Ini adalah kisah Pangeran dari negeri Surabaya.. ia bernama Pangeran
Pekik.. Pangeran Pekik tinggal bersama ayahnya Raja Jayalengkara yang
merupakan penguasa kerajaan Surabaya…
Kerajaan Surabaya adalah kerajaan yang makmur yang kaya dengan angkatan
laut yang kuat.. Pangeran Pekik merupakan pemuda yang tangguh dan kuat..
ia ikut ayahnya untuk berdagang hingga Maluku.. Pangeran Pekik banyak
belajar strategi perang dan perdagangan dari ayahnya… Pangeran Pekik
juga ahli dalam bidang seni.. dengan kreatifitasnya ia menciptakan
wayang krucil yang lebih kecil dari wayang jawa..
Di masa kejayaan ayahnya… Kerajaan Surabaya menghadapi serangan dari
Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati dan dua puluh
tahun kemudian Raja Jayalengkara menghadapi serangan anak Panembahan
Senopati yaitu Prabu Hanyokrowati.. selama tiga puluh tahun Kerajaan
Surabaya bertempur melawan Kerajaan Mataram yang berniat menaklukan Raja
Jayalengkara ayah Pangeran Pekik…
Namun selama waktu itu pula Kerajaan Surabaya tetap berdiri kokoh karena
pasukan tempur yang kuat dan armada angkatan laut yang tangguh… Baru
setelah Kerajaan Mataram di pimpin oleh Sultan Agung seorang raja yang
cerdik dan bijak… Kerajaan Surabaya dapat ditaklukan Kerajaan Mataram..
kali ini Sultan Agung pemimpin Kerajaan Mataram tidak berperang dengan
Raja Jayalengkara karena mengetahui pasukan Raja Jayalengkara sangatlah
kuat di medan pertempuran.. namun Sultan Agung menggunakan taktik untuk
mengisolasi Kerajaan ini sehingga perdagangan yang merupakan tulang
punggung perekonomian Kerajaan Surabaya hancur.. Rakyat Surabaya lama
kelamaan banyak yang menderita kelaparan dan wabah penyakit karena
wilayah Kerajaan Surabaya di isolasi… yang menyebabkan Raja Jayalengkara
menyerah kepada Kerajaan Mataram dengan damai..
Akhirnya setelah Kerajaan Surabaya berhasil ditaklukan Sultan Agung,
Kerajaan Surabaya menjadi bagian dari Kerajaan Mataram.. Sultan Agung
yang terkenal bijak melihat sosok pemimpin di Kerajaan Surabaya ia
adalah Pangeran Pekik.. karena Pangeran Pekik terkenal berani,bijak, dan
alim.. ia diangkat oleh Sultan Agung menjadi pemimpin ulama di wilayah
Ampel..
Karena kebaikan dan kebaikan hati yang dimiliki Pangeran Pekik… Sultan
Agung kemudian berniat menikahkan adiknya yang bernama Ratu Pandansari..
melihat sosok Pangeran Pekik yang pemberani, baik, dan alim karena juga
pemimpin ulama.. Ratu Pandansari setuju untuk menikah dengan Pangeran
Pekik.. akhirnya Sultan Agung dan Pangeran Pekik kini bersaudara..
Jatuhnya Giri
Suatu Ketika wilayah Giri Kedaton yang dipimpin oleh Panembahan Agung Giri Kawis Guna mencoba lepas dari Kerajaan Mataram..
Panembahan Agung Giri Kawis Guwo merupakan sosok yang sangat disegani karena ia merupakan keturunan Sunan Giri yang kuat..
Sultan Agung memerintahkan perwira Kerajaan Mataram untuk menaklukan Panembahan Kawis Guwo.. namun tidak ada yang berani..
Tapi ketika Sultan Agung memerintahkan Pangeran Pekik.. Pangeran Pekik
dengan gagah berani langsung maju siap menumpas pemberontakan di Giri
Kedaton yang dipimpin Panembahan Agung Giri Kawis Guwo..
“Saya siap menerima perintah dari Sultan untuk menumpas pemberontak itu… “ tegas Pangeran Pekik dengan gagah berani..
Sultan Agung sangat terkesan dengan keberanian Pangeran Pekik dan
memerintahkan pasukannya untuk mendampingi Pangeran Pekik untuk
bertempur melawan Panembahan Kawis Guwo dan pasukannya..
Terjadilah Perang hebat di Giri Kedaton.. Pasukan Pangeran Pekik
menghadapi pasukan Panembahan Agung Giri Kawis Guwo.. Pangeran Pekik
dengan pedangnya maju ke medan perang… anak panah di siapkan oleh
pasukan Sultan Agung…
Pasukan Panembahan Kawis Guwo yang kalah jumlah sangat kerepotan menghadapi serangan Pangeran Pekik dan pasukannya…
Dengan bekal strategi perang yang dipelajarinya dari ayahnya… Pangeran
Pekik memerintahkan pasukan panah untuk melesakkan anak panah ke arah
pasukan Panembahan Kawis Guwo … akhirnya banyak pasukan Panembahan Kawis
Guwo yang berguguran.. setelah terdesak… Panembahan Kawis Guwo menyerah
kepada Pangeran Pekik..
Pangeran Pekik kembali ke Kerajaan Mataram dengan kemenangan.. Sultan
Agung sangat bangga dan istrinya Ratu Pandansari juga bangga kepada
suaminya..
Kematian Pangeran Pekik
Sejak 1645 Sultan Agung digantikan putranya yang bergelar Amangkurat I
sebagai raja Mataram selanjutnya. Raja baru ini cenderung kurang suka
terhadap Pangeran Pekik, yang merupakan mertuanya sendiri.
Dikisahkan dalam naskah-naskah babad, Amangkurat I memiliki calon selir
seorang gadis Surabaya bernama Rara Hoyi putri Ki Mangun-jaya. Karena
masih kecil, Rara Hoyi pun dititipkan pada Ki Wiroreja. Setelah dewasa,
kecantikan Rara Hoyi menarik hati Pangeran Tejaningrat ( Amangkurat II )
, putra Amangkurat I yang lahir dari permaisuri yang merupakan putri
Pangeran Pekik.
Pada suatu hari Pangeran Adipati Anom (Pangeran Tejaningrat ) berkunjung
kerumah Tumenggung Wirorejo bermaksud hanya main-main saja. dengan
tidak terduga bahwa di Katemanggungan ada seorang gadis yang sedang
membatik kain. Sang Pangeran merasa terpikat hatinya. demi melihat gadis
cantik molek yang tumbuh di sebuah Tamansari Katemanggungan Wirorejan.
Begitu pula Rara Hoyi setelah bertemu pandangan matanya , deras berdebar
debar jantungnya dan segera lari masuk ke Pendapa Katemanggungan sambil
duduk termangu-mangu. Sang Pangeran manunggu kehadiran si Cantik
Jelita,namun tidak mungkin keluar karena malu. Ki Tumenggung Wirorejo
keluar menghadap Sang Pangeran dengan sembahnya, sambil unjuk atur :
kepada Pangeran .. anak gadis yang Paduka cari itu sebenarnya puteri
Piningit dari Surabaya, yang akan menjadi isteri Ayahanda Raja Sunan
Prabu Mangkurat Agung ..
Setelah Sang Pangeran mendengar keterangan dari Ki Tumenggung Wirorejo ,
segera minta pamit kembali ke Keraton . Di Kesatriyan Sang Pangeran
tidak dapat tidur, dan selalu terbayang-bayang wajah gadis itu, selalu
menggoda dipelupuk matanya, akhirnya Sang Pangeran jatuh sakit.
Hal ini terdengar oleh Kangjeng Ratu Pandansari ( Wandansari ), Isteri
Pangeran Pekik , bahwa Sang Pangeran jatuh sakit wuyung, kasmaran dengan
Roro Hoyi sengkeran Sang Prabu Susuhunan Amangkurat I.
Atas persetujuan Pangeran Pekik, Rara Hoyi dibawa masuk ke Keraton dan
ditempatkan di Kesatriyan, untuk mengobati penyakit Sang Pangeran.
Pangeran Pekiklah yang bertanggung jawab apabila Sang Ayah marah,
menurut pendapatnya mestinya sang Ayah mau mengalah dengan anaknya. Ora
ono macan arep tegel mangan gogore dewe.
Dugaan ini ternyata meleset, setelah Sang Prabu mendengar Rara Hoyi
jatuh cinta kepada Sang Pangeran,dan malah mendapat dukungan dari
Pangeran Pekik,beliau geram dan murka. Maka Pangeran Pekik dan Kangjeng
Ratu Wandansari serta Pangeran Tejaningrat begitu pula Tumenggung
Wirorejo dan Nyi Tumenggung dipanggil menghadap.
Susuhunan Prabu Amangkurat I. Dalam Pasewakan ( Rapat ) yang luar biasa
Sang Raja marah - marah dan menjatuhkan hukuman mati kepada Pangeran
Pekik dan Tumenggung Wirorejo dan jenazahnya dimakamkan di Makam
Banyusumurup Imogiri.
Selanjutnya Pangeran Tejaningrat harus membunuh Rara Hoyi dari tangannya
sendiri.. Pangeran Tejaningrat dengan membawa keris terhunus
meninggalkan Paseban menuju ke Kesatriyan, sesampainya di Kesatriyan
tidak tega akan menusuk Rara Hoyi. Rara Hoyi tanggap bahwa yang
menyebabkan onar didalam Keraton Mataram adalah dirinya , maka setelah
melihat Sang Pangeran membawa keris terhunus , ditubruklah keris itu
sehingga tembus sampai kepunggungnya, Rara Hoyi meninggal seketika itu
juga.
Geram Sang Prabu Susuhunan Amangkurat belum mereda, dan memerintahkan
agar Kesatriyan dibakar habis-habisan, sedang Pangeran Tejaningrat
diasingkan (dibuang) ke Hutan Larangan ( tutupan ). Di Hutan Tutupan
Pangeran Tejaningrat kedatangan Pangeran Puruboyo dan Bantheng Wulung
yang mengajak Trunojoyo , anak Adipati Cakraningrat dari Sampang
Madura. Maksud kedatangan mereka mengajak perundingan, agar Sang
Pangeran mau merebut kekuasaan Sang Ayah Prabu Amangkurat I, karena
beliau bertindak sewenang-wenang terhadap anaknya serta kawula nya.