Setiap sufi mempunyai pengalaman spritual sendiri-sendiri dan berbeda
termasuk Imam Abd Al-Wahhab al-Sya’rani yang mempunyai pengalaman
spritual yang unik, yakni ketika ia terjatuh di sungai Nil ia di
selamatka oleh seekor buaya, walaupun pada umumnya buaya akan menerkam
setiap apa saja yang mendekatinya, namun berbeda dengan beliau yang
sebaliknya di selamatkan oleh buaya. jika kita coba untuk menghubungkan
dengan rasional, mungkin diantara kita pasti tidak menerima hal
tersebut, tapi seperti itulah keistemewaan beliau.
Untuk tarekat yang diikuti oleh beliau kami masih belum bisa menentukan
walaupun ada diantara guru beliau yang seorang pengikut tarekat
Syadziliyah, tapi beliau sendiri mempunyai kesenangan belajar tarekat
tersebut tapi dalam karya-karya beliau tidak ada yang menyebutkan kalau
beliau menganut ikut tarekat Syadziliyah. Beliau adalah seorang ahli
sufi dan fikih. Terlihat dari karya-karya beliau yang banyak menerangkan
tentang dua bidang keilmuan tersebut.
Nama lengkap beliau adalah Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin
Ali bin Muhammad bin Musa Asy-Sya’rani Al-Anshari Asy-Syafi’i
Asy-Syadzili Al-Mishri. Abdul Wahab Asy-Sya’rani terkenal dengan
panggilan Imam Asy-Sya’rani, yaitu salah seorang sufi terkenal yang
diakui sebagai wali quthub pada zamannya yang memperoleh gelar sufistik
Imamul Muhaqqiqin wa Zudwatul Arifin (pemuka ahli kebenaran dan teladan
orang-orang makrifat). Beliau dilahirkan di desa Qalqasandah – Mesir
pada tanggal 27 Ramadhan 989 H. / 12 Juli 1493 M.
Nasab beliau
Nasab beliau dapat diketahui dengan melihat di dalam kitab beliau
sendiri, Lataif al-Minan, beliau berkata : “Sesungguhnya aku, dengan
memuji Allah Ta’ala, Abdullah bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Zarfa
bin Musa bin Sultan Ahmad bin Sultan Sa’id bin Sultan Fashin bin Sultan
Mahya bin Sultan Zaufa bin Sultan Rabban bin Sultan Muhammad bin Musa
bin Sayyid Muhammad bin al-Hanifah bin Imam Ali bin Abi Thalib.”
Nama Asy-Sya’rani adalah panggilan yang diberikan kepadanya yg diambil
dari nama sebuah desa tempat tinggalnya di mana dia dibesarkan, yaitu
Sya’rah, sebuah desa di wilayah Mesir.
Menuntut ilmu
Beliau menghafaz al-Quran ketika berumur lebih kurang 7 atau 8 tahun.
Kemudian beliau menghafaz matan al-Ajrumiyyah dalam ilmu nahu dan matan
Abi Syuja’ dalam fiqh asy-Syafi’e. Kemudian beliau pergi ke masjid
al-Ghamri untuk menuntut ilmu dan beliau bersungguh-sungguh menghafal
kitab Minhaj at-Thalibin karya Imam an-Nawawi, Alfiyyah Ibnu Malik,
at-Taudhih Syarh Alfiyyah Ibnu Malik karya Ibnu Hisyam, Alfiyyah
al-‘Iraqi, kitab at-Talkhis dalam ilmu balaghah karya al-Quzwini, matan
as-Syatibiyyah dalam ilmu qiraat, Qawaid Ibnu Hisyam, sehingga beliau
menghafal kitab Raudhah at-Thalibin karya Imam an-Nawawi sehingga bab
Qadha. Usaha beliau untuk menghafal kitab Raudhah at-Thalibin ini
bukanlah usaha yang mudah kerana kitab ini sangat tebal dan sekarang
kitab ini dicetak lebih kurang 8 jilid. Ini menunjukkan karamah beliau.
Beliau telah menuntut dengan Syeikh Aminuddin, Imam masjid al-Ghamri dan beliau membaca kepadanya kitab Kutubus Sittah.
Kemudian, beliau turut belajar dengan Syeikh as-Syams ad-Dawakhili,
Syeikh an-Nur al-Muhalla, Syeikh an-Nur al-Jawarihi, Syeikh Mulla Ali
al-‘Ajmi, Syeikh Ali al-Qasthalani, Syeikhul Islam Zakariyya al-Ansari,
al-Asymawi, dan Syihabuddin ar-Ramli.
Beliau kemudiannya jatuh cinta kepada ilmu hadith dan sentiasa menyibukkan diri dengannya dan mengambil hadith dari ahlinya.
Kemudian beliau melalui jalan ahli tasawwuf melalui Syiekh Ali al-Marsufi, Syeikh Muhammad asy-Syanawi dan Syeikh Ali al-Khawas.
Syaikh Asy-Sya’rani sejak kecil sangat cinta akan ilmu dan gemar sekali
menuntut ilmu khususnya ilmu-ilmu dunia dan sufistik. Karena
kemuliannya, jika dia sedang berjalan banyak orang menghampirinya dan
berebut tangan untuk menyalami dan mencium tangannya hanya sekadar untuk
memperoleh berkah dari sang wali. Banyak dari kalangan orang-orang
Yahudi dan Nasrani yang menyatakan bertaubat dan akhirnya berbaiat masuk
islam dan menjalani amalan sufi yang dibimbing langsung oleh Syaikh
Asy-Sya’rani. Demikian pula banyak para penjahat dan pelaku maksiat yang
akhirnya sadar dan bertaubat dari perbuatan buruknya setelah mendengar
pengajian-pengajian yang disampaikan oleh Syaikh Asy-Sya’rani.
Selain itu, dia seorang Syaikhul Islam, faqih, Ushuli, Muhaddits (pakar
hadits), dan Shufi. Dia dikenal sebagai ulama yang arif dalam khazanah
keilmuan Islam. la menulis lebih dari 60 buah kitab, kebanyakan bercorak
tasawuf. Di antara karyanya yang paling menarik adalah yang berupa
otobiografi, al-Lathaiful Minan. Dalam kitab al-Lathaiful Minan itu
diterangkan tentang perjalanan hidup seorang sufi yang penuh dengan
keteladanan. Dan yang patut menjadi contoh suri tauladan dalam awal
kehidupannya adalah, ia hafal Al-Qur’an pada usia delapan tahun.
Karamahnya sudah terlihat sejak masa kanak-kanak. Dia tidak pernah takut
dengan makhlauk apapun, seperti ular, kalajengking, buaya, pencuri, jin
dan sebagainya (lihat di kitab “Jami’u Karamatil Aulia jilid 2 halaman
277, cetakan “Darul Fikr”, Beirut – Libanon). Pada suatu hari ketika dia
tenggelam di Sungai Nil, dengan sangat menakjubkan, dia diselamatkan
oleh seekor buaya, yang disangkanya sebongkah batu.
Syaikhul Islam Zakaria Al-Anshari (w. 916 H/1511 M) memberi izin
kepadanya untuk mengajarkan fiqih. Sejak kecil ia sudah bergaul dengan
para ‘arifin. Semua gurunya mengajarkan syariat dan tasawuf, dan
meninggal dalam keadaan ridha terhadap dirinya. Dia dikenal sebagai
ulama yang tidak fanatik buta dalam menganut kepercayaan tertentu.
Akhlaqnya sangat mulia, baik sebagai sufi, maupun sebagai orang shalih.
Ia menolak memakan sesuatu yang telah disedekahkannya. Dia sangat
berlapang dada dalam segala urusannya dengan sesama muslim, bahkan
dengan musuh yang paling membecinya sekalipun. Da tidak pernah
berlama-lama dalam mengunjungi sahabat. Dan sepanjang hidupnya, ia
terpelihara dari keinginan meminta-minta. Bahkan, ia belum pernah
mengungkapkan godaan-godaan batin yang telah membuatnya menderita kepada
seorang manusia pun, sehingga kerap keluar asap dari mulut, telinga,
dan hidungnya. Asap yang keluar itu dikenali muridnya sebagai bentuk
nafsu buruk yang dapat dikendalikan, sehingga keluar sebagai semacam
kotoran dari tubuhnya. la tidak pernah mengejar kedudukan tinggi dan
derajat duniawi.
Dia sadar akan zaman yang melahirkannya, dan tak pernah mencoba hidup
menurut masa lalu atau masa mendatang. Bila menghadapi kesulitan, ia
selalu berserah diri kepada Allah, tidak kepada manusia. Sepanjang
hidupnya, ia menghabiskan seluruh waktunya di lingkungan kefakiran dan
kezuhudan.
Mendengar Binatang Bertasbih
Sejak umur empat puluh, Asy-Sya'rani tidak lagi tergoda untuk berbuat
dosa. Ia merasa, Allah telah memelihara¬nya dari melakukan segala
perbuatan tak terpuji.
Asy-Sya'rani dikenal memiliki kemampuan melihat jauh, dalam ilmu
waktu.Dari sinilah ia memberikan keteladanan. Namun di hadapan umum, ia
tidak pernah memperlihatkan kemampuan yang luar biasa itu kepada orang
lain.
Meskipun begitu, orang sering mengenali karamahnya. Seperti ketika
menjamu tetamunya, selalu makanan yang dihidangnya tiba¬ tiba berlipat
ganda. Secara menakjubkan ia juga mampu mendengar binatang-binatang atau
benda-benda mati bertasbih memuji Allah.
Asy-Sya'rani dikenal alim dan wara'. la tidak pernah melupakan shalat
wajibnya. la menghindari buang angin di dalam masjid, baik di masjidnya
mahupun di masjid lain. la selalu menghadap Allah, juga ketika berbaring
dengan isterinya sebagaimana ketika bersembahyang.
Terhadap para muridnya, ia senantiasa berbuat adil. la juga merasa
enggan dicium tangannya.Dalam tidurnya, ia sering bergaul dengan
orang-orang yang telah mati dan menanyai mereka perihal suasana-suasana
di alam kubur. la telah melihat arwah para wali dan disambut ramah oleh
mereka. Sebaliknya,banyak juga orang bermimpi tentang dia, di antaranya
para gabenor. Dan ini menambahkan kepercayaan mereka terhadapnya.
Syaikh Asy-Sya’rani dikenal memiliki kemampuan yang luar biasa. Dia
dapat melihat jauh ke depan, dalam arti waktu. Dan dari sinilah ia
memberikan keteladanan-keteladanan. Namun di hadapan umum, ia tidak
pernah memperlihatkan kemampuan yang dimilikinya kepada orang lain.
Meskipun begitu, orang sering mengenali karamahnya. Seperti ketika dia
menjamu tamu-tamunya, sering makanannya tiba tiba berlipat ganda.
Secara menakjubkan ia juga mampu mendengar binatang-binatang atau
benda-benda mati bertasbih memuji Allah swt.
Syaikh Asy-Sya’rani dikenal alim dan wara’. Dia tidak pernah melupakan
kewajiban-kewajibannya sebagai hamba Allah. Ia selalu menghindari buang
angin di dalam masjid, baik di masjidnya maupun di masjid lain. Dia
selalu menghadap Allah, juga ketika berbaring dengan istrinya
sebagaimana kala bersembahyang. Terhadap para muridnya, dia senantiasa
berbuat adil. Dia juga merasa enggan dicium tangannya. Dalam tidurnya,
ia sering bergaul dengan orang-orang yang telah mati dan bertanya kepada
mereka tentang keadaan di alam kubur. Dia dapat melihat arwah para wali
dan disambut ramah oleh mereka.
Perjalanan Rohani Beliau
Berikut beberapa mimpi Syaikh Asy-Sya’rani, sebagaimana dituliskan
dalam otobiografinya itu: “Dulu aku mempunyai seorang tetangga yang suka
menghina sesamanya. Allah melaknatnya dengan penyakit asma dan lumpuh.
Selama kira-kira sepuluh tahun, ia tidak dapat berbaring, dagunya
bertumpu di atas lutut, otot-ototnya kian melemah. Kemudian ia mati, dan
dikuburkan. Aku bertemu dengannya setelah kematiannya, dan bertanya,
“Apakah kau masih lumpuh?” “Ya, dan kelak aku akan dibangkitkan seperti
ini pula. Semua ini lantaran kau dan Syaikh Syu’aib si ‘tukang khutbah’
itu,” jawabnya. Tatkala hal ini kusampaikan kepada Syaikh Syu’aib, ia
berkata, “Ya, hal itu memang benar. Bila aku lewat di depannya, ia
selalu membuang ingus dan melemparkan dahaknya ke wajahku karena benci.”
Demikian pula dengan diriku, setiap kali lewat di hadapannya, ia
mengumpatku dengan kata-kata yang tak patut ditunjukkan kepada kawanan
sapi pun. Semoga Allah mengampuni dan mengasihinya.
Syaikh Abdul Wahhab Asy-Sya’rani meninggal di Mesir pada bulan Jumadil Awal 973 H./ November 1565 M.
Karya-Karyanya
1. Al-Jawahir wa al-Durar al-Kubra (Mutiara-mutiara dan Permata-permata agung)
2. Al-Yawaqit wa al-Jawahir fi Aqa’id al-Akabir (Permata-permata
Yakut dan Mutiara-mutiara tentang Akidah-akidah para ulama Besar
[kalangan sufi])
3. Al-Tabaqat al-Kubra (peringkat-peringkat atau generasi-generasi
yang Agung) atau disebut juga Lawaqih al-Anwar fi Tabaqat al-Akhyar
(kilatan-kilatan Cahaya tentang Peringkat-peringkat atau
generasi-generasi Orang-orang Terpilih)
4. Al-Anwar al-qudsiyyah fi ma’rifat qawa’id al-Sufiyyah (cahaya-cahaya kudus dalam hal mengenal kaidah-kaidah para sufi).
5. Lawaqih al-Anwar al-Qudsiyyah fi Bayan al-Uhud al-muhammadiyyah
(kilatan-kilatan kudus dalam meenjelaskan jani-janji (pesan-pesan)
Muhammad.
6. Al-Kibrit al-Ahmar fi Uluww al-Syaikh al-Akbar (belerang Merah
(pemaparan) tentang kemuliaan Syaikh al-Akbar [ibnu Arabi].
7. Al-Qawa’id al-Kasfiyyah fi al-Illahiyyah (kaidah-kaidah Ketersingkapan tetang sifat-sifat Ketuhanan
8. Masyariq al-Anwar al-Qudsiyah fi Bayan al-Uhud al-Muhammadiyyah
(pancaran cahaya-cahaya kudus tentang penjelasan janji-janji
[pesan-pesan] Muhammad).
9. Madarik al-safilin ila Rusum Tariq al-arifin (alur pengetahuan kelas rendah munuju sketsa Jalan orang-orang Arif)
10. Lata’if al-Minan (kelembutan-kelembutan karunia)
11. Mizan al-Kubra (Neraca yang Agung) dll