkus dengan kain sutra. Pada masa itu, sepasang burung merpati pos
harganya mencapai 1.000 keping emas. Layanan merpati pos ala Dinasti
Mamluk itu tercatat sebagai sistem komunikasi yang tercepat di abad
pertengahan.
Masa Kekuasaan Daulah Mamalik di Mesir
Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat
serangan-serangan bangsaMongol, baik serangan Hulagu Khan maupun Timur
Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang ketika itu berada di bawah
kekuasaan dinasti Mamalik. Karena negeri ini terhindar dari kerhancuran,
maka persambungan perkembangan peradaban dengan masa klasik relatif
terlihat dan beberapa di antara prestasi yang pernah dicapai pada masa
klasik bertahan di Mesir. Walaupun demikian, kemajuan yang dicapai oleh
dinasti ini, masih di bawah prestasi yang pernah dicapai oleh umat Islam
pada masa klasik. Hal itu mungkin karena metode berpikir tradisional
sudah tertanam sangat kuat sejak berkembangnya aliran
teologi'Asy'ariyah, filsafat mendapat kecaman sejak pemikiran al-
Ghazali mewarnai pemikiran mayoritas umat Islam, dan yang lebih penting
lagi adalah karena Baghdad dengan fasilitas-fasilitas ilmiahnya yang
banyak memberi inspirasi ke pusat-pusat peradaban Islam, hancur.
Mamalik adalah jamak dari Mamluk yang berarti budak. Dinasti Mamalik
memang didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang
yang ditawan oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian
dididik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok
tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasaAyyubiyah yang
terakhir, al-Malik al-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin
kelangsungan kekuasaannya. Pada masa penguasa ini, mereka mendapat
hak-hak istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun dalam
imbalan-imbalan material. Pada umumnya mereka berasal dari daerah
Kaukasus dan Laut Kaspia. Di Mesir mereka ditempatkan di pulau Raudhah
di Sungai Nil untuk menjalani latihan militer dan keagamaan. Karena
itulah, mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri. Saingan mereka dalam
ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku Kurdi.
Ketika al-Malik al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Turansyah, naik
tahta sebagai Sulthan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah
lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M
Mamalik di bawah pimpinan Aybak danBaybars berhasil membunuh Turansyah.
Istri al-Malik al-Salih, Syajarah al-Durr, seorang yang juga berasal
dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai
dengan kesepakatan golongan Mamalik itu. Kepemimpinan Syajarah al-Durr
berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh
Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya
sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi
segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah al-Durr dan mengambil
sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang
keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai Sultan "syar'i"
(formal) disamping dirinya yang bertindak sebagai penguasa yang
sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir
dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti
Mamalik.
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia
digantikan oleh anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian
mengundurkan diri pada tahun 1259 Mdan digantikan oleh wakilnya, Qutuz.
Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan diri ke Syria karena
tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di awal tahun
1260 M Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil
menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara bertemu di Ayn
Jalut, dan pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah
pimpinan Qutuz, Baybars dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah Rahimahullah
berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara
Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan harapan
umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa di Syria segera menyatakan
sumpah setia kepada penguasa Mamalik.
Tidak lama setelah itu Qutuz meninggal dunia. Baybars, seorang pemimpin
militer yang tangguh dan cerdas, diangkat oleh pasukannya menjadi Sultan
(1260- 1277 M). Ia adalah sultan terbesar dan termasyhur di antara
Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti
Mamalik.
Sejarah daulah ini hanya berlangsung sampai tahun 1517 M, ketika
dikalahkan oleh Bani Utsmani, Daulah ini dibagi menjadi dua periode :
Pertama, periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan Hajji II tahun 1389 M.
Kedua periode kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Burquq untuk
kedua kalinya tahun 1389 M sampai kerajaan ini dikalahkan oleh Bani
Utsmani tahun 1517 M.
Daulah Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam.
Pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu
yang singkat ketika Qalawun (1280-1290 M)menerapkan pergantian sultan
secara turun temurun. Anak Qalawun berkuasa hanya empat tahun, karena
kekuasaannya direbut oleh Kitbugha (1295- 1297 M). Sistem pemerintahan
oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Kedudukan amir
menjadi sangat penting. Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena
mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam
bebagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian, dan ilmu
pengetahuan.
Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara
Mongol di 'Ayn al-Jalut menjadi modal besar untuk menguasai
daerah-daerah sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil
menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di
dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer sebagai elit politik.
Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam
lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan
diri dari serangan bangsa Mongol, al-Mustanshir sebagai khalifah.
Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara
Hulaghu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh daulah ini dengan Kairo
sebagai pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam
kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang
Laut Tengah,Assasin di pegunungan Syria, Cyrenia (tempat berkuasanya
orang-orang Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.
Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan
Perancis danItalia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah
dirintis oleh dinasti Fathimiyah diMesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad
menjadikan kota Kairo sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa,
dan menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan
Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Disamping itu, hasil pertanian
juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh
pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut
maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu
pengembangan perekonomiannya.
Di bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian
ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu,
ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran,
astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat
nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun.
Di bidang astronomi dikenal nama Nashiruddin ath-Thusi. Di bidang
matematika Abul Faraj al-'Ibry . Dalam bidang kedokteran: Abul Hasan
'Ali an-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru
manusia, Abdul Mun'im ad-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan Ar-Razi’,
perintis psykoterapi. Dalam bidang opthalmologi dikenal nama Shalahuddin
ibn Yusuf. Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama
Syaikhul Islam ibn Taimiyah Rahimahullah, seorang mujaddid, mujahid dan
ahli hadits dalam Islam, Imam As-Suyuthi Rohimahullah yang menguasai
banyak ilmu keagamaan, Imam Ibn Hajar al-'Asqalani Rahimahullah dalam
ilmu hadits, ilmu fiqih dan lain-lain.
Daulah Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur.
Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan
masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada
masa ini di antaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan,
villa-villa, kubah dan menara masjid.
Kemajuan-kemajuan itu tercapai berkat kepribadian dan wibawa Sulthan
yang tinggi, solidaritas sesama militer yang kuat, dan stabilitas negara
yang aman dari gangguan. Akan tetapi, ketika faktor-faktor tersebut
menghilang, daulah Mamalik sedikit demi sedikit mengalami kemunduran.
Semenjak masuknya budak-budak dari Sirkasia yang kemudian dikenal dengan
nama Mamluk Burji yang untuk pertama kalinya dibawa oleh Qalawun,
solidaritas antar sesama militer menurun, terutama setelah Mamluk Burji
berkuasa. Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak
menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya di
kalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan. Akibatnya, semangat kerja
rakyat menurun dan perekonomian negara tidak stabil. Disamping itu,
ditemukannya Tanjung Harapan oleh kaum Eropa tahun 1498 M, menyebabkan
jalur perdagangan Asia-Eropa melalui Mesir menurun fungsinya. Kondisi
ini diperparah oleh datangnya kemarau panjang dan berjangkitnya wabah
penyakit.
Di pihak lain, suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai
tantangan bagi Mamalik, yaitu Daulah Bani Utsmani. Kerajaan inilah yang
mengakhiri riwayat Mamalik diMesir. Dinasti Mamalik kalah melawan
pasukan Utsmaniyah dalam pertempuran menentukan di luar kota Kairo tahun
1517 M . Sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan Kesultanan
Bani Utsmani sebagai salah satu propinsinya. Wallahul Musta’an.
Pembubaran Mamalik
Dimasa kekuasaan Muhammad Ali Mamalik dibubarkan melalui pembantaian
dalam sebuah pesta kenegaraan di Al-Qal'ah pada 11 Maret 1811 M. Ketika
para perwiwa tinggi mamlik telah berkumpul di pesta kenegaraan Muhammad
Ali memrintahkan para pengawalnya untuk mengunci semua pintu dan dan
dengan serentak menembaki para perwira Mamalik, Jumlah perwira yang
dibantai mencapai 1000 orang tanpa seorangpun dari mereka dapat lolos.
Pembantaian ini memang keji namun Muhammad Ali memandang pada sejarah
Mamalik yang sering melakukan penghianatan dan penggulingan kekuasaan
berdarah.