Gunung Argopuro merupakan salah satu gunung yang memiliki pemandangan
yang menawan. Gunung Argopuro berada di jajaran dataran tinggi YANG
(Hyang). Pegunungan ini memiliki banyak puncak, beberapa puncak yang
populer didaki adalah puncak Rengganis dan Puncak Argopuro di ketinggian
3.088 mdpl.
Untuk mendaki gunung ini sangat dibutuhkan stamina dan mental yang
prima, hal ini disebabkan panjangnya jalur dan tantangan dari belantara
yang ada. Untuk pendaki pemula tidak terlalu disarankan untuk menjelajah
sendiri belantara argopuro, akan lebih aman ditemani oleh pendaki yang
sudah mengenal medan Argopuro sebelumnya.
Flora dan Fauna Argopuro
Gunung Argopuro memiliki banyak persediaan air di setiap pos yang di
lewati. Hutan argopuro juga dihuni oleh berbagai flora dan fauna.
Sedikitnya ada 16 burung endemik dan 11 jenis burung migran di kawasan
Pegunungan YANG Argopuro. Burung – burung endemik itu tidak dijumpai di
tempat lain, salah satunya : burung Berinji Gunung, Cica Matahari,
Cinenen Jawa, Kipasan Mutiara, Meninting Kecil, Opior Jawa, Prenjak
Jawa, Takur Bututut, Takur Tor Tor, Takur Tulung Tumpuk, Tesia Jawa
Walet Gunung, Walik Kepala Ungu, Wregan Jawa dan burung yang memiliki
ciri-ciri seperti burung Kacamata Jawa dan burung Sikatan Aceh. Spesies
burung – burung itu paling banyak dijumpai di ketinggian 2.000 hingga
2.500 mdpl di kawasan hutan heterogen yang memiliki banyak buah-buahan,
biji-bijian dan serangga.
Mendaki Argopuro Jalur Bremi
Bremi – Taman Idup
Salah satu jalur yang sering di daki adalah melewati desa krucil Bremi.
Desa ini salah satu pintu gerbang kawasan Dataran Tinggi YANG. Pendaki
akan menikmati lebatnya hutan Argopuro. Dengan pepohonan yang tinggi
menjulang, memayungi parapendaki selama perjalanan. Perjalanan ini akan
berakhir saat para pendaki menemukan sebuah danau yang sangat
menakjubkan dan sangat indah, dimana penduduk sering menyebutnya dengan
nama Danau Taman Idup. Di sinilah pendaki akan menghabiskan hari pertama
untuk istirahat dan menikmati keindahan Danau Taman Idup.
Taman Idup – Aengkenik – Cisentor
Hari berikutnya pendaki akan melanjutkan perjalanan menuju pemberhentian
selanjutnya. Selama perjalanan ini pendaki akan menikmati berbagai
macam vegetasi Argopuro. Mulai dari semak-belukar, pepohonan tinggi,
ilalang yang sangat tinggi dan masih banyak lagi. Sampai suatu saat
pendaki akanberistirahat sejenak untuk makan siang di tempat yang sering
disebut Aengkenik di tempat itu terdapat sumber air alamiah, para
pendaki dapat menikmati dan mengisi air untuk bekal perjalanan di sini.
Setelah istirahat sebentar untuk menghimpun tenaga, pendaki akan
meneruskan perjalanan menuju pemberhentian berikutnya. Perjalanan ini
akan sangat panjang, namun itu tidak akan banyak terasa melelahkan
karena selama perjalanan kita akan keluar-masuk rerimbunan hutan
Argopuro. Menjelang sore pendaki akan sampai pada pemberhentian
selanjutnya yang sering disebut Cisentor. Di tempat ini terdapat sebuah
bangunan semi-permanen yang didirikan untuk beristirahat para pendaki.
Di tempat ini pula terdapat sungai yang mengalir sangat deras dengan air
yang sangat jernih. Air itu dapat kitamanfaatkan untuk membersihkan
diri dan untuk memasak. Pendaki akan menghabiskan malam di tempat ini.
Cisentor – Rawa Embik – Puncak
Pagi harinya setelah sarapan, pendaki akan melanjutkan perjalanan menuju
puncak. Perjalanan menuju puncak ini tidak akan membutuhkan waktu yang
lama. Pendaki akan melewati beberapa sabana, kemudian beristirahat
sejenak di sebuah sabana terakhir, dimana biasanya di tempat itu dapat
ditemui para rusa berkumpul untuk minum. Tempat itu biasa di sebut Rawa
Embik. Dari Rawa Embik perjalanan semakin terjal dan menanjak, sebelum
akhirnya sampai di sebuah percabangan. Gunung Argopuro memiliki beberapa
puncak. Puncak tertingginya adalah puncak Rengganis.
Cisentor – Cikasur
Setelah puas menikmati puncak, pendaki kembali ke Cisentor untuk
melanjutkan perjalanan ke pemberhentian selanjutnya. Melewati beberapa
sabana yang sangat luas, pendaki akan dimanjakan dengan pemandangan
hamparan sabana yang tidak habis-habis luasnya. Seringkali pendaki juga
dapat menjumpai rusa, burung merak ataupun babi hutan liar di tempat
ini.
Menjelang sore pendaki akan tiba di tempat yang dinamai Cikasur. Di
tempat ini pendaki biasanya akan disambut teriakan bersahut-sahutan dari
burung Merak. Burung eksotis ini biasa muncul dan mencari makan di
tempat ini. Di tempat ini juga terdapat sebuah sungai yang sangat jernih
dengan hamparan tumbuhan selada air, sungai ini biasa dipanggil dengan
nama sungai Qolbu. Konon cikasur adalah sebuah lapangan terbang yang
dahulu dipakai pada jaman penjajahan Jepang.
Hari berikutnya biasanya dipakai untuk beristirahat dan memulihkan
stamina, setelah melakukan perjalanan panjang dan melelahkan. Dapat juga
kita mengeksplorasi Cikasur lebih dalam. Ditempat ini selain burung
merak, satwa liar yang sering muncul adalah gerombolan rusa, babi hutan
yang ukuran tubuhnya seukuran sapi dewasa.
Hari berikutnya setelah santap pagi. Kita akan melanjutkan perjalanan turun menuju desa terakhir yaitu Baderan.
Legenda Gunung Argopuro
Argopuro bisa di artikan Gunung Pura atau bisa di sebut juga Pura di
Puncak Gunung. Karena banyak di temukan struktur bangunan berarsitek
mirip Pura yang merupakan tempat peribadatan umat Hindu. Dan berawal
dari sanalah gunung ini dinamakan Argopuro.
Banyak di jumpai reruntuhan bangunan dan tinggal puing – puing yang
berserakan dan ditumpuk begitu saja seolah tak bernilai sejarah. Sisa –
sisa reruntuhan itu masih nampak jelas, ada beberapa situs purbakala di
sekitar kawasan puncak Argopuro.
Kawasan puncak yang dimaksud meliputi ketinggian 3.000 meter dari
permukaan laut ke atas, yang didalamnya mencakup areal seluas hampir
satu km persegi, yang didalamnya terdapat komplek bukit dan alun – alun,
komplek kawah dan komplek candi.
Komplek bukit dan alun – alun merupakan pintu masuk kawasan puncak,
sebuah alun – alun yang luas di pegunungan Yang Argopuro. Alun – alun
ini dibatasi langsung oleh sebuah kawah dengan lubang dalam., sedangkan
disebelah timur masih terdapat lima kawah, baik lubang maupun tempat
yang dinamakan alun – alun SIJEDING.
Komplek candi yang dimaksud bukan candi dalam arti sebenarnya, melainkan
merujuk dari jenis peninggalan dan struktur bangunan sejarah
kepurbakalaan yang terdapat di gunung ini. Jumlah seluruhnya ada tujuh
komplek meliputi situs kolam dan taman sari, Situs Puncak Rangganis, dua
bangunan candi, dan tiga bangunan pura.
Masyarakat sekitar lebih mengenal Rengganis daripada Argopuro .
Rengganis sebuah nama seorang Dewi yang begitu melekat di hati
masyarakat kaki gunung Argopuro. Konon menurut legenda penduduk
setempat, dari sanalah Dewi Rengganis tinggal dan memerintah
kerajaannya. Diceritakan pula bahwa alun – alun Rawa Embik adalah sebuah
padang rumput dibawah alun – alun puncak adalah sumber mata air yang
terus mengalir sepanjang tahun. Tempat itu merupakan padang
penggembalaan hewan ternak yang mensuplai kebutuhan keraton di puncak.
Dituturkan bahwa Dewi Rengganis adalah salah seorang Putri dari Prabu
Brawijaya yang lahir dari salah satu selirnya. Karena tidak diakui
keberadaannya, pada saat dewasa ia didampingi seorang Patih dan pengikut
– pengikutnya yang setia melarikan diri dan mendirikan kerajaan keraton
di puncak gunung ini.
Diperkirakan puing – puing yang terdapat di Rengganis suatu peninggalan
tertinggi yang ditenui di Pulau Jawa adalah bekas Kuil Hindu abad ke 12
Masehi. Situs Rengganis memperlihatkan aspek rancang bangun jaman
prasejarah dan jaman klasik akhir di pulau Jawa. Salah satu hal yang
paling menonjol dari peninggalan kepurbakalaan di Rengganis, adanya
tembok pagar luar yang mengelilingi bangunan serta struktur bangunan
lebih memperlihatkan struktur Pura daripada Candi.
Satu hal yang tidak dijumpai pada peninggalan kepurbakalaan masa
Majapahit akhir yang berada di gunung-gunung lain seperti Gunung
Penanggungan, dan Gunung Arjuna. Benarkah struktur bangunan yang disebut
PURA sesuai dengan Pura dalam arti dan fungsi yang sesungguhnya pada
saat ini? Ataukah Pura itu adalah sebuah Candi dengan model lain.
Benarkah Komplek kuno yang ada dalam pesantren dimana para Resi, Pendeta
atau Biarawan menghabiskan waktu untuk tinggal dan belajar di Puncak
ini?
Ataukah memang suatu komplek keraton?
Tempat peribadatan disini belum bisa memastikanbentuk tradisi dari
aliran dan sekte apa para Rahib itu semua. Terlepas apakah itu keraton
atau karesian dapatkah dibayangkan bagaimana Perikehidupan dan aktifitas
yang dilakukan sehari-hari di Puncak Gunung yang indah, dingin, dan
terpencil itu pada jaman alam masih liar yang waktu itu masih buas.
Legenda tinggallah cerita turun temurun dari mulut ke mulut yang semakin
bias dan sulit dibuktikan secara ilmiah. Hipotesa dari penyelidikan
terdahulu belum seluruhnya terbukti. Sebagian besar data masih berupa
misteri dan beberapa benda-benda bernilai sejarah itu telah hilang dan
dihancurkan.
Menurut penduduk sekitar sekitar tahun 80-an Situs Purbakala di Gunung
Argopuro masih nampak terawat dan masih belum banyak benda yang hilang,
selepas itu kini situs Purbakala itu semakin rusak, kotor dan bangunan
dengan teras-teras berdinding batu itu tinggalah batu-batu berserakan
yang dihiasi bungkus mie instan. Sejumlah Arca dari Gunung ini telah
terpencar oleh ulah orang-orang yang tak bertanggungjawab sebagian ada
yang ditemukan di Gunung Semeru dan tempat lainnya. Justru para peziarah
lokal yang memberi sesajen persembahan dan membersihkan lingkungan ini,
secara tidak langsung telah menjaga dan merawat keberadaan benda-benda
yang bernilai sejarah.
Masih terselubung kabut dan misteri dari reruntuhan bangunan kuno yang
dingin dan diam itu telah membuktikan bahwa bangsa kita telah Religius,
Berilmu Pengetahuaan, Berbudaya dan Berseni sejak lama.