Pada masa Cina dijajah oleh bangsa Manchuria (Dinasti Ching), saat
Kaisar Yung Cheng1 berkuasa (1723-1736), terjadi peristiwa dibakarnya
Kuil Shao Lin, yang berada di Gunung Sung, Propinsi Honan. Peristiwa
tersebut terjadi sekitar 300 tahun yang lalu, saat kuil ini sedang
dikepung oleh tentara pemerintah Manchuria.
Saat itu pemerintahan Manchuria takut akan perkembangan kung fu di Kuil
Shao Lin yang semakin lama semakin kuat dan juga karena kuil ini
dianggap sebagai pusat gerakan pemberontakan 2 melawan penjajah
Manchuria. Pemerintah mengirim pasukan yang dipimpin oleh Chan Man Yiu,
Wong Chun May, dan Cheung King Chow untuk menyerang kuil ini. Serangan
demi serangan selalu mengalami kegagalan. Chan Man Yiu kemudian bekerja
sama dengan para pengkhianat dari Kuil Shao Lin, salah satunya adalah
Pendeta Ma Ning Yee, dan membakar Kuil Shao Lin secara diam-diam. Banyak
penghuni Shao Lin, pendeta, murid calon pendeta, maupun murid-murid
yang bukan calon pendeta mati terbakar. Walaupun demikian tidak semuanya
mati, beberapa berhasil lolos dari peristiwa ini. Mereka yang berhasil
lolos di antaranya adalah Pendeta Wanita Ng Mui, Pendeta Chi Sin,
Pendeta Pak Mei, Master Fung To Tak, dan Master Miu Hin 3, dan juga
beberapa orang murid, yang paling terkenal di antaranya adalah Hung Hay
Kwun (Hung Si Kuan), Fong Sai Yuk (Fang Se Yu) 4, Luk Ah Choy, dan
lain-lainnya. Kelima pendeta/master ini adalah lima guru yang mewakili
lima gaya kung fu Shao Lin.
Pendeta Chi Sin yang mempunyai murid paling banyak memimpin pelawanan
terhadap pemerintahan Manchuria. Pendeta ini bersama dengan beberapa
orang murid kesayangannya, yaitu Hung Hay Kwun,Tung Chin Kun, dan Tse Ah
Fook, menjadi buronan pemerintah. Agar tidak tertangkap, Pendeta Chi
Sin memerintahkan murid-muridnya untuk menyamar, lalu ia sendiri
menyamar menjadi juru masak di Perahu Merah/The Red Junk 5. Sementara
itu Master Miu Hin, anaknya perempuannya, Miu Tsui Fa, dan cucunya, Fong
Sai Yuk, bersembunyi untuk sementara waktu di kalangan suku minoritas
Miao dan Yao, yang berlokasi di antara propinsi Sze Chuan dan Yunnan.
Mereka kemudian berkeliling dan melakukan banyak hal sehingga melahirkan
legenda-legenda fantastis, di antaranya adalah "Fong Sai Yuk menantang
sang juara bertahan turnamen kung fu".
Pendeta Wanita Ng Mui adalah satu-satunya master wanita dari Shao Lin
dan yang tertua dari kelima master tersebut. Ia lebih toleran terhadap
pemerintah Manchuria daripada keempat saudara seperguruannya ini.
Walaupun demikian kadang-kadang ia juga menggunakan kung fu-nya untuk
menegakkan keadilan. Ng Mui pergi berkeliling Cina, perjalanannya ini
melahirkan legenda "Ng Mui membunuh Lee Pa Shan di hamparan bunga plum
6". Ia lalu mengundurkan diri dan bersumpah untuk tidak terlibat lagi
dalam peristiwa-peristiwa kekerasan. Ia kemudian menetap diKuil Bangau
Putih yang terletak di gunung Tai Leung (juga disebut gunung Chai Ha),
di antara propinsi Yunnan dan Sze Chuan. Ia berkonsentrasi mendalami Zen
Buddhisme, sebuah sekte Buddha yang dikembangkan oleh Bodhidharma 7,
dan juga ilmu kung fu sebagai hobby yang amat disukainya. Ng Mui,
seperti juga yang lainnya, tidak pernah melupakan pengalaman pahit
peristiwa kebakaran dan pengkhianatan di Kuil Shao Lin. Ia juga khawatir
akan pengejaran yang dilakukan oleh para pengkhianat dan pasukan
pemerintah Manchuria. Ia sadar akan kesulitan yang akan dialaminya jika
suatu saat bertemu dengan para pengkhianat yang juga telah menguasai
ilmu bela diri Shao Lin tersebut. Ia sadar bahwa pengetahuan teoritis
bela dirinya sejajar dengan mereka, dan suatu saat kemampuan fisiknya
akan kalah dengan para pengkhianat yang jauh lebih muda darinya. Untuk
mengatasi hal ini, cara satu-satunya adalah dengan menciptakan sebuah
teknik bertarung baru yang mampu mengatasi teknik-teknik bertarung Shao
Lin. Pertanyaannya adalah apa teknik baru itu dan bagaimana
menciptakannya?
Lahirnya Teknik Bertarung Baru
Suatu saat Ng Mui menyaksikan pertarungan antara seekor rubah dan seekor
bangau liar besar. Rubah itu berjalan mengitari bangau mencari
kesempatan untuk menyerang, sementara bangau diam di tengah dan
berputar-putar untuk menghadapi rubah. Setiap kali rubah menyerang
dengan cakarnya, bangau menghalau dengan sayapnya dan pada saat yang
sama balik menyerang dengan paruhnya. Rubah tersebut memanfaatkan
kelincahannya untuk menghindar dan menyerang tiba-tiba dengan cakarnya.
Demikian perkelahian ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama hingga
Ng Mui mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan teknik pertarungan
baru. Siapa di antara bangau dan rubah yang menjadi pemenang tidaklah
penting. Ng Mui berkonsentrasi untuk menyesuaikan gerakan cakar rubah
dan sayap bangau menjadi gerakan manusia. Ia berhasil menciptakan satu
set gerakan tempur yang tetap mempertahankan gerakan rubah dan bangau
tetapi sesuai dengan gerakan manusia.
Gerakan kung fu Shao Lin yang menitik beratkan pada suatu pola tetap,
terlalu rumit untuk Ng Mui. Dalam teknik barunya ini ia menitikberatkan
pada kesederhanaan gerak dan keanekaragaman kegunaan. Hal ini cukup
menyimpang dari teknik-teknik Shao Lin. Dengan kata lain, dari sepuluh
set atau lebih gerakan Shao Lin, satu dan lainnya hanya berbeda sedikit,
hanya akan memberikan latihan stereotip bagi para anak didik. Sistem
baru ciptan Ng Mui ini terdiri dari beberapa gerakan sederhana yang
digabungkan, dan setelah mengalami beberapa perbaikan dan penyempurnaan,
dibagi menjadi tiga jurus dan satu set gerakan berlatih menggunakan
"orang-orangan kayu". Terlebih lagi dalam gaya Shao Lin, banyak gerakan
yang memiliki pose menarik dan nama yang indah, seperti "Tarian Naga dan
Pheonix", "Tongkat Master Tao", dan "Singa Keluar Dari Gua", tetapi
dalam pertempuran yang sesungguhnya tidak dapat diprektekkan.
Kebalikannya, dalam teknik baru ini, setiap gerakan adalah gerakan
tempur yang sesungguhnya dan sangat praktis. Sudah tidak ada lagi
gerakan-gerakan dan pose-pose indah yang hanya berguna untuk menarik
perhatian. Gerakan-gerakan ini memiliki nama-nama yang sesuai dengan
kegunaan dan bentuk gerakannya, seperti "Telapak Tangan Menghadap Ke
Atas", sebuah nama yang sangat jelas menunjukkan gerak tangan yang
diwakilinya.
Perbedaan lainnya adalah dalam teknik Shao Lin terlalu banyak menekankan
latihan fisik. Seorang murid harus berlatih kuda-kuda yang kuat selama
dua atau tiga tahun sebelum ia dapat melanjutkan pelajaran. Dalam teknik
barunya, Ng Mui lebih menekankan penggunaan metode dalam mengalahkan
musuh daripada dengan menggunakan kekuatan. Memang dalam metode ini
perlu juga melatih kekuatan, tetapi dalam pertempuran yang sesungguhnya,
yang terpenting adalah menerapkan metode yang tepat untuk masing-masing
keadaan, dan juga untuk masing-masing lawan. Untuk keperluan ini, para
pengikut akan dibekali dengan beragam teknik gerakan tangan, kuda-kuda,
dan gerak langkah yang fleksibel. Dengan kata lain, dalam pertempuran
yang sesungguhnya, gaya Shao Lin akan menggunakan gerakan tangan dan
kuda-kuda lebar, sementara teknik baru ini akan menggunakan langkah kaki
yang mengejar dan teknik bertempur jarak dekat. Dalam gaya Shaolin,
kuda-kuda yang paling sering digunakan adalah "kaki depan sebagai busur
dan kaki belakang sebagai anak panah" atau disebut juga kuda-kuda depan,
sementara dalam teknik baru ini menggunakan kuda-kuda "kaki depan
sebagai anak panah dan kaki belakang sebagai busur" atau disebut juga
kuda-kuda belakang. Kuda-kuda belakang ini memungkinkan diterapkannya
teknik "tendangan menghujam ke depan" yang cepat untuk menyerang
tempurung lutut orang-orang yang menggunakan kuda-kuda depan, dan dapat
mundur dengan cepat, jika kaki depannya sendiri diserang.Teknik baru ini
akhirnya membuktikan ketidakefektifan gaya-gaya lebar Shao Lin.
Yim Wing Chun Yang Jelita
Nona Yim Wing Chun adalah penduduk asli propinsi Kwang Tung. Setelah
ibunya meninggal, ia tinggal berdua dengan ayahnya, Yim Yee. Sejak kecil
ia telah dijodohkan dengan Leung Bok Chao, seorang pedagang garam dari
propinsi Fu Kien (Hok Kian). Sebagai murid Shao Lin, Yim Yee berusaha
menggunakan kung fu-nya untuk menegakkan keadilan. Dengan demikian ia
sering terlibat dalam urusan pengadilan. Agar tak ditangkap, ia mengajak
anak perempuannya melarikan diri ke perbatasan antara propinsi Yunnan
dan Sze Chuan dan menetap di kaki gunung Tai Leung. Mereka hidup dari
hasil penjualan tahu di pasar. Yim Wing Chun tumbuh menjadi seorang
gadis lincah, dan cantik. Keatraktifannya ini akan mengakibatkan masalah
di kemudian hari.
Ada seorang preman lokal bermarga Wong yang terkenal bertabiat buruk.
Karena kemampuan kung fu-nya dan juga karena tangan hukum begitu
lemahnya di daerah terpencil ini, ia ditakuti oleh penduduk setempat.
Karena tertarik dengan kecantikan Yim Wing Chun, ia mengirimkan
perantara untuk melamar gadis ini, dengan ancaman jika ditolak, ia akan
memaksa Wing Chun menikahinya. Ayah Wing Chun sudah tua dan Wing Chun
sendiri adalah gadis yang lemah. Oleh karena itu mereka sangat khawatir
dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Sementara itu, Pendeta Wanita Ng Mui, yang tinggal dekat desa ini,
sering mengunjungi pasar desa. Setiap kali ia lewat di kios tahu Yim
Yee, ia selalu mampir dan berbelanja. Dengan demikian, mereka menjadi
saling mengenal. Suatu hari, saat ia berbelanja, ia memperhatikan ada
sesuatu yang tidak biasa pada ekspresi ayah dan anak ini. Ketika
ditanyakan, mereka menceritakan masalah tersebut kepada Ng Mui.
Pengakuan ini membangkitkan kembali rasa keadilan dalam diri Ng Mui yang
sudah lama dipendam. Ia memutuskan untuk membantu Yim Wing Chun, tetapi
tidak dengan melawan Wong, suatu hal yang pasti dilakukannya sebelum
mengundurkan diri. Alasannya adalah bahwa ia tidak ingin menunjukkan
identitas aslinya sebagai pendekar Shao Lin, dan juga karena tidak layak
baginya, sebagai seorang ahli bela diri terkenal dari Shao Lin,
bertarung melawan preman tak ternama dari sebuah desa terpencil. Ia
memutuskan untuk mengajari teknik bela diri ciptaannya kepada Yim Wing
Chun. Bagi Wing Chun sendiri, ilmu bela diri bukan sesuatu yang aneh,
karena ayahnya adalah murid Shao Lin. Selama ini Wing Chun merasa belum
perlu mempelajari ilmu ayahnya. Kini dengan panduan Ng Mui, sang master
wanita dari Shao Lin, dan juga karena kepandaian dan kerja kerasnya, ia
berhasil menguasai teknik ini dalam waktu tiga tahun.
Pada suatu hari Ng Mui memberitahu bahwa Wing Chun sudah menguasai semua
teknik-teknik ciptaannya dan diperbolehkan kembali ke rumah ayahnya dan
menyelesaikan masalah dengan Wong. Sekembalinya ia ke rumah ayahnya,
preman tersebut mulai menggodanya lagi. Kali ini Wing Chun menantangnya
berkelahi. Wong terkejut, tetapi menerima tantangan ini. Ia sangat yakin
dapat mengalahkan Wing Chun dan menikahinya, tetapi dalam pertarungan
tersebut ia dikalahkan oleh Wing Chun. Sejak saat itu, Wong tak berani
lagi mengganggu Wing Chun. Setelah peristiwa ini, Wing Chun terus
berlatih teknik ini, tetapi Ng Mui merasa kehidupan di kaki gunung Tai
Leung terlalu monoton dan pergi berkelana. Ia berpesan pada Wing Chun
untuk menjaga peraturan Shao Lin dan berhati-hati dalam meneruskan
teknik ini agar tidak jatuh ke tangan orang-orang yang tak pantas.
Leung Bok Chao Dan Leung Lan Kwai
Yim Wing Chun akhirnya menikah dengan tunangannya Leung Bok Chau. Ia
berhasil menurunkan teknik yang dipelajarinya dari Ng Mui ini kepada
suaminya. Leung Bok Chao sendiri pernah mempelajari bela diri, dan rajin
berlatih di waktu senggangnya. Setelah pernikahan mereka, Wing Chun
sering berdiskusi dengannya tentang teknik-teknik pertarungan. Awalnya
ia meremehkan Wing Chun, karena menganggap Wing Chun adalah wanita yang
lemah. tetapi Wing Chun berhasil memperoleh kesempatan untuk berlatih
dengan suaminya dan berhasil mengalahkannya setiap kali mereka berlatih.
Leung Bok Chao pun akhirnya sadar bahwa Wing Chun bukanlah seorang
wanita lemah, tetapi seorang ahli seni bela diri. Sejak saat itu ia
mengagumi teknik istrinya dan sering berlatih berdua. Ia menyebut teknik
ini "Wing Chun Kuen" untuk menghormati istrinya.
Leung Bok Chao kemudian meneruskan teknik Wing Chun Kuen ini kepada
Leung Lan Kwai, seorang tabib ahli tulang yang tidak pernah menonjolkan
kemampuannya dalam bela diri. Bahkan keluarga dan sahabat-sahabatnya
tidak mengetahui akan keahliannya dalam Wing Chun Kuen ini. Rahasia ini
hanya sekali ditunjukkan, ketika ia membantu seorang pesilat yang sedang
dikeroyok oleh sekelompok pesilat lain. Bagaimanapun juga, ia selalu
berusaha untuk tidak menyombongkan diri dan menerapkan pesan
pendahulunya, yaitu "tidak mengungkapkan keahlian Wing Chun Kuen kepada
orang lain".
Wong Wah Bo Dan Leung Yee Tei
Walaupun ia menutup mulut tentang Wing Chun Kuen, Leung Lan Kwai
meneruskan teknik ini kepada Wong Wah Bo, walaupun secara kebetulan.
Wong Wah Bo adalah seorang aktor dari perkumpulan opera Cina. Pada jaman
ini, aktor opera Cina disebut "Pengikut Perahu Merah (The Red Junk)".
Leung Lan Kwai sebenarnya tidak ingin menerima murid, tetapi sifat-sifat
Wong Wah Bo yang memiliki rasa keadilan yang tinggi membuat Leung Lan
Kwai bersedia menerimanya sebagai murid.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak dari para pengikut perahu merah
mengerti kung fu. Karena riasan yang mereka kenakan saat tampil di
panggung, identitas mereka sulit diketahui. Itulah sebabnya banyak
pengikut Shao Lin bergabung dengan perkumpulan opera ini untuk
bersembunyi dari kejaran pemerintah Manchuria. Tetapi menyimpan rahasia
tetap merupakan hal yang sulit. Banyak dari para pengikut Shao Lin yang
membuka rahasianya kepada orang yang mereka percaya. Untungnya tidak ada
di antara orang kepercayaan ini yang melaporkannya ke pemerintah
Manchuria. Salah satu dari pengikut Shao Lin ini adalah Master Chi Sin,
yang sudah diceritakan pada awal cerita ini. Ia menjadi pahlawan
perkumpulan ini dan mengajarkan kepada mereka teknik-teknik bela diri
Shao Lin dan mempersiapkan mereka untuk melawan pemerintah Manchuria
jika saatnya tiba.
Salah satu murid Master Chi Sin adalah Leung Yee Tei. Ia bukan aktor
tetapi salah satu petugas kapal yang bertugas mengemudikan perahu dengan
menggunakan tongkat panjang. Di antara semua teknik yang diajarkan
Master Chi Sin, yang sangat dikaguminya adalah teknik menggunakan
tongkat panjang. Untung bagi Leung Yee Tei, Master Chi Sin adalah ahli
menggunakan "tongkat panjang enam setengah point" dan menganggap Leung
Yee Tei cukup pantas untuk menjadi penerus teknik ini.
Wong Wah Bo sang aktor adalah salah satu penghuni kapal yang dikemudikan
Leung Yee Tei. Ia sangat mengagumi teknik tongkat Leung Yee Tei,
sebaliknya Leung Yee Tei mangagumi teknik Wing Chun dari Wong Wah Bo.
Mereka saling bertukar pengetahuan. Hasilnya Leung Yee Tei menjadi
penerus teknik Wing Chun dan teknik Wing Chun sendiri bertambah dengan
masuknya teknik tongkat panjang enam setengah point, di samping teknik
golok Pa Chan Tao yang sudah ada dalam Wing Chun. Saat bertukar
kepandaian, mereka menyadari bahwa mereka dapat meningkatkan kemampuan
masing-masing dengan menambahkan hal-hal yang telah mereka pelajari satu
sama lain. Contohnya, teknik tongkat panjang enam setengah point dapat
diperbaiki dengan memasukkan teknik Wing Chun ke dalamnya. Mereka lalu
menerapkan teknik Chi Sau (tangan menempel) dan berhasil menciptakan
teknik yang diberi nama Chi Kwun (tongkat menempel). Lebih jauh lagi,
mereka berhasil meningkatkan daya guna tongkat dengan mengurangi jarak
antara kedua lengan yang memegang tongkat, dan mengubah gerak kakinya
menjadi seperti gerak kaki gaya tangan kosong.
Leung Jan Dari Fat Shan
Di masa tuanya Leung Yee Tei meneruskan teknik-teknik Wing Chun dan
tongkat panjang enam setengah point ke Leung Jan, seorang tabib terkenal
dari Fat Shan, satu dari empat kota terkenal di propinsi Kwang Tung,
Cina selatan. Fat Shan yang merupakan persilangan dari beberapa jalur
transportasi ramai dekat Sungai Mutiara, adalah sebuah kota perdagangan
yang terkenal dan berpenduduk padat. Banyak pejabat pemerintah,
pedagang-pedagang besar, buruh, dan orang-orang biasa tinggal di sini.
Leung Jan, pemilik sebuah toko obat ramuan tradisional, dibesarkan dalam
keluarga yang baik, berpendidikan, dan sopan. Selain mengurus Toko Obat
Jan Shan di Jalan Sumpit di Fat Shan, ia juga membuka praktek tabib. Ia
cukup profesional dalam bidang ini, dan dipercaya oleh masyarakat
sekitarnya. Bisnisnya maju. Di waktu senggang ia suka membaca buku, dan
juga seni bela diri. Ia tak ingin sembarangan memilih guru untuk belajar
bela diri. Ia tak menyukai jurus dan kuda-kuda lebar yang terlihat
ganas. Sistem yang menitik beratkan kekuatan fisik dan kasar tidak
disukainya, demikian juga dengan gaya-gaya indah tetapi tidak praktis
untuk perkelahian. Yang ia inginkan adalah gaya yang praktis dan
bermanfaat, walaupun sederhana. Bertahun-tahun ia mencari guru dan
sistem bela diri yang ideal, hingga pada suatu saat ia bertemu dengan
Leung Yee Tei dan belajar teknik Wing Chun darinya.
Dalam waktu yang tak terlalu lama, Leung Jan telah dijuluki "Raja Kung
Fu Wing Chun". Ketenarannya ini menarik perhatian para penantang.
Orang-orang ambisius memaksa bertarung dengannya, tetapi semuanya
dikalahkan dengan cepat. Jika orang-orang mendengar nama Leung Jan,
mereka akan mengingat gelarnya "Raja Kung Fu Wing Chun" dan peristiwa ia
mengalahkan lawan-lawannya. Sampai sekarangpun para generasi tua masih
membicarakan tentangnya dengan penuh semangat.
Wah Si Manusia Kayu, Leung Tsun, Dan Wah Si Penukar Uang
Ketertarikan Leung Jan terhadap Wing Chun memaksanya untuk menerima
beberapa orang murid, termasuk kedua anaknya, Leung Tsun dan Leung Bik.
Walaupun demikian ia tidak pernah menganggap dirinya sebagai pengajar
profesional. Ia mengajari mereka Wing Chun setiap sore hari setelah
selesai mengurus tokonya.
Di antara murid-muridnya ada seorang yang dijuluki Wah Si Manusia Kayu.
Nama ini didapatnya karena sepasang tangannya yang kuat dan sekeras
kayu. Ia sering mematahkan orang-orangan kayu pada saat latihan. Setiap
sore, ia belajar Wing Chun bersama saudara-saudara seperguruannya
dibawah bimbingan Leung Jan.
Di sebelah toko Leung Jan, ada kios penukaran uang milik Chan Wah Sun,
yang dijuluki Wah The Money Changer (Wah Si Penukar Uang). Ia sangat
ingin belajar kung fu dan ingin belajar dari guru kung fu terkenal.
Karena kiosnya tepat di sebelah toko obat Leung Jan yang sangat
dikaguminya, ia sangat ingin meminta Leung Jan untuk menerimannya
menjadi murid. Tetapi karena Leung Jan adalah pria terhormat dari
keluarga terkenal dan juga pemilik toko yang cukup berada, Wah Si
Penukar Uang merasa malu untuk meminta Leung Jan mengajarinya. Lagi pula
ia tidak tahu apakah Leung Jan bersedia menerimanya atau tidak. Tetapi
keinginannya yang kuat dan rasa hormatnya terhadap Leung Jan memberikan
harapan besar baginya. Setiap hari sesudah segala pekerjaan selesai dan
jalan mulai sepi, ia mengendap-endap ke pintu Leung Jan dan mengintipnya
mengajar kung fu dari celah pintu. Leung Jan menjadi idolanya. Setiap
gerakan tangan dan kakinya ia pelajari baik-baik dan sangat membekas
pada dirinya. Semakin hari keinginannya untuk belajar menjadi semakin
tebal.
Suatu hari ia merasa sudah saatnya untuk datang pada Leung Jan dan
memintanya mengajari kung fu. Tepat seperti dugaannya Leung Jan menolak
dengan halus. Ia kecewa, tetapi tidak putus asa. Ia memikirkan cara
untuk memenuhi keinginannya. Pada saat Leung Jan sedang tidak berada di
tokonya dan Leung Tsun, anak tertua Leung Jan, sedang sendirian, Wah Si
Manusia Kayu membawa seseorang datang ke toko obat Leung Jan. Orang ini
sesungguhnya adalah Wah Si Penukar Uang. Leung Tsun, yang merasa lebih
hebat, menerima tantangan ini, untuk menguji seberapa tinggi pengetahuan
sang murid gelap ini. Leung Tsun sesungguhnya tidak segiat saudara
seperguruannya, Wah Si Manusia Kayu, dalam mempelajari Wing Chun. Segera
setelah kedua tangan mereka bersentuhan, Wah Si Penukar uang sadar
bahwa lawannya tidak sehebat yang ia duga. Pada suatu ketika Wah Si
Penukar Uang berhasil memasukkan sebuah pukulan lurus dan Leung Tsun pun
terjatuh tepat menimpa kursi kesayangan ayahnya. Patahlah salah satu
kaki kursi itu. Mereka takut dimarahi oleh Leung Jan oleh karena itu
mereka lalu berusaha menyambung kembali kaki kursi itu.
Karakteristik Teknik Wing Chun
Wing Chun adalah sebuah bentuk seni bela diri yang sangat unik,
spesialisasi pada pertarungan jarak dekat, memakai pukulan cepat dan
tendangan dengan pertahanan yang ketat serta ketangkasan gerak kaki
untuk mempercepat gerak maju. Wing Chun yang efektif dapat dicapai
dengan kordinasi antara serangan dan pertahanan yang serentak dan
serangan balik.
Praktisi Wing Chun harus belajar untuk melontarkan jumlah energi yang
tepat dengan keadaan santai. Guru Wing Chun yang baik akan mengajarkan
muridnya untuk mengatasi serangan dengan mengatur posisi dan struktur
tubuh daripada menghadapi langsung. Gaya Wing Chun meliputi tendangan,
menangkis, serangan beruntun, tinju, menjebak dan mengontrol teknik
sebagai bagian dari pertarungan.
Latihan Dasar Teknik Wing Chun
Kuda Kuda
Kuda-kuda dianggap sebagian besar praktisi beladiri modern sebagai
sesuatu yang kuno dan kurang berguna, namun sebenarnya banyak aspek yang
terkandung di dalam latihan kuda-kuda. Kuda-kuda dalam beladiri
internal adalah aspek Di (Bumi), dalam teknik tenaga dalam kuda-kuda
sangat dibutuhkan dalam aspek Tenaga Bumi. Latihan Kuda-kuda banyak
fungsinya, asalkan kita mengetahui dengan jelas bagaimana kondisi Kita
saat melakukan Kuda-kuda.
Kuda-kuda yang dilakukan yang banyak ditentang oleh praktisi modern
adalah efektivitasnya dalam pertarungan. Pertarungan maupun teknik
beladiri mengalami banyak sekali perubahan dan transformasi serta
evolusi. Dimana dulu pertarungan memakai tenaga, sekarang lebih ke
teknik. Banyak praktisi beladiri konservatif yang selalu mempertahankan
bentuk kuda-kuda saat mereka Fighting. hal ini memengaruhi efektifitas
dan efisiensi gerakan mereka sendiri. Dimana sekarang standing style
dari kebanyakan beladiri lebih fleksibel daripada pemakaian kuda-kuda.
Pelatihan pertama adalah latihan Kuda-kuda tetap atau kuda-kuda netral
(neutral stance). Dalam teknik ini, dilatih kekuatan jari kaki, telapak
Pisau kaki , samping kaki, paha, tulang belakang, tulang ekor,
kestablian, serta kordinasi otot. Kuda-kuda ini bila terus dilatih akan
meningkatkan teknik fleksibilitas teknik langkah, sehingga badan semakin
ringan. Bentuk kuda-kuda depan (front stance) bertumpu pada kaki
belakang, bentuknya mirip dengan kuda-kuda San Zhan / Sam Chien, disebut
juga kuda-kuda tipu atau kuda-kuda kucing (dalam bahasa Jepang disebut
Neko Ashi Dachi).
Ada 3 macam pergeseran kuda - kuda dalam wing chun (mandarin : Hang Ma) diantaranya :
1. Hang Ma di tempat ( One Spot Body Movement Step )
Pada style ini, Hang Ma menitik beratkan pada salah satu titik di salah
satu kaki. dimana pusa pergeseran paling besar adalah di pinggang. pada
Hang Ma ini, sangat ditekankan pada rotasi pada pinggang. Hang Ma ini
sangat berguna pada pertarungan, dimana kita bisa langsung memutar badan
ke arah lain tanpa bertukar tempat. Contoh, saat kita sedang menghadapi
lawan di sebelah kiri, maka jika ada penyerang dari sebelah kanan, kita
langsung beralih ke sebelah kanan, begitu juga saat posisi depan dan
belakang.
2. Hang Ma maju dan mundur satu kaki ( Same Leg Body Movement Step )
Pada style ini, kita bisa bergerak dalam kondisi menyerang, dimana
seperti style pada beberapa macam beladiri, waktu kita maju, kaki depan
maju dahulu, waktu mundur, kaki belakang mundur dahulu, waktu ke kiri,
kaki kiri dahulu, dan waktu ke kanan, kaki kanan duluan.
3. Hang Ma Ganti Kaki (Change Leg Body Movement Step ) atau Biu Ma (thursting step)
Pada style ini kita bisa bergerak menyerang, bertahan ataupun melakukan
serangan sembari bertahan. Sebenarnya masih ada satu lagi posisi kaki,
yaitu posisi berdiri satu kaki, namun kebanyakan posisi ini hanya untuk
latihan atau pun pada posisi tertentu. latihan posisi ini sangat berguna
saat bertarung di tempat yang tidak rata. Aplikasi latihan ini akan
bermanfaat saat kita melatih teknik kedua yaitu Chum Kiu dan latihan
tenaga Biu Ji.
Catatan:
1- Menurut kisah yang diceritakan oleh Grandmaster Yip Man, peristiwa
ini terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Kang Hsi, sekitar 50 tahun
sebelum Yung Cheng. Tetapi menurut fakta-fakta sejarah, lebih tepat jika
peristiwa ini terjadi pada jaman pemerintahan Kaisar Yung Cheng.
2- Suatu gerakan perlawanan terhadap penjajahan Manchuria yang
bersemboyan "Jatuhkan Dinasti Ching Dan Bangkitkan Kembali Dinasti Ming
(Pan Ching Fu Ming)". Gerakan ini adalah cikal bakal dari organisasi
Mafia Cina TRIAD yang ada sekarang.
3- Ada dua versi mengenai kelima master yang selamat dari kebakaran ini.
Versi Martial Arts Circle dan versi TRIAD. Dalam versi TRIAD mereka
yang selamat adalah: Choy Tak Thung, Fong Tai Hung, Wu Tak Tei, Ma Chiu
Hing, dan Li Sik Hoy. Mereka semuanya adalah pria. Versi yang dipakai
dalam cerita ini adalah versi Martial Arts Circle.
4- Hung Hei Kwun adalah pendiri aliran Hung Gar Kung Fu (Hung Kuen), dan
Fong Sai Yuk adalah pendiri aliran Five Pattern Hung Kuen.
5- Perahu merah adalah perahu jung Cina berdasar rata yang dipakai
sebagai alat transportasi oleh rombongan teater Opera Cina atau Opera
Kanton. Perahu ini dicat merah seluruhnya dan diberi banyak hiasan .
6- Hamparan bunga plum adalah patok-patok kayu setinggi manusia (sekitar
1,6 meter) yang ditanam di tanah. Jika dilihat dari atas, patok-patok
ini akan tampak seperti kelopak bunga plum. Di antara patok-patok
tersebut ditanam pisau-pisau dengan ujung tajam mengarah ke atas.
7- Bodhidharma adalah seorang pendeta Budha yang datang dari India pada
jaman Dinasti Liang (503-557). Ia mengembangkan aliran Zen Buddhisme di
Cina dan dipercaya sebagai pencipta kung fu Shao Lin. Tetapi menurut
penelitian, kung fu sudah terdapat di Cina sejak jaman kaisar Huang Ti
(2698 Sebelum Masehi)