Seandainya sebagian dinding istana Pulomas itu runtuh lalu masuk ke
muara Cimanuk, niscaya bakal muncul areal pendulangan emas terbesar di
seluruh jagat. Dengan runtuhnya dinding istana itu maka seisi muara
bakal mengandung emas melebihi kandungan lumpur emas di sungai
Kalimantan. Bahkan konon akan lebih besar dari hasil penambangan di
Irianjaya.
Sayangnya, dinding istana yang terbuat dari emas itu sangat kokoh, dan istana itupun adanya hanya di alam gaib Pulomas.
Di alam manusia, Pulomas hanya berupa rawa-rawa yang saling bersebelahan
dengan muara Laut Jawa, persisnya berada di Kampung Pulomas, Desa
Centigi Sawah, Kecamatan Centigi, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Di atas rawa seluas puluhan hektar itu, menurut terawangan ghaib,
berdiri kompleks istana dengan bahan terbuat dari emas murni. Kerajaan
dengan keraton sangat megah itu sampai saat ini dipimpin oleh sesosok
raja jin sangat sakti bergelar Raden Werdinata, dengan mahapatihnya yang
juga cukup tersohor yakni Mahapatih Jongkara. Sang raja juga dibantu
Panglima Perang bergelar Panglima Kalasrenggi.
Diceritakan oleh juru kunci Kampung Pulomas yang akrab disapa Wak
Cartim, dibandingkan raja-raja lain yang menguasai alam ghaib, Raja
Pulomas tergolong paling tinggi ilmu kadigdayaannya. Alam ghaib
terbahagi dua wilayah, yakni kawasan atas bumi dan di bawah laut.
Alam ghaib bawah laut dikuasai Nyi Ratu Roro Kidul untuk kawasan Pantai
Selatan, sedangkan Pantai Utara dikuasai Nyi Ratu Nawangwulan.
"Kesaktian Raden Werdinata sempat tercatat dalam sejarah berdirinya daerah Kabupaten Indramayu," ungkap Wak Cartim.
Raden Arya Wiralodra, Kesatria Berdarah Biru
Dikisahkan, semasa Indramayu masih belum punya nama serta masih berupa
hutan belantara, singgah seorang kesatria yang sedang memikul tugas
besar. Kesatria itu berasal dari Kabupaten Bagelen, Jawa Tengah,
bergelar Raden Arya Wiralodra. Kesatria berdarah biru dari Kerajaan
Majapahit itu mengemban tugas membuka hutan belantara di lembah Sungai
Cimanuk.
Untuk menjalankan tugas dari nenek moyangnya, dia ditemani seorang
punakawan atau pembantu yang sangat setia serta sakti bernama Ki
Tinggil. Selama tiga tahun lebih keduanya berjalan kaki dari Bagelen,
Jawa Tengah dengan tujuan (membuka) hutan belantara lembah Sungai
Cimanuk. Tetapi, kerana kejahilan, mereka kebablasan sampai ke hutan
lembah Sungai Citarum, Kabupaten Karawang.
Berdasarkan keterangan Ki Sidum seorang manusia kuno sangat sakti dari
Kerajaan Pajajaran, Raden Wiralodra dan punakawannya menyedari kalau
perjalanannya itu kebablasan.Melalui perjuangan keras serta mengikuti
binatang peliharaan pemberian Ki Sidum yang berupa seekor Kijang
Kencana, akhirnya sampai juga mereka ke hutan di lembah Sungai Cimanuk.
Tiga bulan membabat hutan di lembah sungai, halangan pun datang.
Ternyata di hulu Sungai Cimanuk ada kerajaan jin yang membawahi
raja-raja kecil di alam ghaib sepanjang aliran sungai sejak Kabupaten
Sumedang hingga ke muara Laut Jawa pantai utara Indramayu.Maharaja jin
di hulu sungai itu bernama Budipaksa, yang didampingi seorang mahapatih
bernama Bujarawis.
Maharaja Budipaksa ini membawahi raja-raja kecil, di antaranya Kerajaan
Tunjungbong yang dipimpin Kalacungkring, Kerajaan Pulomas yang dipimpin
Raden Werdinata, dan kerajaan-kerajaan jin lainnya sampai tercatat
sebanyak 12 kerajaan.
Kehadiran Raden Wirlodra di hutan lembah Sungai Cimanuk membuat gerah
bahkan mencipta keganasan menakutkan di kalangan bangsa jin dan makhluk
halus lain yang menetap di lembah sungai. Atas laporan teliksandi,
Mahapatih Bujarawis mengadukannya kepada Maharaja Budipaksa. Mendengar
pengaduan dari mahapatihnya, Maharaja Budipaksa marah besar.
Pertarungan Jin (Maharaja Budipaksa) Dengan Manusia (Raden Arya Wiralodra)
Tanpa buang masa, Maharaja Budipaksa didampingi Mahapatih Bujarawis
menyatroni Raden Wiralodra yang sedang membabat hutan didampingi Ki
Tinggil. Bermula perdebatan, terjadilah pertarungan secara kesatria di
lembah Sungai Cimanuk. Maharaja Budipaksa berhadapan dengan Raden
Wiralodra, sementara Mahapatih Bujarawis berhadapan dengan Ki Tinggil.
Konon, pertarungan dua makhluk berbeza alam itu berlangsung selama dua
bulan. Karuan hal ini membuat penduduk ghaib di tempat itu bubar
ketakutan. Berkat kesaktian Raden Wiralodra, Maharaja Budipaksa berjaya
dilumpuhkan dan dikurung di dasar muara Sungai Cimanuk. Dikisahkan,
sebelum dilumpuhkan, Maharaja Budipaksa memerintahkan Mahapatih
Bujarawis supaya meminta bantuan para raja kecil taklukannya.
Namun, sepuluh raja taklukan Maharaja Budipaksa beserta mahapatihnya
dengan gampangnya dilumpuhkan oleh Raden Wiralodra dan Ki Tinggil. Hanya
Raden Werdinata yang masih bertahan. Dia bertarung melawan Raden
Wiralodra, sementara Mahapatih Jongkara maupun Panglima Kalasrenggi
kabur dihajar ilmu pamungkas Ki Tinggil.
Kerana punya kesaktian seimbang, pertarungan antara Raden Werdinata
dengan Raden Wiralodra memakan masa 11 bulan. Senjata andalan Raden
Wiralodra berupa Cakrabaswara yang telah melumpuhkan Maharaja Budipaksa
ternyata mampu diatasi Raden Werdinata dengan menggunakan pusaka berupa
tameng bernama Kopyahwaring, pusaka turun temurun Kerajaan Pulomas.
Sebelum ada yang jatuh korban, muncul Kalacungkring, penguasa ghaib
Kerajaan Tunjungbong. Kalacungkring menyarankan pada Raden Werdinata
supaya menghentikan pertarungan dan sebaiknya menjalin persaudaraan
dengan Raden Wiralodra.
Selain dengan dalih Maharaja Budipaksa sudah dikurung di dasar muara
Cimanuk, alasan yang paling utama adalah kerana ketakutan bilamana
leluhur Raden Wiralodra tersinggung. Jika manusia-manusia kuno Majapahit
setingkat Ki Sidum murka, nescaya kerajaan alam ghaib di sepanjang
lembah Sungai Cimanuk dibuat musnah untuk selama-lamanya.
Ikatan Tali Persaudaraan Jin dan Manusia
Atas cadangan Kalacungkring, Raden Werdinata meminta lawannya agar
menyudahi pertarungan dan mengajak mengikat tali persaudaraan hingga ke
anak cucu. Sebagai pengikat persaudaraan, Raden Werdinata menyerahkan
putri kesayangannya bergelar Putri Inten untuk diperistri Raden
Wiralodra.
Setelah perdamaian itu, dengan dibantu para prajurit dan penduduk
Pulomas, tugas mendirikan kerajaan di lembah Sungai Cimanuk lebih cepat
selesai, dan Raden Wiralodra tercatat menjadi pemimpin pertama kerajaan
di lembah sungai tersebut, yang hingga kini bernama Kabupaten
Indramayu.
Sebagai bangsa jin yang diberi umur panjang, (meski manusia Raden
Wiralodra telah meninggal dunia dan digantikan keturunannya bahkan
sampai sekarang ini), Raden Werdinata masih kukuh memimpin kerajaan
Pulomas didampingi Mahapatih Jongkara. Sedangkan Panglima Kalasrenggi,
setelah kabur dari hadapan Ki Tinggil kini menjadi pemimpin raja kecil
di Rawabolang, masuk Desa Jatisura, Kecamatan Terisi, Kabupaten
Indramayu.
Seiring perubahan zaman, ikatan persaudaraan antara penduduk gaib
Kerajaan Pulomas dengan penduduk Kabupaten Indramayu mulai menyimpang
dari makna persaudaraan yang sejati. Penduduk Kerajaan Pulomas siap
membantu berbagai problem terkait soal ekonomi yang dialami manusia
penduduk Kabupaten Indramayu dengan pampasan, manusia bersangkutan,
sesuai dengan perjanjian menjadi budak (hamba) di alam ghaib Pulomas
hingga hari kiamat.
Seiring banyaknya penduduk bangsa manusia yang terjerumus ke dalam
perjanjian jiwa, lambat laun Pulomas dikenali sebagai tempat pesugihan.
Kewujudan Pulomas sebagai tempat pesugihan, belakangan gaungnya sudah
meluas, sehingga orang yang mengadakan laku ritual pesugihan di Pulomas
bukan setakat warga Indramayu, melainkan datang dari berbagai daerah di
Pulau Jawa bahkan hingga ke Sumatera.
Wak Cartim selaku juru kunci memang bukan orang yang dibekali wawasan
kehumasan, sehingga dia tidak sekalipun menyediakan buku tamu di
kediamannya. Tapi, dari pengakuan para tetamu yang minta dibantu
melakukan ritual pesugihan, mereka banyak yang datang dari luar
Kabupaten Indramayu, bahkan dari luar Pulau Jawa. Rumah juru kunci
pesugihan Pulomas yang sangat tersohor itu, sukar diterima akal sihat.
Kisah masuk Islam nya Raden Werdinata
Di tanah datar dan luas itu Aria Wiralodra dan Ki Tinggil membuat pondok
untuk tempat tinggal, kemudian mulailah pekerjaan besar membuka hutan.
Suasana menjadi berubah dari kesunyian menjadi hingar bingar dengan
runtuhnya pohon-pohon dan suara-suara binatang penghuni hutan yang
ketakutan.
Keadaan menjadi lebih hiruk-pikuk dengan suara teriakan-teriakan marah
bangsa makhluk halus yang ketenteramannya merasa diusik. Mereka
langsung menyerang
Serat Babad Dermayu melukiskannya dalam bentuk Macapat Pupuh Sinom:
Sampun andamel kang wisma Ki Tinggil damelan neki
Anulya amesuh raga Raden Wiralodra mangkin
Anggene babad wanadri Sima banteng warak wau
Mapan bibar katawuran Paribasa panas atis
Setan iblis prayangan bibar sedaya Senapatt Budipaksa
Miwah Patih Bubarawis Angumpul sabalanira
Miwah para kang prqjurit Kaliyan saking Tuk Giri
Gede muara Cimanuk Kalangkung sanget dukanya
Saking bala bubar mangkin Kenging Raden Wiralodra babad wana
Siluman lan jurubiksa Sakehe para dedemit
Saking gedeng Girimuka Sadaya pan sami dugi
Sangking Wangkang Bqjulrawis Cemara pan Giribqjid
Tempalang Bedawangkara Pan rame Pqjuning Jurit
Sami tempuh ing yuda lan Wiralodra
Keributan antara Aria Wiralodra dengan makhluk halus itu diketahui oleh
penguasa Lautan Selatan Nyi Mas Dewi Ratu Kidul, yang segera mengutus
Kalacungkring, hulubalang dari Tunjung Bang, untuk menyelesaikan
perselisihan.Sang Hulubalang segera menemui Raja Pulo Mas Werdinata.
Di bawah ini, lagi satu bait lainnya dari Serat Babad Dermayu (Macapat Pupuh Sinom):
Dugi anang Werdinata
Aja pada den ganggoni
Iku Raden Wiralodra
Krana turun Majapahit
Becik den raksaha iki
Pada akunen sedulur
Krana masih pernah canggah
Ratu Kidul Gusti mami
Nulya enggal Werdinata caos ngarsa
Bergegas Raja Werdinata menghadap Aria Wiralodra.Sementara itu . melihat
rajanya datang, seluruh bala siluman duduk di tanah.Sambil berlutut.
berkata Raja Werdinata:
“Raden! Maafkan kelancangan wadyabalaku.Aku.…Werdinata. Raja Pulo Mas Muara Sungai
Cimanuk menghaturkan salam bhakti.”
Masih dalam keheranan, Aria Wiralodra menjawab: “Werdinata! Bangunlah !
Akusungguh sangat gembira berjumpa denganmu dan aku maafkan para
prajurit yang memerangiku”.
Sambil bangun Raja Werdinata berkata:“Terima kasih, kulihat Raden begitu
tulus,maka aku mohon sukalah Raden bermurah hati untuk mengangkat
saudara denganku seketurunan masing-masing.
”Aria Wiralodra terdiam, kemudian katanya lembut, “Werdinata, pahami
kesulitanku, karena menurut ketentuan agama yang aku anut yaitu Islam
tidak bisa mengangkat saudara dengan yang bukan Agama Islam.”Di luar
dugaan, cepat Raja Werdinata menjawab: “Raden, Islamkan aku sekarang
juga!” Aria Wiralodra terperanggah kemudian katanya gembira:
“Subhanallah! Baiklah, Paman Tinggil jadi saksi. Kemarilah Werdinata!”
Sambil melangkah maju, Raja Werdinata berseru kepada Wadyabalanya:
“Kepada rakyatku yang akan masuk Agama Islam,duduk di belakangku!” Maka
seluruh Wadyabala Siluman bergeser dan duduk bersimpuh di belakang Sang
Raja.
Setelah upacara peng-Islaman dan pengangkatan saudara selesai, Aria Wiralodra berkata nyaring:
“Raja Werdinata sejak saat ini menjadi Sultan Werdinata, daerah
kekuasaannya dinamakan Kasultanan dan rakyatnya disebut Bangsa
Jin.”Kemudian sambungnya lembut pada Sang Sultan: “Pengangkatan Sultan
ini harus disyahkan oleh kekha-lifahan bangsa Jin di Turki, mintalah ke
sana, kapan saja engkau ada waktu.”
Setelah minta ijin kepada Aria Wiralodra, Sang Sultan menyuruh rakyatnya
bubar, sehingga tinggallah mereka bertiga.Kemudian kepada Sang Sultan,
Aria Wiralodra menceritakan asal-usul dirinya.
Setelah itu dia berkata:
“Saudaraku Sultan, sekarang ceritakan asal-usulmu!”
Maka Sultan Werdinata membuka kisahnya:
“Raden, aku adalah Qarin-pendamping dari seorang kesatria berbudi
luhur-yang bernama Jaran Sari pada tiga abad yang lalu, yaitu pada masa
awal kerajaan Majapahit. Jaran Sari ikut perlombaan ilmu Kanuragan
Kerajaan untuk memperebutkan putri raja dan Pangkat Senopati Agung.
“Dia memenangkannya, tetapi karena kelicikan saudara kembarnya yang
bernama Jaran Purnama, dia tewas. Aku bersumpah untuk tidak meninggalkan
jasadnya sebelum menjadi rusak. Kemudian ‘aku’ dilarung di atas rakit
ke sungai, lalu ke laut, yang akhirnya terdampar di dekat muara sungai
Cimanuk.Aku melihat banyak sebangsaku di sana yang beramai-ramai
menyeretku ke tepi pantai,mereka tidak melihatku, kemudian mereka
melapor kepada Sang Penguasa Ki Buyut Keci di Dalem Agung Pulo Mas.
“Tidak berapa lama datanglah dia dan langsung melihatku seraya berkata, ‘Menyatulah dan bangunlah anakku!’
“Setelah aku bangun dia berkata: ‘Namamu sekarang Werdinata. Engkau akan
kukawinkan dengan anakku Si Andayasari, yang telah mimpi jadi jodohmu.
Tak usah khawatir, engkau pasti suka, anakku sangat cantik.’ Dan
kata-kata Ki Buyut Keci benar; putrinya sangat cantik , lalu aku kawin.
Kemudian aku dijadikan Raja Pulo Mas*), menggantikan mertuaku Ki Buyut
Keci. Letak Bangunan Istana Agung Pulo Mas di Kramat Krapyak-Pulo Mas,
Sentigi Kulon.
Tepatnya dari jalan utama antara Sentigi Kulon-Cangkring. Pada blok
Karang Balong, ada jalan masuk ke arah tenggara di tepi Kali Kepiting
;ditandai dengan sebuah gumuk pepohonan betah satu rumpun dengan pohon
beringin.Keraton Kaputren Nawang Wulan terletak di Pulo Karas, 1 Km ke
arah timur Pulo Mas sebelum Pulo Kuntul. Jalan menuju Pulo Karas bisa
langsung dari Sentigi Wetan atau Sentigi Sawah. (Ki Jongkara tinggal
juga di sini).
Keraton Kaputren Wiragora terleak di muara sungai Cimanuk (Ki Budi Paksa
juga tinggal disini).“Dalem Agung Pulo Mas aku bangun menjadi bentuk
istana yang besar, seperti Istana Majapahit. Peme-rintahanku meniru
Kerajaan Majapahit, Wilayahku diperluas sehingga meliputi pantai dan
hutan rawa, serta sungai-sungai yang mengalir ke pantai Laut Jawa bagian
barat.
“Aku punya anak perempuan dan laki-laki yang kuberi nama Nawang Wulan dan Wiragora. “Itu saja Raden perihal diriku.”
Konon, Raden Werdinata kemudian menjadi Jin Islam pertama di Pulomas.
Sebagian rakyatnya kemudian memeluk agama Islam juga. Namun sebagian
lainnya masih tanpa agama atau menganut ajaran lama (animisme dan
dinamisme). Bahkan beberapa di antaranya melakukan praktek persekutuan
untuk orang yang mencari "pesugihan" di daerah itu.
Sebagai Jin Islam, Raden Werdinata lebih banyak khalwat di ruang
pribadinya, ketimbang mengurusi pemerintahan. Raden Werdinata juga
konsisten dengan ikatan persaudaraan dengan Arya Wiralodra meski
saudaranya itu sudah wafat sejak ratusan tahun silam.
Konon, dalam dzikirnya, suatu malam Raden Werdinata mendapat petunjuk
bahwa daerah Indramayu bakal diterjang ombak pemusnah (Tsunami). Tanpa
banyak pertimbangan, dia menyudahi dzikirnya lalu mendatangi penguasa
Pantai Utara.
Di hadapan Nyi Ratu Nawangwulan (namanya mengingatkan pada nama bidadari
yang dinikahi Jaka Tarub), penguasa Pantai Utara, Raden Werdinata
meminta supaya ombak pemusnah itu jangan sampai menerjang penduduk
Indramayu. Jika ombak pemusnah itu sampai menerjang, dia mengancam untuk
mengajak bertarung.
Meskipun sadar ilmu Nyi Ratu Nawangwulan jauh lebih tinggi, demi ikatan
persaudaraan dengan Arya Wiralodra, dia rela mempertaruhkan nyawanya
mati di tangan Nyi Ratu Nawangwulan.
Untungnya Nyi Ratu Nawangwulan bersedia memenuhi permintaannya, sehingga
ombak pemusnah itu urung menerjang Indramayu dan berputar menerjang
daerah Pangandaran