Abdurrahman bin Shakhr Al-Azdi (bahasa Arab: عبدالرحمن بن صخر الأذدي)
(lahir 598 - wafat 678), yang lebih dikenal dengan panggilan Abu
Hurairah (bahasa Arab: أبو هريرة), adalah seorang Sahabat Nabi yang
terkenal dan merupakan periwayat hadits yang paling banyak disebutkan
dalam isnad-nya oleh kaum Islam Sunni.
Ibnu Hisyam berkata bahwa nama asli Abu Hurairah adalah Abdullah bin
Amin dan ada pula yang mengatakan nama aslinya ialah Abdur Rahman bin
Shakhr.
Masa muda
Abu Hurairah berasal dari kabilah Bani Daus dari Yaman. Ia diperkirakan
lahir 21 tahun sebelum hijrah, dan sejak kecil sudah menjadi yatim.
Ketika mudanya ia bekerja pada Basrah binti Ghazawan, yang kemudian
setelah masuk Islam dinikahinya. Nama aslinya pada masa jahiliyah adalah
Abdus-Syams (hamba matahari) dan ia dipanggil sebagai Abu Hurairah
(ayah/pemilik kucing) karena suka merawat dan memelihara kucing.
Diriwayatkan atsaroleh Imam At-Tirmidzi dengan sanad yangmauquf hingga
Abu Hurairah. Abdullaah bin Raafi' berkata, "Aku bertanya kepada Abu
Hurairah, "Mengapa engkau bernama kuniyah Abu Hurairah?" Ia menjawab,
"Apakah yang kau khawatirkan dariku?" Aku berkata, "Benar, demi Allah,
sungguh aku khawatir terhadapmu." Abu Hurairah berkata, "Aku dahulu
bekerja menggembalakan kambing keluargaku dan di sisiku ada seekor
kucing kecil (Hurairah). Lalu ketika malam tiba aku menaruhnya di
sebatang pohon, jika hari telah siang aku pergi ke pohon itu dan aku
bermain-main dengannya, maka aku diberi kuniyah Abu Hurairah (bapaknya
si kucing kecil)."
Menjadi muslim
Thufail bin Amr, seorang pemimpin Bani Daus, kembali ke kampungnya
setelah bertemu dengan Nabi Muhammad dan menjadi muslim. Ia menyerukan
untuk masuk Islam, dan Abu Hurairah segera menyatakan ketertarikannya
meskipun sebagian besar kaumnya saat itu menolak. Ketika Abu Hurairah
pergi bersama Thufail bin Amr ke Makkah, Nabi Muhammad mengubah nama Abu
Hurairah menjadi Abdurrahman (hamba Maha Pengasih). Ia tinggal bersama
kaumnya beberapa tahun setelah menjadi muslim, sebelum bergabung dengan
kaum muhajirin diMadinah tahun 629. Abu Hurairah pernah meminta Nabi
untuk mendoakan agar ibunya masuk Islam, yang akhirnya terjadi. Ia
selalu menyertai Nabi Muhammad sampai dengan wafatnya Nabi tahun 632 di
Madinah.
Peran politik
Umar bin Khattab pernah mengangkat Abu Hurairah menjadi gubernur wilayah
Bahrainuntuk masa tertentu. Saat Umar bermaksud mengangkatnya lagi
untuk yang kedua kalinya, ia menolak. Ketika perselisihan terjadi antara
Ali bin Abi Thalibdan Muawiyah bin Abu Sufyan, ia tidak berpihak kepada
salah satu di antara mereka.
Periwayat hadits
Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari
Nabi Muhammad, yaitu sebanyak 5.374 hadits. Di antara yang meriwayatkan
hadist darinya adalah Ibnu Abbas, Ibnu Umar,Anas bin Malik, Jabir bin
Abdullah, dan lain-lain. Imam Bukhari pernah berkata: "Tercatat lebih
dari 800 orang perawi hadits dari kalangan sahabat dan tabi'in yang
meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah".
Marwan bin Hakam pernah menguji tingkat hafalan Abu Hurairah terhadap
hadits Nabi. Marwan memintanya untuk menyebutkan beberapa hadits, dan
sekretaris Marwan mencatatnya. Setahun kemudian, Marwan memanggilnya
lagi dan Abu Hurairah pun menyebutkan semua hadits yang pernah ia
sampaikan tahun sebelumnya, tanpa tertinggal satu huruf.
Salah satu kumpulan fatwa-fatwa Abu Hurairah pernah dihimpun oleh Syaikh
As-Subki dengan judul Fatawa' Abi Hurairah. Abu Hurairah sejak kecil
tinggal bersama Rasulullah.
Ahli hadits telah sepakat, beliau adalah sahabat yang paling banyak
meriwayatkan hadits. Abu Muhammad Ibnu Hazm mengatakan bahwa, dalam
Musnad Baqiy bin Makhlad terdapat lebih dari 5300 hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
Selain meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau
Radhiyallahu 'anhu juga meriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, al Fadhl bin
al Abbas, Ubay bin Ka’ab, Usamah bin Zaid, ‘Aisyah, Bushrah al Ghifari,
dan Ka’ab al Ahbar Radhiyallahu 'anhum. Ada sekitar 800 ahli ilmu dari
kalangan sahabat maupun tabi’in yang meriwayatkan hadits dari Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dan beliau Radhiyallahu 'anhu adalah orang
yang paling hafal dalam meriwayatkan beribu-ribu hadits. Namun, bukan
berarti beliau yang paling utama di antara para sahabat Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Imam asy Syafi’i berkata,"Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu adalah orang
yang paling hafal dalam meriwayatkan hadits pada zamannya (masa
sahabat).”
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu masuk Islam antara setelah perjanjian
Hudaibiyyah dan sebelum perang Khaibar. Beliau Radhiyallahu 'anhu datang
ke Madinah sebagai muhajir dan tinggal di Shuffah.
Amr bin Ali al Fallas mengatakan, Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu datang
ke Madinah pada tahun terjadinya perang Khaibar pada bulan Muharram
tahun ke-7 H.
Humaid al Himyari berkata,"Aku menemani seorang sahabat yang pernah
menemani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selama empat tahun
sebagaimana halnya Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.”
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendo’akan ibu Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu, agar Allah memberinya hidayah untuk masuk Islam, dan
do’a tersebut dikabulkan.
Keturunan
Abu Hurairah termasuk salah satu di antara kaum fakir muhajirin yang
tidak memiliki keluarga dan harta kekayaan, yang disebut Ahlush Shuffah,
yaitu tempat tinggal mereka di depan Masjid Nabawi. Abu Hurairah
mempunyai seorang anak perempuan yang menikah dengan Said bin Musayyib,
yaitu salah seorang tokoh tabi'in terkemuka.
Wafatnya Sang Perowi
Pada tahun 678 atau tahun 59 H, Abu Hurairah jatuh sakit, meninggal di Madinah. Di Pemakaman Baqi'.
Kisah Setan yang Mengajarkan Ayat Qur'an pada Abu Hurairoh
Tahukah kalian bahwa sahabat mulia Abu Hurairah pernah mendapat
pengajaran ilmu dari setan? Dia pernah diajarkan ayat kursi dan
diberitahukan manfaatnya oleh setan bahwa dengan membaca ayat kursi
sebelum tidur, Allah akan memberikan penjagaan dan setan pun tidak
mengganggu hingga pagi hari. Hal ini yang menunjukkan keutamaan ayat
kursi.
Dalam Shahih Bukhari disebutkan kisah di atas secara lengkap sebagai berikut,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ وَكَّلَنِى رَسُولُ اللَّهِ –
صلى الله عليه وسلم – بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ ، فَأَتَانِى آتٍ
فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ ، وَقُلْتُ وَاللَّهِ
لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – . قَالَ
إِنِّى مُحْتَاجٌ ، وَعَلَىَّ عِيَالٌ ، وَلِى حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ . قَالَ
فَخَلَّيْتُ عَنْهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم –
« يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ » . قَالَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالاً
فَرَحِمْتُهُ ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « أَمَا إِنَّهُ قَدْ
كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ »
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mewakilkan padaku untuk menjaga zakat Ramadhan
(zakat fitrah). Lalu ada seseorang yang datang dan menumpahkan makanan
dan mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Demi Allah, aku benar-benar akan
mengadukanmu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu ia
berkata, “Aku ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga
dan aku pun sangat membutuhkan ini.” Abu Hurairah berkata, “Aku
membiarkannya. Lantas di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata padaku: “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu
semalam?” Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia
dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu
kasihan padanya sehingga aku melepaskannya.” Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali
lagi.“
. فَعَرَفْتُ أَنَّهُ سَيَعُودُ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه
وسلم – إِنَّهُ سَيَعُودُ . فَرَصَدْتُهُ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ
فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله
عليه وسلم – . قَالَ دَعْنِى فَإِنِّى مُحْتَاجٌ ، وَعَلَىَّ عِيَالٌ لاَ
أَعُودُ ، فَرَحِمْتُهُ ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ ، فَقَالَ
لِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَبَا هُرَيْرَةَ ، مَا
فَعَلَ أَسِيرُكَ » . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً
وَعِيَالاً ، فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « أَمَا إِنَّهُ
قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ »
Aku pun tahu bahwasanya ia akan kembali sebagaimana yang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan. Aku pun mengawasinya, ternyata ia
pun datang dan menumpahkan makanan, lalu ia mengambilnya. Aku pun
mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu ia berkata, “Biarkanlah aku, aku
ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga dan aku tidak
akan kembali setelah itu.” Abu Hurairah berkata, “Aku pun menaruh
kasihan padanya, aku membiarkannya. Lantas di pagi hari, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku: “Wahai Abu Hurairah, apa
yang dilakukan oleh tawananmu?” Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia
mengadukan bahwa dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh
karena itu, aku begitu kasihan padanya sehingga aku melepaskannya
pergi.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia telah berdusta
padamu dan dia akan kembali lagi.“
. فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ،
فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله
عليه وسلم – ، وَهَذَا آخِرُ ثَلاَثِ مَرَّاتٍ أَنَّكَ تَزْعُمُ لاَ
تَعُودُ ثُمَّ تَعُودُ . قَالَ دَعْنِى أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ
اللَّهُ بِهَا . قُلْتُ مَا هُوَ قَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ
فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ ( اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ
الْقَيُّومُ ) حَتَّى تَخْتِمَ الآيَةَ ، فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ
مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ .
فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ ، فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – « مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ » . قُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِى كَلِمَاتٍ ، يَنْفَعُنِى
اللَّهُ بِهَا ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « مَا هِىَ » . قُلْتُ
قَالَ لِى إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ
مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ ( اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ
الْحَىُّ الْقَيُّومُ ) وَقَالَ لِى لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ
حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ ، وَكَانُوا أَحْرَصَ
شَىْءٍ عَلَى الْخَيْرِ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – «
أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ ، تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ
مُنْذُ ثَلاَثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ » . قَالَ لاَ . قَالَ «
ذَاكَ شَيْطَانٌ »
Pada hari ketiga, aku terus mengawasinya, ia pun datang dan menumpahkan
makanan lalu mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan
mengadukanmu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini sudah
kali ketiga, engkau katakan tidak akan kembali namun ternyata masih
kembali. Ia pun berkata, “Biarkan aku. Aku akan mengajari suatu kalimat
yang akan bermanfaat untukmu.” Abu Hurairah bertanya, “Apa itu?” Ia pun
menjawab, “Jika engkau hendak tidur di ranjangmu, bacalah ayat kursi
‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum …‘ hingga engkau
menyelesaikan ayat tersebut. Faedahnya, Allah akan senantiasa menjagamu
dan setan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.” Abu Hurairah
berkata, “Aku pun melepaskan dirinya dan ketika pagi hari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya padaku, “Apa yang dilakukan oleh
tawananmu semalam?” Abu Hurairah menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengaku
bahwa ia mengajarkan suatu kalimat yang Allah beri manfaat padaku jika
membacanya. Sehingga aku pun melepaskan dirinya.” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa kalimat tersebut?” Abu Hurairah
menjawab, “Ia mengatakan padaku, jika aku hendak pergi tidur di ranjang,
hendaklah membaca ayat kursi hingga selesai yaitu bacaan ‘Allahu laa
ilaha illa huwal hayyul qoyyum’. Lalu ia mengatakan padaku bahwa Allah
akan senantiasa menjagaku dan setan pun tidak akan mendekatimu hingga
pagi hari. Dan para sahabat lebih semangat dalam melakukan kebaikan.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Adapun dia kala itu
berkata benar, namun asalnya dia pendusta. Engkau tahu siapa yang
bercakap denganmu sampai tiga malam itu, wahai Abu Hurairah?” “Tidak”,
jawab Abu Hurairah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Dia
adalah setan.” (HR. Bukhari no. 2311).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Imam Bukhari membawakan hadits di atas dalam Bab “Jika seseorang
mewakilkan pada orang lain (suatu barang), lalu yang diwakilkan
membiarkannya (diambil), kemudian yang mewakilkan menyetujuinya setelah
itu, maka itu boleh. Dan jika dia juga berniat meminjamkan hingga tempo
tertentu, juga dibolehkan.”
2- Al Muhallab rahimahullah berkata, “Pelajaran yang bisa diambil dari
judul bab, jika yang mewakilkan tidak menyetujuinya, maka orang yang
diwakilkan tidak boleh melakukannya.”
3- Hadits ini menunjukkan bahwa zakat fitrah boleh dikumpulkan terlebih
dahulu sebelum dibagikan. Sedangkan waktu penyalurannya adalah pada saat
malam hari raya Idul Fithri.
4- Ketika pencuri dalam hadits tersebut mengadu pada Abu Hurairah
tentang keadaannya yang sangat butuh, Abu Hurairah meninggalkannya.
Jadi, seakan-akan Abu Hurairah meminjamkan zakat tersebut pada pencuri
tadi hingga waktu tertentu, yaitu ditunaikan saat penyaluran zakat (saat
malam Idul Fithri).
5- Boleh mengadukan suatu kemungkaran pada hakim.
6- Hadits ini menunjukkan bahwa jin itu ada yang miskin karena dalam
riwayat Abu Mutawakkil sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar disebutkan
bahwa setan yang mencuri tersebut mengambil zakat fitrah tadi untuk
dibagikan pada fuqoro’ (para fakir) dari kalangan jin.
7- Maksud dari bacaan yang diajarkan setan dapat membawa manfaat adalah
jika diucapkan, maka setan laki-laki maupun perempuan tidak akan
mengganggu atau mendekat sebagaimana disebutkan dalam riwayat Abu
Mutawakkil yang dinukil oleh Ibnu Hajar.
8- Setan itu ada laki-laki dan perempuan.
9- Sifat seorang muslim adalah selalu membenarkan perkataan Nabinya.
Lihatlah bagaimana Abu Hurairah begitu menaruh percaya pada perkataan
Rasulnya bahwa besok pencuri tersebut akan datang.
10- Dalam riwayat Abu Mutawakkil disebutkan bahwa ayat kursi yang
disebutkan dalam hadits dibaca ketika pagi dan petang. Sedangkan riwayat
Bukhari di atas menyebutkan bahwa ayat kursi tersebut diamalkan sebelum
tidur.
11- Hadits ini menunjukkan keutamaan (fadhilah) dari membaca Al Qur’an
dan ayat kursi yaitu kita akan mendapatkan penjagaan Allah dan
terlindung dari gangguan setan.
12- Para sahabat adalah orang yang paling semangat dalam melakukan
kebaikan. Oleh karenanya, jika ada satu kebaikan yang tidak mereka
lakukan, maka itu tanda amalan itu bukan kebaikan.
13- Setan itu asalnya pendusta.
14- Setan bisa saja mengajarkan sesuatu yang bermanfaat pada orang beriman.
15- Orang fajir (yang gemar maksiat) seperti setan kadang tidak membawa manfaat, lain waktu kadang membawa manfaat.
16- Bisa saja seseorang mengilmui sesuatu namun ia tidak mengamalkannya.
17- Bisa saja orang kafir itu benar dalam sesuatu yang tidak ditemui pada seorang muslim.
18- Orang yang biasa dusta bisa saja jujur pada satu waktu.
19- Setan bisa berubah wujud jadi manusia sehingga bisa dilihat.
20- Hadits ini juga menunjukkan bahwa jin juga memiliki makanan yang sama seperti manusia.
21- Jin bisa berbicara dengan bahasa yang digunakan manusia.
22- Jin bisa mencuri dan mengelabui orang lain.
23- Jin akan menyantap makanan yang tidak disebut nama Allah di dalamnya.
24- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa mengetahui hal yang ghaib.
25- Boleh mengumpulkan zakat fitrah sebelum malam Idul Fithri.
26- Boleh menyerahkan zakat fitrah pada wakil untuk menjaga dan menyalurkannya.
27- Dari mana pun ilmu, dari setan sekali pun boleh diterima. Asalkan
diketahui bahwa itu benar atau ada bukti benarnya. Namun jika tidak
diketahui bukti benarnya, maka tidak boleh mengambil ilmu dari penjahat
atau ahli maksiat.
Faedah berharga di atas, kami kembangkan dan ringkaskan dari penjelasan Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari, 6: 487-490.
Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.