Wulang Reh atau Serat Wulangreh adalah karya sastra berupa tembang
macapat karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, Raja Surakarta, yang lahir
pada 2 September 1768. Beliau bertahta sejak 29 November 1788 hingga
akhir hayatnya pada 1 Oktober 1820.
Nama kecil Paku Buwana IV adalah Bendara Raden Mas Sambadya. Beliau
lahir dari permaisuri Sunan Paku Buwana III yang bernama Gusti Ratu
Kencana, pada hari Kamis Wage, 18 Rabiul Akhir 1694 Saka atau 2
September 1768 Masehi. Memegang pemerintahan selama 32 tahun
(1788-1820), dan wafat pada hari Senin Pahing, 25 Besar 1747 Saka atau 2
Oktober 1820 M.
Banyak jasa dan perubahan yang dilakukan oleh PB IV ini, baik itu
bersifat fisik maupun non-fisik. Dari sekian banyak warisan yang
ditinggalkannya, ada beberapa yang masih dapat kita saksikan sampai saat
ini. Seperti Masjid Agung, Gerbang Sri Manganti, Dalem Ageng
Prabasuyasa, Bangsal Witana Sitihinggil Kidul, Pendapa Agung, dan juga
Kori Kamandhungan.
Paku Buwana IV yang mewarisi darah kaprabon sekaligus kapujanggan ini
juga sangat produktif dan kreatif dalam “dunia pena”, sehingga
melahirkan banyak karya sastra yang masih dapat diakses sampai sekarang.
Konsep ketatanegaraan dan keilmuan yang dibangun oleh PB IV, membuatnya
sangat dikagumi oleh rakyat dan lingkungan istana. Bahkan juga
membangun tradisi-tradisi yang berbeda dari sunan-sunan (raja-raja)
sebelumnya. Diantara perubahan tradisi tersebut adalah pakaian prajurit
kraton yang dulu model Belanda diganti dengan model Jawa, setiap hari
Jumat diadakan jamaah salat di Masjid Besar, setiap abdi dalem yang
menghadap raja diharuskan memakai pakaian santri, mengangkat
adik-adiknya menjadi Pangeran. Perubahan-perubahan yang dilakukan
tersebut dimaksudkan untuk menjawakan kehidupan masyarakat, yang
sebelumnya terkontaminasi oleh budaya Belanda.
Ilustrasi Mengajar Sastra Piwulang
Berbagai upaya baik itu bersifat fisik maupun non-fisik, yang dilakukan
PB IV banyak membuahkan hasil, sehingga pantaslah jika beliau
ditempatkan sebagai Pujangga Raja. Dalam bidang sastra dan budaya,
diantara karya-karya beliau yang terkenal adalah Serat Wulangreh, Serat
Wulang Sunu, Serat Wulang Putri, Serat Wulang Tata Krama, Donga Kabulla
Mataram, Cipta Waskita, Panji Sekar, Panji Raras, Panji Dhadhap, Serat
Sasana Prabu, dan Serat Polah Muna Muni. Dari sekian karya PB IV
tersebut, yang paling familiar dalam masyarakat Jawa (bahkan kalangan
akademik), adalah Serat Wulangreh. Karena banyak ajaran-ajaran moral
dalam serat tersebut yang diperhatikan oleh masyarakat Jawa, bahkan
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Naskah Wulang Reh saat ini disimpan di Museum Radya Pustaka di Surakarta
Kata Wulang bersinonim dengan kata pitutur memiliki arti ajaran. Kata
Reh berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya jalan, aturan dan laku
cara mencapai atau tuntutan. Wulang Reh dapat dimaknai ajaran untuk
mencapai sesuatu. Sesuatu yang dimaksud dalam karya ini adalah laku
menuju hidup harmoni atau sempurna.
Untuk lebih jelasnya, berikut dikutipkan tembang yang memuat pengertian kata tersebut :
Ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangekese dur angkara
artinya ilmu itu bisa dipahami/ dikuasai harus dengan cara, cara
pencapaiannya dengan cara kas, artinya kas berusaha keras memperkokoh
karakter, kokohnya budi (karakter) akan menjauhkan diri dari watak
angkara.
Berdasarkan makna tembang tersebut, laku adalah langkah atau cara
mencapai karakter mulia bukan ilmu dalam arti ilmu pengetahuan semata,
seperti yang banyak kita jumpai pada saat ini. Lembaga pendidikan lebih
memfokuskan pengkajian ilmu pengetahuan dan mengesampingkan ajaran moral
dan budipekerti.
Salah satu keistimewaan karya ini adalah tidak banyak menggunakan bahasa
jawa arkhaik (kuno) sehingga memudahkan pembaca dalam memahaminya.
Walaupun demikian, ada hal-hal yang perlu dicermati karena karya
tersebut merupakan sinkretisme Islam-Kejawen, atau tidak sepenuhnya
merupakan ajaran Islam, sehingga akan menimbulkan perbedaan sudut
pandang bagi pembaca yang berbeda ideologinya.
Struktur
Struktur Serat Wulang Reh terdiri dari 13 macam tembang (pupuh), dengan jumlah pada/bait yang berbeda, yaitu :
Dandanggula, terdiri 8 pada/bait
Kinanthi terdiri 16 pada/bait
Gambuh terdiri 17 pada/bait
Pangkur terdiri 17 pada/bait
Maskumambang terdiri 34 pada/bait
Megatruh terdiri 17 pada/bait
Durma terdiri 12 pada/bait
Wirangrong terdiri 27 pada/bait
Pocung terdiri 23 pada/bait
Mijil terdiri 26 pada/bait
Asmaradana terdiri 28 pada/bait
Sinom terdiri 33 pada/bait
Girisa terdiri 25 pada/bait
Penelitian
Jika dilihat dari wujud tulisannya, Wulang Reh ditemukan dalam
disertasi, thesis, skripsi, makalah, bahkan dapat dijumpai di dunia
maya. Tulisan-tulisan tentang Wulang Reh pada umumnya mengupas isi atau
maknanya yang kemudian bermuara pada interpretasi kandungan Wulang Reh,
seperti nilai-nilai luhur, moral dan budi pekerti (ada yang menyebut
dengan istilah etika), nilai-nilai religius, sampai pada ajaran tentang
kepemimpinan. Ada pula yang melakukan secara khusus dari segi bahasa.
Penelitian Tema, Nilasi Estetika dan Pendidikan dalam Serat Wulang Reh. Hasil kesimpulannya adalah :
Pertama, tema yang terdapat pada serat Wulangreh karya Sri Susuhunan
Pakubuwana IV yaitu: ajaran untuk memilih guru, kebijaksanaan dan
bergaul, kepribadian,tema tata krama, ajaran berbakti pada orang lain,
tema ketuhanan, berbakti kepada pemerintah, pengendalian diri, tema
kekeluargaan, tema keselamatan, keikhlasan dan kesabaran, beribadah
dengan baik, ajaran tentang keluhuran.
Kedua, Keindahan serat Wulangreh adanya ritma dan rima serta bunyi
bahasa meliputi purwakanthi swara, purwakanthi guru swara, dan
purwakanthi lumaksita. Pemahaman tentang diksi (Pemilihan kata),
aliterasi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, dan metrum
terdapat dalam serat Wulangreh.
Ketiga, nilai pendidikan moral pada Serat Wulangreh adalah nilai
pendidikan moral kaitan antara manusia dengan Tuhan meliputi berserah
diri kepada Tuhan, patuh kepada Tuhan, nilai pendidikan moral kaitan
antara manusia dengan sesama, nilai pendidikan moral kaitannya manusia
dengan diri pribadi, dan nilai tentang agama.
Keempat, ajaran yang ada pada serat wulangreh merupakan ajaran tata
kaprajan ‘ajaran tentang perintah memberikan pengajaran untuk mencapai
keluhuran hidup, ajaran pada serat Wedhatama merupakan ajaran tentang
ilmu keutamaan.
Penelitian dari aspek kepemimpinan dalam Serat Wulang Reh.
Kesimpulannya:Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak memiliki
sifat lonyo, lemer, genjah, angrong pasanakan, nyumur gumiling, ambuntut
arit, adigang, adigung, dan adiguna. Sebaliknya seorang pemimpin
haruslah mempunyai sifat jujur, tidak mengharapkan pemberian orang lain,
rajin beribadah, serta tekun mengabdi kepada masyarakat.