Siapakah diantara kita yang tidak mengenal nama ini, Abu Jahal ‘Amr bin
Hisyam, lelaki yang dihormati kaumnya sebelum baligh? Memang benar jika
kita mengatakan bahwa dia adalah junjungan bagi kaumnya, lelaki yang
terhormat, ditaati, dan mempunyai pangkat dan kekuasaan.
Akan tetapi, dia telah mengubur dirinya dalam pasir-pasir kekafiran,
padahal jika dia menghendaki, dia dapat menghidupkan dirinya itu dengan
menggunakan cahaya iman. Karena itulah, ia berhak untuk mendapatkan
laknat Tuhan daripada keridhaan-Nya.
Abu Jahal adalah Fir’aun umat ini. Ia hidup di Makkah sebagai musuh
Allah dan Rasul-Nya. Ia selalu berusaha membunuh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ia melihat sejumlah ayat (tanda kekuasaan) Allah dan
sejumlah mukjizat, tetapi mata hatinya telah lebih dulu buta sebelum
mata kepalanya. Karenanya,ia pun menjadi seperti setan yang sangat
pembangkang.
Sering kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya
merasakan gangguan dan pengingkarannya. Akan tetapi, suatu hari beliau
berharap dia masuk Islam. Beliau bersabda:
“Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan ‘Amr bin Hisyam atau ‘Umar bin Khattab.”
Allah mengabulkan doa Rasulullah ini, sehingga orang yang paling baik
diantara kedua itu adalah ‘Umar bin Khattab yang pada akhirnya dia masuk
Islam, sedangkan orang yang paling jahat diantara keduanya adalah Abu
Jahal yang senantiasa memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sesungguhnya Abu Jahal adalah pengatur siasat perang Badar bagi musuh
Islam. Ia berkeinginan memberikan pelajaran bagi umat Islam. Akan
tetapi, ia telah tertipu setannya bahwa ia akan mengalahkan nabi dan
para sahabatnya dan tiba-tiba ia mati terbunuh berlumuran darah; dan
sebelum mati, ia sempat berkata: “Bagi siapakah kemenangan hari ini?”
Maka dikatakan kepadanya: “Bagi Allah dan Rasul-Nya.”
Mendengar itu, Abu Jahal mencela kaum muslimin dan bertambah kafir. Hal
ini membuat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Fir’aun umat ini lebih parah daripada Fir’aun Musa.”
Memang benar, Fir’aun musa beriman saat akan meninggal dunia meskipun
Allah tidak menerimanya. Adapun Fir’aun arab ini mati dalam keadaan
kafir dan mencela Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam kondisi yang buruk penuh dengan kedengkian terhadap Islam dan
nabi-Nya, tumbuh seorang remaja yang bernama Ikrimah. Ikrimah melihat
ayahnya di Makkah tidak henti-hentinya memusuhi umat Islam, kemudian
melihat kaumnya kalah dalam perang Badar. Ia kembali ke Makkah tanpa
disertai ayahnya seperti ketika dia berangkat ke Badar. Ia membiarkan
ayahnya tewas di tangan pasukan Islam, bahkan sampai penguburannya pun
ia membiarkannya.
Adapun dalam perang Uhud kondisi sedikit berbeda. Pasukan Quraisy keluar
dengan membawa pasukan kuda dan kebesarannya. Ikrimah berada dalam
pasukan inti bersama Khalid bin Walid yang menjadi pemimpin pasukan
sayap kanan. Bahkan Ikrimah membawa istrinya, Ummu Hakim, yang bertugas
menabuh rebana bersama dengan Hindun binti ‘Utbah. Saat itu, Ummu Hakim
mendendangkan syair:
Ayolah, wahai bani ‘Abdid Dar
Ayolah, para pembela kaumnya
Pukulah musuhmu dengan pedang
Para pasukan kafir ini menjadi bersemangat. Ikrimah mengendarai kudanya
yang dikendalikan setan dan kedengkiannya untuk memusuhi Allah dan
Rasul-Nya. Tetapi, Ikrimah meletakkan di depan matanya peristiwa
tewasnya sang ayah di tangan kaum muslimin pada perang Badar. Sampai
akhirnya peperangan berakhir dengan kemenangan di tangan pasukan kafir.
Akan tetapi, kemenangan mereka itu merupakan kemenangan yang tidak
sempurna, sebab mereka takut serangan kaum muslimin, sehingga mereka
lari menuju kota Makkah.
Dalam perang Khandaq atau Al-Ahzab, Ikrimah adalah salah satu dari
ribuan anggota pasukan kafir yang mengepung kota Madinah, kota
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-oranng Islam. Akan
tetapi, mereka tercengang ketika melihat parit besar yang belum pernha
mereka lihat sebelumnya. Parit ini membuat senjata-senjata di tangan
mereka tidak berguna. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Pengepungan pun berlangsung lama. Ikrimah tidak sabar, maka ia keluar
bersama dengan ‘Amr bin Wud untuk mengajak pasukan Islam melakukan
pertandingan jawara (duel satu lawan satu) dari kedua pasukan. ‘Ali
radhiyAllahu ‘anhu keluar menanggapi ajakan ini. ‘Ali melawan ‘Amr bin
Wud dan memperoleh kemenangan karena berhasil memenggal kepala ‘Amr bin
Wud dan melemparkannya pada pasukan musyrik.
Melihat kejadian ini, Ikrimah takut sehingga ia lari seperti tikus yang
ketakutan. Ikrimah meninggalkan peralatan perang dan barang-barang
lainnya. Oleh karena itu, ‘Ali radhiyAllahu ‘anhu mengambilnya dan
memberikannya sebagai hadiah untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Allah memenangkan Islam dan kaum muslimin. Mereka berhasil menaklukkan
kota Makkah. Akan tetapi, kemenangan ini tidak terlepas dari perlawanann
kecil. Ikrimah bersama dengan Shafwan bin Umayyah, Suhail bin ‘Amr,
dan seorang lelaki dari bani Bakar (namanya Hammas bin Qais) melakukan
perlawanan terhadap kaum muslimin.
Ketika melihat apa yang dilakukan Qais, istrinya berkata: “Wahai Hammas, apa yang kamu persiapkan?”
“Aku mempersiapkannya untuk Muhammad,” ujar Hammas.
“Demi Allah, kamu tidak akan mampu melawan Muhammad dan para sahabatnya,” tukas istrinya.
Dengan sombong Hammas berkata: “Kami akan membunuh mereka dan kamu akan mempunyai pembantu dari mereka.”
Sementara itu Ikrimah bersama teman-temannya berkumpul di tempat yang
dinamakan Al-Khandamah mereka ingin melakukan permusuhan dan perlawanan
terhadap kaum muslimin. Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam meladeni mereka dengan mengajukan pedanngnya yang terhunus, yaitu
Khalid bin walid (yang mempunyai julukan Saifullah wa Rasulihi
Al-Maslul yang berarti pedang Allah dan Rasul-Nya yang terhunus). Maka
mereka kalah dan lari tunggang langgang, termasuk juga Hammas. Oleh
karena itu, Hammas masuk ke rumahnya dan menutup pintunya, kemudian dia
mengucapkan syair:
Sungguh andai kamu menyaksikan hari Al-Khandamah
Saat Shafwan dan Ikrimah lari kalah
Kami disambut pedang-pedang muslim
Yang memotong-motong setiap tengkorak kepala dan tangan
PELARIAN IKRIMAH BIN ABU JAHAL
Ikrimah lari, sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengizinkan untuk membunuhnya bersama sembilan orang lainnya. Melihat
ancaman mati dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, Ikrimah
melarikan diri ke Yaman. Pada saat itu istrinya yang bernama Ummu Hakim
masuk Islam dan meminta perlindungan dan keamanan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk Ikrimah, maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Dia aman”
Ummu Hakim melakukan perjalanan untuk mengembalikan suaminya ke Makkah.
Dalam perjalanannya ini, ia ditemani seorang lelaki Romawi. Lelaki ini
melihat adanya kesempatan untuk berbuat mesum karena mereka hanya berdua
saja, sementara jarak perjalanan sangat jauh. Akan tetapi, Ummu Hakim
menolaknya hingga akhirnya mereka berdua sampai di suatu pantai.
Disinilah takdir menundukkan Ikrimah.
Ikrimah berkata kepada salah satu seorang nahkoda kapal: “Bawalah aku
sampai ke Yaman dan aku akan memberikan apa yang kamu inginkan.”
Nahkoda kapal berkata, “Tidak, kecuali kamu ikhlas.”
“Bagaimana cara berikhas?” Tanya Ikrimah.
“Kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad utusan Allah.” Jawab nahkoda kapal.
Dengan kesal Ikrimah berrkata: “Ini adalah Tuhan Muhammad yang kami
diajak kepada-Nya.” Ikrimah mengetahui bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah. Ia berputar. Ia kaget, karena di depannya terdapat istrinya.
Istrinya berkata: “Aku datang kepadamu dari manusia yang paling baik,
mannusia yang paling penyayang, manusia yang paling santun, dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku telah meminta perlindungan
dan keamanan untukmu darinya. Beliau telah menjamin keamananmu, maka
janganlah kamu binasakan dirimu sendiri! Kembalilah, karena sesungguhnya
kamu akan aman.”
Ummu Hakim menceritakan hal ihwal pemuda Romawi yang bersamanya. Ia
telah meminta bantuan kepada sebagian orang-orang pedalaman dan mereka
mau memberikan bantuan. Ia masih tetap bersama dengan pemuda ini,
sehingga nafsu pemuda ini tertuju kepadanya. Maka dalam perjalanan
menuju Makkah, Ikrimah pun membunuh pemuda tersebut.
Saat diajak berduaan oleh Ikrimah, Ummu Hakim berkata: “Wahai Ikrimah,
sesungguhnya kamu musyrik, sedang aku muslimah. Allah telah mengharamkan
diriku atasmu.” Kata-kata yang seperti panah ini telah menancap di hati
Ikrimah, sehingga hati Ikrimah pun terluka dan pikirannya menjadi kacau
balau.
Sementara di Makkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri
diantara para sahabatnya sambil bersabda: “Sesungguhnya Ikrimah bin Abi
Jahal akan datang kepadamu dalam keadaan beriman dan berhijrah, maka
janganlah kamu mencela ayahnya, karena mencela orang yang sudah mati
dapat menyakitkan orang yang masih hidup, walaupun celaan itu tidak
sampai kepada orang yang sudah mati.”
MASUK ISLAMNYA IKRIMAH BIN ABU JAHAL
Ikrimah pun datang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Selamat datang, pengendara yang berhijrah.”Beliau berdiri kepadanya,
meluaskan kain untuknya, dan menyambutnya dengan sebaik-baik sambutan.
Ikrimah berkata: “Aku mendengar bahwa engkau telah menjamin keamananku, wahai Muhammad ?”
“Ya sungguh kamu aman,” jawab Rasul
“Untuk apa kamu menngajakku ?” tanya Ikrimah.
“Untuk menyembah Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya,
melaksanakan shalat, membayar zakat, menunaikan puasa, dan berhaji di
Baitullah,” kata Rasul.
Ikrimah berkata: “Demi Allah, engkau tidak mengajakku, kecuali kepada
kebenaran; dan engkau tidak memerintahku, kecuali kepada kebaikan.”
Ikrimah mengulur tangannya dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
Ikrimah berkata: “Wahai Rasulullah, aku memohon kepadamu untuk
mengampuniku atas setiap permusuhanku terhadapmu, setiap jejak
langkahku, setiap kesempatan aku bertemu denganmu, dan setiap perktaan
yang aku ucapkan dihadapanmu atau tidak dihadapanmu.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuk Ikrimah:
“ Ya Allah ampunilah setiap permusuhan yang dilakukannya terhadapku,
setiap jejak langkahnya yang ia inginkan untuk memadamkan cahaya-Mu.
Ampunilah perkataan yang diucapkan guna merendahkan martabatku, baik
ketika dia berada di hadapanku maupun tidak dihadapanku.”
Ikrimah berkata: “Wahai Rasulullah, tidaklah aku mengeiuarkan satu
hartapun yang telah aku gunakan untuk memusuimu, kecuali aku juga akan
menginfakkan harta yang sama di jalan Allah.”
Setelah masuk Islam, Ikrimah bersumpah: “Demi Dzat yang telah
menyelamatkanku saat perang Badar.” Ia bersyukur kepada Tuhannya karena
ia tidak mati terbunuh dalam perang Badar (karena pada waktu itu Ikrimah
masih dalam keadaan kafir, red). Ia masih tetap hidup sampai akhirnya
Allah pun memuliakannya dengan Islam. Ia selalu membawa mushaf sambil
menangis: “Kitab Tuhanku ! Kitab Tuhanku !“
SYAHIDNYA IKRIMAH BIN ABU JAHAL
Pada saat perang Yarmuk meletus dengan hebatnya dan pasukan Romawi
hampir mengalahkan pasukan Islam, maka singa buas Ikrimah pun bangkit
dan berkata: “Minggirlah, wahai Khalid bin Walid, biarkan aku menebus
apa yang telah aku dan ayahku lakukan. Dulu aku memusuhi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apakah sekarang aku akan lari dari
pasukan Romawi ? Demi Allah tidak, selamanya tidak akan terjadi !”
Ikrimah berteriak: “Siapa yang akan membaiatku untuk mati ? “
Pamannya Harits bin Hisyam, dan juga Dhirar bin Al-Azwar berdiri untuk
membaiatnya. Ikut bersama mereka 400 pasukan muslim. Mereka memasuki
arena peperangan hingga mereka dapat mengalahkan pasukan Romawi, dan
Allah pun memberikan kemenangan dan kemuliaan bagi pasukan-Nya.
Perang pun selesai. Ikrimah tergeletak terkena 70 tikaman di dadanya,
sedang disampingnya adalah Al-Harits bin Hisyam dan Ayyasy bin Abi
Rabi’ah. Al-Harits memanggil-manggil meminta air namun ia melihat
Ikrimah sangat kehausan maka ia berkata: “Berikanlah air kepada
Ikrimah.” Ikrimah melihat Ayyasy bin Abi Rabi’ah juga sangat kehausan,
lalu ia berkata: “Berikanlah air kepada Ayyasy.” Ketika air hampir
diberikan, Ayyasy sudah tidak bernyawa. Para pemberi air dengan cepat
menuju Ikrimah dan Al-Harits, namun keduanya pun sudah tiada untuk
meminum air surga dan sungai-sungainya.