Garung Lor adalah desa di kecamatanKaliwungu, Kudus, Jawa Tengah,Indonesia.
Garung lor sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, saat beberapa murid
dari Kanjeng Sunan Muria dan Sunan Kudus turun gunung, yaitu di
antaranya Mbah Jaelan, mbah Dul Mufakattan, dan lain sebagainya.
Kemudian memberi nama daerah yang sekarang bernama Garung Lor.
Areanya terletak di antara dua jalan utama menuju kota Jepara. Disebelah
selatan jalan begitu hijaunya dengan area persawahan. Dan disebelah
utara, pemukiman penduduk yang tertata dengan rapi dengan jalan-jalan
yang sudah beraspal.
Masa awal terbentuknya pemukiman
Alkisah di zaman Para wali (Walisongo) di wilayah Kudus dipimpin oleh
Kanjeng Sunan Kudus dan Kanjeng Sunan Muria di gunung Muria.
Penyebaran Agama Islam pun dilakukan oleh kedua Tokoh Besar tersebut.
Agama Islam pun diterima dan di anut oleh sebagian besar masyarakat pada
saat itu. Ajaran kedua Tokoh bisa diterima oleh masyarakat karena
dengan pendekatan melalui budaya dan seni serta mengutamakan adat
istiadat yang berlaku di masyarakat.
Kanjeng Sunan Kudus dan Kanjeng Sunan Muria terus menerus berdakwah di
berbagai wilayah dan beberapa Santri pun di minta untuk membantu
penyebaran ajaran Agama di pelosok-pelosok Desa sekitar kawasan Kudus.
Diantara murid Kudus dan Muria yang diutus adalah Muhammad Jailaniy yang
oleh masyarakat dikenal dengan Mbah jelan dan Abdulloh. Yang di
masyarakat di kenal dengan Mbah Dul Mufakattan krn sifat beliau yang
mengedepankan asas musyawarah untuk mencari mufakat dalam berbagai
urusan. Serta Raden Jolodoro cucu Sunan Muria. Mereka bertiga di
perintahkan untuk mengembangkan dan menyebarkan Agama Islam di daerah
yang masih gersang dan membabat hutan untuk dijadikan pemukiman serta
sarana Dakwah.
Mereka bertiga di perintahkan ke arah barat dari pusat Kudus dan
perjalanan mereka pun akhirnya sampai di sebuah hutan yang cukup lebat.
Perjalanan pun dihentikan untuk sekedar beristirahat. Kyai Abdulloh
meminta kepada seluruh santri dan masyarakat yang ikut dalam rombongan
perjalanan segera beristirahat untuk melepaskan lelah dan menjalankan
kewajiban Sholat.
Ketiga pemimpin rombongan pun berusaha untuk mencari tempat untuk ibadah
dan memohon petunjuk dari ALLOH. Dan di dalam munajat beliau bertiga
ALLOH memberikan petunjuk kepada mereka kalau di hutan tersebut mereka
harus bermukim dan membabat hutan untuk dijadikan pemukiman dan lahan
pertanian.
Keesokan harinya mereka bertiga mengadakan pertemuan untuk membahas
tentang petunjuk yang telah diterima. Setelah adanya mufakat maka pada
hari yang telah di sepakati. Pembabatan hutan pun dimulai dan Kyai
Jailaniy yang di minta untuk memimpin para Santri untuk membabat hutan.
Kyai Abdulloh dan Raden Jolodoro pun ikut membantu dengan giat dan
dengan bergotong royong... tidak lama kemudian hutan yang tadinya lebat
telah dibabat dan di atur untuk pemukiman dan lahan pertanian. Dan ada
satu pohon yang begitu wangi serta diketahui pohon tersebut adalah pohon
Garu Dan pemukiman baru tersebut dinamakan Garung.
Pembagian pun dibagi secara adil kepada semua warga yang ikut serta dalam membangun perkampungan.
Kyai Abdulloh sebagai pimpinan pun segera memanggil dua temannya untuk
membahas rencana ke depan pemukiman baru tersebut. Mereka bertiga
berdiskusi tentang dawuh dari Kanjeng Sunan Kudus Dan Kanjeng Sunan
Muria yang harus segera dilakukan. Yaitu pengembangan Ilmu Agama Islam.
Maka dri itu perlu di dirikan masjid sebagai sarana dakwah dan
mengajarkan ilmu keagamaan pada para penduduk. Dan di bangunlah sebuah
masjid di pemukiman baru tersebut.
Hari berganti bulan bulan berganti tahun dan perkampungan baru semakin
ramai. Kyai Jailaniy meminta pada Kyai Abdulloh untuk mendirikan pasar
sebagai pusat perekonomian dan sebagai sarana untuk agar bisa
berhubungan dengan Kadipaten Kudus. Dan Kyai Abdulloh pun diminta untuk
sowan ke Kudus mengabarkan tentang berdirinya pemukiman atas restu dan
dawuh Kanjeng Sunan yang telah di jalani oleh mereka. Kyai Abdulloh pun
menyetujui apa yang dicita-citakan oleh Kyai Jailaniy.
Kyai Abdulloh pun segera berangkat di ikuti beberapa warga untuk
menghadap Kanjeng Sunan Kudus. Sesampainya di Kudus Kyai Abdulloh pun.
Segera menghadap dan melaporkan seluruh hal yang terjadi dari awal
sampai akhir. Dan Kanjeng Sunan Kudus pun memerintahkan putra Beliau
Panembahan Kudus untuk turut serta melihat desa Garung yang telah ramai.
Setelah beberapa lama kemudian tempat tersebut pun maju dengan adanya
pasar dan pengakuan dari Kudus.
Kegiatan warga pun semakin terarah dengan bertani berdagang dengan
berdasarkan ilmu pengetahuan yang di ajarkan oleh ketiga pimpinan
mereka. Masyarakat hidup rukun damai dan sejahtera. Kehidupan beragama
dan saling bertoleransi dengan umat lain pun di galakkan.
Berbagai disiplin ilmu di ajarkan oleh ketiga pimpinan Desa. Baik ilmu
agama sosial seni budaya perdagangan pertanian serta keprajuritan. Pada
masa itu banyak dari pemuda warga garung menjadi pedagang petani seniman
serta prajurit di kadipaten kudus serta Jipang Panolan.
Kyai Jailaniy Kyai Abdulloh dan Kyai Jolodoro adalah tiga serangkai
penyebar agama islam dan pembimbing masyarakat di Garung dan sekitarnya
pada Zaman Walisongo atau akhir masa Kesultanan Demak Bintoro.
Makam beliau bertiga berada di desa garung lor Kec Kaliwungu Kudus dan
masih di keramat kan oleh warga sekitar. Bahkan di makam Kyai Jolodoro
yang berada di dusun Tersono desa Garung Lor setiap tahunnya diadakan
upara ganti Luwur. Jasa Beliau bertiga sangatlah besar dalam
perkembangan Islam untuk membantu perjuangan Kanjeng Sunan Kudus dan
Kanjeng Sunan Muria.
Desa Garung yang sekarang telah dibagi menjadi dua kelurahan atau desa.
Yaitu Desa Garung Lor dan Desa Garung Kidul.dan terdiri dari beberapa
padukuhan sesuai dengan perkembangan sejarah dan pemukiman setelah
kepemimpinan tiga tokoh pertama.dan islam pun semakin berkembang. Tempat
tempat pendidikan pun semakin banyak hingga saat ini.
Demikian lah sejarah singkat tentang perkembangan Agama Islam di daerah
Kudus sebagai pengetahuan tentang perjuangan Kanjeng Sunan Kudus dan
Kanjeng Sunan Muria dengan para Santri Beliau.