Berzanji atau Barzanji ialah suatu doa-doa, puji-pujian dan penceritaan
riwayat NabiMuhammad saw yang dilafalkan dengan suatu irama atau nada
yang biasa dilantunkan ketika kelahiran, khitanan, pernikahan dan maulid
Nabi Muhammad saw. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad,
yang disebutkan berturut-turut yaitu silsilah keturunannya, masa
kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya
juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta
berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.
Nama Barzanji diambil dari nama pengarangnya, seorang sufi bernama
Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al – Barzanji.
Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyur dan terkenal dengan
nama Mawlid Al-Barzanji. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd
Al-Jawahir (kalung permata) atau ‘Iqd Al-Jawhar fi Mawlid An-Nabiyyil
Azhar. Barzanji sebenarnya adalah nama sebuah tempat di Kurdistan,
Barzanj.
Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn
Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar
ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa
ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn
Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad
Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali
r.a.
Kegigihan Sayyid Ja’far dalam Menuntut Ilmu
Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail
Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf
As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam
ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji,
Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far
Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf,
Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab,
Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam,
Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah.
Diantara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah:
· Sayyid Abdul Karim Haidar al-Barzanji
· Syeikh Yusuf al-Kurdi
· Sayyid Athiyatullah al-Hindi.
Beliau kemudian berhijrah dan menetap di Makkah selama lima tahun. Di sana beliau belajar kepada para ulama besar, diantaranya:
· Syeikh Athallah ibn Ahmad al-Azhari
· Syeikh Abdul Wahab ath-Thanthowi al-Ahmadi
· Syeikh Ahmad al-Asybuli
Beliau juga telah mendapatkan ijazah dari para ulama besar, diantaranya:
· Syeikh Muhammad ath-Thoyib al-Fasi
· Sayyid Muhammad ath-Thobari
· Syeikh Muhammad ibn Hasan al-‘Ajimi
· Sayyid Musthofa al-Bakri
· Syeikh Abdullah asy-Syubrawi al-Misri
Penguasaannya dalam Ilmu Agama
Beliau banyak menguasai cabang-cabang ilmu agama diantaranya ialah
Shorof, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Ushul Fiqh, Faraidh,
Hisab, Ushuluddin, Hadits, Ushul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah,
‘Arudh, Kalam, Lughat, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawwuf, Kutub Ahkam,
Rijal, Mustholahul Hadits.
Karya-karya Beliau
Karangan beliau cukup banyak diantaranya adalah:
· Al-Birr al-‘Ajil bi Ijabat asy-Syeikh Muhammad al-Ghafil
· Jaliyat al-Kadr bi Asmai Ashshab Sayyid al-Malaik wa al-Basyar
· Jaliyat al-Kurb wa al-Ahadiyyin bi Asma’ Sayyid al-‘Ajam wa al-‘Arab fi Asma’ al-Badriyyin
· Al-Lujjainiy ad-Daniy fi Manaqib asy-Syeikh Abdil Qadir al-Jailaniy
· Ar-Raudh al-Mu’thar fi Maa Yuhaddi as-Sayyid Muhammad min al-Asy’al
· Asy-Syiqaq al-Atrijiyyah fi Manaqib al-Asyraf al-Barzanjiyyah
· Ath-Thawali’ al-As’adiyyah min al-Mathali’ al-Masyriqiyyah
· Al-‘Ariyn li Asma’ ash-Shabat al-Badriyyin
· Fath ar-Rahman ‘ala Ajwibat as-Sayyid Ramdhan
· Al-Faidh al-Lathif bi Ijabat Naib as-Sar’ asy-Syarif
· Nuhudh al-Laits li Jawab Abi al-Ghaits
· ‘Iqd al-Jauhar fi Maulid an-Nabiyyi al-Azhar (Maulid al-Barzanji).
Kemasyhuran Beliau
Beliau telah diakui banyak kalangan dan mendapat kedudukan yang dekat di
sisi pembesar Makkah dan Madinah, serta para menteri Kerajaan
Utsmaniah. Kemasyhuran dan kehebatan beliau telah menyebar ke seluruh
pelosok dunia Islam. Karangan-karangan beliau telah diterima dan dipuji
oleh para ulama yang sezaman denganya sehingga tersebarlah
tulisan-tulisan beliau di kalangan para penuntut ilmu.
Sifat-sifat Beliau
Beliau mempunyai akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf
dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan al-Quran dan as-Sunnah,
wara’, banyak berdzikir, senantiasa bertafakkur, mendahului dalam
berbuat kebajikan, gemar bersedekah, dan sangat pemurah.
Kitab Maulid Al-Barzanji karangan beliau ini termasuk salah satu kitab
maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri
Arab dan Islam, baik Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan
non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara
keagamaan yang sesuai.
Kandungannya merupakan Khulasah (ringkasan) Sirah Nabawiyah yang
meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah,
akhlaq, peperangan hingga wafatnya. Syaikh Ja’far Al-Barzanji dilahirkan
pada hari Kamis awal bulan Zulhijjah tahun 1126 di Madinah
Al-Munawwaroh dan wafat pada hari Selasa, selepas Asar, 4 Sya’ban tahun
1177 H di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah
maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan Junjungan Nabi saw.
Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi
Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal
dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka
yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya.
Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat
pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah,
wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat
kebajikan bersedekah,dan pemurah.
Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki
yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut)
dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi
Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691
M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi
fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara
ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau
telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah
ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh
Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’,
antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad
At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa
Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri.
Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga
menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia
tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya,
tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah
sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau.
Salah satu kegiatan yang di prakarsai oleh Sultan Salahuddin Yusuf
Al-Ayyubi pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580
H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta
puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama
dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang
menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin
itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang
Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan,
sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari
tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai
hari ini!
Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan
kepada Rasulullah SAW dan meningkatkan gairah umat. Dalam kitab itu
riwayat Nabi saw dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi
dan prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik. Dalam Barzanji
diceritakan bahwa kelahiran kekasih Allah ini ditandai dengan banyak
peristiwa ajaib yang terjadi saat itu, sebagai genderang tentang
kenabiannya dan pemberitahuan bahwa Nabi Muhammad adalah pilihan Allah.
Salah satu hal yang mengagumkan sehubungan dengan karya Ja’far
Al-Barzanji adalah kenyataan bahwa karya tulis ini tidak berhenti pada
fungsinya sebagai bahan bacaan. Dengan segala potensinya, karya ini
kiranya telah ikut membentuk tradisi dan mengembangkan kebudayaan
sehubungan dengan cara umat Islam diberbagai negeri menghormati sosok
dan perjuangan Nabi Muhammad saw.
Kitab Maulid Al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-’Allaamah
Al-Faqih Asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal
dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299 H dengan satu syarah
yang memadai, cukup elok dan bermanfaat yang dinamakan ‘Al-Qawl Al-Munji
‘ala Mawlid Al-Barzanji’ yang telah banyak kali diulang cetaknya di
Mesir.
Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa karya Ja’far Al-Barzanji
merupakan biografi puitis Nabi Muhammad saw. Dalam garis besarnya, karya
ini terbagi dua: ‘Natsar’ dan ‘Nadhom’. Bagian Natsar terdiri atas 19
sub bagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi “ah”
pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya menurutkan riwayat Nabi Muhammad
saw, mulai dari saat-saat menjelang beliau dilahirkan hingga masa-masa
tatkala paduka mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian Nadhom terdiri
atas 16 sub bagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima
akhir “nun”.
Dalam untaian prosa lirik atau sajak prosaik itu, terasa betul adanya
keterpukauan sang penyair oleh sosok dan akhlak Sang Nabi. Dalam bagian
Nadhom misalnya, antara lain diungkapkan sapaan kepada Nabi pujaan”
Engkau mentari, Engkau rebulan dan Engkau cahaya di atas cahaya“.
Di antara idiom-idiom yang terdapat dalam karya ini, banyak yang
dipungut dari alam raya seperti matahari, bulan, purnama, cahaya, satwa,
batu, dan lain-lain. Idiom-idiom seperti itu diolah sedemikian rupa,
bahkan disenyawakan dengan shalawat dan doa, sehingga melahirkan
sejumlah besar metafor yang gemilang. Silsilah Sang Nabi sendiri,
misalnya, dilukiskan sebagai “Untaian Mutiara”.
Betapapun, kita dapat melihat teks seperti ini sebagai tutur kata yang
lahir dari perspektif penyair. Pokok-pokok tuturannya sendiri, terutama
menyangkut riwayat Sang Nabi, terasa berpegang erat pada Alquran,
hadist, dan sirah nabawiyyah. Sang penyair kemudian mencurahkan kembali
rincian kejadian dalam sejarah ke dalam wadah puisi, diperkaya dengan
imajinasi puitis, sehingga pembaca dapat merasakan madah yang indah.
Salah satu hal yang mengagumkan sehubungan dengan karya Ja’far
Al-Barzanji adalah kenyataan bahwa karya tulis ini tidak berhenti pada
fungsinya sebagai bahan bacaan. Dengan segala potensinya, karya ini
kiranya telah ikut membentuk tradisi dan mengembangkan kebudayaan
sehubungan dengan cara umat Islam diberbagai negeri menghormati sosok
dan perjuangan Nabi Muhammad saw.
Kitab Maulid Al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-’Allaamah
Al-Faqih Asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal
dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299 H dengan satu syarah
yang memadai, cukup elok dan bermanfaat yang dinamakan ‘Al-Qawl Al-Munji
‘ala Mawlid Al-Barzanji’ yang telah banyak kali diulang cetaknya di
Mesir.
Di samping itu, telah disyarahkan pula oleh para ulama kenamaan umat
ini. Antara yang masyhur mensyarahkannya ialah Syaikh Muhammad bin Ahmad
‘Ilyisy Al-Maaliki Al-’Asy’ari Asy-Syadzili Al-Azhari dengan kitab
’Al-Qawl Al-Munji ‘ala Maulid Al-Barzanji’. Beliau ini adalah seorang
ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari
dan menjalankan Thoriqah Asy-Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H
/ 1802M dan wafat pada tahun 1299 H / 1882M.
Ulama kita kelahiran Banten, Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan
penulis yang produktif dengan banyak karangannya, yaitu Sayyidul
Ulamail Hijaz, An-Nawawi Ats-Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani
Al-Jawi turut menulis syarah yang lathifah bagi Maulid al-Barzanji dan
karangannya itu dinamakannya ‘Madaarijush Shu`uud ila Iktisaail Buruud’.
Kemudian, Sayyid Ja’far bin Sayyid Isma`il bin Sayyid Zainal ‘Abidin
bin Sayyid Muhammad Al-Hadi bin Sayyid Zain yang merupakan suami kepada
satu-satunya anak Sayyid Ja’far al-Barzanji, juga telah menulis syarah
bagi Maulid Al-Barzanj tersebut yang dinamakannya ‘Al-Kawkabul Anwar
‘ala ‘Iqdil Jawhar fi Maulidin Nabiyil Azhar’. Sayyid Ja’far ini juga
adalah seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif. Beliau juga
merupakan seorang Mufti Syafi`iyyah. Karangan-karangan beliau banyak,
antaranya: “Syawaahidul Ghufraan ‘ala Jaliyal Ahzan fi Fadhaail
Ramadhan”, “Mashaabiihul Ghurar ‘ala Jaliyal Kadar” dan “Taajul Ibtihaaj
‘ala Dhauil Wahhaaj fi Israa` wal Mi’raaj”. Beliau juga telah menulis
sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian
nendanya Sayyid Ja’far Al-Barzanji dalam kitabnya “Ar-Raudhul A’thar fi
Manaqib As-Sayyid Ja’far”.
Kitab Al-Barzanji dalam bahasa aslinya (Arab) dibacakan dalam berbagai
macam lagu; rekby (dibaca perlahan), hejas (dibaca lebih keras dari
rekby ), ras (lebih tinggi dari nadanya dengan irama yang beraneka
ragam), husein (memebacanya dengan tekanan suara yang tenang), nakwan
membaca dengan suara tinggi tapi nadanya sama dengan nada ras, dan
masyry, yaitu dilagukan dengan suara yang lembut serta dibarengi dengan
perasaan yang dalam.
Di berbagai belahan Dunia Islam, syair Barzanji lazimnya dibacakan dalam
kesempatan memeringati hari kelahiran Sang Nabi. Dengan mengingat-ingat
riwayat Sang Nabi, seraya memanjatkan shalawat serta salam untuknya,
orang berharap mendapat berkah keselamatan, kesejahteraan, dan
ketenteraman. Sudah lazim pula, tak terkecuali di negeri kita, syair
Barzanji didendangkan – biasanya, dalam bentuk standing ovation – dikala
menyambut bayi yang baru lahir dan mencukur rambutnya.
Pada perkembangan berikutnya, pembacaan Barzanji dilakukan di berbagai
kesempatan sebagai sebuah pengharapan untuk pencapaian sesuatu yang
lebih baik. Misalnya pada saat kelahiran bayi, upacara pemberian nama,
mencukur rambut bayi, aqiqah, khitanan, pernikahan, syukuran, kematian
(haul), serta seseorang yang berangkat haji dan selama berada disana.
Ada juga yang hanya membaca Barzanji dengan berbagai kegiatan keagamaan,
seperti penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil berbagai lomba,
dan lain-lain, dan puncaknya ialah mau’idhah hasanah dari para muballigh
atau da’i.
Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga
Nahdlatul Ulama (NU). Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal kalender
hijriyah (Maulud). Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran
Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai hari-hari
bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakda Mulud). Ada yang hanya
mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa
tetangga kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di
rumah masing-masing, ada yang agak besar seperti yang diselenggarakan di
mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara
besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.
Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau
perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah
(bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan
seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan
umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan
Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendiri sering
membacanya), mau’idhah hasanah pada acara temanten dan mauludan.
Dalam ‘Madarirushu’ud Syarhul’ Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW
bersabda: “Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa’at
kepadanya di hari kiamat.” Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat
mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah sama artinya
dengan menghidupkan Islam!”
Penutup
Dari biografi singkat Sayyid Ja’far Al-Barzanji di atas, jelaslah bagi
kita bahwa beliau bukanlah orang biasa. Bahkan beliau menjabat sebagai
Mufti Madinah al-Munawwarah cukup lama yang mana hal ini menunjukkan
akan ketinggian ilmu beliau dan kesalehan beliau.
Refferensi
- Al-Kawakib al-Anwar Syarh al-Maulid an-Nabawiy, karangan Sayyid Ja’far
ibn al-Barzanji (keturunan Sayyid Ja’far al-Barzanji) yang wafat pada
tahun 1317 H/1899 M. Ditahqiq oleh Syeikh Nada Farj Darwisy, dan disimak
oleh Institut Pengkajian Akademik Universitas al-Azhar, cetakan Markaz
ibn al-Athar li at-Turats, halaman 647-650.
- Kasyf az-Zunun ‘an Asam al-Kutub wa al-Funun, karangan Haji Khalifah,
cetakan Dar al-Fikr, Beirut, tahun 1999 M, bab jim “Ja’far”, jilid 5,
halaman 211.
- Al-Asybah wa an-Nadzair, karangan al-Imam Jalaluddin as-Suyuthiy,
cetakan ketiga Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, tahun 2005 M, jilid 2,
halaman 225.
- Haul Ihtifaal bi Dzikra al-Maulid an-Nabawiy asy-Syarif, karangan
Prof. Dr. al-Muhaddits al-‘Alim al-‘Allamah as-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi
bin ‘Abbas al-Maliki, cetakan al-Fithrah, Surabaya.