Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa Timur.
Pulau Madura besarnya kurang lebih 5.168 km2(lebih kecil daripada pulau
Bali), dengan penduduk hampir 4 juta jiwa.
Jembatan Nasional Suramadu merupakan pintu masuk utama menuju Madura,
selain itu untuk menuju pulau ini bisa dilalui dari jalur laut ataupun
melalui jalur udara. Untuk jalur laut, bisa dilalui dari Pelabuhan
Tanjung Perak di Surabaya menujuPelabuhan Kamal di bangkalan, Selain itu
juga bisa dilalui dari Pelabuhan JangkarSitubondo menuju Pelabuhan
Kalianget di Sumenep, ujung timur Madura.
Pulau Madura bentuknya seakan mirip badan Sapi, terdiri dari empat
Kabupaten, yaitu : Bangkalan, Sampang, Pamekasandan Sumenep. Madura,
Pulau dengan sejarahnya yang panjang, tercermin dari budaya dan
keseniannya dengan pengaruh islamnya yang kuat.
Pulau Madura didiami oleh suku Madurayang merupakan salah satu etnis
suku dengan populasi besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 20 juta jiwa.
Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti
Gili Raja, Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain itu, orang Madura banyak
tinggal di bagian timur Jawa Timur biasa disebut wilayah Tapal Kuda,
dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura yang berada di
Situbondo dan Bondowoso, serta timur Probolinggo, Jember, jumlahnya
paling banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa, juga termasuk
Surabaya Utara ,serta sebagian Malang .
Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan, masyarakat
Madura juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja keras (abhantal
omba' asapo' angen). Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan
masyarakat Madura, mereka memiliki sebuah falsafah:katembheng pote mata,
angok pote tolang. Sifat yang seperti inilah yang melahirkan
tradisicarok pada sebagian masyarakat Madura.
Dari sumber-sumber babad tanah Madura dikisahkan bahwa Pulau Madura pada
zaman dahulu oleh para pengarung lautan hanya terlihat sebagai
puncak-puncak tanah yang tinggi (sekarang menjadi bukit-bukit, dan
beberapa dataran yang ketika air laut surut dataran tersebut terlihat,
sedangkan apabila laut pasang dataran tersebut tidak tampak ( di bawah
permukaan air ). Puncak-puncak yang terlihat tersebut diantaranya
sekarang disebut Gunung Geger di Kabupaten Bangkalan dan Gunung Pajudan
di kabupaten Sumenep. Sejarah tanah Madura tidak terlepas dengan sejarah
atau kejadian yang terjadi di tanah Jawa. Diceritakan bahwa pada suatu
masa di pulau Jawa berdiri suatu kerajaan bernama Medang kamulan. Di
dalam kotanya ada sebuah keraton yang bernama keraton Giling wesi,
rajanya bernama Sang Tunggal ( Kerajaan Medang Kamulan terletak di
muara Sungai Brantas. Ibukotanya bernama Watan Mas).
Perjalanan Sejarah Madura dimulai dari perjalanan Arya Wiraraja sebagai
Adipati pertama di Madura pada abad 13. Dalam kitab nagarakertagama
terutama pada tembang 15, mengatakan bahwa Pulau Madura semula bersatu
dengan tanah Jawa, ini menujukkan bahwa pada tahun 1365an orang Madura
dan orang Jawa merupakan bagian dari komonitas budaya yang sama.
Sekitar tahun 900-1500, pulau ini berada di bawah pengaruh kekuasaan
kerajaan Hindu Jawa timur sepertiKediri, Singhasari, dan Majapahit. Di
antara tahun 1500 dan 1624, para penguasa Madura pada batas tertentu
bergantung pada kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa seperti
Demak, Gresik, dan Surabaya. Pada tahun1624, Madura ditaklukkan oleh
Mataram. Sesudah itu, pada paruh pertama abad kedelapan belas Madura
berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda (mulai 1882), mula-mula oleh
VOC, kemudian oleh pemerintah Hindia-Belanda. Pada saat pembagian
provinsi pada tahun 1920-an, Madura menjadi bagian dari provinsi Jawa
Timur.
Sejarah mencatat Aria Wiraraja adalah Adipati Pertama di Madura,
diangkat oleh Raja Kertanegara dari Singosari, tanggal 31 Oktober 1269.
Pemerintahannya berpusat di Batuputih Sumenep, merupakan keraton pertama
di Madura. Pengangkatan Aria Wiraraja sebagai Adipati I Madura pada
waktu itu, diduga berlangsung dengan upacara kebesaran kerajaan
Singosari yang dibawa ke Madura. Di Batuputih yang kini menjadi sebuah
Kecamatan kurang lebih 18 Km dari Kota Sumenep, terdapat
peninggalan-peninggalan keraton Batuputih, antara lain berupa tarian
rakyat, tari Gambuh dan tari Satria.
Kondisi geografis pulau Madura dengan topografi yang relatif datar di
bagian selatan dan semakin kearah utara tidak terjadi perbedaan elevansi
ketinggian yang begitu mencolok. Selain itu juga merupakan dataran
tinggi tanpa gunung berapi dan tanah pertanian lahan kering. Komposisi
tanah dan curah hujan yang tidak sama dilereng-lereng yang tinggi
letaknya justru terlalu banyak sedangkan di lereng-lereng yang rendah
malah kekurangan dengan demikian mengakibatkan Madura kurang memiliki
tanah yang subur.
Secara geologis Madura merupakan kelanjutan bagian utara Jawa,
kelanjutan dari pengunungan kapur yang terletak di sebelah utara dan di
sebelah selatan lembah solo. Bukit-bukit kapur di Madura merupakan
bukit-bukit yang lebih rendah, lebih kasar dan lebih bulat daripada
bukit-bukit di Jawa dan letaknyapun lebih bergabung.
Luas keseluruhan Pulau Madura kurang lebih 5.168 km², atau kurang lebih
10 persen dari luas daratan Jawa Timur. Adapun panjang daratan
kepulauannya dari ujung barat di Kamal sampai dengan ujung Timur di
Kalianget sekitar 180 km dan lebarnya berkisar 40 km. Pulau ini terbagi
dalam empat wilayah kabupaten. Dengan Luas wilayah untuk kabupaten
Bangkalan 1.144, 75 km² terbagi dalam 8 wilayah kecamatan, kabupaten
Sampang berluas wilayah 1.321,86 km², terbagi dalam 12 kecamatan,
Kabupaten Pamekasan memiliki luas wilayah 844,19 km², yang terbagi dalam
13 kecamatan, dan kabupaten Sumenep mempunyai luas wilayah 1.857,530
km², terbagi dalam 27 kecamatan yang tersebar diwilayah daratan dan
kepulauan.
Madura dibagi menjadi empat kabupaten, yaitu:
Kabupaten Ibu Kota Luas Area Populasi 2010
Kabupaten Bangkalan Bangkalan 1,260 907,255
Kabupaten Sampang Sampang 1,152 876,950
Kabupaten Pamekasan Pamekasan 733 795,526
Kabupaten Sumenep Sumenep 1,147 1,041,915
Kota-Kota Eks Karesidenan Madura
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep
Kalianget
Pulau Madura memiliki sejumlah tempat wisata yang menarik. Salah satu
icon wisata Madura adalah Karapan Sapi. Setiap tahun kerapan sapi
diselenggarakan berjenjang dari tingkat Kecamatan, Kabupaten, dan
tingkat pembantu wilayah Madura. Selain kerapan sapi ada juga kontes
Sapi Sono' yang diperagakan oleh sapi-sapi betina. Selain itu untuk
beberapa di kepulauan Sumenep ada juga Kerapan Kerbau. Selain karapan
sapi yang menjadi objek wisata favorit ada juga beberapa wisata yang
semuanya tersebar di 4 wilayah kabupaten diantaranya :
Objek Wisata di Kabupaten Sumenep
Objek Wisata Sejarah, Budaya dan Arsitektur
Museum Keraton Sumenep merupakan museum yang dikelola oleh pemerintah
daerah Sumenep yang di dalamnya menyimpan berbagai koleksi benda-benda
cagar budaya peninggalan keluarga Karaton Sumenep dan beberapa
peninggalan masa kerajaan hindu budha seperti arca Wisnu dan Lingga yang
ditemukan di Kecamatan Dungkek. Didalam museum terdapat juga beberapa
koleksi pusaka peninggalan Bangsawan Sumenep seperti guci keramik dari
Cina dan Kareta My Lord pemberian Kerajaan Inggris kepada Sri Sultan
Abdurrahman Pakunataningrat I atas jasanya yang telah banyak membantu
Thomas Stamford Raffles salah seorang Gubenur Inggris dalam penelitian
yang dilakukannya di Indonesia.
Keraton Sumenep merupakan peninggalan pusaka Sumenep yang dibangun oleh
Raja/Adipati Sumenep XXXI, Panembahan Sumolo Asirudin Pakunataningrat
dan diperluas oleh keturunannya yaitu Sri Sultan Abdurrahman
Pakunataningrat I.
Karaton Sumenep sendiri letaknya tepat berada di depan Museum Karaton Sumenep,
Masjid Jamik Sumenep merupakan bangunan yang mempunyai arsitektur yang
khas, memadukan berbagai kebudayaan menjadi bentuk yang unik dan megah,
dibangun oleh Panembahan Somala Asirudin Pakunataningrat yang memerintah
pada tahun 1762-1811 M dengan arsitek berkebangsaan tionghoa "law pia
ngho"
Kota Tua Kalianget letaknya di sebelah timur kota Sumenep, disini para
pengunjung bisa melihat peninggalan-peninggalan Pabrik garam, Arsitektur
Kolonial dan beberapa daerah pertahanan yang dibangun Oleh Pemerintahan
Kolonial saat menjajah wilayah Sumenep,
Rumah Adat Tradisional Madura Tanean Lanjhang , bisa ditemui di beberapa
daerah menuju pantai lombang maupun menuju pantai slopeng,
Benteng VOC Kalimo'ok di Kalianget.
Objek Wisata Air
Pantai Lombang adalah pantai dengan hamparan pasir putih dan gugusan
tanaman cemara udang yang tumbuh di areal tepi dan sekitar pantai.
Suasananya sangat teduh dan indah sekali. Pantai Lombang adalah
satu-satunya pantai di Indonesia yang ditumbuhi pohon cemara udang,
Pantai Slopeng adalah pantai dengan hamparan gunung pasir putih yang mengelilingi sisi pantai sepanjang hampir 6 km.
Kawasan pantai ini sangat cocok untuk mancing ria karena areal lautnya
kaya akan beragam jenis ikan, termasuk jenis ikan tongkol,
Pantai Ponjug di Pulau Talango,
Pantai Badur di Kecamatan Batu Putih,
Pantai Pasir Putih dan Terumbu Karang Pulau Saor (Kecamatan Sapeken),
Kepulauan Kangean dan sekitarnya merupakan gugusan kepulauan Kabupaten
Sumenep yang letaknya berada di wilayah ujung timur Pulau Madura.
Mempunyai banyak pantai yang eksotik,
Wisata Taman Laut Mamburit Pulau Arjasa,
Wisata Taman Laut Gililabak Pulau Talango,
Taman Air Kiermata di Kecamatan Saronggi,
Goa Jeruk Asta Tinggi Sumenep,
Goa Kuning di Kecamatan Kangean,
Goa Payudan di Kecamatan Guluk-Guluk,
Wisata Religi/Ziarah
Asta Karang Sabu merupakan kompleks pemakaman keluarga Raja / Adipati
Sumenep yang memerintah pada abad 15 yaitu Pangeran Ario kanduruan,
Pangeran Lor dan Pangeran Wetan. di daerah karang sabu inilah dia
memimpin pemerintah Sumenep pada saat itu.
Kompleks pemakaman Asta Tinggi Sumenep merupakan kompleks pemakaman
Raja-Raja Sumenep yang dibangun pada tahun 1644 M. terletak di daerah
dataran Tinggi Kebon Agung Sumenep.
Asta Yusuf merupakan salah satu makam penyebar agama islam di Pulau
Talango, makam tersebut ditemukan oleh Sri Sultan Abdurrahman
Pakunataningrat ketika betolak menuju Bali pada tahun 1212 hijriah
(1791),
Asta Katandur merupakan salah satu makam penyebar agama islam di
Sumenep, Pangeran Katandur yang juga salah satu tokoh yang ahli dalam
bidang pertanian dan menurut berbagai sumber, Pangeran Katandur juga
merupakan pencipta tradisi kerapan sapi,
Makam Pangeran Panembahan Joharsari yang merupakan salah satu Adipati Sumenep V yang pertama kali memeluk Agama islam di Bluto,
Wisata Minat Khusus
Tirta Sumekar Indah merupakan salah satu kompleks pemandian kolam renang
yang ada di Sumenep, letaknya berada di kecamatan Batuan, sebelah barat
kota Sumenep. Letaknya yang strategis, dikelilingi Perkebunan Pohon
Jati dan Jambu Mente serta tak jauh dari wisata kompleks pemakaman Asta
Tinggi membuat pemandian ini banyak di kunjungi warga saat akhir pekan
dan liburan sekolah,
Water Park Sumekar, merupakan wisata air yang terletak tak jauh
dibelakang lokasi Wisata kompleks Asta Tinggi, kondisi bangunannya yang
terletak dilerang bukit Kasengan sangat menambah suasana alami di
kawasan ini,
Alun-Alun Sumenep sekarang menjadi taman Adipura, setiap harinya
khususnya pada malam hari dibangian utara Alun-Alun Sumenep ini terdapat
pasar malam dengan menyajikan berbagai macam kuliner dan accesories
yang bisa dinikmati dengan harga yang murah.
Wisata kesehatan di Pulau Giliyang Kecamatan Dungkek merupakan daerah di
kabupaten Sumenep yang mempunyai kandungan O2/oksigen sebesar 21,5%
atau 215.000 ppm.
Objek Wisata di Kabupaten Pamekasan
Pantai Talang Siring, Kecamatan Montok
Pantai Jumiang, Kecamatan Pademawu
PantaiBatu Kerbuy
Api tak kunjung padam
Makam Batuampar
Vihara Avalokitesara
Situs Pangeran Rangga Sukawati
Museum Daerah
Pasar Batik Joko Tole
Objek Wisata di Kabupaten Sampang
Pulau Mandangin
Pantai Camplong
Kuburan Madegan
Waduk Klampis Desa Kramat kecamatan Kedungdung
Air terjun Toroan
Rimba monyet - Nepa Raden segoro
Reruntuhan Pababaran
Pemandian Sumber Otok
Wisata Alam Goa Lebar
Monumen Sampang
Situs Pababaran Trunojoyo
Situs Ratoh Ebuh
Objek Wisata di Kabupaten Bangkalan
Pantai Rongkang
Pantai Sambilangan
Bukit Geger
Kuburan Aermata
Pantai Siring Kemuning di desa Macajah, Tanjungbumi
Perahu Peninggalan Saichona Moh. Chollil di desa Telaga Biru, Tanjungbumi
Mercusuar VOC , Sambilangan
Jembatan Nasional Suramadu
Tokoh Kerajaan
Madura Barat
Pangeran Tengah 1592-1621. Saudara dari:
Pangeran Mas 1621-1624
Pangeran Praseno / Pangéran Tjokro di Ningrat I / Pangeran Cakraningrat I 1624-1647. Anak dari Tengah dan Ayah dari:
Pangeran Tjokro Diningrat II / Pangeran Cakraningrat II 1647-1707, Panembahan 1705. Ayah dari:
Raden Temenggong Sosro Diningrat / Pangeran Tjokro Diningrat III / Pangeran Cakraningrat III 1707-1718. Saudara dari:
Raden Temenggong Suro Diningrat / Pangeran Tjokro Diningrat IV / Pangeran Cakraningrat IV 1718-1736. Ayah dari:
Raden Adipati Sejo Adi Ningrat I / Panembahan Tjokro Diningrat V / Pangeran Cakraningrat V 1736-1769. Kakek dari:
Raden Adipati Sejo Adiningrat II / Panembahan Adipati Tjokro Diningrat VI / Pangeran Cakraningrat VI 1769-1779
Panembahan Adipati Tjokro Diningrat VII / Pangeran Cakraningrat VII
1779-1815,Sultan Bangkalan 1808-1815. Anak dari Tjokro di Ningrat V dan
Ayah dari:
Tjokro Diningrat VIII / Pangeran Cakraningrat VIII, Sultan Bangkalan 1815-1847. Saudara dari:
Panembahan Tjokro Diningrat IX / Pangeran Cakraningrat / Sultan Bangkalan 1847-1862. Ayah dari:
Panembahan Tjokro Diningrat X/ Pangeran Cakraningrat X / Sultan Bangkalan 1862-1882.
Pangeran Trunojoyo, Pahlawan Madura salah seorang keturunan Kerajaan
Madura Barat dalam memberontak pemerintahan VOC di Jawa dan Madura
Makam Agung Bangkalan
Dibanding makam Aermata di Arosbaya, Makam Agung masih kurang populer.
Padahal, di Makam Agung inilah Raja Pragalba dan Raja Pratanu, eyang
dan kakek Cakraningrat dimakamkan
Makam Agung menjadi nama sebuah desa di Kecamatan Arosbaya, Bangkalan.
Sebenarnya nama Arosbaya sendiri, pada masa pra Islam di Madura Barat,
adalah sebuah nama kerajaan yang didirikan oleh Panembahan Pragalba
(abad 16), yang kemudian diislamkan oleh anaknya yang bernama Pangeran
Pratanu atau Penambahan Lemah Duwur.
Pragalba masuk Islam di saat menjelang ajalnya. Ketika dituntut membaca
syahadat oleh Pratanu, Pragalba menganggukkan kepalanya. Karena itulah
kemudian Pragalba juga dikenal sebagai Pangeran Ongguk (angguk atau
mengangguk). Dan Islam di Arosbaya, saat itu juga disebut dengan Islam
ongguk.
Raja Arosbaya yang berkedudukan di Plakaran kemudian dimakamkan di
sebuah komplek pemakaman yang letaknya di sebelah selatan Plakaran, atau
sekitar 60 km dari kota Bangkalan. Makam Pangeran Pragalba tersebut
disebut dengan Makam Agung.
Di masa pemerintahan Lemah Duwur inilah kerajaan Arosbaya terus
meluaskan pengaruh Islamnya ke kerajaan-kerajaan di Sampang dan Blega,
bahkan meluas hampir mencapai seluruh Madura.
Dalam catatan Raffles (Raffles, 1817) dikatakan bahwa pada masa itu
Lemah Duwur adalah raja yang memegang peranan penting. Bahkan Raffles
menyatakan bahwa Lemah Duwur adalah raja paling penting di Jawa Timur.
Pasalnya, karena Lemah Duwur dinilai telah berhasil mengembangkan
kerajaan Arosbaya menjadi kerajaan yang berperan penting dalam
pelayaran, niaga, dan politik di Madura dan Jawa. Pada tahun 1592, Lemah
Duwur mangkat. Dia meninggal di Arosbaya dan dikebumikan di komplek
Makam Agung. Setelah wafat kekuasaan Lemah Duwur diteruskan adiknya,
Pangeran Tengah, yang tak lain ayah Cakraningrat I.
Untuk memasuki komplek Makam Agung, makam pendiri kerajaan Madura Barat
tersebut, haruslah melewati dua pintu gerbang berbahan batu padas kuning
dari sebuah bukit Desa Buduran. Bentuk gerbangnya sangat sederhana,
tanpa ukiran. Namun, pada gerbang kedua, yaitu gerbang untuk menuju
makam Pragalba, Pratanu dan Raden Koro, ukiran di pintu gerbang sangat
kental sekali nafas Hindunya. Meski saat meninggalnya dan dimakamkannya
Pragalba dalam keadaan sudah Islam, namun arsitektur komplek
pemakamannya di Makam Agung tetap berarsitektur Hindu.
Sisa kemegahan dan kekokohan komplek Makam Agung tersebut masih tampak,
meski beberapa bagian pagar dan makam sudah rusak dimakan lumut dan
usia. Batu padas kuning sudah berubah wama hijau kehitaman. Pohon
tanjung yang berada di makam Pratanu, meski masih berdaun dan berbunga,
batang pohonnya banyak yang keropos, menandakan tuanya usia pohon dengan
bau bunga yang khas tersebut. Atmosfir di komplek pemakaman raja-raja
Madura Barat tersebut memang berbeda. Nuansa mistik dan sakral sangat
terasa. Tak mengherankan jika masih banyak masyarakat sekitar dan
masyarakat di Madura melakukan ziarah di makam pendiri kerajaan Islam
pertama di Madura Barat tersebut. Beberapa hal yang tetjadi di Makam
Agung, masih dipercaya membawa pertanda akan adanya kejadian luar biasa.
Pisang Agung
Salah satu pertanda yang paling dipercaya oleh masyarakat sekitar Makam
Agung adalah munculnya pohon pisang, yang mereka sebut dengan geddang
agung (pisang agung). Oleh masyarakat Madura, pohon pisang tersebut
disebut dengan geddang bigih(Pisang biji), yaitu pisang yang di dalam
buahnya berbiji. Jika buahnya masih muda, oleh masyarakat madura
digunakan untuk campuran bumbu rujak. Namun, pohon dan buah pisang agung
tak seperti pohon geddang bigih biasa.
Menurut Sujak, juru kunci Makam Agung, yang sudah beberapa kali melihat
pemunculan pisang agung tersebut, batang pohon pisang agung jauh lebih
besar dan lebih tinggi dari pohon pisang biasa. Pelepah daunnya bisa
sebesar lengan orang dewasa, dengan lembar daun yang sangat lebar.
Munculnya pisang agung bisa menjadi pertanda. Jika muncul, masyarakat
sekitar akan terus melakukan doa dan tirakat di Makam Agung. Mereka
mengharap, pemunculan pisang agung tidak membawa pertanda buruk. Selain
itu masyarakat juga akan menunggu matangnya buah pisang agung. Jika
matang, masyarakat akan berebut untuk mendapatkan buah pisang agung.
Mereka percaya, biji buah pisang agung, jika diuntai menjadi tasbih,
akan membawa kemustajaban dalam doa dan dzikir.
Tetapi, dalam sejarahnya pemunculannya, pisang agung tersebut hanya
berbuah satu kali. Dalam pemunculannya yang lain, tidak pernah berbuah.
Sujak mencatat, pisang agung muncul hingga berbuah, menjelang Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, saat pemberontakan Gestapo
(1965), menjelang jatuhnya Presiden Soekarno (1966) pisang agung juga
muncul, tahun 1996 muncul dan menjelang lengsernya Soeharto, 1998,
kembali muncul. Lalu tahun 2004, ketika pemilihan presiden, muncul.
Pemunculannya hanya sesaat, lalu kemudian hilang.
Sujak menceritakan, pisang agung muncul di tempat yang tidak tetap. Dan,
setiap pemunculannya, selalu sudah dalam keadaan setinggi paha orang
dewasa. Tahu-tahu muncul begitu saja. Letak mata angin munculnya pisang
agung, juga dijadikan tanda di mana akan terjadi sebuah kejadian luar
biasa tersebut. Jika pisang agung muncul, tumbuh, hingga berbuah,
berarti sebuah kejadian luar biasa terjadi. Tetapi, jika pisang agung
muncul tetapi untuk kemudian hilang begitu saja, kejadian tersebut tidak
begitu luar biasa.
Madura Timur
Prabu Arya Wiraraja, Adipati Sumenep I pada tahun 1269 dan sebagai salah
satu tokoh pendiri Kerajaan Majapahit bersama Raden Wijaya.
Pangeran Secadiningrat I
Pangeran Secadiningrat II
Pangeran Secadiningrat III Adipati Sumenep XIII tahun 1415 - 1460
Pangeran Secadiningrat IV Adipati Sumenep 1460 - 1502
Pangeran Secadiningrat V Adipati Sumenep 1502 - 1559
Raden Tumenenggung Ario Kanduruan Adipati Sumenep 1559 - 1562
Pangeran Lor dan Pangeran Wetan Adipati Sumenep 1562 - 1567
Pangeran Keduk I Adipati Sumenep 1567 - 1574
Pangeran Lor II Adipati Sumenep 1574 - 1589
Kanjeng Pangeran Ario Cokronegoro I menjadi Adipati Sumenep 1589 - 1626
Kanjeng R. Tumenggung Ario Anggadipa Adipati Sumenep 1626 - 1644
Kanjeng R. Tumenggung Ario Jaingpatih Adipati Sumenep 1644 - 1648
Kanjeng Pangeran Ario Yudonegoro Adipati Sumenep 1648 - 1672
Kanjeng R. Tumenggung Pulang Jiwa dan Kanjeng Pangeran Seppo Adipati Sumenep 1672 - 1678
Kanjeng Pangeran Ario Cokronegoro II Adipati Sumenep 1678 - 1709
Kanjeng R. Tumenggung Wiromenggolo Adipati Sumenep 1709 - 1721
Kanjeng Pangeran Ario Cokronegoro III Adipati Sumenep 1721 - 1744
Kanjeng Pangeran Ario Cokronegoro IV Adipati Sumenep 1744 - 1749
Raden Buka Adipati Sumenep 1749 - 1750
Kanjeng R. Ayu Rasmana Tirtanegara dan Kanjeng R. Tumenggung Tirtanegara Adipati Sumenep 1750 - 1762
Kanjeng R. Tumenggung Ario Asirudin / Pangeran Natakusuma I (Panembahan Somala) Sultan Sumenep tahun 1762 - 1811
Sultan Abdurrahman Paku Nataningrat I (Kanjeng R. Tumenggung Abdurrahaman) Sultan Sumenep 1811 - 1854
Panembahan Natakusuma II (Kanjeng R. Tumenggung Moh. Saleh Natanegara) menjadi Adipati Sumenep 1854 - 1879
Kanjeng Pangeran Ario Mangkudiningrat Adipati Sumenep 1879 - 1901
Kanjeng Pangeran Ario Pratamingkusuma Adipati Sumenep 1901 - 1926
Kanjeng Pangeran Ario Prabuwinata Adipati Sumenep 1926-1929