Cerita atau sejarah tentang Aji Saka sang pencipta aksara Jawa memang
banyak versinya, namun aksara Jawa sendiri sudah dipastikan adalah
ciptaan Aji Saka. Cerita turun temurun ini sudah melekat pada masyarakat
Jawa. Pada intinya pembahasan kali ini adalah tentang misteri yang
terkandung dalam aksara Jawa, misteri tentang arti atau makna kata per
kata dari aksara Jawa.
Maaf bagi yang tidak mengetahui huruf Jawa tidak usah paranoid dulu ya
karena inti tulisan ini bukan huruf Jawa itu sendiri, tetapi lebih ke
masalah makna kehidupan. Anda tidak begitu membutuhkan kemampuan
dan/atau pengetahuan tentang huruf Jawa kok, yang penting membacanya
pelan dan jangan terpaku pada huruf Jawa-nya. Fokuslah pada
penjelasannya.
(Informasi ini saya tambahkan untuk mengajak teman-teman yang tidak tahu huruf Jawa untuk tidak takut membaca )
Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah
oleh raja bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka makan
manusia. Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh
Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan
mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.
Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang sakti,
rajin dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang
bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang
akhirnya diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang
Kamulan. Mendengar cerita tentang kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji
Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan. Dengan mengenakan serban di
kepala Aji Saka berangkat ke Medang Kamulan.
Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus, Aji Saka sempat
bertempur selama tujuh hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan,
karena Aji Saka menolak dijadikan budak oleh setan penunggu selama
sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati hutan itu.
Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api
si setan. Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot
dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.
Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata
Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk
sang Prabu.
Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan
diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas serban
yang digunakannya.
Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban
terus memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata
Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya
adalah untuk mengakhiri kelalimannya.
Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, serban Aji Saka melilit kuat
di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka dan
jatuh ke laut selatan kemudian hilang ditelan ombak.
Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Ia memboyong
ayahnya ke istana. Berkat pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji Saka
menghantarkan Kerajaan Medang Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana
rakyat hidup tenang, damai, makmur dan sejahtera.
Ha na ca ra ka : Ada utusan
Da ta sa wa la : Saling bertengkar
Pa dha ja ya nya : Sama saktinya
Ma ga ba tha nga : Sama-sama mati
Setelah mengetahui sedikit tentang sejarah huruf Jawa maka mari kita
sedikit mengupas beberapa makna filosofis dari huruf Jawa tersebut. Ada
begitu banyak makna secara filosofis dari huruf Jawa tersebut dan makna
filososfis tsb bersifat cukup general alias tidak hanya untuk orang Jawa
saja lho. Ada beberapa versi makna huruf Jawa tersebut, beberapa di
antaranya adalah yang dikatakan Pakdhé Wikipedia di sini dan di sana,
berhubung Pakdhé Wikipedia sudah bercerita dengan cukup jelas maka saya
tidak akan menulis ulang pitutur Pakdhé tersebut.
Sekarang saya akan sedikit mengupas “tafsir” versi lain dari huruf Jawa
tersebut. Ki Hadjar tidak hanya mencetuskan konsep petuah tentang
kepemimpinan yang sangat terkenal, beliau juga berhasil memberi
penafsiran mengenai ajaran budi pekerti serta filosofi kehidupan yang
sangat tinggi dan luhur yang terkandung dalam huruf Jawa .
Adapun makna yang dimaksud adalah sebagai berikut:
HA NA CA RA KA:
Ha: Hurip = hidup
Na: Legeno = telanjang
Ca: Cipta = pemikiran, ide ataupun kreatifitas
Ra: Rasa = perasaan, qalbu, suara hati atau hati nurani
Ka: Karya = bekerja atau pekerjaan.
Manusia " dihidupkan " dalam keadaan telanjang akan tetapi manusia
memiliki cipta rasa karsa, otak yang mengkreasi cipta', hati yang
mempunyai fungsi kontrol ( dalam bentuk rasa ) serta raga / tubuh /
badan yang bertindak sebagai pelaksana.
DA TA SA WA LA
DA TA SA WA LA (versi pertama):
Da: Dodo = dada
Ta: Toto = atur
Sa: Saka = tiang penyangga
Wa: Weruh = melihat
La: lakuning Urip = (makna) kehidupan.
Dengarkanlah suara hati nurani yang ada di dalam dada, agar bisa berdiri
tegak seperti halnya tiang penyangga ( saka ) sehingga akan mengerti
makna kehidupan yang sebenarnya.
DA TA SA WA LA (versi kedua):
Da-Ta (digabung): dzat = dzat
Sa: Satunggal = satu, Esa
Wa: Wigati = baik
La: Ala = buruk
Dzat Alloh yang Maha Esa yang berhak Menentukan Baik Dan buruknya manusia
PA DHA JA YA NYA:
PA DHA JA YA NYA =Sama kuatnya (tidak diartikan per huruf).
sama kuat pada dasarnya / awalnya semua manusia mempunyai dua potensi
yang sama ( kuat ), yaitu potensi melakukan kebaikan dan potensi untuk
melakukan keburukan.
MA GA BA THA NGA :
Ma: Sukma = sukma, ruh, nyawa
Ga: Raga = badan, jasmani
Ba-Tha: bathang = mayat
Nga: Lungo = pergi
meskipun dengan kehebatan cipta, rasa, karsa, entah kita baik atau jahat
akhirnya ruh / nyawa pasti suatu saat akan kembali ke penciptanya;
sehinga manusia harus bisa mempersiapkan diri.
Tetapi selanjutnya dengan sedikit ngawur saya pribadi akan berusaha
menyelami dan menjabarkan tafsir huruf Jawa sesuai dengan kemampuan
saya. Kalau banyak kesalahan ya mohon dimaklumi karena saya bukanlah
seorang filusuf, saya hanya ingin mengenal lebih jauh huruf Jawa
(walaupun secara ngawur dengan cara sendiri).
HA NA CA RA KA:
Ha: Hurip = hidup
Na: Legeno = telanjang
Ca: Cipta = pemikiran, ide ataupun kreatifitas
Ra: Rasa = perasaan, qalbu, suara hati atau hati nurani
Ka: Karya = bekerja atau pekerjaan.
Dari arti secara harfiah tsb, saya berusaha menjabarkannya menjadi dua versi:
**) Ketelanjangan=kejujuran
Bukankah secara fisik manusia lahir dalam keadaan telanjang? Tapi
sebenarnya ketelanjangan itu tidak hanya sekedar fisik saja. Bayi yang
baru lahir juga memiliki jiwa yang “telanjang”, masih suci…polos lepas
dari segala dosa. Seorang bayi juga “telanjang” karena dia masih
jujur…lepas dari perbuatan bohong (kecuali bayi aneh :D ). Sedangkan
CA-RA-KA mempunyai makna cipta-rasa-karya . Sehingga HA NA CA RA KA
akan memiliki makna dalam mewujudkan dan mengembangkan cipta, rasa dan
karya kita harus tetap menjunjung tinggi kejujuran. Marilah kita
“telanjang” dalam bercipta, berrasa dan berkarya.
**)) Pengembangan potensi
Jadi HA NA CA RA KA bisa ditafsirkan bahwa manusia “dihidupkan” atau
dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan “telanjang”. Telanjang di sini
dalam artian tidak mempunyai apa-apa selain potensi. Oleh karena itulah
manusia harus dapat mengembangkan potensi bawaan tersebut dengan
cipta-rasa-karsa. Cipta-rasa-karsa merupakan suatu konsep segitiga
(segitiga merupakan bentuk paling kuat dan seimbang) antara otak yang
mengkreasi cipta, hati/kalbu yang melakukan fungsi kontrol atau
pengawasan dan filter (dalam bentuk rasa) atas segala ide-pemikiran dan
kreatifitas yang dicetuskan otak, serta terakhir adalah raga/tubuh/badan
yang bertindak sebagai pelaksana semua kreatifitas tersebut (setelah
dinyatakan lulus sensor oleh rasa sebagai badan sensor manusia).
Secara ideal memang semua perbuatan (karya) yang dilakukan oleh manusia
tidak hanya semata hasil kerja otak tetapi juga “kelayakannya” sudah
diuji oleh rasa. Rasa idealnya hanya meloloskan ide-kreatifitas yang
sesuai dengan norma. Norma di sini memiliki arti yang cukup luas, yaitu
meliputi norma internal (perasaan manusia itu sendiri atau istilah
kerennya kata hati atau suara hati) atau bisa juga merupakan norma
eksternal (dari Tuhan yang berupa agama dan aturannya atau juga norma
dari masyarakat yang berupa aturan hukum dll).
DA TA SA WA LA: (versi pertama)
Da: Dodo = dada
Ta: Toto = atur
Sa: Saka = tiang penyangga
Wa: Weruh = melihat
La: lakuning Urip = (makna) kehidupan.
DA TA SA WA LA berarti dadane ditoto men iso ngadeg jejeg (koyo soko)
lan iso weruh (mangerteni) lakuning urip. Dengarkanlah suara hati
(nurani) yang ada di dalam dada, agar kamu bisa berdiri tegak seperti
halnya tiang penyangga dan kamu juga akan mengerti makna kehidupan yang
sebenarnya.
Kata “atur” bisa berarti manage dan juga evaluate sedangkan dada
sebenarnya melambangkan hati (yang terkandung di dalam dada). Jadi
dadanya diatur mengandung arti bahwa kita harus senantiasa me-manage
(menjaga-mengatur) hati kita untuk melakukan suatu langkah evaluatif
dalam menjalani kehidupan supaya kita dapat senantiasa berdiri tegak dan
tegar dalam memandang dan memaknai kehidupan. Kita harus senantiasa
memiliki motivasi dan optimisme dalam berusaha tanpa melupakan kodrat
kita sebagai makhluk Alloh yang dalam konsep Islam dikenal dengan
ikhtiar-tawakal, ikhtiar adalah berusaha semaksimal mungkin sedangkan
tawakal adalah memasrahkan segala hasil usaha tersebut kepada Alloh.
DA TA SA WA LA: (versi kedua)
Da-Ta (digabung): dzat = dzat
Sa: Satunggal = satu, Esa
Wa: Wigati = baik
La: Ala = buruk
DA TA SA WA LA bisa ditafsirkan bahwa hanya Dzat Yang Esa-lah (yaitu
Tuhan) yang benar-benar mengerti akan baik dan buruk. Secara kasar dan
ngawur saya mencoba menganggap bahwa kata “baik” di sini ekuivalen
dengan kata “benar” sedangkan kata “buruk” ekuivalen dengan “salah”.
Jadi alangkah baiknya kalau kita tidak dengan semena-mena menyalahkan
orang (kelompok) lain dan menganggap bahwa kita (kelompok kita) sebagai
pihak yang paling benar.
PA DHA JA YA NYA:
PA DHA JA YA NYA = sama kuat
Pada dasarnya/awalnya semua manusia mempunyai dua potensi yang sama
(kuat), yaitu potensi untuk melakukan kebaikan dan potensi untuk
melakukan keburukan. Mungkin memang benar ungkapan bahwa manusia itu
bisa menjadi sebaik malaikat tetapi bisa juga buruk seperti setan dan
juga binatang. Mengingat adanya dua potensi yang sama kuat tersebut maka
selanjutnya tugas manusialah untuk memilih potensi mana yang akan
dikembangkan. Sangat manusiawi dan lumrah jika manusia melakukan
kesalahan, tetapi apakah dia akan terus memelihara dan mengembangkan
kesalahannya tersebut? Potensi keburukan dalam diri manusia adalah hawa
nafsu, sehingga tidak salah ketika Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa
musuh terbesar kita adalah hawa nafsu yang bersemayam dalam diri kita
masing-masing.
MA GA BA THA NGA:
Ma: Sukma = sukma, ruh, nyawa
Ga: Raga = badan, jasmani
Ba-Tha: bathang = mayat
Nga: Lungo = pergi
Secara singkat MA GA BA THA NGA saya artikan bahwa pada akhirnya manusia
akan menjadi mayat ketika sukma atau ruh kita meninggalkan raga/jasmani
kita. Sesungguhnya kita tidak akan hidup selamanya dan pada akhirnya
akan kembali juga kepada Alloh. Oleh karena itu kita harus senantiasa
mempersiapkan bekal untuk menghadap Alloh.
Makna lain
Ha-Na-Ca-Ra-Ka berarti ada ” utusan ” yakni utusan hidup, berupa nafas
yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada
yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk
bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia (
sebagai ciptaan )
Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ”
saatnya ( dipanggil ) ” tidak boleh sawala ” mengelak ” manusia ( dengan
segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan
menjalankan kehendak Tuhan
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Khalik ) dengan
yang diberi hidup ( makhluk ). Maksdunya padha ” sama ” atau sesuai,
jumbuh, cocok ” tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan
keluhuran dan keutamaan. Jaya itu ” menang, unggul ” sungguh-sungguh
dan bukan menang-menangan ” sekedar menang ” atau menang tidak sportif.
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang
dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah,
sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat,
berusaha untuk menanggulanginya.