PANGERAN SENOPATI MANGKUBUMI 1
Sejarah gelar Pangeran Senopati Mangkubumi di Kadipaten Pasirluhur
sangat erat hubungannya dengan sejarah kesultanan Demak. Asal mula gelar
Pangeran Senopati Mangkubumi ialah pemberian Kanjeng Sultan Demak
kepada Raden Banyak Belanak di Kadipaten Pasirluhur pada waktu setelah
bersedia memeluk agama Islam, kemudian ditugaskan oleh Sultan Demak agar
membantu menyebarkan ajaran agama suci dan mendapatkan hasil yang baik.
Para Adipati di sebelah barat dan timur Kadipaten Pasir Luhur semua
tunduk beserta balatentaranya kepada Sang Adipati Raden Banyak Belanak.
Semua bersedia memeluk agama Islam, menjalankan syariat Kanjeng Nabi.
Supaya mudah dikenal bahwa gelar Senopati Mangkubumi adalah senopatinya
agama Islam, maka tidak aneh kalau penulis memaparkan riwayat Pasirluhur
bercampur dengan sejarah Kesultanan Demak, untuk membedah kejadian
cerita gelar Senopati Mangkubumi di Kadipaten Pasir Luhur. Gelar
tersebut disandang oleh:
Adipati Raden Banyak Belanak
Raden Banyak Geleh/ Patih Wirakencana yang selanjutnya menjadi Adipati Pasirluhur.
Dikisahkan pada waktu itu, Demak merupakan daerah termasuk kerajaan
Majapahit dan yang menjadi bupati adalah Pangeran Jimbun . Kira-kira
tahun 1470-an di Keraton Majapahit ada keributan perebutan kekuasaan.
Kemudian Demak memisahkan diri dari kekuasaan Majapahit.
Dengan mendapatkan dukungan para wali, Raden Patah mendirikan kerajaan
Islam yang pertama di tanah jawa dengan nama Kesultanan Demak.
Raden Patah menjabat kesultanan Demak kira-kira tahun 1470-1518 dengan gelar: Sultan Syah Alam Akbar Alfatah
Demak menjadi pusat kegiatan para wali dalam menyebarkan agama Islam.
Sultan Syah Alam Akbar dibantu oleh para wali menyebarkan ajaran agama
Islam, tidak hanya di tanah jawa tapi sampai ke luar jawa. Seperti di
Maluku yang diserahkan kepada sunan Giri, di Kalimantan diserahkan
kepada Penghulu Kesultanan Demak yang bernama Tunggan Parangan.
Kurang lebih tahun 1472 Kanjeng Sultan Demak memanggil Patih Hedin dan Patih Husen dan salah satu yang bernama Pangeran Makdum.
Bahwa yang dibahas, karena terdengar bahwa di Negara Pasirluhur masih
mengantu agama Budha, Kanjeng Sultan Alam Akbar ingin mengutus kedua
patih tersebut bersama Pangeran Makdum Wali agar mengIslamkan Negara
Pasirluhur.
Titah Kanjeng Sultan selanjutnya kepada Pangeran Makdum Wali, apabila
Seumpama Adipati Pasirluhur tidak mau tunduk memeluk agama Islam, utusan
tersebut diberi wewenang untuk mengambil jalan perang menghancurkan
Kadipaten Pasirluhur.
Patih Hedin dan Patih Husen diizinkan untuk membawa balatentara secukupnya.
Para utusan bersedia dan patuh kemudian berangkat menujur Pasirluhur.
PANGERAN MAKDUM WALI (Syaikh Makhdum 'Ali)
Sudah dikatakan didepan bawha Pangeran Makdum Wali adalah salah satu
wali yang diutus Sultan Demak mengIslamkan Negara Pasirluhur. Yang
ditemani oleh Patih Hedin dan Patih Husen. Tidak disangka perjalanannya
sudah sampai ke negara Pasirluhur. Pangeran Makdum Wali dan bala tentara
dari Demak yang ikut menetap di luar kota Pasirluhur.
Di Padepokan Pangeran Makdum Wali berbincang-bincang dengan Patih Hedin
dan Patih Husen membahas bagaimana rencana selanjutnya. Pangeran Makdum
Wali mengutus kedua patih tersebut untuk memasuki Kadipaten Pasirluhur
mengantarkan surat kepada Sang Adipati Raden Banyak Belanak.
Isi surat tersebut ialah agar Adipati Pasirluhur bersedia Pindah
keyakinan dari agama Budha dan masuk agama Islam. Apakah akan nurut apa
menentang? Jikalau bersedia nurut memeluk agama Islam agar secepatnya
datang ke Padepokan menemui Pangeran Makdum Wali. Jikalau menentang
tidak mau masuk agama Islam, terpaksa akan dilayani peperangan antara
balatentara kesultanan Demak dan Balatentara Kadipaten Pasirluhur.
Pada waktu itu, yang menjawab Adipati di Kadipaten Pasirluhur bernama
Raden Banyak Belanak putranya Adipati Raden Banyak Kesumba.
Raden Banyak Kesumba memiliki dua orang anak:
Raden Banyak Belanak
Raden Banyak Geleh
Sesudah wafatnya Adipati Raden Banyak Kesumba, yang menggantikan jabatan
tersebut di Kadipaten Pasirluhur ialah Raden Banyak Belanak. Sedangkan
adiknya, Raden Banyak Geleh menjabat sebagai patih Wirakencana.
Adipati Raden Banyak Belanak menjabat di Kadipaten Pasirluhur kira-kira 1469-1522 yang ditemani oleh adiknya, Patih Wirakencana.
Sang Adipati mengadakan pembahasan dengan adiknya dan punggawa
kadipaten, bahwa seiring berjalannya waktu, sudah saatnya agama budha
hancur dan berganti agama mulia yaitu agama Islam.
Hilanglah orang menyebut “dewa batara” dan yang disebut ialah “Allah,
Adam dan Rasulullah’. Ki Patih dan Punggawa hanya bisa patuh.
Sedang, sementara pada waktu ngobrol terganggu oleh kedatangan Makdum
Wali mengantarkan surat kepada Sang Adipati Raden Banyak Belanak. Isi
surat tersebut sama halnya yang baru saja di utarakan oleh Sang Adipati
kepada Patih Wirakencana dan para punggawa Kadipaten.
Utusan tersebut dieprsilahkan untuk segera kembali ke padepokan dan
berkata kepada Pangeran Makdum Wali bahwa Adipati Banyak Belanak tidak
akan menentang, tapi akan patuh memeluk agama Islam.
Sepulangnya utusan tersebut, Adipati Raden Banyak Belanak bersama Patih
Wirakencana dan para pembesar bersama-sama berangkat menuju ke padepokan
menemui Pangeran Makdum Wali.
PERTEMUAN PANGERAN MAKDUM WALI DENGAN ADIPATI BANYAK BELANAK
Kedua Patih utusan Sang Wali Makdum sudah sampai di padepokan lagi
seraya melaporkan kepada Pangeran Makdum Wali bahwa Adipati Pasirluhur
akan datang bertamu di Padepokan.
Raden Adipati Pasirluhur yang ditemani oleh Patih Wirakencana beserta
para pembesar Kadipaten Pasirluhur sudah sampai di Padepokan.
Sesudah bertemu, kemudian Pangeran Makdum Wali berkata kepada Adipati Pasirluhur seperti berikut:
“Saya diutus oleh Kanjeng Sultan Demak supaya mengIslamkan Adipati
Pasirluhur dan pasukannya semua, apakah anda tidak keberatan
meninggalkan keyakinan lama?”
Kemudian Adipati menjawab:
“Hal itu belum lama kami bahas di Kadipaten bahwa sudah saatnya agama
budha hancur, kemudian ganti agama mulia yaitu agama Islam. Silahkan
kami pasrah kepada Sang Wali.”
Adipati Raden Banyak Belanak memegang tangannya kemudian memeluk
Pangeran Makdum Wali. Selanjutnya dibimbing membaca dua kalimat syahadat
serta diajari mengjalankan syari’at agama Islam.
Adipati Pasirluhur, Raden Banyak Belanak sudah teguh masuk agama Islam, menjalankan ajaran Kanjeng Rasulullah.
Giliran adiknya, Patih Wirakencana dan para punggawa (pembesar) yang
ikut diajarkan tuntunan agama Islam oleh pangeran Makdum Wali. Semua
sudah paham terhadap apa yang diajarkan oleh sang wali dan akan tetap
menjalankan tuntunan agama Islam.
Selanjutnya pangeran Makdum Wali dan semua utusan dari Demak yang
menempati di luar kota Pasirluhur dipersilahkan masuk ke kota atas
rekomendasi Sang Adipati Pasirluhur.
Berhubung Sang Adipati dan pengikutnya telah teguh masuk agama Islam,
Patih Hedin dan Patih Husen kembali ke Demak memberikan lapork kepada
Kanjeng Sultan Syah Alam Akbar.
Sedangkan Pangeran Makdum Wali tetap menetap untuk meneruskan pengajaran tuntunan agama Islam di tanah Kadipaten Pasirluhur.
PATIH HEDIN DAN PATIH HUSEN MEMBERIKAN LAPORAN KEPADA KANJENG SULTAN ALAM AKBAR.
Tidak terasa perjalannya di jalan kembalinya kedua patih tersebut dari Pasirluhur tiba sudah di Kasultanan Demak.
Dipaparkan semua perjalanan dari awal sampai akhir. Yang pada akhirnya,
utusan sultan demak mendapatkan hasil yang baik. Adipati Pasirluhur dan
pengikutnya sudah nurut masuk agama Islam tanpa disertai peperangan.
Semua sudah mau menjalankan syariat kanjeng Rasulullah.
Kanjeng Sultan Demak merasa senang karena perintahnya dapat dijalankan oleh Adipati Pasirluhur dan para pengikutnya.
Kemudian kanjeng sultan memerintahkan kepada rekan patih agar mengutus
kedua patih ke Pasirluhur membawa surat yang isinya Pangeran Makdum Wali
dan Adipati Pasirluhur diperintahkan mengIslamkan para Adipati di
sebelah barat Kadipaten Pasirluhur.
Berhubung sudah siap, kemudian segera berangkat dari Demak menuju ke Pasirluhur.
PADEPOKAN DEKAH AMBAWANG GULA GUMANTUNG
Pangeran Makdum Wali yang sudah lumayan lama berada di tanah Pasirluhur
menyebarkan ajaran agama Islam mendapatkan ijin untuk membangun
padepokan yang diberi nama padepokan Dekah Ambawang Gula Gumantung yng
berfungsi sebagai masjid mengajarkan agama Islam.
Pangeran Makdum Wali sudah berhasil dalam mengajarkan agama Islam di Kadipaten pasirluhur, luar kota, pedesaan dan pegunungan.
Semua rakyat Pasirluhur mengemban tuntunan agama Islam menjalani
syari’at kanjeng Rasulullah. Semua itu, tidak lain adalah hasil
kerjasama yang baik dengan para pembesar Kadipaten Pasirluhur.
Oleh karena itu, disana Pangeran Makdum Wali pernah mempunyai
nadzar/janji kepada Patih Wirakencana bahwa besok kalau sudah wafat akan
seliang lahat antara Pangeran Makdum Wali bersama Raden Banyak
Geleh/Patih Wirakencana.
Hal itu juga dijelaskan dalam naskah tembang pucung yang dikutip dari
buku induk babad Pasirluhur, yang berupa sekar macapat yang ditulis
dengan huruf jawa, tembang pucung tersebut adalah:
“Ya pangeran, Makdum Wali dukwau, darbe perjanjian mring sira rahada patih, Banyak Geleh anenggih wirakencana.”
“Lamun temen-temen angguru maring sun, mbesuk yen palastra, apan uwis pninanti, apan bareng saluwang ingsung lan sira.”
Kemudian dijawab oleh Raden Banyak Geleh, berikut bunyi tembangnya:
“Raden Banyak Geleh wau aturipun, inggih mboten lepat, mboten kilap ing tiyas mami, pan sinigeg ing pasir nagara.”
Makanya tidak aneh perkataan wali tersebut pada akhirnya menjadi
kenyataan makamnya Pangeran Makdum Wali dengan Raden Banyak Geleh/Patih
Wirakencana (Pangeran Senopati Mangkubumi II) menjadi satu atap di
Istana Pasir.
Ki Adipati Pasirluhur Raden Banyak Belanak sedang ngobrol bersama
Pangeran Makdum Wali dan Patih Wirakencana terhenti oleh kedatangan
utusan dari Kesultanan Demak yang membawa amanat berupa surat kepada
Pangeran Makdum Wali dan Raden Banyak Belanak agar mengislamkan para
Adipati di sebelah barat Kadipaten Pasirluhur.
Keduanya bersedia terhadap perintah tersebut.
Surat balasan dan kedua utusan supaya segera kembali ke Demak.
Sepulangnya kedua utusan tersebut, Pangeran Makdum Wali dan Adipati Pasirluhur siap segera menuju ke Tanah Pariyangan.
Dan yang diperintkan untuk menempati Padepokan Pangeran Makdum Wali di Dekah Ambawang Gula Gumantung adalah Pangeran Prabuhara.
Sesudah besarnya para prajurit Pasirluhur telah siap, Adipati Raden
Banyak Belanak dan Pangeran Makdum Wali terus bersegera berangkat ke
daerah Pariyangan. Kadya sela blekiti lapmahing bala. Sela watu, blekiti
semut. Seperti semut yang berbaris di atas batu, tidak diceritakan
lamanya perjalanan.
PANGERAN MAKDUM WALI DAN RADEN BANYAK BELANAK MENGISLAMKAN PARA ADIPATI DI DAERAH PARIYANGAN
Adapun para Adipati yang didatangi dan ditaklukkan supaya bersedia memeluk agama Islam di daerah Pariyangan diantaranya:
Dipati Kaluntungbentar
Dipati Endralaya
Dipati Batulaya
Dipati Timbangaten
Dipati Ukur
Dipati Cibalunggung
Semua Adipati dan pengikutnya bersedia patuh untuk diislamkan: Takut dan cinta kepada Adipati Pasirluhur.
Di Kadipaten Cibalunggung, Sang Adipati Banyak Belanak dan Pangeran
Makdum Wali diceritakan agak lama mereka menetap. Pada waktu itu ada
utusan dari Banten yang mengantarkan suat kepada Sang Adipati Banyak
Belanak. Isi surat tersebut agar perjalanan Raden Banyak Belanak dalam
mengislamkan daerah Pariyangan sampai di sebelah timur sungai Citarum
saja. Adapun di sebelah barat Citarum menjadi tanggung jawabnya Sultan
Banten. Semua sudah memeluk agama Islam.
Berhahagia rasanya hati Raden Banyak Belanak, kemudian utusan dari
Banten langsung kembali untuk melaporkan kepada Sultan Banten.
Adipati Pasirluhur berembug denga Pangeran Makdum Wali akan melaporkan kepada Kanjeng Sultan Demak.
Utusan Sang Adipati Pasirluhur berangkat ke Demak membawa dua surat.
Satu dari Adipati Pasirluhur pribadi dan yang satunya lagi surat dari
Sultan Banten. Perjalanan utusan tidak diceritakan di perjalanannya
sudah sampai di Kesultanan Demak. Surat tersebut disampaikan Kepada
Sultan Demak. Kanjeng Sultan Demak sangat berbahagia hati sesudah
memahami isi surat tersebut.
Surat Sang Adipati Pasirluhur dibalas; supaya membuat batas tiang
(udug-udug) dan sesudah itu Sang Adipati diundang agar hadir di
Kesultanan Demak.
ADIPATI PASIRLUHUR HADIR DI KESULTANAN DEMAK
Diceritakan Adipati Pasirluhur yang masih berada di Cibalunggung sedang
ngobrol (wawan gunem) dengan Pangeran Makdum Wali dan Para Adipati
daerah Pariyangan, sangat mengharapkan yang akan diutus ke Demak. Sudah
agak lamu utusan baru melapor sambil membawa surat balasan dari Kanjeng
Sultan Demak. Isi surat supaya Adipati Pasirluhur membuat tanda/batas
tiang timur dan barat di Sungai Citarum (udug-udug Krawang).
Kurang lebih 3 tahun di daerah Pariyangan. Adipati Pasirluhur, Raden
Banyak Belanak dan pangeran Makdum Wali berniat kembali ke Pasirluhur.
Sesudah sampai di kota Pasirluhur, Adipati Raden Banyak Belanak langsung
berangkat ke Demak memenuhi panggilan Sultan Demak dengan membawa para
pengikut (prajurit).
Diceritakan sudah sampai di Kesultanan Demak Sang Adipati berkata bahwa
ditugaskannya kepada supaya menaklukkan daerah Pariyangan sudah selesai
dengan baik. Semua Adipati di daerah Pariyangan sudah tunduk patuh
kepada Adipati Pasirluhur untuk memeluk agama Islam.
Sultan Demak sangat senang hati dan lebih salut kepada Sang Adipati
Pasirluhur. Kemudian Adipati Pasirluhur ditugaskan lagi menaklukkan di
sebelah timur, kira-kira tahun 1474.
Adapun para Adipati di sebelah timur yang ditaklukkan diantaranya:
Adipati Gegelang
Adipati Ponorogo
Adipati Kajongan
Adipati Pasuruan
Adipati Embatembat
Adipati Sulambitan
Adipati Santenan
Semua Adipati tersebut bersedia tunduk kepada Adipati Raden Banyak
Belanak, bersedia masuk agama Islam. Sesudah sampai di Santenan (Pati)
Sang Adipati Pasirluhur kemudian kembali ke Kesultanan Demak menghadap
ke kanjeng Sultan Alam Akbar. Jerih payah Adipati Pasirluhur diterima.
Adipati Raden Banyak Belanak di Demak ikut serta membangun Masjid Demak kurang lebih tahun 1477 yang dikenal sampai sekarang.
Raden Banyak Belanak dipanggil Kanjeng Sultan Demak meminta agar
mengerahkan bumi delapan ribu putri (bumi wolu ewu domas) dengan batas
barat adalah tiang Krawang (udug Krawang), dan adapun batas timur adalah
Tugu Mengangkang, yaitu gunung Sindoro Sumbing.
Harum dan hinanya nama yang dialunkan diserahkan sepenuhnya kepada
Adipati Pasirluhur, Raden Banyak Belanak. Dengan dianugerahi gelar oleh
Sultan Demak.
“PANGERAN SENOMPATI MANGKUBUMI”
Pangeran berarti sejenis waliyullah
Senopati Mangkubumi pernyataan Adipati Pasirluhur sejatinya adalah
Bupati Agung yang merengkuh sekian banyak Adipati yang bersedia tunduk
kepada Adipati Pasirluhur, Raden Banyak Belanak.
Disaksikan oleh para wali gelar “Pangeran Senopati Mangkubumi” disandang
Raden Banyak Belanak. Selanjutnya Pangeran Senopati Mangkubumi pulang
ke Kadipaten Pasirluhur diserahi putri 8000 domas.
PANGERAN SENOPATI MANGKU BUMI II
Pangeran Senopati Mangkubumi I atau Adipati Raden Banyak Belanak di
Pasirluhur yang menjabat Adipati. wanita 8000 (delapan ribu) domas,
dari sebelah timur berbatas tidang Mengangkang/gunung Sindoro Sumbing,
dan batas sebelah bara adalah udug-udug (tiang) Krawang.
Tanah timur Krawang sampai Sindoro Sumbing semua tunduk belas kasih
kepada Sang Adipati Pangeran Sinopati Mangkubumi yang menjabat Adipati
Pasirluhur kira-kira tahun 1469-1522.
Beliau mempunyai satu putra yaitu Raden Tole. Di Kesultanan Demak Raden
Patah atau Sultan Alam Akbar wafat pada tahun 1518 dan digantikan oleh
Dipati Unus tahun1518-1521 (wafat muda).
Kesultanan Demak di jabat oleh pangeran Trenggono pada tahun 1512-1546.
Di Kadipaten Pasirluhur Adipati Pangeran Senopati mengalami pergantian
jabatan pada tahun 1522. Sang Putra Raden Tole menggantikan kedudukan
Adipati di Pasirluhur mendapat 8000 domas kira-kira tahun 1522-1527.
Adapun yang menjadi Patih yang diinginkan tetap dipati lama yaitu sang paman Patih Wirakencana.
Sesudah Raden Tole menduduki Adipati di Pasirluhur murtad dari agama
Islam, kembali menganut agama Budha. Ayahanda dan Pamannya sangat marah.
Pangeran Senopati sampai terkena sakit melihat sang putra, dari
pendidikan dan bimbingan ayahandanya tidak ada yang dipakai. Sakitnya
Adipati semakin lama semakin menjadi-jadi namun belum sampai wafat.
Dipati Raden Tole segera memerintahkan untuk dimandikan dan di makamkan di pemakaman (tanah pasir yaitu gedung I).
Kanjeng Sultan Trenggono mendengar bahwa Adipati Pasirluhur Pangeran
Senopati Mangkubumi sedang sakit, segera mengutus empat sahabat supaya
melayad ke Pasirluhur. Apabila masih hidup tungguilah, apabila sudah
wafat tegakkanlah (ajekna). Karena Sang Senopati adalah kekasih Kanjeng
sultan dulu. Empat utusan bersedia terhadap perintah.
Setelah empat utusan sampai di Pasirluhur bertemu dengan Adipati Tole, utusan Demak diijinkan berziarah ke makam sang Senopati.
Ketika di makam sedang membaca al-Qur’an (anderes). Ketika baru mendapat satu jus, mendengar suara:
“hai anda empat orang Demak, ketahuilah bahwa kematianku belumlah sempurna, maka galilah kuburanku”
Empat utusan langsung menghadap Dipati Tole melaporkan apa adanya.
Kemudian Adipati Tole mengutus pembantu untuk menggali makam sang
Senopati.
Sesudah digali yang terlihat hanya kain mori. Dipati Raden Tole menuduh
kepada empat utusn telah menghina kepada Adipati Pasirluhur.
Dari keempat utusan, yang dua dibunuh dan yang dua dipotong kupingnya,
kemudian terbirit-birit kembali ke Demak agar melaporkan kepda Kanjeng
Sultan bahwa Adipati Raden Tole tidak akan patuh dan tidak akan masuk
Islam. Akan kembali lagi kepada agama Budha.
Sampai di Kesultanan Demak, kedua utusan langsung melapor kepada Sultan
Trenggono. Sultan Trenggono menyuruh yayah sinipi, kemudian utusan
rekyana patih agar menggempur ke Pasirluhur membawa pasukan secukupnya.
Orang-orang pasiriridana semuanya. Ki Patih lewat pantai utara kemudian
ke Brebes.
Adipati Brebes mengutus duta untuk mengantarkan surat tantangan kepada Adipati Tole di Kadipaten Pasirluhur.
Utusan dari Brebes sampai di Kadipaten Pasirluhur kebetulan kosong.
Adipati Tole sedang acangkrami kasukan bedayan di Negera Daha. Sedang
menepati nadzarnya. Kalau Sang Ayah telah wafat, akasukan sawadyabala
mantri bedayan laran-laran agung. Karena Kadipaten sepi, utusan dari
Brebes memberikan surat tantangan kepada Patih Worakencana.
Keinginan Ki Patih, suratnya langsung disampaikan saja kepada Raden Tole di Negara Daha.
Utusan sampai di Daha, Adipati Tole sedang senang-senang makan dan minum.
Surat sudah diterima dan sudah dipahami isinya, Adipati Tole segera
berangkat bersama pasukannya ke Kota, dan sudah dibentengi semua
pasukan.
Secepatnya semua pasukan dari Demak berbaris mengepung kota Pasirluhur.
Sampai satu bulan lamanya. Bendungan Situ Sekar di bongkar oleh pasukan
Demak, air banjir masuk ke kota dan sampai jambannya asat.
Ki Tambak yang menjaga situ sekar melihat bahwa airnya asat, kemudian
diselidiki penyebabnya. Kaget melihat salah satu pasukan demak
membongkar bendungan situsekar kemudian diperangi dengan berani sampai
terjadi perkelahian ajogol udreg-udregan.
Ki Tambak kawon okolipun kemudian langsung melapor kepada tuannya bahwa
bendungan situsekar telah di bongkar oleh pasukan Demak supaya semua
rakyat di dalam kota tidak bisa minum.
Raden Patih Wirakencana merasa prihatin berdoa kepada Allah SWT yang
memberi kehidupan dengan shalat satu raka’at kemudian menancapkan
kerisnya, keluar air jernih sepancuran.
Senang rasa hati, permintaannya diterima bisa untuk minum orang-orang
senegara, Raden Tole sangat bahagia karena Sang Paman mempunyai
kesaktian bisa mengeluarkan air.
Lama-lama air dipakai untuk mencuci ikan babi dan asat seketika itu.
Sang Patih heran, kemudian menemui Adipati Tole dan menyarankan
keponakannya agar mau tunduk mengabdi kepada Demak dan memeluk agama
Islam. Pasirluhur tidak akan kuat melawan Kesultanan Demak. Adipati Tole
berkata kepada paman patih dengan marah-marah.
Karena malu, Paman Wirakencana kemudian mengundurkan diri keluar dari dalam istana.
Patih wirakencana memberitahukan kepada orang demak, bahwa ia tidak akan
ikut campur dengan tingkahlaku Adipati Tole karena telah dimarahi oleh
Raden Tole sampai merasa malu sekali dan sakit hati.
Adipati Brebes dan Patih Demak menemui Patih Wirakencana karena diutus
Sultan Demak agar melumpuhkan Kadipaten Pasirluhur dan dipegang oleh
Raden Tole.
Patih Wirakencana hanya mempersilahkan karena sudah merasa marah
dihatinya karena semua sarannya tidak dihiraukan oleh Raden Tole.
Pasirluhur dikepung kemudian rame-rame pasukan Pasirluhur melawan pasukan dari Demak. Pasukan Pasurluhur dapat dilumpuhkan.
Ki Sombro berkata melaporkan bahwa pasukan Pasirluhur telah dilumpuhkan.
Adipati Tole bersama anak istrinya melarikan diri ke arah selatan
kemudian ke timur.
Patih Wirakencana diutus oleh Patih Demak agar memburu sang keponakan,
Raden Tole. Raden Tole meneruskan perjalananya ke arah timur selatan
sampai di Petanahan Kebumen kemudian ke Desa Bocor.
Patih wirakencana kembali ke Pasirluhur bersama pasukannya masuk ke kota
Pasirluhur. Semua pasukan Pasirluhur pasrah sepenuhnya kepada Patih
Wirakencana bagaimanapun kondisi Kadipaten Pasirluhur selanjutnya.
Patih Wirakencana menjabat sebagai Adipati di Kadipaten Pasirluhur
dengan nama Pangeran Senopati Mangkubumi II melanjutkan Adipati Banyak
Belanak sebagai Pangeran Senopati Mangkubumi I. Kurang lebih tahun 1527.
Patih demak kemudian melaporkan kepada sultan Trenggono, dan sangat bergembira mendengar kabar tersebut.
Kira-kira tahun 1528-an Pangeran Senopati Mangkubumi memindahkan pusat
pemerintahan Pasirluhur ke timur utara arahnya dan membuka kota baru
yang dinamakan Pasirbatang.
Pangeran Senopati Mangkubumi II menjabat Adipati kurang lebih tahun
1527-1568. Seluruh orang Pasirbatang tan ana kang suwala,semua mengasihi
Sang Pangeran Senopati Mangkubumi II. Tenang tentram pawongan di
Pasirbatang.
Dimasa berikutnya Para Adipati Pasirluhur hanyalah para Penguasa bawahan
dan secara politik tidak punya pengaruh di Kerajaan Pajang Maupun
Mataram.
Pasir luhur yang semula sebuah kerajaan yang cukup besar hanya menjadi
sebuah kademangan di bawah tekanan penjajah kolonial Belanda. Hingga
akhirnya para keturunan Adipati Pasirluhur menyebar dan berjuang di
wilayah lain hingga sampai sekarang. Dan sejarah Pasir setelah masa
Adipati Wirakencana tidak bisa diketahui perkembangan nya. Dikarenakan
para penerusnya hanyalah penguasa dan penjaga Makam Ambawang Gula
Gumantung.
Demikian lah kisah masuknya Islam di Pasirluhur . Semoga bermanfaat.